PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu faktor yang penting dalam tingginya tingkat kematian maternal
negara berkembang adalah faktor-faktor pelayanan kesehatan. Penanganan
yang kurang tepat atau memadai terutama dalam kasus patologi 1-2 ibu
bersalin dengan ketuban pecah dini, seperti terkenanya virus atau infeksi air
ketuban. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan cara penanganan dan
peningkatan kinerja yang memadai (Hakimi, 2010). Ketuban Pecah Dini
adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan atau sebelum inpartu
pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Joseph, 2010). KPD
merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan,
dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada
bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34
minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan
terjadinya prematuritas dan respiration dystress syndrome atau gangguan
pernapasan bayi baru lahir karena belum matang fungsi paru (Nugroho,2010).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal
8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini
(Saifuddin, 2014).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu
atau kurang waktu (Ida Ayu, 2010).
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi
pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho,2010).
Ketuban pecah dinyatakan dini jika terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu. Suatu proses infeksi dan peradangan dimulai di ruangan yang berada
diantara amnion korion (Joseph, 2010). Dari beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD
sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang
terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
2. Etiologi
Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah dini antara lain :
a) Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri
dimana kanalis servikalis selaluterbuka.
b) Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan
hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban
diatasostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin
secara mendadak.
c) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetic.
d) Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase
laten.
4
2. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditasjanin
3. Komplikasi ketuban pecah dini makinmeningkat
e) Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak
lintang, karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul
yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik,
disproporsi.
f) Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya ketuban pecahdini.
3. Manifestasi Klinik
a) Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan, sedikit-sedikit atau sekaligusbanyak.
c) Janin mudahdiraba
d) Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudahkering
e) Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudahkering.
f) Kecemasan ibumeningkat.
a. Devaskularisasi
5
4. Patofisiologis
a) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban
sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan
airketuban.Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas,
jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1
(IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi
peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase
jaringan, sehinggaterjadidepolimerisasi kolagen pada selaput korion /
amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan.
g) Patofisiologi Pada infeksiintrapartum:
6
Pathway ketuban pecah dini:
Kala 1 Persalinan
Stimulus nyeri
Selaput ketuban mudah pecah
Nyeri Akut
Mudahnya pengeluaran air ketuban
7
5. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi
pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang
disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan
bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan
nitrazine tes. Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini dapatdilakukan:
1) Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks
posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis.
2) Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak
manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan
infeksi asenden dan persalinan prematuritas. (Manuaba,2013)
9
(his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop
score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan
seksio sesaria (Manuaba, 2013).
2) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang
bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat
koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai
profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan dalam
posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam
untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa
mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan
(Manuaba, 2013).
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian
kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah
agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau
melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa
memandang umur kehamilan (Manuaba, 2013).
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata
dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang
tidak ringan. Komplikasi- komplikasi yang dapat terjadi gawat janin
sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan
biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti
halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah
sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi
intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain,
misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll
(Manuaba,2013).
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan
aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan
yang ketat. Sehinggadikatakan pengolahan konservatif adalah
10
menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan
infeksi intrauterin (Manuaba, 2013).
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap
hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4
jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai
saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of
Health telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada
preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-
masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-
masing 6 mg tiap 12 jam (Manuaba,2013).
b) PenatalaksanaanKeperawatan
Manajemen terapi pada ketuban pecah dini menurut Manuaba (2013):
1) Konservatif
a. Rawat rumah sakit dengan tirahbaring.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
c. Umur kehamilan kurang 37minggu.
d. Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama
5hari.
e. Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan
memberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi
parujanin.
f. Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada
tanda-tanda persalinan.
g. Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi
atau gawatjanin.
h. Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada
kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila
pelepasan air berlangsung terus, lakukan
terminasikehamilan
2) Aktif
11
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis
tinggi.Bila ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin
maka lakukan terminasi kehamilan.
a. Induksi atau akselerasipersalinan.
b. Lakukanseksiosesariabilainduksi atauakselerasipersalinan
mengalamikegagalan.
c. Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus
berat ditemukan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi
pecahketuban
12
b. Riwayat kesehatan sekarang Riwayat pada saat sebelun inpartus
didapatkan cairan ketuban yang keluar pervagina secara spontan
kemudian tidak diikuti tanda-tandapersalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam
keluarga keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepadaklien
d. Riwayat psikososial Riwayat klien nifas biasanya cemas
bagaimana cara merawat bayinya, berat badan yang semakin
meningkat dan membuat harga dirirendah.
13
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
g. Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering merasa cemas dengan kehadiran anak.
h. Pola sensori dankognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada perut akibat kontraksi
uterus pada pola kognitif klien intrapartum G1 biasanya akan
mengalami kesulitan dalam hal melahirkan, karena belum
pernah melahirkan sebelumnya.
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
j. Pola reproduksi dansosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat
karena adanya proses persalinan dan nifas.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan. Biasanya pada saat menjelang
persalinan dan sesudah persalinan klien akan terganggu dalam
hal ibadahnya karena harus bedres total setelah partus
sehinggaaktifitasklien dibantu oleh keluarganya (Asrining, dkk.
2003).
4. Pemeriksaanfisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid,
karena adanya proses menerang yang salah.
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kuning.
d. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
14
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-
kadang kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae.
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
ruptur.
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Muskuluskeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak
karena adanya luka episiotomi.
l. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun
(Manuaba, 2013).
15
8. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Risiko infeksi, (factor resiko: infeksi intra partum, infeksi uterus berat, gawat janin)
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Risiko infeksi NOC : NIC :
1. Immune Status 1. Pertahankanteknikase
Faktor-faktor risiko : 2. Knowledge : ptif
- Prosedur Infasif Infection control 2. Batasipengunjung bila
- Kerusakan jaringan dan 3. Risk control perlu
peningkatan paparan Setelah dilakukan 3. Cucitangansetiapsebe
lingkungan tindakan lum dan
- Malnutrisi keperawatan sesudahtindakankeperawa
- Peningkatan paparan selama…… pasien tan
lingkungan patogen tidak mengalami 4. Gunakan baju, sarung
- Imonusupresi infeksi dengan kriteria tangan sebagai alat
- Tidak adekuat pertahanan hasil: pelindung
sekunder (penurunan Hb, 1. Klien bebas dari 5. Ganti letak IV perifer
Leukopenia, penekanan tanda dan gejala dan dressing sesuai
respon inflamasi) infeksi dengan petunjuk umum
- Penyakit kronik 2. Menunjukkan 6. Gunakan kateter
- Imunosupresi kemampuan untuk intermiten untuk
- Malnutrisi mencegah menurunkan infeksi
- Pertahan primer tidak timbulnya infeksi kandung kencing
adekuat (kerusakan kulit, 3. Jumlah leukosit 7. Tingkatkan intake
trauma jaringan, dalam batas nutrisi
gangguan peristaltik) normal 8. Berikan terapi
4. Menunjukkan antibiotik:............................
perilaku hidup .....
sehat 9. Monitor tanda dan
5. Status imun, gejala infeksi sistemik dan
gastrointestinal, lokal
16
genitourinaria 10. Pertahankan teknik
dalam batas isolasi k/p
normal 11. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan
cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap
4 jam
3) Defisiensi Pengetahuan b.d keterbatasan kognitif dalam hal mengenal tanda dan
gejala penyakit
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan : 1. Kowlwdge :
1. Kaji tingkat pengetahuan
keterbatasan kognitif, disease process
18
interpretasi terhadap 2. Kowledge : pasien dan keluarga
informasi yang salah, health Behavior 2. Jelaskan patofisiologi
kurangnya keinginan untuk Setelah dilakukan dari penyakit dan
mencari informasi, tidak tindakan bagaimana hal ini
mengetahui sumber-sumber keperawatan berhubungan dengan
informasi. selama …. pasien anatomi dan fisiologi,
menunjukkan dengan cara yang tepat.
pengetahuan 3. Gambarkan tanda dan
DS: Menyatakan secara tentang proses gejala yang biasa
verbal adanya masalah penyakit dengan muncul pada penyakit,
DO: ketidakakuratan kriteria hasil: dengan cara yang tepat
mengikuti instruksi, 1. Pasien dan 4. Gambarkan proses
perilaku tidak sesuai keluarga penyakit, dengan cara
menyatakan yang tepat
pemahaman 5. Identifikasi kemungkinan
tentang penyakit, penyebab, dengan cara
kondisi, yang tepat
prognosis dan 6. Sediakan informasi pada
program pasien tentang kondisi,
pengobatan dengan cara yang tepat
2. Pasien dan 7. Sediakan bagi keluarga
keluarga mampu informasi tentang
melaksanakan kemajuan pasien
prosedur yang dengan cara yang tepat
dijelaskan 8. Diskusikan pilihan terapi
secara benar atau penanganan
3. Pasien dan 9. Dukung pasien untuk
keluarga mampu mengeksplorasi atau
menjelaskan mendapatkan second
kembali apa opinion dengan cara
yang dijelaskan yang tepat atau
perawat/tim diindikasikan
kesehatan 10.Eksplorasi kemungkinan
lainnya sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
19
4) Nyeri akut b.d agen cidera (fisik) luka operasi
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
Agen injuri (biologi, kimia, 2. pain control, nyeri secara komprehensif
fisik, psikologis), kerusakan 3. comfort level termasuk lokasi,
jaringan Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
tinfakan frekuensi, kualitas dan
DS: keperawatan faktor presipitasi
- Laporan secara verbal selama …. Pasien 2. Observasi reaksi
DO: tidak mengalami nonverbal dari
- Posisi untuk menahan nyeri, dengan ketidaknyamanan
nyeri kriteria hasil: 3. Bantu pasien dan
- Tingkah laku berhati-hati 1. Ma keluarga untuk mencari
- Gangguan tidur (mata mpu mengontrol dan menemukan
sayu, tampak capek, sulit nyeri (tahu dukungan
atau gerakan kacau, penyebab nyeri, 4. Kontrol lingkungan
menyeringai) mampu yang dapat mempengaruhi
- Terfokus pada diri sendiri menggunakan nyeri seperti suhu
- Fokus menyempit tehnik ruangan, pencahayaan
(penurunan persepsi nonfarmakologi dan kebisingan
waktu, kerusakan proses untuk mengurangi 5. Kurangi faktor
berpikir, penurunan nyeri, mencari presipitasi nyeri
interaksi dengan orang bantuan) 6. Kaji tipe dan sumber
dan lingkungan) 2. Mel nyeri untuk menentukan
- Tingkah laku distraksi, aporkan bahwa intervensi
contoh : jalan-jalan, nyeri berkurang 7. Ajarkan tentang
menemui orang lain dengan teknik non farmakologi:
dan/atau aktivitas, menggunakan napas dala, relaksasi,
aktivitas berulang-ulang) manajemen nyeri distraksi, kompres hangat/
- Respon autonom (seperti 3. Mampu dingin
diaphoresis, perubahan mengenali nyeri 8. Berikan analgetik
tekanan darah, (skala, intensitas, untuk mengurangi nyeri:
perubahan nafas, nadi frekuensi dan ……...
dan dilatasi pupil) tanda nyeri) 9. Tingkatkan istirahat
- Perubahan autonomic 4. Me 10. Berikan informasi
20
dalam tonus otot nyatakan rasa tentang nyeri seperti
(mungkin dalam rentang nyaman setelah penyebab nyeri, berapa
dari lemah ke kaku) nyeri berkurang lama nyeri akan berkurang
- Tingkah laku ekspresif 5. Tand dan antisipasi
(contoh : gelisah, a vital dalam ketidaknyamanan dari
merintih, menangis, rentang normal prosedur
waspada, iritabel, nafas 6. Tidak Monitor vital sign sebelum
panjang/berkeluh kesah) mengalami dan sesudah pemberian
- Perubahan dalam nafsu gangguan tidur analgesik pertama kali
makan dan minum
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
DATAUMUM
Inisial Klien :Ny. N NamaSuami : Tn.A
Umur :17 Tahun Umur : 22 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Sukubangsa : Banjar Suku Bangsa : Banjar
21
Statusperkawinan : Menikah Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Sungai Mesa
DATAUMUMKESEHATAN
1. Tinggi/BeratBadan
154cm/ 56kg
2. Berat Badansebelum
hamil 53kg
3. Masalahkesehatankhusu
s:
Klien mengatakan perutnya nyeri dan merasa mulai namun tidak muntah, klien juga
mengatakan tubuhnya lemas dan agak sedikit pusing, kata ibu pasien klien di vagina
sering mengeluarkan air berwarna putih keruh namun tidak berdarah sejak jam 19.00
Wita. Klien lalu dibawa ke RS. Moch Ansari Saleh IGD setelah masuk IGD klien di DX
G1P0A0 Hamil 37 minggu belum inpartu + KPD, klien masuk ke ruangan VK Ansari
saleh untuk persiapan melahirkan.
Q : Di remas-remas
R : Abdomen
S : 4 (1-10)
T : Hilang Timbul
4. Obat-obatan:
Selama di RS klien hanya diberikan obat Oxytosin dan Infus RL.
5. Alergi(makanan/obat-
obatan/bahantertentu :
Klien mengatakan tidak ada pantangan selama ini untuk makanan ataupun alergi obat
juga tidak ada kata klien.
22
6. Diet khusus :
Klien mengatakan selama di RS tidak boleh makan makanan yang pedas dan
bergaram.
7. Menggunakanalatbantu:
gigitiruan/kacamata/kontaklensa/alatdengar,lain-lain.
Sebutkan :
Klien mengatakan tidak mempunyai gigi palsu, dan tidak menungguanakan alat bantu
penglihatan maupun pendengaran.
10. Kebiasaanwakttidur :
Klien mengatakan tidurnya selama di RS susah karena berisiknya ruangan dan
kadang nyeri dibagian perut, dan juga ada kontraksi janin di perut yang membuat
klien susah untuk tidur dan tidak dapat istirahat dengan cukup karena pasien lain
yang berisik mau melahirkan.
1. Kehamilansekarangdirencanakan(ya/tidak): Ya
2. StatusObstetrikus :G1P0A0
3. Usiakehamilan : 37 Minggu
4. HPHT : 5 - 6 - 2019
5. Taksiran partus : 12 - 3 - 2019
6. Jumlahanakdirumah : Tidak ada
23
7. Mengikutikelasprenatal(ya/tidak) :
Tidak ,hanya memeriksakan kandungan kebidan dekat rumah kata Px.
a. Trimester
I : Pada massa Trimester I Px hanya mengeluh mual.
b. Trimester
II :Px mengeluh sering mual dan tubuh merasa berat karena kenaikan berat
badan semasa hamil.
c. Trimester
III : Klien mengeluh tidak enak badan, perutnya sakit dan merasa sering mules ,
dan keluar cairan putih keruh di vagina klien, klien merasa tubuhnya lemas.
RencanaKB setelahkehamilanini :
-ManfaatASIdancaramenyusui yangbaik
18
-Senamnifas
-Perawatanperineum
Tidak ada
4. Pemeriksaanfisik:
KenaikanBerat Badanselamakehamilan3kg
Suhu =36,7°C
Nadi =84x/menit
Respirasi = 20x/mnt
a. Kepala/leher : Tampak simetris tidak ada lesi atau massa di kepala , tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, ataupun pelebaran Vena JVP.
b. Dada (jantung,paru-paru) :
c. Payudara : Payudara tampak simetris, tampak tidak ada tanda-tanda nodular
pada saat palpasi.
19
d. Abdomen(secaraumum danpemeriksaan) : Pada saat pemeriksaan abdomen
terdengar DJJ janin dan janin masih hidup , perut tampak asites karena janin sudah
berumur 37 minggu,
e. Kontraksi DJJ: Pada saat dilakukan DJJ terdengar DJJ janin 141X/Menit.
f. Ekstremitas(edema/tidak): Extremitas klien tampak tidak edem di tangan maupun
kaki.
g. Refleks :
5. Pemeriksaandalam
Jam Pemeriksaan Oleh Hasil
- Jam 08.10 AM
Faisal
- Jam 10. 00 AM
6. Ketuban(utuh/pecah) : Pecah
Jika sudah pecah tgl/jam : 19 – 2 - 2020 Jam 14.10 PMWarna : jernih
20
7. Terapi yangdiberikan
Rute
Tanggal Jenis Terapi Dosis Indikasi Terapi
Terapi
DATAPSIKOSOSIAL
1. Penghasilankeluargaseti
apbulan:Rp. 1.000.000,00 sampai 2.000.000,00
2. Bagaimanaperasaanand
a terhadapkehamilansekarang : perasaan Px cemas
3. Bagaimanaperasaanpas
anganandaterhadapkehamilansekarang : Cemas Karena pertama kali kelahiran
seperti ini kata Ibu Px.
4. Jelaskanresponsiblingter
hadapkehamilansekarang : Sekarang kata PX anak yang sedang dikandung anak ke 1,
respon Px dan ibu px terhadap kehamilannya cemas karena di vagina keluar cairan air
berwarna putih keruh.
LAPORAN PERSALINAN
KALA I
21
Mulai kala I, pukul 08.10 WITA hari Rabu
Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis = E 6 V 5 M 4
Tanda vital : TD: 110/90 mmHg
Nadi: 82 x/mnt
RR: 19 x/mnt
Suhu: 36,8 ⁰C
Kontraksi uterus
Frekuensi : 3x/4x dalam 10 menit, durasi 40 detik
Intensitas : sedang, DJJ 136 x/mnt, tidak
Pengeluaran cairan amnion : ada, warna putih keruh
Pemeriksaan dalam
Dialtasi serviks : 2 cm,
Portio : menipis
Pengeluaran : lendir dan berdarah
Penurunan kepala, bidang hodge : sudah melewati PAP dan keras.
22
Penerimaan klien/keluarga terhadap kehamilan: Keluarga Px mengatakan bersyukur
bahwa Ny.N ingin mempunyai anak namun keluarga dan px cemas karena Px baru
pertama kali keluar air putih keruh di vaginanya,
Social support: ( ) suami ( v ) ibu kandug
KALA II
Mulai kala II, pukul 14.10 WITA hari rabu.
Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis = E6 V5 M4
Tanda vital : TD: 140/100mmHg Nadi: 82x/mnt
RR: 20x/mnt Suhu: 36,7 ⁰C
Intensitas kontraksi uterus : sedang, DJJ 126 x/mnt, teratur
Kebutuhan saat ini:
a. Oksigenasi
Kulit: ( ) pucat ( V ) lembab, berkeringat ( ) dyspnea ( ) tachipnea
CRT <2 detik
b. Keamanan dan kenyamanan
( v) nyeri, skala 5 ( v ) berkeringat ( v ) kooperatif
c. Psikososial
Social support: ( ) suami ( v ) ibu kandug
23
AsuhanKeperawatanKala1
Diagnosa
Tanggal NOC NIC Implementasi Evaluasi
Keperawatan
23
4. px mengatakan pinggul serta
nyerinya berkurang perutnya. (4)
saat dilakukan
A = Masalah belum
relaksasi nafas dalam.
teratasi
P= Intervensi
dilanjutkan
24
25
AsuhanKeperawatanKala2
Diagnosa
Tanggal NOC NIC Implementasi Evaluasi
Keperawatan
26
professional 4. Pastikan akses nifas.
kesehatan. (3) intravena pada
tempatnya selama
3. Melaporkan
tindakan
nyeri yang
berlangsung.
terkontrol (3).
3 Resiko pendarahan
berhubungan dengan
1. pasien selalu
komplikasi
1. monitor ketat tanda dimonitor tanda- tanda
[ascapartu(atoniauter Setelah dilakukan S : px tidak
–tanda pendarahan pendarahan
i plasenta tindakan mengatakan
keperawatan 1 x 1 2. monitor tanda – 2. memonitor tanda – merasakan gejala
jam resiko tanda TTV tanda vital timbulnya
pendarahan pendarahan
3.anjurkan pasien 3. menganjurkan
dengan kriteria
untuk mobilisasi dini pasien untuk O:
hasil :
menyusui
4. anjurkan pasien - Tidak ada
1) pasien
untuk menyusui 5. menganjurkan Hemnaturia dan
mengetahui
pasien untuk massage hematemesis
penyebab dan 5. lakikan massage
gejala dari uteri 6. membatasi untuk - Tekanan darah
pendarahan mrlakukan aktivitas dalam batas
6. intruksikan pasien
normal systole
2) pasien tidak untuk membatasi
27
mengatakan aktivitas yang berat 7. memonitor lokhea dan diastole
merasakan vital sign
7. monitor lokhea 8. mengkolaborasikan
timbulnya dalam batas
dalam pemberian
pendarahan 8. kolaboratif dalam normal(TD =
terapi obat
pemberian terapi obat 100-140/<85)
3) tidak ada
mmHg
hematuria dan
- Pendarahan
hematemesis
pervagina
4) tekanan darah dalam batas
dalam batas normal(<500
normal systole ml)
dan diastole (TD = A : masalah
100- teratasi sebagian
140/<85mmHg)
P : intervensi
5) pendarahan dihentikan px
pervagina dalam pindah ruangan
batas normal nipas
(<500ml)
28
29
KeadaanUmumbayi barulahir
Panjangbadan : 51 Cm
Lingkarkepala : 35 cm
Lingkardada : 33 cm
Lingkarlenganatas : 9 cm
APGAR SKOR
NILAI JUMLAH
TANDA MENIT MENIT
O 1 2
KE 1 KE 5
Menit5 : Skor 9
Kesimpulan :
30
Pada menit pertama menandakan si bayi kurang sehat atau bugar dan mungkin perlu
bantuan pernafasan namun selah menit ke 5 menandakan bayi sudah dalam kondisi
baik atau sempurna.Danbayi sehat.
31
BAB IV
PEMBAHASAN
Ketuban Pecah Dini atau dapat disingkat menjadi KPD adalah robeknya
kantong ketuban secara spontan sebelum terjadinya kontraksi uterus (Nazneen et
al. 2013). Etiologi atau penyebab timbulnya KPD masih belum jelas, belum
terdapat standar diagnosis yang pasti dan dalam hal penanganannya masih
menjadi kontroversi. Pencegahan dalam kejadian KPD tidaklah mudah karena
tidak terdapat etiologi yang pasti, sehingga penanganan dalam KPD sangatlah
perlu diperhatikan agar mampu mengurangi risiko terjadinya komplikasi lebih lanjut
(Gandhi et al. 2012).
Hal ini sesuai dengan teori bahwa klien mengeluh nyeri dan mules dibagian
perut bawah dengan penkajian P : Saat duduk dan berdiri, Q : Di remas-remas, R :
Abdomen, S : 4 (1-10), T : Hilang Timbul. Data tersebut sesuai dengan batasan
karakteristik dari NANDA (2019), bahwa diagnosa keperawatan klien nyeri akut
pada kala 1, dan nyeri persalinan pada kala 2 saat klien pada hari rabu terjadi
pembukaan kala 4 dan ingin melahirkan namun tidak bisa dilakukan kelahiran
inpartu spontan lalu dilakukan episiotomi. Saat dilakukan pengkajian kecemasan
pada klien didapatkan klien mengatakan khawatir dengan kondisi janinnya apakah
32
sehat atau tidak dan apakah persalinannya normal atau tidak, klien mengatakan
takut akan janinnya yang dikatakan sudah KPD diawal fase Latern.
Dari pengkajian juga didapatkan pasien dan ibu pasien mengatakan di vagina
PX lumayan banyak mengeluarkan air putih berwarna jernih di vagina ,dan vagina
tampak kemerahan namun tidak berdarah, dan pada saat dilakukan pemeriksaan
USG didapatkan Px ternyata (+) KPD namun belum inparu fase latern, dan
terdapat oligohydramnion. Data tersebut sudah sesuai dengan batasan
karakteristik NANDA (2019), bahwa diagnosa keperawatan yang muncul pada
klien adalah Resiko Infeksi.
33
(Setiadi,2012:57). Metode yang digunakan adalah dengan SOAP (Subyektif,
Obyektif, Analisis ,Planning).
Evaluasi untuk diagnosa nyeri akut pada kala I dilakukan pada pukul 15.00
adalah klien masih mengatakan masih merasakan nyeri dibgian perut bawah dan
merasa mules dengan skala 3 (1-10), masalah nyeri belum teratasi karena px
belum melahirkan dan masih merasa nyeri. Hasil evaluasi pada diagnosa ansietas
pada kala I klien mengatakan sudah tidak cemas lagi dan tidak ketakutan lagi
karena pada saat pemeriksaan medis dan USG janin klien masih hidup dank lien
serta keluarga sudah tidak cemas lagi, masalah teratasi intervensi dihentikan.
Hasil evaluasi pada diagnosa Nyeri persalinan pada kala II didapatkan bahwa klien
merasakan nyeri pada saat pada saat persalinan dan dilakukan episiotomi,
masalah teratasi intervensi dihentikan pasien pindah keruang Nifas. Hasil evaluasi
pada diagnosa Resiko Infeksi pada kala II didapatkan Px mengatakan masih
keluar air ketuban warna putih jernih di vagina namun sedikit, tampak tidak ada
tanda-tanda infeksi dikemaluan Px. Jumlah Leukosit Px dalam batas normal,
masalah teratasi sebagian intervensi dihentikan karena pasien pindah ke ruang
Nifas.
34
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketuban Pecah Dini atau dapat disingkat menjadi KPD adalah robeknya
kantong ketuban secara spontan sebelum terjadinya kontraksi uterus
(Nazneen et al. 2013). Etiologi atau penyebab timbulnya KPD masih belum
jelas, belum terdapat standar diagnosis yang pasti dan dalam hal
penanganannya masih menjadi kontroversi. Pencegahan dalam kejadian
KPD tidaklah mudah karena tidak terdapat etiologi yang pasti, sehingga
penanganan dalam KPD sangatlah perlu diperhatikan agar mampu
mengurangi risiko terjadinya komplikasi lebih lanjut (Gandhi et al. 2012).
Pengkajian yang dilakukan pada Ny. N dengan diaxnosa medis G 1 P0
A0 Inpartu (-) + KPD, keluhan utama klien adalah klien mengatakan perutnya
nyeri, klien juga mengatakan tubuhnya lemas, kata Ibu pasien dari vagina
sering mengeluarkan air berwarna putih jernih namun tidak berdarah dank
klien juga mengatakan di vagina keluar air putih jernih. Klien dirujuk ke bidan
dekat rumah pada sore namun setelah itu bidan merujuk ke RS. Moch
Ansari Saleh IGD setelah masuk IGD klien di DX (-) Inpartu + KPD, klien
dimasukan ke VK ansal untuk persiapan melahirkan, dan pada saat di VK
bersalin klien diperiksa USG dan didapatkan (+) KPD namun janin masih
hidup dengan masih fase Latern.
B. Saran
1. Bagi Perawat
35
ketuban pecah dini secara optimal melalui penanganan yang cepat dan
tepat.
3. Bagi Pendidikan
4. Bagi Pasien
Perlu pemahaman tentang tanda bahaya ketuban pecah dini, dan ibu
diharapkan segera memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan
setempat jika ibu mengalami tanda dan gejala ketuban pecah dini.
36
DAFTAR PUSTAKA
Asrining, S. H.. S. K. N., dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC
Bulecchek. G. 2013. Nursing Intervensions Clasification (NIC). Edisi Keenam.
Elsivers. Singapura
Kemenkes RI. 2014, 2015, 2016. Buku Saku PelayananKesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
Hidayat, A.A.A. 2010. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan edisi 2.
Jakarta:Sal
Hakimi, 2010 : Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Ida Ayu, C. M. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Joseph H. K. 2010. Catatan Kuliah: Ginekologi dan Obstetri (Obsgin). Suha
Medika: Yogyakarta
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I . Jakarta : Media
Moorhead. S. 2013. Nursing Outcome Clasification (NOC). Edisi Kelima.
Elsivers.Singapura
Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka.
37
Martaadisoebrata D. 2013. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi
3.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
38