Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh :

Dessy veronica kumalasari

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

2022
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
1. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar. Persalinan
imatur adalah persalinan saat kehamilan 20-28 minggu dengan berat janin
antara 500-1000gr. Persalinan premature adalah persalinan saat kehamilan
29-36 minggu dengan berat janin antara 1000-2500 gr.
Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil
pembuahan yaitu janin, plasenta dan selaput ketuban keluar dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar (farrer,2020).
Pada saat persalinan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu
jalan lahir (tulang dan jaringan lunak pada panggul ibu), janin dan
kekuatan ibu. Kelainan satu atau beberapa faktor diatas dapat
menyebabkan distosia(Arief 2018).

2. Pengertian Sc (Sectio Caesarea)


Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui
insisi pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin.
Indikasi medis dilakukannya operasi sectio caesaria ada dua faktor yang
mempengaruhi yaitu faktor janin dan faktor ibu. Faktor dari janin meliputi
sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman gawat
janin, janin abnormal, faktor plasenta, kelainan tali pusat dan bayi
kembar. Sedangkan faktor ibu terdiri atas usia, jumlah anak yang
dilahirkan, keadaan panggul, penghambat jalan lahir, kelainan kontraksi
lahir, ketuban pecah dini (KPD) (Hutabalian , 2021).

3. Pengertian Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan di tunggu satu jam belum di mulainya tanda persalinan
(Manuaba,2019).
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan
berlangsung dan dapat terjadi  pada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (Saifuddin, 2022).
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung.ketuban pecah dini di sebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri
atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina servik (Sarwono, 2022).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan, dan setelah di tunggu satu jam, belum ada tanda
persalinan (Yulaikhah, 2018). Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi
kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode latern).
Kondisi ini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan
segala akibatnya. Early rupture of membrane adalah ketuban pecah pada
fase laten persalinan.

B. ETIOLOGI
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut:
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2022).
2. Peninggian Tekanan Intra Uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihandapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
a. Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian
bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah.
c. Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
d. Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion
kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-
tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa
hari saja
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo  pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis : adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan
oleh  penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi
terpenting adalah  pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan
lama.
6. Penyakit Infeksi : adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang
terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik).
8. Riwayat KPD sebelumya
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu
C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis menurut (nugroho, dr. Taufan. 2020)
a. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
 Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri
pucat dan bergaris warna darah.
 Cairan ini tidak akan berhenti atu kering karena terus diproduksi
sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin
yang sudah terletak dibawa biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara.
 Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin beramba cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. 
b. Maniestasi klinis menurut (mansjoer, dkk 2022)
 Keluar air ketuban warna putih keruh ,jernih ,kuning , hijau atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
 Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
 Janin mudah diraba.
 Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada , air ketuban sudah
kering.
 Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak
ada dan air ketuban sudah kering.

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai
berikut:
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat
lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
2. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga
terjadi depolimerisasi kolagen  pada selaput korion / amnion,
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
3. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan
langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan  penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik
traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu
sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium :
1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna , kosentrasi ,
bau , ph nya.
2) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan : air ketuban ,
urine atau secret vagina.
3) Secret vagina ibu hamil ph : 4-5 , dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna , tetap kuning.
4) Tes lakmus (tes nitrazin) , jika kertas lakmus jika kertas lakmus
merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban
(alkalis) . Ph air ketuban 7-7,5 , darah dan ineksi vagina dapat
menghasilkan tes yang positif palsu.
5) Mikroskopik (tes pakis) , dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan
gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (usg) :
1) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri.
2) Pada kasus kpd terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidrpamnion.
(nugroho, dr. Taufan. 2020)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan
akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan
spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang
bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan
terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk
memberi waktu  pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan
infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.
Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan
perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih  biasanya paru- paru
sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada  janin
merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama
pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya
ketuban dan  permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P =
“lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan
melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24
jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka
dilakukan induksi persalinan,dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.
Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis
KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam
kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya
berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif
(induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan
alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan
mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga
resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan
dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan
komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses
persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi
dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat
dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak
berhasil akhiri  persalinan dengan seksio sesaria.
2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif
disertai  pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita
perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak
perlu dilakukan  pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi
dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan
uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses
persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid
pada  penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya
pematangan  paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan
konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan
induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung
dengan  jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan
komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-
komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura
uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan
dari induksi  persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan
sesar. Seperti halnya  pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan
bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi
intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya
kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi
yang  berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga
dikatan  pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh
kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti
dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The  National Institutes of Health
(NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm
KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion.
Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24
jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
 
H. PENATALAKSANNAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku
bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk
rumah sakit nomor register  , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung,
hipertensi, dm, tbc, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatkan cairan ketuban
yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti
tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, dm,
ht, tbc, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien
4) Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas  biasanya cemas bagaimana cara merawat
bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat
harga diri rendah.
d. Pola-pola fungsi kesehatan menurut gordon
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah
dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eliminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan bab.
5) Pla istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
7) Pola penanggulangan cemas
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body image dan
ideal diri
10) Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena
adanya proses persalinan dan nifas ( sharon j. Reeder, 2015)
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah
persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena
harus bedres total setelah  partus sehingga aktifitas klien
dibantu oleh keluarganya.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper
pigmentasi areola mamae dan papila mamae
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
7) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak. (Cristina, 2015).
8) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
ruptur
9) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
10) Muskulo skeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak
karena adanya luka episiotomi
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko infeksi b.d ketuban pecah dini.
b. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d ketegangan ototrahim.
c. Defisit / kurang pengetahuan b.d pengakuan persalinan premature.
d. Kecemasan / ansietas b.d persalinan premature dan neonates berpotensi lahir
premature.
3. Intervensi
Standar Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
No Indonesia (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi ansietas
selama......x24 jam diharapakan kecemasan 1. Monitor tanda-tanda ansietas
menurun atau pasien dapat tenang dengan 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk
kriteria : menumbuhkan kepercayaan
SLKI : 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
Tingkat ansietas 4. Diskusikan perencanaan realistis tentang
1. Menyingkirkan tanda kecemasaan. peristiwa yang akan datang
2. Tidak terdapat perilaku gelisah 5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
3. Frekuensi napas menurun persepsi
4. Frekuensi nadi menurun 6. Anjurkan keluarga untuk selalu
5. Menurunkan stimulasi lingkungan disamping dan mendukung pasien
ketika cemas. 7. Latih teknik relaksasi
6. Menggunakan teknik relaksasi untuk
menurunkan cemas.
7. Konsentrasi membaik
8. Pola tidur membaik
Dukungan sosial
1. Bantuan yang ditawarkan oleh oranglain
meningkat
2 Nyeri akut SLKI: SIKI :
Penyebab : Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nyeri

selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pada Observasi
1. Agen pencedra fisiologis (mis. Inflamasi
pasien berkurang dengan kriteria hasil : - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Nyeri berkurang dengan skala 2 - Identifikasi skala nyeri
2. Pasien tidak mengeluh nyeri - Identifikasi respon nyeri nonverbal
3. Pasien tampak tenang - Identifikasi factor yang memperingan
4. Pasien dapat tidur dengan tenang dan memperberat nyeri
5. Frekuensi nadi dalam batas normal (60- - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
100 x/menit) tentang nyeri
6. Tekanan darah dalam batas normal - Identifikasi budaya terhadap respon nyeri
(90/60 mmHg – 120/80 mmHg) - Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
iskemia, neoplasma)
7. RR dalam batas normal (16-20 x/menit) kualitas hidup pasien
2. Agenpencedera kimiawi (mis. Terbakar,
bahan kimia iritan) Kontrol Nyeri - Monitor efek samping penggunaan
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, 1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang analgetik
amputasi, prosedur operasi, taruma, dll) dengan menggunakan manajemen nyeri - Monitor keberhasilan terapi
2. Mampu mengenali nyeri (skala,
Gejala dan tanda mayor
Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif
 Tampak meringis
 Bersikap proaktif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur
Gejala dan tanda minor

Subjektif : - intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) komplementer yang sudah diberikan
Objektif Status Kenyamanan Terapeutik
 Tekanan darah meningkat 1. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Fasilitasi istirahat tidur
 Pola nafas berubah berkurang - Kontrol lingkungan yang memperberat
 Nafsu makan berubah nyeri ( missal: suhu ruangan,
 Proses berpikir terganggu pencahayaan dan kebisingan).
 Menarik diri - Beri teknik non farmakologis untuk
 Berfokus pada diri sendiri meredakan nyeri (aromaterapi, terapi pijat,
 Diaforesisi hypnosis, biofeedback, teknik imajinasi
terbimbimbing, teknik tarik napas dalam dan
kompres hangat/ dingin)
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
- Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
3 Resiko Infeksi SLKI SIKI
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi
selama ...x... jam diharapkan klien terhindar 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
dari resiko infeksi dengan kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
hasil: dengan pasien dan lingkungan pasien
Tingkat Infeksi 3. Lakukan perawatan tali pusat
1. Integritas Kulit Baik 4. Ajarkan ibu cara cuci tangan dengan
benar
5. Kolaborasi pemberian imunisasi jika
perlu
4 Defisit Pengetahuan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Edukasi Menyusui
Penyebab …x… jam diharapkan tingkat pengetahuan Observasi
1. Keterbatasan kognitif meningkat dengan kriteria hasil : □ identifikasi kesiapan dan kemampuan
2. Gangguan fungsi kognitif □ Perilaku sesuai anjuran meningkat menerima informasi
3. Kekeliruan mengikuti anjuran □ Verbalisasi minat dalam belajar meningkat □ identifikasi tujuan atau keinginan
4. Kurang terpapar informasi □ Kemampuan menjelaskan pengetahuan menyusui
5. Kurang minat dalam belajar tentang suatu topik meningkat Terapeutik
6. Kurang mampu mengingat □ Kemampuan menggambarkan pengalaman □ sediakan materi dan media pendidikan
7. Ketidaktahuan menemukan sumber
informasi

Gejala dan tanda mayor


Subjektif :
 Menanyakan masalah yang
dihadapi
Objektif :
 Menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran
sebelumnya yang sesuai topik meningkat kesehatan
 Menunjukkan persepsi yang
□ Perilaku sesuai dengan pengetahuan □ Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
keliru terhadap masalah
□ Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi kesepakatan
Gejala dan tanda minor menurun □ Berikan kesempatan untuk bertanya
Subjektif : - □ Persepsi yang keliru terhadap masalah □ Dukung ibu meningkatkan kepercayaan
Objektif : menurun diri dalam menyusui
 Menjalani pemeriksaan tidak □ Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat □ Libatkan sistem pendukung : suami,
menurun keluarga, tenaga kesehatan dan
□ Perilaku membaik masyarakat
Edukasi
□ Berikan konseling menyusui
□ Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan
bayi
□ Ajarkan 4 posisi menyusui dan perlekatan
dengan benar
□ Ajarkan perawatan payudara antepartum
dengan mengkompres dengan kapas yang
telah diberikan minyak kelapa
□ Ajarkan perawatan payudara post partum
( mis memerah ASI, pijat payudara, pijat
tepat oksitosin)
 Menunjukkan perilaku
berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

Lowdermilk ,deitra leonard.2020.maternity & women’s health care seventh


edition.sydney : mosby.
Nugroho, taufan.2020.obstetric untuk mahasiswa kebidanan.yogjakarta: nuha
medika.
Mirzanie, hanifah dan desy kurniawati.2019 .obgynacea obstetric &
ginekologi.yogjakarta:tosca enterprise.
Mansjoer, arif , dkk.2022.kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid i.jakarta :
media aesculapius.
Manuaba. Chandranita, Ida Ayu, dkk. 2019.Buku Ajar Patologi Obstetri.Jakarta.
EGC.
Saifuddin, Abdul Bari. 2016. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan  Neonatal. Jakarta: YBP-SP. -------2022. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: YBP-SP.

Anda mungkin juga menyukai