Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ANALISIS BREAK EVEN POINT (BEP)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah: Manajemen Keuangan
Dosen: Yuli Novitasari, S.Pd., M.Si.

Disusun oleh:
Nur Asiah 18021002
Rosa Nurfalah 18011004

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DAN MANAJEMEN


INSTITUT MANAJEMEN WIYATA INDONESIA
SUKABUMI
2019

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan ide dan kemudahan untuk
kita memahami, mengamalkan kebenaran atas kehendak-Nya sehingga dapat
menyusun makalah ini. Tujuan dari penyusunan Makalah ini adalah untuk
memenuhi Tugas Manajemen Keuangan yang diampu oleh Ibu Yuli
Novitasari, S.Pd., M.Si. yang merupakan Dosen Mata Kuliah Manajemen
Keuangan.

Pada Kesempatan ini pula kami menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang luar biasa kepada semua pihak yang telah mendukung dan
berkontribusi dalam peyusunan makalah ini. Kami sangat menyadari bahwa
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena keterbatasan
pengetahuan ilmu yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah kami yang
akan datang.

Sukabumi, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 3
2.1 Pengertian Break Even Point............................................................................................... 3
2.2 Metode Perhitungan Break Even Point..........................................................................3
2.3 Perubahan Titik Break Even Point................................................................................... 7
2.4 Manfaat Analisis BEP................................................................................................ 12
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 20
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 22

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah mencari keuntungan yang
optimal. Untuk itu perusahaan harus menjual barang yang dihasilkan semaksimal
mungkin agar didapatkan laba sesuai yang diinginkannya tersebut. Namun
demikian, oleh karena sesuatu hal kadang-kadang upaya yang dilakukan perusahaan
belum tentu sesuai dengan yang diharapkan, sehigga kemungkinan mengalami
kerugian. Bila perusahaan menghubungkan antara biaya-biaya yang dikeluarkan,
laba yang diperoleh, dan volume penjualan akan didapatkan sesuatu suatu analisa
yang disebut sebagai cost, profit, volume analysis. Analysis terhadap saling hubungan
antara unsure-unsur yang membentuk laba juga sering disebut sebagai
analisis break even point. Dasar yang digunakan dalam analisis break even point ini
adalah prilaku biaya dalam kaitannya dengan hasil penjualan.

Dalam kaitannya dengan perubahan volume penjualan, ada biaya yang sifatnya
berubah-ubah dan perubahannya proposional dengan perubahan voleme penjualan.
Biaya yang demikian disebut sebgai biaya variabel. Biaya variabel ini secara total
akan berubah dengan perubahan proposional dengan perubahan volume penjulan,
tetapi sifat per unitnya bersifat tetap. Termasuk dalam biaya variabel adalah biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, sebagian biaya overhead pabrik, sebagian
biaya pemasaran, dan sebagian administrasi dan umum. Sedang jenis biaya yang lain
bersifat konstan (tetap) tidak terpengaruh oleh perubahan volume kegiatan, dan
secara per unitnya berubah-ubah. Jenis biaya ini disebut sebagai biaya tetap. Masuk
dalam kelompok ini adalah biaya penyusutan (bangunan, mesin, kendaraan, dan
aktiva tetap lainnya), gaji dan upah yang dibayar secara tetap, biaya lainnya yang
besarnya tidak terpengaruh volume penjualan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Break Even Point;
2. Bagaimana metode perhitungan Break Even Point;
3. Bagaimana perubahan titik Break Even Point;
4. Apa saja manfaat analisis Break Even Point.

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Break Even Point;
2. Untuk mengetahui metode perhitungan Break Even Point;
3. Untuk mengetahui perubahan titik Break Even Point;
4. Untuk mengetahui manfaat analisis Break Even Point.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Break Even Point
Apabila kontribusi marjin lebih kecil dibanding dengan biaya tetap berarti
perusahaan dalam kondisi rugi. Dan bila kontribusi marjinnya lebih besar, berarti
perusahaan mendapat laba, sedangkan bila kontribusi marjin sama dengan biaya
tetap perusahaan tidak menderita rugidam tidk mendapat labadan kondisi ini yang
disebut Breake Even Point. Break even point adalah suatu kondisi dimana pada
periode tersebut perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak
menderita kerugian. Artinya pada perusahaan tidak menda[at keuntungan dan juga
tidak mendapat kerugian. Artinya pada saat itu penghasilan yang diterima sama
dengan biaya yang dikeluarkan.

Didalam analisis break even point digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut :

a. Biaya harus bisa dipisahkan kedalam dua jenis biaya, biaya variabel dan biaya
tetap. Bila ada biaya semi variabel harus dialokasikan kedalam dua jenis biaya
tersebut.
b. Harga jual perunit tidak berubah selama periode analisis.
c. Perusahaan hanya memproduksi satu macam barang, bila menghasilkan lebih
satu macam barang, perimbangan penghasilan masing-masing barang harus
tetap.
2.2 Metode Perhitungan Break Even Point
Ada dua cara dalam menentukan break even point, yaitu:

a. Pendekatan Grafik

Salah satu pendekatan penentukan titik break even adalah dengan


menggambarkan unsur-unsur biaya dan penghasilan kedalam satu gambar
grafik. Pada Grafik tersebut nampak garis-garis biaya variabel, biaya tetap, total
biaya, dan garis total penghasilan Grafik BEP akan nampak sebagai berikut:

3
Perusahaan AR-RIFKI menjual satu macam barang dengan harga per unit Rp
25.000,- biaya variabel yang dikeluarkan sebesar Rp 15.000,- dan biaya tetapnya
selama satu tahun sebesar Rp 300.000.000,-

Dari contoh tersebut bisa digambarkan sebagai berikut :

Q (unit) Biaya variabel Biaya tetap Total biaya Penghasilan

0 0 300.000.000,- 300.000.000,- 0

10,000 150.000,000 300.000.000,- 450.000.000,- 250.000.000.000

b. Pendekatan Matematik

Dalam perhitungan BEP dengan pendekatan matematika dapat dilakukan


dengan dua cara yaitu :

1. Atas Dasar Unit


2. Atas Dasar Rupiah

Seperti pada pengertian BEP bahwa:

1. Perusahaan tidak memperoleh laba atau menderita rugi

2. Total penghasilan sama dengan total biaya

3. Laba sama dengan nol

Oleh karena itu persamaannya adalah:

4
PENGHASILAN = BIAYA

Bila :

P = Harga jual per unit

V = Biaya variabel per unit

BT = Biaya total selama setahun dan

Q = Kuantitas penjualan, maka

P.Q = V.Q + BT

P.Q - V.Q = BT

(P-V) Q = BT
Q = BT
P-V
Maka didapatkan rumus BEP dalam unit

BEP Unit = BT
P-V
Apabila diinginkan BEP dalam rupiah, maka dari fomulasi tersebut dikalikan dengan
harganya (P), sehingga

P.Q = BT x P
P-V
P.Q = BT
P-V
P
P.Q = BT
P - V
P P
P.Q = BT
1 - V
P
Dengan demikian rumus BEP dalam rupiah dapat diformulasikan sebagai berikut :
BEP Rp = BT
1 - V
P
Dari contoh 11.1 diatas bila kita cari break even point-nya akan ditemukan sebagai
berikut :

5
P = Rp 25.000,-
V = Rp 15.000,-
BT = Rp 300.000.000,-

· BEP unit

BEP = 300.000.000
25.000-15.000
= 30.000 unit

Dari rumus tersebut (P-V) sebenarnya adalah penggunaan konsep kontribusi marjin
per unit (selisih harga jual dengan biaya varianel per unit) yaitu sebesar Rp 25.000,-
Rp 15.000,- = Rp 10.000,- . karena besarnya biaya tetap Rp 300.000.000,- dan
keuntungan untuk menutup biaya tetap (kontribusi marjin) per unit Rp 10.000,-
maka untuk menutup seluruh biaya tetap tersebut dibutuhkan penjualan 30.000
unit atau Rp 300.000.000,- / 10.000.

· BEP Rupiah

BEP = 300.000.000
1 – 15.000
20.000
= Rp. 750.000
Rumus diatas juga pada dasarnya menggunakan konsep contribution marjin
ratio yang besarnya dihitung dari biaya variabel dibagi dengan penjualan. Dari
contoh tersebut ratio kontribusi majinnya adalah sebesar:

1- 15.000
25.000 = 1 - 0.6 = 0.4
Contribution marjin ratio 0.4 artinya bahwa setiap perubahan penjualan akan diikuti
perubahan biaya variabel 60 %.

Margin of safety

Setelah break even point ditentukan, juga perlu ditentukan batas keamanan
penjualan sebagai analisis sentivitasnya terhadap rencana penjualan yakni marjin of
safety .

Marjin of safety adalah batas penurunan penjualan yang buisa ditolelir agar
perusahaan tidak menderita kerugian. Misalnya marjin of safety ditemukan 30%,
artinya realisasi penjualan dipertahankan jangan sampai turun lebih dari 30%.

6
Apabila realisasi penjualan turun lebih dari 30 %, maka perusahaan akan menderita
kerugian, sedangkan bila penurunan sampai 30% perusahaan dalam kondisi break
even .

Untuk menghitung marjin of safety adalah:

Margin of Safety = Anggaran Penjualan – BEP x 100%


Anggaran Penjualan
Misalnya pada contoh diatas tersebut dianggarkan sebesar Rp 1.000.000.000,-, maka
marjin of safetynya adalah :

Marjin of safety = 1.000.000.000-750.000.000 x 100 %


1.000.000.000
= 25 %

Artinya bila realisasi penjualan turun lebih besar disbanding 25 %, maka


perusahaan akan mengalami kerugian.

2.3 Perubahan Titik Break Even Point


Seperti diuraikan dimuka bahwa dalam analisis break even point ada asumsi yang
harus dipenuhi yaitu, harga jual per unit tidak berubah selama periode yang
dianalisis, demikian pula halnya dengan biaya variabel per unit dan biaya tetap.
Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka titik break even akan mengalami
perubahan.

1. Perubahan Harga Jual Per Unit

Perubahan harga jual per unit akan mempengaruhi besarnya titik break even.
Apabila harga jual per unit naik sementara biaya tidak berubah, maka akan
menurunkan titik break even, demikian pula sebaliknya bila harga jual turun,
akan menaikkan titik break even.

7
Contoh 11.2:

Perusahaan AGUNG mempunyai srtuktur biaya dan harga jual sebagai berikut :
Harga jual per unit (P) = Rp 20.000,-
Biaya variabel per unit (V) = Rp 12.000,-
Biaya tetap setahun (BT) = Rp 200.000.000,-

Maka :

BEP = 200.000.000 = Rp 571.430.000,-


1 – 13.000
20.000

Misalnya ada pada periode ini ada kenaikan harga jual menjadi Rp 22.000,- per
unit, maka:
BEP = 200.000.000 = Rp 440.000.000,-
1- 12.000
22.000
2. Perubahan Biaya Variabel Per Unit

Perubahan pada biaya variabel juga akan merubah posisi titik break even. Yakni
apabila biaya variabel naik akan menaikkan titik break even dan bila turun akan
menurunkan BEP.

Dari contoh 11.2 diatas misal biaya variabel per unit meningkat menjadi Rp
13.000,- per unit, sementara harga dan biaya tetap tidak berubah, maka:

BEP = 200.000.000 = Rp 571.430.000


1- Rp 13.000
20.000
Sedangkan pada gambar BEP yang yang berubah adalah gambar total cost akan
bergeser keatas.

3. Perubahan Biaya Tetap

Demikian pula perubahan biaya tetap akan juga merubah posisi BEP menjadi
lebih besar bila biaya tetap naik dan akan turun BEPnya bila biaya tetap turun.

Misalnya dalam contoh 11.2 biaya tetap naik menjadi 240.000.000,- per tahun
sementara yang lain tidak berubah, maka

BEP = 240.000.000 = Rp 600.000.000,-

8
1- Rp 12.000
22.000
Pada gambar BEP garis biaya tetap akan bergeser ke atas.

4. Perubahan Komposisi sales Mix

Dalam asumsi juga disebutkn bahwa perusahaan hanya menghasilkan lebih dari
dua macam prodak, dan bila menghasilkan lebih dari dua macam prodak, maka
tidak boleh ada perubahan komposisi dalam sales
mix menunjukkanperimbangan penjualan antara beberapa macam prodak yang
dihasilkan. Apabila ada perubahan sales mix-nya akan menyebabkan perubahan
pada BEP secara total.

Contoh 11.3

PT ALFA menghasilkan dua jenis prodak, X dan Y. Data-data yang ada pada
kedua prodak tersebut adalah sebagai berikut :

Keterangan Prodak X Prodak Y Total

( 20.000 unit) ( 8.000 unit )

Penjualan 500.000.000 500.000.000 1.000.000.000

Biaya variabel 300.000.000 200.000.000 500.000.000

Kontribusi marjin 200.000.000 300.000.000 500.000.000

Biaya tetap 100.000.000 200.000.000 300.000.000

Laba 100.000.000 100.000.000 200.000.000

Harga X = Rp 25.000,- dan harga Y = Rp 62.500

Dari data tersebut :

Sales mix = 500.000.000 : 500.000.000 atau 1 : 1

Prodak mix = 20.000 unit : 8.000 unit atau 2.5 : 1

9
BEP Total = 300.000.000 = Rp 600.000.000,-
1- 500.000.000
1.000.000.000
Alokasi BEP pada masing-masing prodak tersebut adalah sesuai dengan
komposisinya, yakni perbandingan 1 : 1 untuk penjualannya.

Penjualan prodak X = 1/2 x Rp 600.000.000,- = Rp 300.000.000,-

Penjualan prodak Y = 1/2 x Rp 600.000.000,- = Rp 300.000.000,-

Sedang BEP dalam unitnya adalah :

Prodak X = 300.000.000 : 25.000 = 12.000 unit

Prodak Y = 300.000.000 : 62.500 = 4.800 unit

Atau dalam perbandingan = 12.000 : 4.800 = 2.5 : 1

Sama dengan komposisi prodak mix sebesar Rp 600.000.000,- tersebut tidak


berarti prodak X mengalami kondisi BEP demikian pula dengan prodak Y juga
mengalami BEP. Akan tetapi BEP yang dicapai tersebut merupakan BEP
gabungan, sehingga mungkin saja untuk prodak yang satu untung tetapi yang
lainnya rugi dan setelah dikompensasi menjadi BEP. Dari contoh diatas kita bisa
melihat komposisi laba-ruginya.

Keterangan Prodak X Prodak Y Total

(12.000 unit) (4.800 unit)

Penjualan 300.000.000 300.000.000 600.000.000

Biaya variabel 180.000.000 120.000.000 300.000.000

Kontribusi marjin 120.000.000 180.000.000 300.000.000

Biaya tetap 100.000.000 200.000.000 300.000.000

Laba (rugi) 20.000.000 (20.000.000) 0

Bagaimana pengaruhnya apabila terjadi perubahan terhadap komposisi penjualan


BEP sales mix ?

10
a. Bila prodak X naik 50 % prodak Y tetap, maka BEPnya adalah :

Keterangan Prodak X Prodak Y Total

(30.000 unit) (8.000 unit)

Penjualan 750.000.000 500.000.000 1.250.000.000

Biaya variabel 450.000.000 200.000.000 650.000.000

Kontribusi marjin 300.000.000 300.000.000 600.000.000

Biaya tetap 100.000.000 200.000.000 300.000.000

Laba (rugi) 200.000.000 100.000.000 300.000.000

BEP Total= 300.000.000 = Rp 625.000.000,-


1 - 650.000.000
1.250.000.000
b. Bila prodak Y naik 50 % prodak X tetap, maka BEPnya adalah :

Keterangan Prodak X Prodak Y Total

(20.000 unit) (8.000 unit)

Penjualan 500.000.000 750.000.000 1.250.000.000

Biaya variabel 300.000.000 300.000.000 600.000.000

Kontribusi marjin 200.000.000 450.000.000 650.000.000

Biaya tetap 100.000.000 200.000.000 300.000.000

Laba (rugi) 100.000.000 250.000.000 350.000.000

BEP Total = 300.000.000 = Rp 576.923.000,-


1 - 600.000.000
1.250.000.000
Dari perhitungan diatas bila bila dibandingkan akan nampak sebagai berikut :

11
Sebelum adaProdak X Prodak Y
perubahan
Tambah 50% Tambah 50%

Salea mix 1 :1 1,5 :1 0,67 :1

Keuntungan neto 200.000.000 300.000.000 350.000.000

Persentase perubahan 600.000.000 50% 75%


keuntungan
625.000.000 576.923.000
BEP

Dari tabel tersebut nampak penambahan prodak Y lebih menguntungkan


dibandingkan penambahan prodak X, sehingga apabila perusahaan akan
meningkat penjualan sebaiknya prodak Y yang lebih diutamakan karena akan
mendatangkan keuntungan yang lebih besar.

2.4 Manfaat Analisis BEP

Analisis break even ini selain digunakan untuk menganalisis pada unit berapa atau
pada omzet penjualan berapa perusahaan tidak menderita rugi dan tidak menerima
keuntungan konsep break even point.

1. Perencanaan Penjualan Atau Produksi

Pada setiap awal periode perusahaan sudah harus menpunyai perencanaan


produksi dan penjualan. Rencana produksi dan penjualan bisa direncanakan
dengan menggunakan konsep BEP. Penjualan yang direncanakan perusahaan
tentunya disertai dengan target laba yang diinginkan. Dengan demikian rencana
penjualan (penjualan minimal) adalah :

PM = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba

Atau

Untuk penjualan minimal dalam unit

PM Unit = BT + Laba
P-V

12
Dan untuk penjualan dalam rupiah

PM Rp = BT + Laba
1–P
V
Contoh 11.4

PT MARINDA sedang merencanakan penjualannya untuk tahun 2000 yang akan


datang perusahaan mempunyai kapasitas normal sebanyak 50.000 unit dalam
setahun. Pada tahun 2000 nanti perusahaan akan bekerja dengan kapasitas
30.000 unit dengan biaya per unit sebagai berikut :

Biaya Bahan Baku = Rp 7.000,-

Biaya Tenaga Kerja Langsung = Rp 5.000,-

Biaya Overhead Pabrik Variabel = Rp 4.000,-

Biaya Overhead Pabrik Tetap = Rp 5.500,-

Biaya Komersial Variabel = Rp 2.000,-

Biaya Komersial Tetap = Rp 2.500,-

Harga jual ditentukan sebesar Rp 30.000,- per unit.

Diminta :

1. Menghitung BEP

2. Menghitung besarnya penjualan

a. Rp 180.000.000,-

b. 15% dari penjualan

c. 25% dari biaya variabel

3. Menghitung besarnya marjin of safety bila anggaran penjualan seperti pada


point 2b diatas.

Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka pertama menghitung besarnya biaya


variabel per unit dan biaya tetap secara total. Biaya bahan baku dan tenaga
kerja langsung merupakan biaya variabel dengan demikian :

Biaya variabel per unit = 7.000 + 4.000 +2.000 = Rp 18.000,-

13
Biaya tetap total = (5.500 + 2.500) x 30.000 = Rp 240.000.000,-

Harga per unit = Rp 30.000,-

Jawab :

1. Besarnya BEP

BEP Unit = 240.000.000 = 20.000 unit


30.000 – 18.000

BEP Rp = 240.000.000 = Rp 600.000.000,-


1 - 18.000
30.000
2. a. Besarnya penjualan minimal bila laba Rp 180.000.000,-

PM Rp = 240.000.000 + 180.000.000 = Rp 1.050.000.000.000,-


1 - 18.000
30.000
b. Penjualan minimal bila laba 15% dari penjualan.

Bila penjualan minimal = X laba diinginkan = 0,15 X

X = 240.000.000 + 0,15% X = Rp 960.000.000,-


1 - 18.000
30.000
c. Penjualan minimal bila diinginkan laba 25% dari biaya variabel

Bila penjualan minimal Q unit laba = 0,25 (18.000 Q)

Q = 240.000.000 + 0,25 (18.000 Q) = 32.000 unit ,-


30.000 -18.000
3. Marjin of safety dengan anggaran penjualan Rp 960.000.000,-

Marjin of safety = 960.000.000 – 600.000.000 x 100%


960.000.000
= 37,5 %

2. Perencanaan Harga Jual Normal

Salah satu keputusan yang harus diambil oleh manajer keuangan adalah
penentuan harga jual. Harga jual merupakan sejumlah uang yang dibayarkan
oleh pembeli untuk mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan. Bagi
perusahaan harga jual harus bisa menutup semua biaya dan target keuntungan.

14
Apabila tidak bisa menutup target laba, apabila biaya yang dikeluarkan berarti
perusahaan dalam kondisi rugi. Dalam membuat rencana harga jual, perusahaan
mendasrkan pada proyeksi penjualan yang telah direncanakan, serta target laba
pada periode yang bersangkutan.

Contoh 11.5

Perusahaan DONGGALA sedang merencanakan harga jual bagi prodaknya untuk


tahun 2000. proyeksi penjualan tahun 2000 sebesar 25000,- dan biay tetap
setahun Rp 600.000.000,- bila tahun 2000 ditargetkan laba sebesar Rp
400.000.000,- berapa perusahaan harus menjual produknya per unit ?.

Dari soal tersebut diketahui :

V = Rp 25.000

BT = Rp 600.000.000

Laba = Rp 400.000.000

Q = 50.000 unit

Harga = ?

Q = BT + Laba
P–V
50.000 = 600.000.000 + 400.000.000
P – 25.000
P = 2.250.000.000 = Rp 45.000,-
50.000

Dengan demikian, harga per unit yang harus ditetapkan sebesar Rp 45.000,-
agar mendapatkan keuntungan yang diinginkan.

3. Perencanaan Metode Produksi

Analisa break even ini juga sering digunakan untuk menentukan alternatif
pemilihan metode produksi atau mesin produks. Ada mesin produksi yang
mempunyai karakteristik biaya tetap rendah tetapi biaya variabel tinggi (sering
disebut padat karya), atau biaya tetap tinggi tetapi biaya variabel per unit
rendah ( sering disebut padat modal). Dari dua pilihan tersebut, mana yang akan
dipilih apakah dengan padat karya (labour intencive) atau padat modal (capital

15
intencive)? Untuk memilih alternatif mana yang terbaik, bisa digunakan analisis
biaya,laba, dan volume (cost,profitvolume analysis).

Contoh 11.6

Perusahaan sedang merencanakan untukmendirikan usaha dengan mesin


produksi. Ada dua alternatif mesin produksi yang bisa dipilih dengan
karakteristik masing-masing mesin sebagai berikut :

Mesin A Mesin B

Harga jual per unit Rp 20.000,- Rp 20.000

Harga variable per unit Rp 12.000,- Rp 10.000

Biaya tetap setahun Rp 400 juta Rp 800 juta

Mana yang sebaiknya dipilih oleh perusahaan ?

Apabila menggunakan dasar BEP, maka mesin padat karya (mesin A) akan selalu
lebih baik, sebab BEPnya lebih rendah dibandingkan dengan padat modal
(mesin B). BEP dalam unit bisa dihitung sebagai berikut :

BEP mesin A = 400.000.000 = Rp 50.000 unit


20.000 – 12.000
BEP mesin B = 800.000.000 = Rp 80.000 unit
20.000 – 10.000

Dengan demikian bila perusahaan menjual 75.000 unit, untuk mesin A sudah
mendapat laba karena penjualannya diatas BEP, sedangkan mesin B masih
menderita rugi karena dibawah titik BEP. Namun apabila kemampuan
penjualannya besar apakah mesin A tetap lebih baik? Jawabannya belum tentu.

Untuk menentukan mesin mana yang sebaiknya dipilih, sebaiknya menentukan


titik indifferent profit yaitu unit penjualan yang dapat menyamakan laba antara
bila memilih mesin A atau mesin B, artinya pada penjualan indifferent profit laba
dengan mesin A sama dengan mesin B. Indifferent profit tercapai bila biaya
dengan mesin A sama dengan biaya dengan mesin B.

Bila Indifferent Profit = Q unit

16
Biaya A = Biaya B

400.000.000 + 12.000 Q = 800.000.000 + 10.000 Q

2.000 Q = 400.000.000

Q = 200.000 unit

Pada penjualan 200.00 unit inilah laba yang didapat dengan mesin A sama
dengan mesin B.

Keterangan Mesin A Mesin B

Penjualan 4.000.000.000 4.000.000.000

Biaya variabel 2.400.000.000 2.000.000.000

Kontribusi marjin 1.600.000.000 2.000.000.000

Biaya tetap 400.000.000 800.000.000

laba 1.200.000.000 1.200.000.000

Dari perhitungan ternyata laba mesian A atau mesin B sama, artinya semakin
besar volume penjualan mesin semakin baik. Indifferent profit inilah nantinya
sebagai pedoman mana alternatif mesin yang sebaiknya dipilih. Bila
kemampuan penjualan lebih besar dibanding dengan indifferent profit
sebaiknya memilih mesin B (padat modal) sebaliknya bila kemampuan
penjualan lebih kecil dibandingkan dengan Indifferent profit sebaiknya
memilih mesin A (padat karya). Kemampuan penjualan bisa bisa diukur dari
proyeksi penjualan yang telah disusundalam rencana proyek atau study
kelayakan. Untuk membuktika, mana yang lebih baik bila penjualan mencapai
250.000 unit.

Keterangan Mesin A Mesin B

Penjualan 5.000.000.000 5.000.000.000

Biaya variabel 3.000.000.000 2.500.000.000

Kontribusi marjin 2.000.000.000 2.500.000.000

Biaya tetap 400.000.000 800.000.000

laba 1.600.000.000 1.700.000.000

17
Ternyata mesin B menghasilkan keuntungan lebih besar dibanding dengan
mesin A. Hsl ini karena volume penjualannya lebih besar dibanding indifferent
profit.

4. Titik Tutup Pabrik

Apabila kondisi perusahaan sudah menunjukkan biaya total melebihi penjualan


totalny, yang artinya bahwa perusahaan beroperasi dibawah titik break even,
apakah perusahan sebaiknya ditutup atau tetap dipertahankan. Untuk itu
manajemen harus menganalisis apakah kondisi yang demikian akan berlanjut
dalam waktu relatif lama, atau tidak. Ada kemungkinan manajemen harus
memutuskan untuk menghentikan sementara atau seterusnya apabila kondisi
sudah sedemikian parahnya.

Alat yang dapat digunakan manajemen dalam mengadakan anlisis penutupan


perusahaan tersebut adalah analisis titik tutup pabrik atau sering disebut shut
down point. Apabila perusahaan beroperasi dibawah BEP berarti perusahaan
secara akuntansimengalami kerugian. Namun secara cahflow atau aliran khas
perusahaan masih mendapatkan sisa kas, selama penerimaan penghasilan masih
bisa menutup biaya variabel dan biaya tetap tunai. Biaya tetap tunai adalah biaya
tetap yang dikeluarkan secara tunai seperti pembayaran gaji, biaya promosi,
sewa gedung, dan biaya tetap tunai lainnya. Artinya pada kondisi tersebut
perusahaan masih bisa membayar gaji karyawannya, walaupun untuk menutup
biaya tetap tidak tunai (penyusutan) tidak mencukupi. Tetapi kalau penerimaan
penjualan tidak bisa menutup biaya variabel dan biaya tetap tunai, maka
perusahaan sudah harus ditutup.

SDP = Biaya Tetap Tunai


Rasio Kontribusi Margin

Dengan demikian formula yang digunakan untuk menghitung shut down point

adalah:

Shut down point merupakan pedoman bagi manajemen untuk memutuskan


apakah perusahaan diterukan atau dihentikan. Apabila penerimaan penjualan
masih lebih tinggi dibanding shut down point sebaiknya perusahaan tetap
beroperasi, tetapi bila penjualan sudah lebih kecil dibanding shut down point

18
sebaiknya perusahaan ditutup, sebab untuk membayar gaji atau sewa sudah
tidak mampu lagi.

Contoh 11.7

Perusahaan ABC menjual prodaknya dengan harga 20.000,- per unit, biaya
variabel Rp 12.000,- per unit, dan biaya tetap sebesar Rp 300.000.000,-(60%
biaya tetap tunai).

Maka

BEP = 300.000.000 = Rp 750.000.000,-


0,4
Pada kondisi BEP tersebut secara akuntansi perusahaan tidak laba dab tidak
rugi, tetapi secara cashflow mendapatkan laba tunai, yakni :

Penjualan Rp 750.000.000

Biaya variabel Rp 450.000.000,-

Biaya tetap tunai (60% x 300 juta) Rp 180.000.000,-

Rp 630.000.000

Laba tunai Rp 120.000.000

Sedangkan shut down point adalah :

SDP = 60% x 300.000.000 = Rp 450.000.000,-


0,4
Pada saat shut down point, secara akuntansi perusahaan mengalami kerugian
tetapi secara cashflow perusahaan tidak menerima laba tunai, seperti
perhitungan dibawah ini:

Penjualan Rp 450.000.000,-

Biaya Variable Rp 270.000.000,-

Biaya tetap tunai Rp 180.000.000,-

Rp 450.000.000,-

Laba tunai Rp 0,-

19
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Break even point adalah suatu kondisi dimana pada periode tersebut
perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak menderita kerugian.
Artinya pada perusahaan tidak menda[at keuntungan dan juga tidak mendapat
kerugian. Artinya pada saat itu penghasilan yang diterima sama dengan biaya
yang dikeluarkan.

2. Metode perhitungan BEP


a. Pendekatan Grafik
b. Pendekatan Matematik
Dengan demikian rumus BEP dalam rupiah dapat diformulasikan
sebagai berikut :

BEP Rp = BT
1 - V
P

Dengan demikian rumus BEP dalam rupiah dapat diformulasikan sebagai


berikut :
BEP Rp = BT
1 - V
P

3. Marjin of safety adalah batas penurunan penjualan yang buisa ditolelir


agar perusahaan tidak menderita kerugian Untuk menghitung marjin of
safety adalah:

Margin of Safety = Anggaran Penjualan – BEP x 100%


Anggaran Penjualan
4. Perubahan Titik BEP
a. Perubahan harga jual per unit
b. Perubahan biaya variable per unit
c. Perubahan biaya tetap
d. Perubahan komposisi Sales Mix
5. Manfaat Analisis BEP
a. Perencanaan penjualan/produksi

20
b. Perecanaan harga jual normal
c. Titik tutup pabrik

21
DAFTAR PUSTAKA

Sutrisno. (2013). Manajemen Keuangan Teori Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia.

22

Anda mungkin juga menyukai