Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANTENATAL PADA NY. S USIA


KEHAMILAN 38 MINGGU G5 P4 A0 DENGAN KPD
(KETUBAN PECAH DINI)
DI RUANG VK RSUD TUGUREJO SEMARANG

Disusun oleh :
Wiyana Wijid Pratiwi / 081211010

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2022
A. Definisi

Antenatal care (ANC) sering disebut dengan perawatan kehamilan.


Antenatal care adalah perawatan kesehatan yang diajukan kepada ibu hamil
sebelum dan selama hamil dengan tujuan mendeteksi secara dini masalah
kesehatan ibu dan janin, memberikan penyuluhan atau pendidikan
kesehatan dan perencanaan persalinan.
Menurut Depkes RI, antenatal care merupakan pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secra
berkala yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang
ditemukan. Pada hakikatnya pemeriksaan kehamilan bersifat preventif care
dan bertujuan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan bagi ibu dan janin.
Hal yang dapat terjadi pada ibu hamil salah satunya adalah KPD (Ketuban
Pecah Dini).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum ada tanda-
tanda persalinan (Sofian, 2012). Ketuban pecah dini merupakan pecahnya
ketuban sebelum waktunya melahirkan yang dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Rukiyah dan Yulianti,
2010). Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi pada saat sebelum
persalinan berlangsung (Saifuddin, dkk. 2009).
Menurut sastrawinata (2004) KPD adalah pecahnya selaput ketuban
yang dibuktikan dengan adanya kebocoran air ketuban sebelum persalinan
yang terjadi setelah umur kehamilan 22 minggu. Kpd dapat terjadi pada
umur kehamilan preterm dan aterm. Ketuban pecah dini aterm dapat terjadi
pada atau setelah usia gestasi 37 minggu. Jika terjadi sebelum usia gestasi
37 minggu disebut KPD preterm atau preterm premature rupture membranes
(PPROM) (POGI 2016).
B. Etiologi
Penyebab dari ketuban pecah dini tidak atau masih belum jelas
(Sofian, 2011). Menjelang usia kehamilan cukup bulan, terjadi kelamahan
pada selaput janin yang memicu robekan. Selain itu hal-hal yang bersifat
patologis seperti perdarahan dan infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya
KPD (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Penyebab terjadinya KPD diantaranya
karena trauma pada perut ibu, kelainan 8 letak janin dalam rahim, atau pada
kehamilan grande multipara (Manuaba, 2009). KPD disebabkan oleh
berkurangnya kekuatan membran karena suatu infeksi yang dapat berasal
dari vagina dan serviks atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh
kedua faktor tersebut (Saifuddi, dkk. 2009).
Terdapat beberapa faktor prediposisi yang menyebabkan
kemungkinan terjadinya KPD, antara lain :
1. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab tersering pada persalinan preterm dan
ketuban pecah dini. Bakteri dapat menyebar ke uterus dan cairan amnion
memicu terjadinya inflamasi dan mengakibatkan persalinan preterm dan
ketuban pecah dini. Membran amniochorionic merupakan tempat
diproduksinya inflammatory cytokine sebagai respon terhadap infeksi,
oleh karena itu infeksi, inflamasi berhubungan dengan infeksi.
2. Serviks inkompetensia (serviks yang tidak mengalami kontraksi)
Keadaan ini didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri
untuk mempertahankan kehamilan. Sebagian besar pada serviks, dilatasi
berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik
(Prawirohardjo, 2010).
3. Trauma
Trauma misalnya berhubungan seksual saat hamil dengan frekuensi
lebih dari 3 kali seminggu, pemeriksaan dalam dan amniosintesis. Hal
ini dapat memicu terjadinya KPD karena terdapat risiko masuknya
infeksi ke dalam vagina yang dapat merusak selapu ketuban sehingga
membran mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan (Park, 2007).
4. Tekanan Intra Uterin yang meningkat secara berlebihan.
5. Kelainan letak (sungsang dan lintang)
Pada keadaan ini, tidak ada bagian terendah janin yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) sehingga tidak ada yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah (Saifudin, 2002).
6. Usia kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun
Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah
karena keadaan uterus belum matur dan belum siap menerima
pembuahan sehingga membran selaput ketuban belum terlalu kuat
pertahanannya untuk melindungi janin sehingga rentan mengalami
pecah spontan (Winkjosastro, 2006). Sedangkan pada usia diatas 35
tahun, fungsi uterus menurun karena adanya vaskularisasi ke uterus
yang kurang adekuat sehingga tonus otot uterus mengalami penurunan
elastisitas yang akan beresiko melemahnya selaput ketuban.
(Winkjosatro, 2006).
7. Infeksi lokal pada saluran kemih
8. Faktor sosial : misalnya ibu hamil sebelumnya meminum minuman
keras beralkohol dan keadaan sosial ekonomi rendah.

C. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung


sebagai berikut:
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban
sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
2. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1)
dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan,
sehingga terjadi 7 depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion,
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
3. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban
menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion
dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi
infeksi (Prawirohardjo (2010).
D. Pathway dan Masalah Keperawatan Yang Muncul

E. Klasifikasi
Klasifikasi ketuban pecah dini dibagi atas usia kehamilan yaitu:
(Ernawati, 2020)
1. Ketuban pecah dini atau disebut juga Premature Rupture of Membrane
atau Prelabour Rupture of Membrane (PROM), adalah pecahnya selaput
12 ketuban pada saat usia kehamilan aterm.
2. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran korioamniotik
sebelum usia kehamilan yaitu kurang dari 37 minggu atau disebut juga
Preterm Premature Rupture of Membrane atau Preterm Prelabour
Rupture of Membrane (PPROM)

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik Ketuban Pecah Dini Manifestasi klinik KPD
menurut Mansjoer (2008) antara lain :
1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
5. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering.
6. Kecemasan ibu meningkat.
Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban pecah dini,
antara lain:
1. Terjadi pembukaan prematur servik
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang
mengeluarkan enzim preteolitik dan kolagenase.

G. Komplikasi
Komplikasi pada KPD dapat menyebabkan infeksi intrapartum
(korioamnionitis), persalinan preterm yang menyebabkan bayi lahir dengan
berat rendah, gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia,
oligohidramnion, bahkan sering terjadi partus kering (dry labor) karena air
ketuban habis (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Komplikasi yang timbul akibat
KPD bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal
maupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali
pusat, meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal
(Prawirohardjo, 2014).
Menurut (Negara, dkk. 2017) komplikasi yang ditimbulkan dari
KPD akan berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta
adanya dampak terhadap ibunya sendiri diantaranya :
1) Persalinan premature
Setelah ketuban pecah, biasanya segera disusul oleh persalinan.
Pada kehamilan aterm 90% terjadi 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan >26 minggu persalinan seringkali terjadi dalam 1 minggu.
2) Infeksi
Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah
dini. Pada ibu dapat terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi
septicemia, pneumonia, omfalitis.
3) Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion sehingga bagian
kecil janin akan menempel erat dengan dinding uterus yang dapat
menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia dan hipoksia.
4) Sindrom deformitas janin
Pertumbuhan janin terhambat dikarenakan ketuban pecah terlalu
dini.

H. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan
keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas.
Selain keterangan yang disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air
ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes. Langkah pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di
froniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.
2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak
manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-
kemungkinan infeksi asenden dan persalinan prematuritas. (Manuaba,
2013).
Menurut Nugroho (2010), pemeriksaan penunjang ketuban pecah
dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG):
1. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri.
2. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.

I. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Manuaba (2013) dalam buku ajar patologi obstetrik, kasus
KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan
akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan
jika menempuh cara - cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi
RDS dan jika menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi
waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi
yang akan memperjelek prognosis janin.
Dalam Jurnal Kedokteran Syiah Kuala (2019), pada kasus hamil
aterm atau cukup bulan, bila ketuban pecah sudah melebihi 6 jam maka
dilakukan terminasi kehamilan melalui induksi persalinan dengan oksitosin
dengan monitoring ketat terkait kesejahteranan janin meliputi denyut
jantung dan kontraksi rahim serta tanda-tanda infeksi pada ibu. Ketuban
pecah dini dapat terjadi dikarenakan berbagai sebab, pada umunya KPD
dapat terjadi akibat melemahnya membran secara fisiologis yang ditambah
dengan gesekan yang terjadi akibat adanya kontraksi uterus.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada ketuban pecah dini menurut Manuaba
(2013):
a. Konservatif
1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3) Umur kehamilan kurang 37 minggu.
4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5
hari.
5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
6) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau
gawat janin.
8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada
kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila
pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.
Bila ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka
lakukan terminasi kehamilan.
1) Induksi atau akselerasi persalinan.
2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan
3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan.
Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban Yang
harus segera dilakukan:
1) Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
2) Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini.
Ambil nafas dan tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:
1) Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko
terinfeksi kuman.
2) Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari,
karena air ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang
diganjal supaya lebih tinggi.

J. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat
data dasar tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan
klien (Hidayat, 2010).
a. Identitas atau biodata klien. Meliputi, nama, umur, agama, jenis
kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa
keperawatan.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu. Penyakit kronis atau menular dan
menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang. Riwayat pada saat sebelun
inpartus didapatkan cairan ketuban yang keluar pervagina
secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga. Adakah penyakit keturunan dalam
keluarga keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada klien
4) Riwayat psikososial. Riwayat klien nifas biasanya cemas
bagaimana cara merawat bayinya, berat badan yang semakin
meningkat dan membuat harga diri rendah.
c. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah
dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak
membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan
dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah 16 kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan buang air besar (BAB).
5) Pola istirahat dan tidur
Pada klien intra partum terjadi perubahan pada pola istirahat
dan tidur karena adanya kontraksi uterus yang menyebabkan
nyeri sebelum persalinan.
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan stres Biasanya klien sering merasa cemas
dengan kehadiran anak.
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada perut akibat
kontraksi uterus pada pola kognitif klien intrapartum G1
biasanya akan mengalami kesulitan dalam hal melahirkan,
karena belum pernah melahirkan sebelumnya.
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan
ideal diri.
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena
adanya proses persalinan dan nifas.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan.
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah
persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena
harus bedres total setelah partus sehingga aktifitas klien dibantu
oleh keluarganya (Asrining, dkk. 2003).
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-
kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada
benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar
tiroid, karena adanya proses menerang yang salah.
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kuning.
4) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum
kadang-kadang kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae.
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae
masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
ruptur.
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Muskuluskeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak
karena adanya luka episiotomi.
12) Tanda-tanda vital. Apabila terjadi perdarahan pada pos partum
tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu
tubuh turun (Manuaba, 2013).
2. Diagnosa keperawatan
a. Ansietas b.d kondisi kehamilan perinatal (D.0080).
b. Defisit pengetahuan b.d ketidaktahuan menemukan sumber
informasi (D.0111).
c. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan ketuban pecah
sebelum waktunya (D.0138)
d. Risiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi kehamilan
(ketuban pecah sebelum waktunya) (D.0012)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan SDKI Keiteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan
SIKI
Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Terapi Relaksasi I. 09326
Penyebab : (L.09093) Observasi
1. Krisis situasional. 1. Verbalisasi 1. Identifikasi penurunan
2.Kebutuhan tidak terpenuhi. kebingungan menurun tingkat energy,
3. Krisis maturasional. 2. Verbalisasi khawatir ketidakmampuan
4. Ancaman terhadap konsep akibat kondisi yang berkonsentrasi, atau gejala
diri. dihadapi menurun lain mengganggu
5. Ancaman terhadap 3. Perilaku gelisah kemampuan kognitif
kematian. menurun 2. Identifikasi teknik
6. Kekhawatiran mengalami 4. Perilaku tegang relaksasi yang pernah
kegagalan. menurun efektif digunakan
7. Disfungsi sistem keluarga. 5. Keluhan pusing 3. Periksa ketegangan otot,
8. Hubungan orang tua-anak menurun frekuensi nadi, tekanan
tidak memuaskan. 6. Anoreksia menurun darah, dan suhu sebelum
9. Faktor keturunan 7. Palpitasi menurun dan sesudah latihan
(temperamen mudah teragitasi 8. Frekuensi pernapasan 4. Kaji respons terhadap
sejak lahir) menurun terapi relaksasi
10. Penyalahgunaan zat. 9. Frekuensi nadi Terapeutik
11. Terpapar bahaya menurun 1. Ciptakan lingkungan
lingkungan (mis. toksin, 10. Tekanan darah yang tenang dan nyaman
polutan, dan lain-lain). menurun 2. Gunakan nada suara yang
12. Kurang terpapar informasi. 11. Diaforesis menurun lembut
12. Tremor menurun Edukasi
13. Pucat menurun 1. Jelaskan tujuan, manfaat,
14. Konsentrasi dan jenis relaksasi yang
membaik tersedia (mis, musik, napas
15. Pola tidur membaik dalam, meditasi)
2. Beri saran mengambil
posisi nyaman dan rileks
3. Beri saran sering
mengulang teknik relaksasi
Defisit pengetahuan (D. 0111) Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan (I.
Penyebab: (L.12111) 12383)
1. Keteratasan kognitif 1. Verbalisasi minat Observasi
2. Gangguan fungsi kognitif dalam belajar 1. Identifikasi kesiapan dan
3. Kekeliruan mengikuti meningkat kemampuan menerima
anjuran 2. Kemampuan informasi
4. Kurang terpapar informasi menjelaskan Terapeutik
5. Kurang minat dalam belajar pengetahuan tentang 2. Sediakan materi dan
6. Kurang mampu mengingat suatu topik meningkat media Pendidikan
7. Ketidaktahuan menemukan Kesehatan
sumber informas 3. Jadwalkan Pendidikan
Kesehatan sesuai
kesepakatan
4. Berikan Pendidikan
kesehatan
5. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
6. Ajarkan bagaimana cara
senam kaki diabetes
Risiko cedera pada janin Tingkat Cedera Pemantauan denyut
(D.0138) (L.14136) Setelah jantung janin (I.02056)
Penyebab: dilakukan tindakan Observasi
Gejala dan tanda mayor keperawatan selama 1. Identifikasi status
Subjektif :- 3x24 jam diharapkan obstetrik
Objektif :- tingkat cedera menurun 2. Identifikasi riwayat
Gejala dan tanda minor dengan kriteria hasil : obstetrik
Subjektif :- 1. Nafsu makan 3. Identifikasi adanya
Objektif :- meningkat penggunaan obat, diet dan
Faktor risiko: 2. Perdarahan menurun merokok
1. besarnya ukuran janin 3. Tekanan darah 4. Identifikasi
2. malposisi janin membaik pememeriksaan kehamilan
3. induksi persalinan 4. Frekuensi nadi sebelumnya
4. persalinan lama kala I,II, dan membaik 5. Periksa denyut jantung
III. 5. Frekuensi napas janin selama 1 menit
5. Disfungsi uterus membaik 6. Kaji tanda vital ibu
6. Kecemasan yang berlebihan 6. Denyut jantung Terapeutik
tentang persalinan apikal membaik 7. Atur posisi pasien
7. Riwayat persalianan 7. Denyut jantung 8. Lakukan maneuver
sebelumnya radialis membaik leopold untuk menentukan
8. Usia ibu ( 35 tahun) 8. Pola istirahat/tidur posisi janin
9. Paritas banyak membaik Edukasi
10. Efek metode/intervensi 9. Jelaskan tujuan dan
bedah selama persalinan prosedur pemantauan
11. Nyeri pada abdomen 10. Informasikan hasil
12. Nyeri pada jalan lahir pemantauan, jika perlu
13. Penggunaan alat bantu
persalinan
14. Kelelahan Pengukuran gerakan
15. Merokok janin (I.14554)
16. Efek agen farmakologis Observasi
17. Pengaryh budaya 11. Identifikasi pengetahuan
18. Pola makan yang tidak dan kemampuan ibu
sehat menghitung gerakan janin
19. Faktor ekonomi 12. Kaji gerakan janin
20. Konsumsi alkohol Terapeutik
21. Terpapar agen teratogen 13. Hitung dan catat
gerakan janin (minimal 10
Kondisi klinis terkait : kali gerakan dalam 12 jam)
1. Ketuban pecah sebelum 14. Lakukan
waktunya pememeriksaan CTG
2. Penyakit (cardiotocograpy) untuk
penyerta:asma,hipertensi,penya mengetahui frekuensi dan
kit menular seksual,AIDS. keteraturan ddenyut jantung
3. Masalah kontraksi janin dan kontraksi dalam
4. Efek pengobatan pada ibu rahim ibu
15. Catat jumlah pergerakan
janin dalam 12 jam perhari
16. Berikan oksigen 2-3
liter/menit jika gerakan
janin belum mencapai 10
kali dalam 12 jam Edukasi
17. Jelaskan manfaat
menghitung gerakan janin
dalam meningkatkan
hubungan ibu dan janin
18. Beri saran ibu
memenuhi kebutuhan nutrisi
sebelum menghitung
gerakan janin
19. Beri saran posisi miring
kiri saat menghitung
gerakan janin, agar janin
dapat memperoleh oksigen
dengan optimal dengan
meningkatkan sirkulasi
fetomaternal
20. Beri saran ibu segera
memberitahu perawat jika
gerakan janin tidak
mencapai 10 kali dalam 12
jam
21. Ajarkan ibu cara
menghitung gerakan janin
Kolaborasi
22. Kolaborasi dengan tim
medis jika ditemukan gawat
janin
Risiko Perdarahan (D.0012) Status Antepartum Pencegahan Perdarahan
Definisi Faktor Risiko: (L.07059) Setelah (I.02067)
1. Aneurisma dilakukan tindakan Observasi
2. Gangguan gastrointestinal keperawatan selama 1. Kaji tanda dan gejala
(mis. Ulkus lambung, polip, 3x24 jam diharapkan perdarahan
varises) status antepartum 2. Kaji
3. Gangguan fungsi hati (mis. membaik dengan hematokrit/hemoglobin
Sirosis hepatitis) kriteria hasil : sebelum dan setelah
4. Komplikasi kehamilan (mis. 1. Perdarahan kehilangan darah
Ketuban pecah sebelum pervagina menurun Terapeutik
waktunya, plasenta
previa/abrubsio, kehamilan 2. Tekanan darah 3. Pertahankan bedrest
kembar) membaik selama perdarahan
5. Komplikasi pasca partum 3. Frekuensi nadi nadi 4. Batasi tindakan invasif,
(mis. Atoni uterus, retensi membaik jika perlu
plasenta) 4. Frekuensi napas 5. Hindari pengukuran suhu
6. Gangguan koagulasi (mis. membaik rektal
Trombositopenia) Edukasi
7. Efek agen farmakologis 6. Jelaskan tanda dan gejala
8. Tindakan pembedahan perdarahan
9. Trauma 7. Beri saran meningkatkan
10. Kurang terpapar informasi asupan cairan untuk
tentang pencegahan perdarahan menghindari konstipasi
11. Proses keganasan 8. Beri saran menghindari
aspirin atau antikoagulan
Kondisi Klinis terkait : 9. Beri saran meningkatkan
1. Aneurisma asupan makanan dan
2. Koagulopati intravaskuler vitamin K
diseminata 10. Beri saran segera
3. Sirosis hepatis melapor jika terjadi
4. Ulkus lambung perdarahan Kolaborasi
5. Varises 11. Kolaborasi pemberian
6. Trombositopenia obat pengontrol perdarahan,
7. Ketuban pecah sebelum jika perlu
waktunya 12. Kolaborasi pemberian
8. Plasenta previa/abrubsio produk darah, jika perlu
9. Atonia uterus
10. Retensi plasenta
11. Tindakan pembedahan
12. Kanker
13. Traum
4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi
adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan,
memfasilitasi koping. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi
independent (suatu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa
petunjuk/ perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya).
Dependent (suatu tindakan dependent berhubungan dengan
implementasi rencana tindakan medis, tindakan tersebut menandakan
suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan) dan interdependent
suatu tindakan yang memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektuan untuk menilai seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan implementasi sudah
berhasil dicapai dan menilai keberhasilan proses keperawatan dengan
kriteria hasil yang sudah ditentukan. Tujuannya untuk melihat
kemampuan pasien dalam mencapai tujuan, sehingga perawat yang
mengambil keputusan mengakhiri tindakan, memodifikasi, atau
meneruskan intervensi. Macam- macam evaluasi :
a. Evaluasi formatif: berfokus pada perubahan aktivitas dari proses
keperawatan.
b. Evaluasi sumatif: berfokus pada perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan berdasarkan
SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Ani, Y. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. DB Dengan Ketuban Pecah
Dini (Kpd) Di Ruang Flamboyan Rsud Prof. Dr. WZ Yohannes Kupang (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
HASAN, S. H. P. Z. LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEBIDANAN PERSALINAN DENGAN CPD DI BPM MITA CHAIRUNISA
KECAMATAN JATIROTO.
IAPRILIA, T. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. Y P1A0
DENGAN KETUBAN PECAH DINI DI RUANG NIFAS MATERNAL
PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, POLTEKKES KEMENKES
YOGYAKARTA).
Kriswiyani, R. (2021). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN
SIKAP IBU HAMIL TENTANG ANTENATAL CARE DENGAN KEPATUHAN
KUNJUNGAN ANTENATAL CARE PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI
PUSKESMAS NGAMPILAN TAHUN 2021 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta).
PUTRI, M. P. (2022). GAMBARAN INPUT ANTENATAL CARE
TERPADU DI PUSKESMAS PANGLAYUNGAN KOTA TASIKMALAYA
TAHUN 2022 (Doctoral dissertation, Universitas Siliwangi).
Rosyad, S. R. (2019). Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan BBLR Di
RSUD Ungaran Tahun 2018 (Doctoral dissertation, Universitas Ngudi Waluyo).
Tahir, S. (2021). Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini. Media Sains
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai