Disusun oleh :
KHOTIMAH MULYASARI
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan di ruang Kaber RSUD Ngudi Waluyo
Wlingi yang disusun oleh:
Nama : Khotimah Mulyasari
NIM
(Khotimah
Mulyasari)
Mengetahui,
K
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
LAPORAN PENDAHULUAN
Premature Rupture of Membrane
A. DEFINISI
Ketuban pecah dini (PROM, premature rupture of
membrane) adalah kondisi dimana ketuban pecah sebelum
proses persalinan dan usia gestasi 37 minggu. Jika
ketuban pecah pada usia gestasi <37 minggu, maka
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
(PPROM, preterm premature rupture of membrane).
Terdapat istilah periode laten, yaitu waktu dari ruptur
hingga terjadinya proses persalinan. Makin muda usia
gestasi ketika ketuban pecah, periode laten akan semakin
panjang. Ketuban pecah saat usia gestasi cukup bukan,
75% proses bersalin terjadi dalam 24 jam. Jika ketuban
pecah di usia 26 minggu, 50% ibu hamil akan terjadi
persalinan dalam 1 minggu sedangkan usia gestasi 32
minggu, persalinan terjadi dalam waktu 24-48 jam.
Ketuban dapat pecah karena kontraksi uterus dan
peregangan berulang yang menyebabkan selaput ketuban
inferior rapuh sehingga pecah. Salah satu faktor dari
ketuban pecah dini adalah kurangnya asam askorbat, yang
merupakan komponen kolagen. Pada kehamilan trimester
awal, selaput ketuban sangat kuat. Namun, pada trimester
ketiga
menjadi
mudah
pecah
berkaitan
dengan
pada
kehamilan
prematur,
biasanya
dari
luar
yang
melemahkan
ketuban
Masa
interval
sejak
ketuban
pecah
pemecahannya
tanpa
menimbulkan
sering
embriogenesis
terbentuk
akan
mempengaruhi
sehingga
akan
lebih
selaput
tipis
proses
ketuban
dan
yang
yang
akan
sering
banyaknya
air
disebut
ketuban
polihidramnion
melebihi
adalah
2000
cc.
membuka
di
tengah-tengah
kehamilan
berlebihan
dapatmenyebabkan
terjadinya
yang
berlebihan,
sehingga
menimbulkan
menyebabkan
bertambah
sehingga
tekanan
pada
menekan
intra
selaput
uterin
ketuban,
9. Penyakit infeksi
Penelitian
menunjukkan
infeksi
sebagai
pecah
mikroorganisme
dini.
Grup
yang
sering
streptococcus
menyebabkan
amnionitis.
10.
resiko 2-4x.
C. KLASIFIKASI
tertentu
terjadi
perubahan
biokimia
yang
seluruh
selaput
ketuban
rapuh.
Terdapat
korioamnionitis.
Pada
bayi
dapat
terjadi
septikemia,pneumonia,omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
Ketuban Pecah Dini premature,infeksi lebih sering
daripada aterm.Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.
Hipoksia Dan Asfiksia
Dengan
pecahnya
ketuban
terjadi
oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara
terjadinya
gawat
janin
dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban janin
maka semakin gawat.
Sindroma Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini
menyebabkan
pertumbuhan
janin
terhambat,kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin serta hipoplasi pulmonar.
G. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan labaratorium yang dapat dilakukan pada
PROM adalah:
Test Lakmus (Nitrazin test)
Dilakukan untuk menentukan cairan ketuban,
jumlah cairan ketuban, usia kehamilan, dan kelainan
janin
Test LEA (Leukosit Esterace)
Penting dilakukan untuk menentukan apakah
terjadi infeksi atau tidak. Infeksi dapat ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh ibu (>38 0C) air
ketuban keruh dan berbau dan test LEA
menunjukkan leukosit darah >15.000/mm
Amniocentesis
Dilakukan dengan cara mengambil cairan
amnion
untuk
mengetahui
adanya
kelainan
congenital pada janin, maturitas paru, dan hemolitik
disease.
USG
Untuk menentukan usia kehamilan, indeks cairan
amnion berkurang
H. Penatalaksanaan
Konservatif :
1. Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3. Umur kehamilan kurang 37 minggu.
4. Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg
selama 5 hari.
5. Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan
memberikan kortikosteroid untuk mematangkan
fungsi paru janin.
6. Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali
ada tanda-tanda persalinan.
7. Melakukan terminasi kehamilan bila ada tandatanda infeksi atau gawat janin.
8. Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan
tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi
bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus,
lakukan terminasi kehamilan.
Aktif :
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan
antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda tanda
inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan
terminasi kehamilan.
1.
Induksi atau akselerasi persalinan.
2.
Lakukan seksiosesaria bila induksi atau
akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
3.
Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda
infeksi uterus berat ditemukan
I. PATHWAY
DM maternal
Kehamilan kembar
Letak plasenta
Berubah
defek neuralisis
terbuka
Abrupsio Plasenta
polihidramnion
penyebab lain :
PROM
PROM spontan
adanya trauma
Incompetent servical
Cemas
hipertermi
Resiko Infeksi
Kurang Pengetahuan
Ggn Mobilitas Fisik
Nyeri
Ggn Istirahat Tidur
J. MASALAH KEPERAWATAN
a. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini
b. Risiko tinggi trauma maternal berhubungan dengan disfungsi
persalinan
c. Cemas berhubungan dengan kehilangan kehamilan
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontruksi uterus
e. Risiko tinggi untuk trauma fetal berhubungan dengan hypoxia
Risk control
Kriteria Hasil :
Infection
Bersihkan
lingkungan
setelah dipakai pasien
lain
Pertahankan
teknik
isolasi
Batasi pengunjung bila
perlu
Instruksikan
pada
pengunjung
untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
Gunakan
sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik
selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Infection
Protection
(proteksi terhadap infeksi)
granulosit, WBC
Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring
pengunjung
terhadap
penyakit
menular
Partahankan
teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan
teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
Inspeksi
kulit
dan
membran
mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan
pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan
cara
menghindari infeksi
Laporkan
kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
Cemas b/d kematian
Anxiety control
Coping
Impulse control
Kriteria Hasil :
Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
gejala cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontol
cemas
Vital sign dalam batas
Anxiety Reduction
(penurunan
kecemasan)
Gunakan
pendekatan
yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas
harapan
terhadap
pelaku pasien
Jelaskan
semua
prosedur dan apa yang
dirasakan
selama
prosedur
Pahami
prespektif
pasien terhdap situasi
stres
normal
Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
Defisiensi pengetahuan
b.d tidak familier dengan
sumber informasi
Kowlwdge : disease
process
Kowledge : health
Behavior
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga
menyatakan
pemahaman tentang
penyakit, kondisi,
prognosis dan
program pengobatan
Pasien dan keluarga
mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya.
Teaching : disease
Process
1. Berikan
penilaian
tentang
tingkat
pengetahuan
pasien
tentang proses penyakit
yang spesifik
2. Jelaskan
patofisiologi
dari
penyakit
dan
bagaimana
hal
ini
berhubungan
dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan
gejala
yang
biasa
muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
4. Gambarkan
proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara
yang tepat
6. Sediakan informasi pada
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba IAC, et al. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC; 2009. Hal.119-21.