Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

DIRUANG INTENSIF WANITA


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SAMBANG LIHUM

DisusunOleh :

Dinah 11194691910037
Indana Fitrani Rahmah 11194691910038
Listiyani Azriah 11194691910040
Srimartiwi 11194691910054
Yennie 11194691910056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Banjarmasin, Maret 2019


Mengetahui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik

………………………… ……………………….
NIP. NIK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
1.2 TujuanPelaksanaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III HASIL KUNJUNGAN
3.1 Kriteria Klien dalam TAK
3.2 Daftar Peserta TAK
3.3 Waktu dan Tempat Kegiatan
3.4 Setting
3.5 Struktur Pelaksanaan
3.6 Alat
3.7 Metode
3.8 Prosedur Pelaksanaan
BAB IV PENUTUP
4.1 Evaluasi
4.2 Dokumentasi
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
menyebutkan bahwa orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku
yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Menurut Undang-undang
tersebut, gangguan jiwa merupakan gangguan dalam pikiran, perilaku
maupun perasaan yang berupa gejala-gejala “aneh” pada diri seseorang.
Gejala gangguan jiwa bisa bermacam-macam, namun yang paling
berbahaya ketika kita tidak menganggap hal serius pada gejala-gejala ini
dan seolah akan baik-baik saja.
Kasus gangguan jiwa selalu meningkat dari tahun ke tahun. Angka
prevalensi penderita gangguan jiwa menurut data World Health Organization
(WHO) menyatakan ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental dan diperkirakan ada 450 penderita gangguan jiwa di dunia ( Yosep,
2007). Kasus gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 7,7 %
dari seluruh penduduk Indonesia, dengan pembagian gangguan jiwa berat
1,7 % dan gangguan mental emosional sebasar 6 %. dengan jumlah seluruh
RT yang dianalisis adalah 294.959 terdiri dari 1.027.763 ART yang berasal
dari semua umur. Rumah tangga yang menjawab memiliki ART dengan
gangguan jiwa berat sebanyak 1.655, terdiri dari 1.588 RT dengan 1 orang
ART, 62 RT memiliki 2 orang ART, 4 RT memiliki 3 ART, dan 1 RT dengan 4
orang ART yang mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah seluruh responden
dengan gangguan jiwa berat sebanyak 1.727 orang Riskesdas, (2013).
Prevalensi gangguan jiwa di Jawah Tengah sebesar 2,3 % dengan jumlah
seluruh Rumah Tangga (RT) yang dianalisis 294.959 terdiri dari 2 1.027.763
Anggota Rumah Tangga (ART) yang berasal dari semua umur (Kemenkes
RI, 2013).
MenurutJurnal Keperawatan Muhammadiyah, "PENGARUH TERAPI
AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITA TERHADAP KEMAMPUAN
MENGIDENTIFIKASI STIMULUS PADA PASIEN HALUSINASI". Jadi orang
dengan gangguan jiwa dengan cara Orientasirealita. Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghiduan Terapi aktivitas kelompok orientasi realita adalah
terapi yang bertujuan membuat pasien mampu mengidentifikasi stimulus
internal maupun eksternal.
1.2 Tujuan Pelaksanaan
a. Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol emosi,
dan mampu mengikuti terapi aktivitas kelompok bersama-sama.
b. Tujuan Khusus
1) Klien mampu memahami perintah dari leader
2) Klien mampu mengenal nama, tanggal lahir dan usia diri sendiri
3) Klien mampu mempertahankan kontak mata saat berinteraksi
dengan klien yang lain maupun tim pelaksana
4) Klien mampu mengikuti aturan selama permainan
5) Klien mampu mengemukakan pendapat tentang permainan yang
telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan jiwa merupakan suatu masalah kesehatan yang masih sangat


penting untuk diperhatikan, hal itu dikarenakan penderita tidak mempunyai
kemampuan untuk menilai realitas yang buruk. Gejala dan tanda yang
ditunjukkan oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif,
gangguan proses pikir, gangguan kesadaran, gangguan emosi, kemampuan
berpikir, serta tingkah laku aneh ( Nasir, 2011).
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
menyebutkan bahwa orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna,
serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi
orang sebagai manusia. Menurut Undang-undang tersebut, gangguan jiwa
merupakan gangguan dalam pikiran, perilaku maupun perasaan yang berupa
gejala-gejala “aneh” pada diri seseorang. Gejala gangguan jiwa bisa bermacam-
macam, namun yang paling berbahaya ketika kita tidak menganggap hal serius
pada gejala-gejala ini dan seolah akan baik-baik saja.
Kasus gangguan jiwa selalu meningkat dari tahun ke tahun. Angka
prevalensi penderita gangguan jiwa menurut data World Health Organization
(WHO) menyatakan ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental dan diperkirakan ada 450 penderita gangguan jiwa di dunia ( Yosep,
2007). Kasus gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 7,7 % dari
seluruh penduduk Indonesia, dengan pembagian gangguan jiwa berat 1,7 % dan
gangguan mental emosional sebasar 6 %. dengan jumlah seluruh RT yang
dianalisis adalah 294.959 terdiri dari 1.027.763 ART yang berasal dari semua
umur. Rumah tangga yang menjawab memiliki ART dengan gangguan jiwa berat
sebanyak 1.655, terdiri dari 1.588 RT dengan 1 orang ART, 62 RT memiliki 2
orang ART, 4 RT memiliki 3 ART, dan 1 RT dengan 4 orang ART yang
mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah seluruh responden dengan gangguan
jiwa berat sebanyak 1.727 orang Riskesdas, (2013). Prevalensi gangguan jiwa di
Jawah Tengah sebesar 2,3 % dengan jumlah seluruh Rumah Tangga (RT) yang
dianalisis 294.959 terdiri dari 2 1.027.763 Anggota Rumah Tangga (ART) yang
berasal dari semua umur (Kemenkes RI, 2013).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama.Terapi aktivitas kelompok sering digunakan dalam
praktek kesehatan jiwa, bahkan saat ini terapi aktivitas kelompok merupakan hal
yang penting dari keterampilan terapeutik dalam keperawatan (Keliat, 2004).Hasil
penelitian yang dilakukan tentang “Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Halusinasi Terhadap Penurunan Kecemasan Pasien Halusinasi.
Terapi seni bisa diberikan untuk mendampingi farmakoterapi bagi
penyandang gangguan jiwa seperti penyandang skizofrenia, gangguan bipolar,
gangguan depresi, hingga pelaku penyalahgunaan narkotika. Para penyandang
gangguan jiwa biasanya mendapatkan serangkaian terapi yang berupa terapi
obat-obatan, terapi sosial, dan psikoterapi (terapi kejiwaan). Dalam terapi sosial,
penyandang skizofrenia dilatih untuk bersosialisasi, menjalin hubungan, dan
berkomunikasi dengan lingkungan. Sedangkan psikoterapi merupakan terapi
untuk memperbaiki kondisi kejiwaan, salah satu bentuknya adalah
orientasirealita. Salah satu bentuk terapi iniyang paling sering digunakan untuk
penyandang gangguan jiwa.
Berdasarkan data rekammedik yang ada di RumahSakitJiwaProf.Dr. V. L.
Ratumbuysang Sulawesi Utara, jumlahpasienpsikiatri yang dirawatpadabulan
September 2014 sebanyak 215 jiwa, yang
sebagianbesarnyamerupakanpasienskizofrenia yang
memilikigejalaberupahalusinasi. Menurutpengamatanpeneliti di
ruangrawatinapjiwaProf.Dr. V. L. Ratumbuysang Manado,
kegiatanterapiaktivitaskelompokbelumdilaksanakansecara optimal,
sehinggahalinimembuatpenelitimerasatertarikmelakukanpenelitiantentang
“PengaruhTerapiAktivitasKelompokOrientasiRealitaterhadapKemampuanMengid
entifikasi Stimulus padaPasienHalusinasi
Orang dengan gangguan kejiwaan memiliki kecenderungan menjadi
penyendiri/ mengisolasi diri dari dunia luar. Mereka kesulitan bersosialisasi
dengan orang lain. Banyak dari mereka merasa mendengar suara/ bisikan dan
halusinasi yang bisa mempengaruhi mereka menjadi pemarah, melakukan
kekerasan, dan bahkan bisa melakukan bunuh diri. Dengan menggambar maka
dapat memberi kesempatan para pasien untuk bisa menyalurkan/
mengekspresikan perasaan, pemikiran, dan emosi mereka secara positif melalui
orientasirealita.
MenurutJurnal Keperawatan Muhammadiyah, "PENGARUH TERAPI
AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITA TERHADAP KEMAMPUAN
MENGIDENTIFIKASI STIMULUS PADA PASIEN HALUSINASI". Jadi orang
dengan gangguan jiwa dengan cara Orientasirealita. Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghiduan Terapi aktivitas kelompok orientasi realita adalah
terapi yang bertujuan membuat pasien mampu mengidentifikasi stimulus internal
maupun eksternaldanmampumelatihdayaingatklien.
BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

3.1 Kriteria Klien dalam TAK


Kriteria Klien :
a. Klien dengan gangguan orientasi realita yang mulai terkontrol.
b. Klien yang mengalami perubahan persepsi.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambaran.
d. Klien dapat memberi makna gambar.

3.2 Daftar Peserta TAK


No. Nama Klien Masalah Keperawatan

1 Rabiatuladawiyah Wahamkebesaran
2 Milawati Halusinasipenglihatan
3 Marsinah Halusinasipendengaran

3.3 Waktu dan Tempat Kegiatan


Hari/tanggal : Kamis, 19 maret 2020
Waktu : 10.00-10.30 WITA
Tempat : Ruang Intensif Wanita

3.4 Setting
1. Klien duduk melingkar.
2. Tempat tenang dan nyaman. Keterangan Gambar:
L : Leader
CL : Co-Leader
F : fasilitator
O : Observer
P : Pasien

3.5 Struktur Pelaksanaan


Susunan perawat pelaksana TAK sebagai berikut :
a. Leader : Indana fitriani Rahmah
Tugas :
1. Menyiapakan proposal kegiatan TAK
2. Menyampaikan tujuan dan peratauran kegiatan terpi aktivitas
kelompok sebelum kegiatan dimulai.
3. Menjelaskan aturan permainan.
4. Mampu memotivasi anggota untuk aktiv dalam kelompok dan
memperkenalkan dirinya.
5. Mampu memimpin aktivitas kelompok dengan baik dan bersih.
6. Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
b. Co-leader :Srimartiwi
Fungsi :
1. Mendampingi leader
2. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas
pasien
3. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang dari perencanaan
yang telah dibuat
4. Mengambil alih posisi leader jika leader mengalami bloking dalam
proses terapi
c. Fasilitator :Dinah
Tugas :
1. Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung
2. Ikut serta dalam kegiatan kelompok
3. Memfasilitasi dan memberikan stimulus dan motivator pada anggota
kelompok untuk aktif mengikuti jalannya terapi
d. Observer :
Tugas : Listiyani Azriah dan Yennie
1. Mengobservasi jalannya proses kegiatan
2. Mengamati serta mencatat perilaku verbal dan non-verbal pasien
selama kegiatan berlangsung (dicatat pada format yang tersedia)
3. Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan,
proses, hingga penutupan.

3.6 Alat
Alat yang diperlukan pada terapi aktivitas kelompok, yaitu :
a. Nama pengenal klien
b. Spidol
c. Kertas karton
d. Kertas arisan

3.7 Metode
Perkenalan

3.8 Prosedur Pelaksanaan


1. Persiapan
a. Terapis membuat kontrak dengan klien
b. Terapis menyiapkan alat dan tempat
2. Orientasi
a. Salam terapeutik: terapis mengucapkan salam.
b. Evaluasi/validasi: terapis menanyakan perasaan klien hari ini.
c. Kontrak:
1) Terapis menjelaskan tujuan TAK.
2) Terapis menjelaskan aturan main TAK:
a) Klien mengikuti TAK dari awal sampai akhir.
b) Jika akan keluar kelompok, klien harus meminta izin terapis.
c) Lama kegiatan 60 menit.
3. Kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan
yaitudengancaramemperkanalkandiri.
b. Terapis meminta klien untuk memperkenalkandiri
c. Sementara klienmemperkenalkandiri, terapis berkeliling dan memberi
penguatan kepada klien dan jangan tidakmencela klen.
d. Setelah selesai memperkenalkandiri, terapis meminta masing-masing
klien untuk mengingat yang telah di katakanya.
e. Kegiatan dilakukan sampai semua klien mendapat giliran
f. Setiap klien selesaisetelah dilakukan perkenalan, terapis mengajak
klien lain bertepuk tangan.
4. Terminasi
a. Evaluasi:
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai mengikuti
TAK.
2) Terapis memberikan pujian atas pencapaian kelompok.
b. Tindak lanjut: terapis menganjurkan klien untuk memperkenalkandiri
c. Kontrak yang akan datang:
1) Terapis menyepakati TAK berikutnya.
2) Terapis menyepakati tempat dan waktu TAK.

ANALISIS JURNAL P.I.C.O.T


“Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita Terhadap Kemampuan
Mengidentifikasi Stimulus Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. V. L.Ratumbuysang Sulawesi Utara”

Oleh Kelompok 3:

Dinah 111194691910037

Indana Fitriani Rahmah 11194691910038

Listiyani Azriyah 11194691910040

Sri Martiwi 11194691910054

Yennie 11194691910056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

BANJARMASIN

2020

ANALISIS JURNAL P.I.C.O.T


Penulis Sari Apriani Musa, Esrom Kanine, Franly Onibala

Tahun Terbit 2015

Judul Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita


Terhadap Kemampuan Mengidentifikasi Stimulus Pada
Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V.
L.Ratumbuysang Sulawesi Utara
Lembaga penerbit eJournal Keperawatan (e-Kp)

Volume, nomer & Volume 3 Nomor


Halaman

Tanggal terbit 2 Mei 2015

No. Kriteria Jawab Pembenaran & Critical thinking


1 P Ya Problem
Pasien dengan gangguan jiwa psikotik mengalami
gangguan dalam mengidentifikasi stimulus internal
maupun eksternal, tidak dapat membedakan khayalan
dan kenyataan serta pembicaraan pasien tidak sesuai
dengan realita.Hal ini mengakibatkan pasien merasa
asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas pada
pasien (Keliat, 2004). Terapi aktivitas kelompok
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai
masalah keperawatan yang sama.Terapi aktivitas
kelompok sering digunakan dalam praktek kesehatan
jiwa, bahkan saat ini terapi aktivitas kelompok
merupakan hal yang penting dari keterampilan
terapeutik dalam keperawatan (Keliat, 2004).Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni (2008) tentang
“Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Halusinasi Terhadap Penurunan Kecemasan
Pasien Halusinasi Pendengaran”, didapatkan
perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum
dilakukan TAK dan sesudah dilakukan TAK.
Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien
halusinasi yang sementara dirawat di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Sulawesi
Utarayang berjumlah 60 orang. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive
Sampling berjumlah 15 pasien halusinasi yang berada
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.
2 I Ya Intervensi yang dilakukan pada klien yaitu Pada saat
diberikan TAK sesi 1, 2, 3, 4 dan 6 responden terlihat
sangat kooperatif dalam mengikuti pelaksanaan TAK,
dengan adanya stimulus-stimulus yang diberikan
seperti menyanyi bersama, tepuk tangan, melempar
balon dan bergoyang, hal itu membuat pasien
terbawa dengan suasana TAK pada saat itu. Stimulus
yang diberikan pada saat pemberian TAK sesi 5, 7
dan 8 sama dengan TAK sebelumnya, hanya saja
responden terlihat kurang bersemangat dan
kooperatif dalam mengikuti TAK, hal ini dikarenakan
teman-teman peneliti pada saat itu sangat sedikit,
sehingga terlihat suasana TAK pada saat itu kurang
bersemangat. Meskipun ada penambahan stimulus-
stimulus lainnya seperti menambahkan beberapa
permainan, hal itu membuat responden masih merasa
jenuh dengan suasana TAK pada saat itu.Sehingga
untuk TAK sesi 5, 7 dan 8 ini tidak memberikan
pengaruh terhadap kemampuan responden
mengidentifikasi stimulus.
3 C Ya Jurnal pembanding pada penelitian ini yaitu dengan
judul pegaruh terapi aktivitas kelompok dengan
stimulasi prespsi terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi pada pasien skizofrenia
Yang mana penelitian dilakukan selama 4 minggu 5
sesi dengan hasil memiliki pengaruh dalam
mengontrol halusinasi dari nilai rerata post dan
pretest sebesar 7,76.
4 O Ya uji wilcoxon pada TAK sesi 1-8, didapatkan nilai p
pada TAK sesi 1, 2, 3, 4 dan 6 <α = 0,05, sedangkan
untuk TAK sesi 5, 7 dan 8 didapatkan nilai p >α = 0,05,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa 5 sesi TAK
mempunyai pengaruh terhadap kemampuan
mengidentifikasi stimulus pada pasien halusinasi di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Sulawesi Utara, sedangkan untuk 3 sesi TAK tidak
mempunyai pengaruh.
5 T Ya Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. V. L. Ratumbuysang Sulawesi Utara pada bulan
Januari – Februari 2015.

IMPLIKASI KEPERAWATAN DAN KESIMPULAN

1. Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam Terapi aktifitas kelompok


dengan halusisnasi berdasarkan sesi yang sudah dilakukan penelitian
2. Terdapat pengaruh terapi aktivitas kelompok orientasi realita terhadap
kemampuan mengidentifikasi stimulus pada pasien halusinasi sesi 1, 2, 3,
4, dan 6, sedangkan untuk sesi 5, 7 dan 8 tidak terdapat pengaruh.

Anda mungkin juga menyukai