Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
masih kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Purwakarta, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 2

1.2 Tujuan ........................................................................................................................ 2

1.3 Sistematika Penulisan ............................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4


2.1 Definisi Asfiksia ......................................................................................................... 4

2.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................................... 5

2.3 Etiologi........................................................................................................................ 7

2.4 Patofisiologi ................................................................................................................ 8

2.5 Klasifikasi................................................................................................................... 9

2.6 Tanda dan Gejala .................................................................................................... 10

2.7 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 11

2.8 Penatalaksanaan Medis .......................................................................................... 11

2.9 Komplikasi ............................................................................................................... 13

2.10 Konsep Dasar Keperawatan................................................................................... 14

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 31


3.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 31

3.2. Saran......................................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di
luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka
kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah
umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke
ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Asfiksia
neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2009).

Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi
tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat
essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut
jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting
susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan
menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin
dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi
tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.

1.2 Tujuan

1. Tujuan umum:
Mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori dan konsep asuhan
keperawatan asfiksia.
2. Tujuan khusus
a. Memahami definisi asfiksia.
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi asfiksia.
c. Mengetahui etiologi asfiksia.
d. Memahami patofisiologi dari asfiksia.
e. Memahami klasifikasi asfiksia.
f. Mengetahui tanda dan gejala dari asfiksia.

2
3

g. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita


asfiksia.
h. Mengetahui penatalaksanaan dari asfiksia.
i. Mengetahui komplikasi dari asfiksia.
j. Menguasai konsep asuhan keperawatan pada asfiksia.

1.3 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyelesaian makalah ini, maka penulis menyusun


sistematika penulisan sebagai berikut:
1. Bab I : Pendahuluan
Bab ini membahas latar belakang masalah, tujuan masalah, dan sistematika
penulisan.
2. Bab II : Tinjauan Teori
Bab ini membahas pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi,
patoflowdiagram, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
medis, komplikasi, dan konsep dasar keperawatan.
3. Bab III : Kesimpulan
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran.
4

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Asfiksia

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar
oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam
darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam
alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan
oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir (Sarwono, 2007).
Asfiksia Neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta
transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah
sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka
kematian yang tinggi.
Dalam kenyataan sehari-hari, hipoksia ternyata merupakan gabungan dari empat
kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut memang mempunyai ciri
tersendiri. Walaupun ciri atau mekanisme yang terjadi pada masing-masing kelompok
akan menghasilkan akibat yang sama bagi tubuh. Kelompok tersebut adalah :
a. Hipoksik-hipoksia
Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.
b. Anemik-hipoksia
Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup
untuk metabolisme dalam jaringan.
c. Stagnan-hipoksia
Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.
5

d. Histotoksik-hipoksia
Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal,
oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.
2.2 Anatomi Fisiologi

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)


Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat
juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang
masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah
yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga
hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.
b. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring
(posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita
vocalis).Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar
masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga
menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
c. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-
silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran
pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam
rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok
(bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi
6

saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung
kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).
d. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring
berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan
pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal
laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis
pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada
laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat
keluar masuknya udara.
e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih
besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus
bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah
kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi
menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi
tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang
menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam
gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah,
melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke
dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang
masuk dan keluar paru-paru.
f. Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang
terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan
7

tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh
bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian
ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi
duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-
gelembung yang disebut alveolus.

2.3 Etiologi

Hipoksia janin yang menyebakan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan


pertukaran gas secara transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini adapat berlangsung
secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit
menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada keadaan
terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta
kekurangan penberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta.
Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemerikasaan antenatal yang
sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.
Faktor-faktor yang dimbuk dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir
selalu mengakibatkan anoksia atau hioksia janin dan berakhir dengan asfiksia bayi.
Faktor ibu diantaranya :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada
anemia, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
8

2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan,
menumbung,dll.
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu.

2.4 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan
bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan
yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian
tidak dimulai segera.
9

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi klinik nilai APGAR :


Skor Apgar atau nilai Apgar adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama
kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk
secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. Apgar
yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk
mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi. Skor
Apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan lima kriteria
sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut kemudian
dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Kata "Apgar" belakangan
dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace,
Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung, respon refleks, tonus otot/keaktifan,
dan pernapasan), untuk mempermudah menghapal.
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada.
Tabel. 1.1 Daftar penilaian keadaan bayi secara penilaian apgar

Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai

Frekwensi Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100


jantung X/menit X/menit
Usaha Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat
bernafas
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan aktif
sedikit
10

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Warna Biru / Tubuh kemerahan, Tubuh dan


pucat ekstremitas biru ekstremitas
kemerahan

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir
dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai
30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
apgar).
1) Penilaian apgar score
Penilaian apgar ini mempunyai hubungan yang bermakna dengan mortalitas
bayi baru lahir. Patokan klinik yang dinilai adalah :
a) Mengihitung frekuensi jantung
b) Melihat usaha bernafas
c) Melihat tinus otot
d) Melihat refleks terhadap rangsangan

e) Memperhatikan warna kulit.

2.6 Tanda dan Gejala


Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara
berangsur-agsur berkurang dari bayi memasuki periode apneu primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
11

5. Menurunnya tekanan O2 (PaO2)


6. Meningginya tekanan CO2 (PaO2)
7. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
2. Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas,
tonus otot dan reflek.
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
4. Pengkajian spesifik
5. Elektrolit garam
6. USG
7. gula darah.
8. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
9. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
10. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah. (Septia Sari, 2010).
2.8 Penatalaksanaan Medis
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-
tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau
menepuk telapak kaki.Lakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.
12

3. Mempertahankan sirkulasi darah :


Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan
intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia
berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua
obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung.
Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa
yang belum dikoreksi.
b. Asphyksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
13

Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut


disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit,
sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi
memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga
ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut
atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang
mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan
berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot,
intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
14

perfusi jaringan tak efektif.


4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan meyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

2.10 Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian
d. Identitas Klien
Nama : By. A
Tempat tgl lahir/usia : Purwakarta, 10 Maret 2019/ 0 tahun 1 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Jl. Laks. RE. Martadinata, Purwakarta
Tgl masuk : 10 Maret 2019
Tgl pengkajian : 10 Maret 2019
Diagnosa medic : Asfiksia neonatorum
e. Identitas Orang tua
1) Ayah
Nama : Tn. A
Usia : 35 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan/Jumlah penghasilan : PNS/Rp. 2.000.000,-
Agama : Islam
Alamat : Jl. Laks. RE. Martadinata, Purwakarta
2) Ibu
Nama : Ny. A
Usia : 30 tahun
Pendidikan : SMA
15

Pekerjaan/Sumber penghasilan : Ibu Rumah Tangga


Agama : Islam
Alamat : Jl. Laks. RE. Martadinata, Purwakarta
f. Identitas Saudara Kandung

NO NAMA USIA HUBUNGAN STATUS KESEHATAN


1 An. B 5 tahun Kakak kandung Sehat

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah bayi
menurun, sianosis, gerakan ekstremitas fleksi sedikit, dan gerakan reflexs
sedikit.
b. Riwayat keluhan utama :
Seorang ibu prepartum masuk rumah sakit diantar oleh suaminya pada tanggal
22 mei 2011, sebelum melahirkan ibu tersebut pernah melakukan pemeriksaan
kehamilan dan anamnese didaptkan hasil bahwa ibu memiliki riwayat anemia
pada trimester ke 3. Setelah diberikan tindakan pengobatan berupa pemberian
tablet zat besi namun ibu tersebut kurang menunjukkan perbaikan akan kondisi
keadaannya. Kemudian pada tanggal 23 mei 2011 tepat pukul. 19.00 WITA
ibu tersebut melahirkan seorang bayi laki-laki dengan kondisi bradipneu:
25x/m, denyut jantung menurun: 90x/m, tekanan darah: 70/40mmHg, sianosis
dan gerakan ekstremitas dan reflexs sedikit.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Bayi baru lahir mengalami bradipneu, denyut jantung bayi dan tekanan darah
menurun, bayi nampak sianosis dan gerakan ekstremitas fleksi sedikit dan
gerakan reflexs sedikit segera setelah bayi tersebut dilahirkan.
d. Riwayat Kesehatan dahulu:
1) Prenatal care
a) Pemeriksaan kehamilan : 3 kali
b) Keluhan selama hamil: sering pusing, cepat lelah, mata berkunang-
kunang, dan malaise.
16

c) Kenaikan BB selama hamil: 5 Kg


2) Natal
a) Tempat melahirkan : Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih
b) Jenis persalinan : Normal
c) Penolong persalinan : Bidan
d) Kesulitan lahir normal : ibu kesulitan mengedan karena ibu cepat
lelah
3) Post natal
a) Kondisi bayi : BB lahir 2.400 gram, PB: 40 cm
b) Bayi mengalami nafas lambat, denyut jantung bayi menurun
c) Bayi tidak mengalami kemerahan dan nampak pucat
d) Gerakan reflex sedikit dan tonus otot bayi menurun
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan bahwa keluarganya tidak mempunyai penyakit
infeksi menular (Misalnya TB), penyakit kardiovaskuler (Hipertensi), dan
penyakit keturunan (DM/Asma). Riwayat kehamilan persalinan sebelumnya
adalah prematur dan tidak ada riwayat kehamilan gemeli (Kembar).
3. Riwayat Imunisasi
No Jenis Immunisasi Waktu Pemberian Reaksi Setelah
Pemberian

1. BCG - -

2. DPT (I,II,III) - -

3. Polio (I,II,III,IV) - -

4. Campak - -

5. Hepatitis - -

6. Lain-lain - -
17

4. Riwayat Tumbuh Kembang


 Pertumbuhan Fisik
a. Berat Badan Lahir : 2400 g
b. Tinggi Badan : 40 cm
c. Lingkar kepala : 30 cm
d. Lingkar dada : 28 cm
e. Lingkar lengan atas : 12 cm
f. Lingkar perut : 50 cm
5. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
1) Pertama kali disusui : belum pernah
2) Cara pemberian :-
3) Lama pemberian :-
b. Pemberian susu formula
1) Alasan pemberian :-
2) Jumlah pemberian :-
3) Cara memberikan :-
c. Pemberian makanan tambahan : -
1) Pertama kali diberikan usia : -
2) Jenis: Bubur susu: : -
6. Riwayat Psikososial
Keluarga klien mengatakan khawatir dengan keadaan bayinya, ekspresi wajah
ayahnya tampak cemas, dan bertanya-tanya mengenai kondisi bayinya ketika
menjenguk bayinya di ruang perawatan.
Hubungan antar keluarga terjalin dengan baik. Lingkungan rumah diperkotaan
yang padat penduduknya.
7. Reaksi Hospitalisasi
 Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
a. Orang tua mengatakan merasa cemas dan kawatir mengenai keadaan
bayinya
b. Orang tua selalu menanyakan apakah sakit bayinya dapat sembuh
c. Orang tua berharap agar anaknya cepat sembuh.
18

8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien : klien nampak bradipneu, denyut jantung dan
tekanan darah menurun, tampak sianosis, gerakan ekstremitas dan reflexs
sedikit.
b. Tanda-tanda vital
1) Suhu : 36,5o C
2) Nadi : 90 x/ mnt
3) Respirasi : 25 x/m
4) Tekanan darah : 70 / 40 mmHg
c. Antropometri
1) Tinggi badan : 40 cm
2) Berat badan : 2400 g
3) Lingkar lengan atas : 12 cm
4) Lingkar kepala : 30 cm
5) Lingkar dada : 28 cm
6) Lingkar perut : 50 cm
d. Penilaian Afgar Scor
1) Nilai afgar scor rendah
Tanda 0 1 2 Keterangan Scor
Frekwensi jantung √ <100 1
Usaha bernafas √ lambat 1
Tonus otot √ Ekstremitas fleksi 1
sedikit
Reflexs √ Gerakan sedikit 1
Warna kulit √ Seluruh tubuh biru 0
atau pucat

Jadi jumlah afgar scor pada bayi tersebut yaitu dengan skala 4 dimana bayi
mengalami asfiksia sedang.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan
 Hidung: Simetris kiri – kanan,
 Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tomor
19

 Dada :
 Bentuk dada: tidak simetris
 Gerakan dada: dada dan abdomen tidak bergerak secara bersamaan,
 Ekspansi dada berkurang
 Suara napas melemah
2) Sistem Cardio Vaskuler
 Capillary Refilling Time: >2 detik
 Denyut jantung : 110x/m
 Tekanan darah menurun: 70/40mmHg
3) System Syaraf
 Bayi mengalami penurunan kesadaran
4) System Muskulo Skeletal
 Terjadi penurunan tonus otot bayi
 Gerakan ekstremitas fleksi pada bayi sedikit
 Bayi nampak lemas dan lemah
5) System Integumen
 Bayi mengalami sianosis pada kulit dan kuku
 CRT: > 3 detik
 Bayi nampak pucat
6) System Endokrim
 Kelenjar Thyroid : Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
7) System Perkemihan
 Tidak ada edema
 Tidak ada bendungan kandung kemih
8) System Reproduksi
 Penis : Bersih
 Tidak ada kelainan pada area genetalia
9. ANALISA DATA
Symptom Etiologi Problem
DS : ASFIKSIA POLA NAFAS
- INEFEKTIF
DO: Bayi kekurangan O2
- Bayi mengalami Takipnea
bradipneu : 25x/m POLA NAFAS INEFEKTIF
- Suara nafas melemah
20

- Ekspansi dada berkurang


DS: ASFIKSIA G3
- PERTUKARAN
DO: Bayi kekurangan O2 GAS
- Bayi mengalami sianosis Takipnea
- CRT: > 3 detik Apneu primer
- Bayi mengalami
bradipneu : 25x/m Denyut jantung dan tonus menurun
Nafas megap-megap dan dalam
Paru-paru terendam cairan
Alveoli tidak mengembang
Transport O2 dan CO2terganggu
G3 PERTUKARAN GAS
DS: ASFIKSIA CO menurun
-
DO: Bayi kekurangan O2
- Denyut jantung menurun: Takipnea
90x/m Apneu primer
- Tekanan darah menurun:
70/40mmHg Denyut jantung dan tonus menurun
- Bayi mengalami sianosis Nafas megap-megap dan dalam
- CRT: > 3 detik Bradikardi, TD menurun
Suplai darah, O2 kejaringan
Frekwensi jantung
Beban kerja jantung
Jantung kekurangan energi
Daya pompa jantung
CO menurun
DS: ASFIKSIA G3 PERFUSI
- JARINGAN
DO: Bayi kekurangan O2 PERIFER
- Bayi mengalami sianosis Takipnea
pada kulit dan kuku Apneu primer
- CRT: > 3 detik
- bayi nampak pucat Denyut jantung dan tonus menurun
Nafas megap-megap dan dalam
Bradikardi, TD menurun
Suplai darah, O2 kejaringan
Suplai darah, O2 kejaringan perifer
G3 PERFUSI JARINGAN
PERIFER
21

DS: ASFIKSIA G3 PERFUSI


- JARINGAN
DO: Bayi kekurangan O2 CEREBRAL
- Bayi mengalami Takipnea
penurunan kesadaran Apneu primer
- Tekanan darah menurun:
70/40mmHg Denyut jantung dan tonus menurun
Nafas megap-megap dan dalam
Bradikardi, TD menurun
Suplai darah, O2 kejaringan
Suplai darah, O2 kejaringan
cerebral
G3 PERFUSI JARINGAN
CEREBRAL
DS: Anemia ibu pada masa kehamilan NUTRISI
- < DARI
DO: Aliran darah, O2dan nutrisi KEBUTUHAN
- Berat badan bayi keuterus
menurun: 2400 gram Suplai darah, O2dan nutrisi
- Tinggi badan bayi: 40 cm
- Lingkar lengan atas: 12 keplasenta dan janin
cm janin kekurangan nutrisi
- Lingkar kepala : 30 cm bayi baru lahir kekurangan nutrisi
- Lingkar dada : 28 cm
- Lingkar perut : 50 cm BBLR
NUTRISI < DARI
KEBUTUHAN
DS: ASFIKSIA INTOLERANSI
- AKTIFITAS
DO: Bayi kekurangan O2
- Bayi nampak lemas dan Takipnea
lemah Apneu primer
- Terjadi penurunan
kekuatan otot Denyut jantung dan tonus menurun
- Gerakan ekstremitas fleksi Nafas megap-megap dan dalam
sedikit Bradikardi, TD menurun
- Gerakan reflex sedikit
Flaccid
Bayi nampak lemah dan lemas
INTOLERANSI AKTIFITAS
DS: ASFIKSIA KECEMASAN
- Orang tua mengatakan ORANG TUA
merasa cemas dan kawatir Bayi kekurangan O2
mengenai keadaan bayinya Takipnea
- Orang tua selalu
22

menanyakan apakah sakit Apneu primer


bayinya dapat sembuh
- Orang tua berharap agar Denyut jantung dan tonus menurun
anaknya cepat sembuh. Nafas megap-megap dan dalam
DO: Bradikardi, TD menurun
- Orang tua bayi nampak
gelisah, cemas dan khawatir Flaccid
akan kondisi anaknya Apneu sekunder
Bayi tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak ada usaha
bernafas secara spontan
resusitasi pada BBL
Stress psikologis pada orang tua
Perasaan takut dan khawatir akan
kondisi bayinya
KECEMASAN ORANG TUA
10. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVEN RASIONAL
KEPERAWATA SI
N
 Pola Nafas Klien memperlihatkan pola nafas Kaji  Kecepatan
inefektif berhubu yang efektif, dengan criteria: frekwensi, biasanya
ngan dengano Frekwensi dan kedalaman pernafasan kedalaman meningkat
hipoksia bayi dalam rentang normal pernafasan apabila terjadi
ditandai dengan: o Bayi aktif dan ekspansi peningkatan kerja
DS: dada. nafas
o -  Penggunaan otot
DO:  Catat upaya bantu pernafasan
o bayi mengalami pernafasan, sebagai akibat
bradipneu : termasuk dari penigkatan
25x/m, penggunaan kerja nafas
o suara nafas otot bantu Bunyi nafas
melemah, pernafasan menurun/tak ada
o ekspansi dada bila jalan nafas
berkurang.  Auskulatasi obstruksi dan
bunyi nafas adanya bunyi
dan catat nafas ronki dan
adanya bunyi mengi
nafas seperti menandakan
mengi, adanya kegagalan
krekels,dll pernafasan
 Untuk
memungkinkan
ekspansi paru dan
23

 Tinggikan memudahkan
kepala bayi pernafasan.
dan bantuMemaksimalkan
mengubah bernafas dan
posisi menurunkan kerja
nafas
 Berikan
oksigen
tambahan
 Gangguan Klien memperlihatkan perbaikan Kaji tanda Sebagai indicator
pertukaran ventilasi, pertukaran gas secara vital – adanya gangguan
gas berhubungan optimal dan oksigenasi jaringan pernafasan, dlm system
dengan paru-paru secara adekuat, dengan kriteria : nadi, tekanan pernafasan
bayi terendamo Nafas Bayi kembali normal darah.
cairan o
ditandai Bayi aktif.
dengan: o Pada pemeriksaan auskultasi tidak  Berguna dalam
DS: ditemukan lagi bunyi tambahan evaluasi derajat
o - pernafasan  Kaji distress
DO: frekwensi, pernafasan
o bayi mengalami kedalaman dan/atau
sianosis, pernafasan kronisnya proses
o CRT: > 3 detik, dan tanda- penyakit. Sianosis
o bayi mengalami tanda sianosis mungkin perifer
bradipneu : setiap 2 jam. (terlihat pada
25x/m. kuku) atau sentral
(terlihat sekitar
bibir dan atau
telinga). Keabu-
abuan dan
sianosis sentral
mengindikasikan
beratnya
hipoksemia.
 Dorong
pengeluaran  Kental, tebal dan
sputum, banyaknya
pengisapan sekresi adalah
(suction) bila sumber utama
diindikasikan. gangguan
pertukaran gas
pada jalan nafas
kecil, pengisapan
dibutuhkan bila
 Lakukan batuk tidak
palpasi fokal efektif.
fremitus  Penurunan
getaran vibrasi
24

diduga ada
 Observasi pengumpulan
tingkat cairan atau udara
kesadaran, terjebak.
selidiki  Gelisah dan
adanya ansietas adalah
perubahan manifestasi
umum pada
hipoksia, GDA
memburuk
disertai
bingung/somnole
 Kolaborasi n menunjukkan
dengan tim disfungsi serebral
medis yang
pemberian berhubungan
O2 sesuai dengan
dengan hipoksemia.
indikasi  Dapat
memperbaiki
/mencegah
memburuknya
hipoksia.

 Penurunan Klien memperlihatkan peningkatan Pantau  Takikardi dapat


CO berhubungan curah jantung dengan criteria: frekwensi/ terjadi saat
dengan o Frekwensi jantung dan irama dalam irama jantung
suplai jantung berupaya
darah, O2dan rentang normal untuk
nutrisi kejaringan  Tanda-tanda vital dalam meningkatkan
menurun ditandai rentang normal curahnya
dengan: berespon pada
DS: demam, hipoksia
o -
DO:  Memberikan
o denyut jantung deteksi dini dan
menurun: 90x/m,  Auskultasi terjadinya
o tekanan darah bunyi jantung komplikasi mis,
menurun: Gagal janrtung
70/40mmHg  Menurunkan beban
o bayi mengalami kerja jantung,
sianosis,  Dorong tirah memaksimalkan
o CRT: > 3 detik baring dalam curah jantung
posisi semi Manifestasi dari
fowler penurunan cardiac
output
Meningkatkan
ketersediaan
25

oksigen untuk
fungsi miokard
 Evaluasi
keluhan lemas,
palpitasi,

 Berikan
oksigen
suplemen

 Gangguan Klien memperlihatkan perfusi Kaji status Mengetahui derajat


perfusi jaringan perifer yang adekuat dengan mental klien hipoksia
perifer berhubun criteria: secara teratur.
gan dengan suplaio Nadi perifer meningkat  Penurunan
darah, O2dano Kulit dan kuku tidak pucat kesadaran
nutrisi kejaringan  CRT< 2 detik  Catat adanya merupakan
perifer menurun penurunan manifestasi
ditandai dengan: kesadaran penurunan suplai
DS: darah dan oksigen
o - kejaringan perifer
DO: yang parah
o bayi mengalami  suplai darah
sianosis pada perifer
kulit dan kuku, diakibatkan oleh
o CRT: > 3 detik,  Selidiki penurunan curah
o bayi nampak pucat takipnea, jantung yang
sianosis, dibuktikan oleh
pucat, kulit penurunan perfusi
lembab. Catat kulit, penurunan
kekuatan nadi nadi
perifer.  Dapat
memperbaiki
/mencegah
memburuknya
hipoksia pada
otak
 Berikan
oksigen
suplemen

 Gangguan Klien menunjukkan perfusi jaringan Kaji status Mengetahui derajat


perfusi jaringan cerebral yang adekuat dengan mental klien hipoksia
cerebral berhubu criteria: secara teratur
ngan o
dengan Tanda-tanda vital stabil  Penurunan keadaran
suplai o
darah, Tidak terjadi penurunan kesadaran merupakan
26

O2dan nutrisi  Catat adanya manifestasi


kejaringan penurunan penurunan suplai
cerebral menurun kesadaran darah dan oksigen
ditandai dengan: kejaringan otak
DS: yang parah
o -
DO:  Sebagai dasar untuk
o bayi mengalami mengetahui adanya
penurunan penurunan oksigen
kesadaran, kejaringan otak
o tekanan darah  Pantau tanda-
menurun: tanda vital  Menurunkan
70/40mmHg hipoksia yang
dapat
menyebabkan
vasodilatasi
cerebral dan
 Berikan tekanan meningkat
oksigen sesuai / terbentuknya
indikasi edema.

 Nutrisi kurang Klien menunjukkan nutrisi yang Kaji maturitas  Menentukan


dari kebutuhan terpenuhi sesuai kebutuhan dengan refleks metode
tubuh berhubung criteria: berkenaan pemberian makan
an dengan bayi o Berat badan, Tinggi badan, lingkar dengan yang tepat untuk
kekurangan dada, kepala, perut dan lingkar pemberian bayi
nutrisi semenjak lengan atas meningkat dalam makan
 Pemberian makan
dalam uterus rentang normal (misalnya :
pertama bayi
ditandai dengan: mengisap,
stabil memiliki
DS: menelan, dan
peristaltik dapat
DO: batuk)
dimulai 6-12 jam
o berat badan bayi
 Auskultasi setelah kelahiran.
menurun: 2400
adanya bising Bila distres
gram,
usus, kaji pernapasan
o tinggi badan bayi:
status fisik ada cairan
40 cm,
dan status parenteral di
o lingkar lengan
pernapasan indikasikan dan
atas:12 cm,
cairan peroral
o lingkar kepala: 30
harus ditunda
cm,
o lingkar dada:28  Mengidentifikasika
cm, n adanya resiko
o lingkar perut: 50 derajat dan resiko
cm terhadap pola
pertumbuhan.
Bayi SGA dengan
27

kelebihan cairan
ekstrasel
 Kaji berat
kemungkinan
badan dengan
kehilangan 15%
menimbang
BB lahir. Bayi
berat badan
SGA mungkin
setiap hari,
telah mengalami
kemudian
penurunan berat
dokumentasik
badan dealam
an pada
uterus atau
grafik
mengalami
pertumbuhan
penurunan
bayi
simpanan
lemak/glikogen.
 Memberikan
informasi tentang
masukan aktual
dalam
hubungannya
dengan perkiraan
kebutuhan untuk
digunakan dalam
penyesuaian diet.
 Peningkatan
kebutuhan
 Pantau metabolik dari
masukan dan bayi SGA dapat
pengeluaran. meningkatkan
Hitung kebutuhan cairan.
konsumsi Keadaan bayi
kalori dan hiperglikemia
elektrolit dapat
setiap hari mengakibatkan
diuresi pada bayi.
Pemberian cairan
intravena
mungkin
diperlukan untuk
memenuhi
peningkatan
 Kaji tingkat
kebutuhan, tetapi
hidrasi,
harus dengan
perhatikan
hati-hati
fontanel,
ditangani untuk
turgor kulit,
menghindari
berat jenis
kelebihan cairan
28

 Karena
urine, kondisi glukosa
membran adalah sumber
mukosa, utama dari bahan
fruktuasi bakar untuk otak,
berat badan. kekurangan dapat
menyebabkan
kerusakan SSP
permanen.hipogli
kemia secara
bermakna
meningkatkan
mobilitas
mortalitas serta
efek berat yang
lama bergantung
pada durasi
masing-masing
episode.
Kolaborasi :
Hipoglikemia
 Kaji tanda- dapat terjadi pada
tanda awal 3 jam lahir
hipoglikemia; bayi SGA saat
takipnea dan cadangan
pernapasan glikogen dengan
tidak teratur, cepat berkurang
apnea, letargi, dan
fruktuasi glukoneogenesis
suhu, dan tidak adekuat
diaphoresis. karena penurunan
Pemberian simpanan protein
makan buruk, obat dan lemak.
gugup,
menangis,  Mendeteksi
nada tinggi, perubahan fungsi
gemetar, mata ginjal
terbalik, dan berhubungan
aktifitas dengan
kejang. penurunan
simpanan nutrien
dan kadar cairan
akibat malnutrisi.
Ketidakstabilan
metabolik pada
bayi SGA/LGA
dapat
29

memerlukan
Kolaborasi : suplemen untuk
 Pantau mempertahankan
pemeriksaan homeostasis.
laboratorium
sesuai
indikasi
 Glukas
serum
 Nitrogen
urea darah,
kreatin,
osmolalitas
serum/urine,
elektrolit
urine
 Berikan
suplemen
elektrolit
sesuai
indikasi
misalnya
kalsium
glukonat 10%
 Intoleransi Klien dapat menunjukkan toleransi Kaji tanda- Dapat digunakan
aktifitas berhubu aktifitas/penurunan tanda vital, sebagai dasar/
ngan dengan bayi kelemahan dengan criteria: misalnya: petunjuk
kekurangan o Tanda-tanda vital dalam rentang TD, nadi, terjadinya
O2 ditandai normal pernafasan. intoleransi
dengan: o Peningkatan tonus otot bayi  Biasanya
DS: o Gerakan reflexs meningkat  Kaji kelemahan terjadi
o - presipitator/ akibat
DO: penyebab ketidakseimbanga
o bayi nampak lemas terjadinya n antara suplai
dan lemah, kelemahan oksigen dengan
o terjadi penurunan kebutuhan
kekuatan otot,  Untuk
o gerakan  Berikan posisi meningkatkan
ekstremitas fleksi yang nyaman sirkulasi pada
sedikit, bagi bayi bayi
o gerakan reflex  Untuk
sedikit. meningkatkan
 Berikan suplai oksigen
tambahan dan menurunkan
oksigen kerja nafas.
sesuai
30

indikasi
 Kecemasan Orang tua klien tidak mencemaskan Beri
orang tua keadaan anaknya dengan criteria: kesempatan
berhubungan o Orang tua klien tampak tenang orang tua
dengan stress klien untuk
o Orang tua klien menerima keadaan
psikologis orang mengungkapk
dan mengerti akan penyakit yang
tua ditandai an
dialami anaknya
dengan: perasaannya.
DS:
o orang tua
mengatakan
merasa cemas dan
kawatir mengenai
keadaan bayinya,
o orang tua selalu  Jelaskan pada
menanyakan orang tua
apakah sakit tentang
bayinya dapat keadaan
sembuh, anak-nya saat
o orang tua berharap ini.
agar anaknya
cepat sembuh,  HE pada
DO: orang tua
o orang tua nampak klien tentang
gelisah, penyakit
o cemas dan asfiksia
khawatir akan
kondisi bayinya
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Asfiksia Neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008).
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.

3.2. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan mengenai


mengenai konsep teori dan konsep asuhan keperawatan asfiksia bagi para pembaca dan
untuk menunjang makalah ini agar lebih baik lagi diharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.

31
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat, Pengantar Ilmu Keperawatan 1, Jakarta, 2009, Salemba Medika

Anik Maryunani, Asuhan Bayi Baru Lahir Normal, Jakarta, 2008, Trans Info Media, Jakarta

Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti, Am. Keb,MKM, Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak
Balita, Jakarta, 2007, Trans Info Media Jakarta

Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta, 1993. Penerbit


Buku Kedokteran ECG.

Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009.
Penerbit Buku Kedokteran ECG.

32

Anda mungkin juga menyukai