PENDAHULUAN
1
dalam beraktifitas sehari-hari sehingga persalinannya nanti bisa berjalan lancar dan tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apabila ibu ada di rumah sakit maka petugas harus
merawat dengan baik dan mengupayakan agar tidak terjadi infeksi yang membahayakan.
Dalam penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi dan komplikasi pada ibu dan janin atau tanda-tanda persalinan (Saifudin, 2002).
Pada ketuban pecah dini jalan lahir sudah terbukasehingga tidak boleh terlalu sering
diperiksa dalam karena pada ketuban pecah dini dapat terjadi infeksi intrapartum(pada
ketuban pecah 6 jam resiko infeksi meningkat satukali, ketuban pecah 24 jam resiko infeksi
meningkat dua kali lipat). Selain itu dapat dijumpai juga infeksi puerpuralis(nifas),
peritonitis, septicemia dan dry laboratau partus kering (Mochtar, 2008).
Solusi lain yang bisa dilakukan oleh Rumah Sakit untuk mencegah terjadinya ketuban
pecah dini adalah menjalin kerjasama lintas program dengan bidan desa agar lebih optimal
dan lebih intensif dalam pelaksanaan Ante Natal Carepada ibu hamil sehingga bisa
mengurangi resiko terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah menjalin
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami tentang penyakit ketuban pecah dini.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui mengenai kondisi ibu melahirkan dengan ketuban
pecah dini.
b. Mahasiswa mampu mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dalam
melahirkan dengan ketuban pecah dini
1.3 Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari KPD ?
2. Apakah penyebab KPD ?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari KPD ?
4. Bagaimana Patofisologi KPD?
5. Bagiamana asuhan keperawatan pada klien dengan KPD?
2
BAB II
TINJJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada
pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang
waktu (Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010; Manuaba,2009). Hal ini dapat terjadi
pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD
yang terjadi lebih dari 12jam sebelum waktunya melahirkan.
2.2 Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010;
Manuaba, 2009; Winkjosastro,2011) adalah : infeksi, serviks yang inkompeten,
ketegangan intra uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi,
peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul, korioamnionitis,
faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput ketuban
dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu. Infeksi, yang terjadi secara
langsung pada selaput ketuban dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi
atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,
gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah
kontroversi obstetrik (Rukiyah, 2010) Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah
istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang
terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena
tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi serviks
adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada
3
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan
mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti
dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2009). Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma
(hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar
adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih).
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif
kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah. Makrosomia adalah berat badan neonatus
>4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang
meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput
ketuban mudah pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yangsangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus
akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011).
2.3 Klasifikasi
1. KPD Preterm
KPD preterm adalah saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai
kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun
yang paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37
minggu.(Royal Hospital for Women, 2010)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan KPD preterm adalah pecahnya
ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu.
4
2. KPD pada Kehamilan Aterm
Ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.
(Cunningham, 2010)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada
pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau
kurang waktu.(Winkjosastro, 2011)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
Dari beberapa devinisi diatas dapat disimpulkan ketuban pecah dini atau
premature rupture of membranes (PROM) adalah keadan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan pada usia kehamilan ≥37 minggu.
5
dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban
pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun
pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan
kehamilannya sebaiknya dihindari untuk mejaga keselamatan ibu maupun janin.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Huda (2013) yang
menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/ minggu dapat
meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu
yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu juga
berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata
sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat.
2. Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab
terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari
3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat
ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi
dapat dikurangi/ dicegah dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2011).
Menurut penelitian Fatikah (2015) konsistensi serviks pada persalinan sangat
mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan konsistensi
serviks yang tipis, kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan
adanya tekanan intrauterin pada saat persalinan. konsistensi serviks yang tipis
dengan proses pembukaan serviks pada multipara (mendatar sambil membuka
hampir sekaligus) dapat mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko
ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap. Paritas 2-3 merupakan paritas yang
dianggap aman ditinjau dari sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini. Paritas
satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko terjadinya ketuban
pecah dini lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar panggul
masih kaku (kurang elastik) daripada multiparitas. Uterus yang telah melahirkan
banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja tidak efisien dalam persalinan
(Cunningham, 2006).
Menurut penelitian Abdullah (2012) Paritas kedua dan ketiga merupakan
keadaan yang relatif lebih aman untuk hamil dan melahirkan pada masa
reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak
mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan
6
sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney, 2010). Ibu
yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena
vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat
selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan (Cunningham. 2006).
3. Umur
Adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Santoso, 2013). Dengan bertambahnya
umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga akan
termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam untuk mecegah komplikasi pada masa
persalinan.
Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35
tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan
yaitu usia 20-35 tahun (Winkjosastro, 2011). Pada usia ini alat kandungan telah
matang dan siap untuk dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau
terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini
disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum
bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah
mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan
bagi ibu dan bayinya (Winkjosastro, 2011).
Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga
mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu
yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat menyebabkan
pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Cunningham et all (2006) yang menyatakan bahwa sejalan dengan bertambahnya
usia maka akan terjadi penurunan kemampuan organorgan reproduksi untuk
menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis,
kualitas sel telur juga semakin menurun, itu sebabnya kehamilan pada usia lanjut
berisiko terhadap perkembangan yang janin tidak normal, kelainan bawaan, dan
juga kondisi-kondisi lain yang mungkin mengganggu kehamilan dan persalinan
seperti kelahiran dengan ketuban pecah dini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Kurniawati (2012) yang membuktikan bahwa umur ibu <20 tahun organ
reproduksi belum berfungsi secara optimal yang akan mempengaruhi
7
pembentukan selaput ketuban menjadi abnormal. Ibu yang hamil pada umur >35
tahun juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena
pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk
menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis
sehingga pembentukan selaput lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum
waktunya.
2.6 Patofisiologi
Faktor yang menyebabkan pecahnya selaput ketuban menurut Taylor ada
hubungannya dengan adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah, kelainan ketuban yaitu selaput ketuban terlalu tipis, faktor presdiposisi
seperti multipara, malposisi, disproporsi, serviks inkompetensi dan ketuban pecah dini
artifisial. Yang menyebabkan kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi dalam selaput
ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
2.7 Komplikasi
1. Ibu
a. Infeksi pada ibu yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik permulaan
berasal dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus.
b. Gagalnya persalinan normal yang diakibatkan oleh tidak adanya kemajuan
persalinan sehingga meningkatkan insiden seksio sesarea.
c. Meningkatnya angka kematian pada ibu.(Sarwono, 2010)
2. Bayi
8
a. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
b. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul dengan persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
pada 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
dalam 1 minggu.
c. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban pecah dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin.
d. peningkatan morbiditas neonatal karena prematuritas.(Sarwono, 2010)
9
6) Posisi fetus tidak normal.
7) Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang
pendek.
8) Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
ada tidaknya keluhan ibu yang lain yang pernah hamil kembar atau
turunan kembar.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
Mata perlu diperiksa dibagian sclera, konjungtiva.
2) Hidung
ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis. Ada/tidaknya hipersekresi
mukosa
3) Mulut : gigi karies/tidak, mukosa mulut kering, dan warna mukosa gigi.
4) Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB, dan tiroid.
5) Dada
- Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernafasan thorak abdominal, dan
tidak ada retraksi dinding dada. Frekuensi pernafasan normal 16-24
x/menit. Iktus kordis terlihat/tidak
- Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan.
- Auskultasi : terdengar BJ I dan II di IC kiri/kanan. Bunyi nafas
norma vesikuler
6) Abdomen
- Inspeksi : ada/tidaknya bekas operasi, striae, linea.
- Palpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih
penuh/tidak.
- Auskultasi : DJJ ada/tidak
7) Genitalia
- Inspeksi: keberhasilan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (Red,
Edema, Discharge, Approximately), pengeluaran dari ketuban
(jumlah, warna, bau), dan lender merah muda kecoklatan.
- Palpasi: pembukaan serviks (0-4).
8) Ekstremitas: edema, varises ada/tidak.
f. Pemeriksaan Diagnostik
10
1) Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi.
2) Golongan darah dan factor Rh.
3) Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturitas
janin.
4) Tes verning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban.
5) Ultasonografi: menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan jantung
janin, dan lokasi plasenta.
6) Pelvimetri: identifikasi posisi janin
11
III. Intervensi keperawatan
12
Kerusakan Tujuan: Setelah 1. Pantau DJJ setiap 1. Takikardi atau
pertukaran gas diberikan tindakan 15-30 menit. bradikardi janin
pada janin keperawatan 2. Periksa DJJ dengan adalah indikasi
berhubungan diharapkan pertukaran segera bila terjadi dari kemungkinan
dengan adanya gas pada janin pecah ketuban dan penurunan yang
penyakit. kembali normal. periksa 15 menit mungkin perlu
Kriteria hasil : intervensi
1. klien 2. Mendeteksi
menunjukkan distress janin
DJJ dan karena kolaps
kemudian
variabilitas alveoli
denyut per observasi 3. Pada presentasi
denyut dalam perineum ibu untuk vertex, hipoksia
batas normal. mendeteksi prolaps yang lama
b. Bebas dari tali pusat. mengakibatkan
13
14
ntoleransi aktifitas Tujuan : Aktivitas 1. Bantu pasien dalam 1. Agar kebutuhan
b.d. kelemahan kembali sesuai memenuhi sehari-hari klien
fisik kemampuan pasien. kebutuhan sehari- dapat terpenuhi
Kriteria Hasil : hari seminimal seperti biasanya
1. Pasien bisa mungkin 2. Agar klien merasa
beraktivitas 2. Beri posisi nyaman nyaman dan tenang
seperti biasa 3. Anjurkan 3. Kelelahan dapat
menghemat energy menyebabkan lama
hindari kegiatan nya proses
yang melelahkan penyembuhan
klien,,jadi dengan
menghindari
kegiatan yang
melelahkan dapat
membantu proses
penyembuhan
15
BAB III
PENUTUP
2.10 Kesimpulan
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum ada tanda-tanda persalinan.Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.Pada sebagian besar kasus,
penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan
KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan,
pada dasarnya setiap ibu hamil mempunyai ketebalan dan kekuatan selaput ketuban
yang berbeda-beda tergantung gizi, aktivitas dan pergerakkan yang dilakukan oleh
calon ibu tersebut.
2.11 Saran
Ketuban pecah dini harus dihindari karena dapat menyebabkan infeksi karena
dapat membuat kuman masuk melalui jalan lahir , untuk mencegahnya diharapkan
para calon ibu jangan melakukan aktifitas yang berat dan lebih baik beristirahat dan
lakukan kegiatan dalam batas kemampuan. Sebagai pemberi informasi perawat juga
harus dapat memberikan informasi melalui pendidikan kesehatan kepada para ibu
hamil agar dapat menjaga kehamilan baik dari dalam maupun luar diri agar tidak
terjadi masalah masalah sebelum ataupun sesudah melahirkan.
16
DAFTAR PUSTAKA
17