Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

Missed Abortion

Pembimbing:

dr. Edwin Martin Asroel, M.Ked(OG), Sp.OG(K)

Penyusun:

Edgar Anthony P Sihite 140100187


Fidela Fortunata 140100169
Aprilia Prafita S R 120100137

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN
2019
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-NYa sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Missed Abortion”.

Selama penyusunan laporan kasus ini, penulis ingin menyampaikan


ucapan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Edwin Martin Asroel,
M.Ked(OG), SpOG(K) selaku supervisor pembimbing laporan kasus di
Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam membimbing dan
membantu hingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik.

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian


pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior. Penulisan laporan kasus ini
merupakan salah satu untuk melengkapi persyaratan Departemen Ilmu Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis sangat menyadari laporan kasus ini pasti tidak luput dari
kekurangan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 25 September2019

Penulis
ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Tujuan .......................................................................................... 1
1.3. Manfaat ........................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1. Anatomi ....................................................................................... 3
2.2. Klasifikasi.................................................................................... 5

2.3. Faktor Resiko .............................................................................. 6

2.4. Manifestasi Klinis ....................................................................... 7

2.5. Patofisiologi ................................................................................ 8

2.6. Diagnosis ..................................................................................... 9

2.7. Diagnosis Banding ...................................................................... 10

2.8. Penatalaksanaan .......................................................................... 10

BAB 3 STATUS PASIEN .............................................................................. 19


BAB 4 FOLLOW UP ..................................................................................... 24
BAB 5 DISKUSI KASUS ............................................................................... 27
BAB 6 KESIMPULAN .................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kromosom Trisomi . ........................................................................ 13


Gambar 2.2 Jenis-jenis Abortus ........................................................................... 14

5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak
persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi
juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu.
Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan,
infeksi dan eklampsia.
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak
aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8
kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak
aman) dintaranya bahkan terjadi di negara berkembang.
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi,
artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan
gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar. Suatu hal yang
dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di
negara-negara dimana aborsi dilarang keras oleh undang-undang.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori-
teori tentang Abortus, terutama mengenai Abortus Insipiens mulai dari definisi
sampai prognosisnya. Penyusunan penulisan laporan kasus ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
dan mengenal Abortus Insipiens.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abortus merupakan suatu keadaan dimana hasil konsepsi mengalami


ancaman atau pengeluaran dari rahim sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan
berat janin kurang dari 500 gram.1

2.2. Epidemiologi

Abortus spontan dapat terjadi antara 15-20% dari semua kehamilan.


Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka
tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada
trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan
5-10 % pada trimester ketiga5.

Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas


di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20
tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia
paternal yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan5,6.

Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari


abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari provokatus kriminalis ataupun
medisinalis. Insiden abortus inkomplit sendiri belum diketahui secara pasti namun
sekitar 60% dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit memerlukan
perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang terjadi.Delapan puluh persen
abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan.2,3,4

7
2.3. Etiologi dan Faktor Resiko

Terdapat beberapa kondisi yang diyakini dapat menyebabkan terjadinya


abortus, seperti faktor genetik, kelainan kongenital uterus, autoimun, defek fase
luteal, infeksi, hematologik, dan lingkungan.2,3,4,5

Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak


selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil
konsepsi yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau
janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin sebelum
ekspulsi masih hidup dalam uterus.

Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau


zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya5.

2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal

Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan.


Sebuah penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar
49% dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling
sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21 %) dan monosomi X
(13%)7,8 .

2.3.2 Faktor Maternal

Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa


abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat
terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi
abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan
perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.

a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek,

8
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab
abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi
Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari traktus genetalia sebagaian
wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan
bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan
abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan
penyebab utama5.

b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan


Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus5,9.

Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20


minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan
prematur5,9. Diabetes maternal pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai
faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh
peneliti lainnya5.

c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes
mellitus, dan defisiensi progesteron5,9. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika
kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena
kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai
hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi
mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan
mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan
dalam peristiwa kematiannya5.

d. Nutrisi

Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea
serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap

9
deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus spontan.
Sebagaian besar mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk
mengurangi abortus spontan.

e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan

Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden


abortus. Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.

f. Faktor-faktor Imunologis

Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan


abortus spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi
anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus
serta destruksi plasenta.

g. Gamet yang Menua

Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden


abortus spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila
inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperatur
basal tubuh, karenaitu disimpulkan bahwa gamet yang bertambah tua di dalam
traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan
terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras dengan hasil
observasi tersebut5,7.

h. Laparotomi

Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya


abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ
panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian,
sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu
kehamilan apabila mengganggu gestasi. Peritonitis dapat menambah besar
kemungkinan abortus.

10
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional

Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian


embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma,
kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih
merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang
disebabkan oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang
mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah ataupun
cemas5,7,9.

j. Kelainan Uterus

Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan


yang timbul dalam proses perkembangan janin,defek duktus mulleri yang dapat
terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol
(DES)5,7. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma
dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun
tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih
penting daripada ukurannya.

Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih


besar kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma
dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya
ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam
kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus
yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama
persalinan.

Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering


terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed
abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut
disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini
mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat

11
endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil
pembuahan.

k. Inkompetensi serviks

Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya


terjadi pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran
plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran
plasenta ke dalam vagina.

2.3.3 Faktor Paternal

Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam


proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma dapat
menimbulkan zigot yang mengandungt bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu
banyak, sehingga terjadi abortus5,7.

2.3.4. Faktor fetal

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin


atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada hamil
muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan janin antara
lain kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna dan pengaruh dari luar.
Kelainan kromosom merupakan kelainan yang sering ditemukan pada abortus
spotan seperti trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
Lingkungan yang kurang sempurna terjadi bila lingkungan endometrium di sekitar
tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada
hasil konsepsi terganggu. Pengaruh dari luar seperti radiasi,virus, obat-obat yang
sifatnya teratogenik.

12
Gambar 2.1 Kromosom trisomi2

2.3.5. Faktor plasenta

Pada plasenta seperti endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda
misalnya karena hipertensi yang menahun.

2.4. Klasifikasi
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan
sedangkan abortus yang terjadi akibat suatu tindakan tertentu disebut abortus
provokatus. Bila tindakan yang dilakukan merupakan suatu indikasi medis yang
berguna untuk menyelamatkan ibu dan janin maka disebut dengan abortus
provokatus medisinalis/terapeutik sedangkan bila disebabkan oleh suatu tindakan
kejahatan maka disebut dengan abortus provokatus kriminalis.

Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa


kelompok, yaitu abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus
komplit, missed abortion, dan abortus habitualis, abortus servikalis, abortus
infeksiosus, dan abortus septik.1,2,3

13
Gambar 2.2 Jenis-jenis abortus

2.5. Manifestasi Klinik dan Diagnosis

Klasifikasi abortus menurut tingkatannya:

a. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh
mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.
Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus sesuai dengan umur kehamilan dan tes
kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat
dilakukan dengan melihat kadar hormone hCG pada urin dengan cara melakukan
tes urin kehamilan tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin
keduanya masih positif maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10

14
hasilnya negative maka prognosisnya dubia ad malam.Pemeriksaan USG untuk
mengetahui pertumbuhan janin dan keadaan plasenta apakah sudah terlepas atau
belum.Diperhatikan ukuran biometri/ kantong gestasi apakah sesuai dengan umur
kehamilan berdasarkan HPHT, denyut jantung janin, dan gerakan janin, ada
tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan
berhenti.Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi
tambahan hormone progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya
abortus.Penderita boleh dipulangkan setelah terjadi perdarahan dengan pesan tidak
boleh berhubungan seksual dulu sampai kurang lebih 2 minggu.1
b. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan. Besar uterus masih sesuai umur kehamilan dan tes urin kehamilan
masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran masih normal
sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks
uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada atau tidaknya pelepasan plasenta
dari dinding uterus.

Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan


perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan
evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan
banyak. Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi
telur angsa, tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan
evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan kuretase sambil
diberikan uretonika untuk mencegah terjadinya perforasi dinding uterus.

15
Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uretonika, dan
antibiotika profilaksis.1

c. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup,


uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit, besar uterus tidak sesuai
dengan umur kehamilan.Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai
7 – 10 hari setelah abortus.Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan
khusus ataupun pengobatan, biasanya diberi roboransia atau hematenik bila
keadaan pasien memerlukan. 1

d. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada
yang tertinggal dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam
uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan
teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum.Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau
sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian
placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus.Pasien dapat jatuh
dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi
dikeluarkan.Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan
umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian
disiapkan tindakan kuretase. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan
dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik
yang bentuknya tidak beraturan.

Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan


pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal
terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung

16
baik dan perdarahan bisa berhenti.Selanjutnya dilakukan tindakan
kuretase.Pascatindakan perlu diberikan uretonika parenteral ataupun peroral dan
antibiotika. 1

e. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan.

Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun


kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan
rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang.

Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang


kemudian merasa sembuh tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes
urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan
kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil,
kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran
fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung
lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan
penjendalan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa
koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.

Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat


dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks
uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20
minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian
infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5
% tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit

17
dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika
tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar
dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar


mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah
lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfuse darah
segar atau fibrinogen. 1

f. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang
mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trophoblast cross reactive. Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau
tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfuse
leukosit atau heparinisasi.

Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks


yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap
bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium
serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma
serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan
serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis
servikalis sudah melebar.

Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis


servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai
memasuki trimester ke dua. 1

g. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik

18
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat
genitalia.Abortus septik adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).

Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan aborotus yang


paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan
antisepsis.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya


tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat
gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.
Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai
terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan
tekanan darah turun.

Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan


tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur
dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang
keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta unit
atau Ampisilin 4 x 1 gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x 1
gram. Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik


minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Pada saat tindakan, uterus
dilindungi dengan uterotonika.

Antibiotika dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam


waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotic
yang lebih sesuai. 1

2.6. Patogenesis

Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun


sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses

19
terjadinya berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan
nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi
terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing
terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa waktu.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya


dikeluarkan seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari
14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah
janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan
tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap1,5,9.

2.7. Gambaran Klinis

Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan


pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian
bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-
sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia
kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta,
seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat
atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus.
Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering
pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovolemik berat5,7.

2.8. Diagnosis

Menurut WHO (1994), setiap wanita pada usia reproduktif yang


mengalami dua daripada tiga gejala seperti di bawah harus dipikirkan
kemungkinan terjadinya abortus:

i. Perdarahan pada vagina.

20
ii. Nyeri pada abdomen bawah.
iii. Riwayat amenorea
Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan
memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin. Apabila
ultrasonografitransvaginal menunjukkan sebuah rahim kosong dan tingkat serum
hCG kuantitatif lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L), kehamilan
ektopik harus dipikirkan. Ketika ultrasonografi transabdominal dilakukan, sebuah
rahim kosong harus menimbulkan kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG
kuantitatif lebih besar dari 3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang
ditemukan kosong pada pemeriksaan USG dapat mengindikasikan suatu abortus
kompletus, tetapi diagnosis tidak definitif sehingga kehamilan ektopik
disingkirkan.Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan, diagnosa abortus menurut
gambaran klinis adalah seperti berikut:4

a. Abortus Iminens (Threatened abortion):


 Anamnesis – perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada
atau ringan.
 Pemeriksaan dalam – fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar
uterus sesuai dengan umur kehamilan.
 Pemeriksaan penunjang – hasil USG.
b. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)
 Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi rahim.
 Pemeriksaan dalam – ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim,
dan ketuban utuh (mungkin menonjol).
c. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus
 Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri /
kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.
 Pemeriksaan dalam – ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah
kehamilan.
d. Abortus Tertunda (Missed abortion)
 Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak.

21
 Pemeriksaan obstetri – fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan
bunyi jantung janin tidak ada.
 Pemeriksaan penunjang – USG, laboratorium (Hb, trombosit,
fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin).
e. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
 Histerosalfingografi – untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
 BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau
tidak gangguan glandula thyroidea.
f. Abortus Septik (Septic abortion)
 Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong
di luar rumah sakit.
 Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan
sebagainya.
 Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri
tekan dan leukositosis.
 Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi
kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.

2.9. Penatalaksanaan

Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan


diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik
pembedahan dapat dilakukan dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara
kuretase maupun aspirasi vakum. Induksi abortus dengan tindakan medis
menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik
intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin E2, F2a dan
analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler,
insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486
(mefepriston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas.

22
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.

Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi


jarang berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan
perdarahan dilakukan dengan cara1,3:

1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari


12 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan
kurang dari 12 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
• Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih.
Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual
tidak tersedia.
• Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2
mg intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).

3. Jika kehamilan lebih dari 12 minggu:


• Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
• Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
• Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

23
Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat
untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan
kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan
negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml.
Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan
dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu,
dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun
analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai
pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman
operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara 95 - 100%.
Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus inkomplit.

Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10
menit5,3. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase
disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan
bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disondase dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-lahan
dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri sudah
bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula dengan
miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan timbul
gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30 menit
tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan
lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian1,3.

24
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan
efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98%
pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit,
metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai
ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol)
diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron
digunakan secara luas, bekerja dengan cara mengikat reseptor progesteron,
sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang
digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian
prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut
yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.

Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada
perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan
fase yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.
Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal
ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3.

2.10. Prognosis

Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat


sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85%
tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik
terhadap ibu5,9.

2.11. Komplikasi

Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat


mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi
sisa hasil konsepsi yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterin dan infertilitas
juga merupakan komplikasi dari abortus.

25
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi,
seperti perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang
tidak lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah
trimester pertama. Panas bukan merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila
pengobatan dengan antibiolik yang memadai segera dimulai5.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :

1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah,


bradikardi dan cardiac arrest.
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator.
Bila perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator.
Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan antibiotika dosis
tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila ada keraguan, pasien
dirawat.
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila
pendarahan sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4. Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi.
Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya
berupa pemberian antibiotika yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun
anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan kavum
uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.

26
BAB 3
STATUS PASIEN

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Ny. RNN (10.40.55)

Umur : 26 tahun

Suku : Batak

Alamat : Jalan Karya Jaya Gang Kary 14 Mustafa 2

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMA

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal Masuk : 20 September 2019

Jam Masuk : 10.30 WIB

ANAMNESA PENYAKIT

Ny. RNN, 26 tahun, G1P0A0, Batak, Islam, SMA, ibu rumah tangga, menikah
dengan Tn. A, 30 tahun, Batak, Islam, S1, Pegawai swasta, datang ke Poliklinik
RS Universitas Sumatera Utara pada tanggal 20 September 2019 pukul 10.30
dengan:

Keluhan Utama : Mules-mules sesekali


Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 1 hari sebelum masuk RS. Riwayat keluar
darah dan jaringan dari kemaluan tidak dijumpai. Mual dan muntah
tidak dijumpai.. Riwayat minum obat-obatan herbal dijumpai. Riwayat

27
perut dikusuk disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal. Pasien
sebelumnya kontrol kehamilan di dokter spesialis kandungan dan
didiagnosis janin tidak berkembang kemudian di rujuk ke RS USU.
RPT : Tidak Ada
RPO : Tidak Ada
Riwayat operasi: Tidak Ada

RIWAYAT MENSTRUASI

Menarche : 13 tahun

Lama : 4-5 hari

Siklus : 28 hari

Volume : ± 3 doek/hari

Nyeri : ada

HPHT : 07/07/2019

TTP : 14/04/2020

ANC : 1x ke SpOG

RIWAYAT PERNIKAHAN

Pasien menikah 1 kali pada usia 25 tahun dengan suami berusia 29 tahun

RIWAYAT PERSALINAN

1. Hamil ini

28
PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN

Status Presens:

Sensorium : Compos mentis Anemis : -

Tekanan darah : 120/60 mmHg Ikterik : -

Nadi : 88 x/menit Sianosis: -

Pernapasan : 20 x/menit Dyspnoe : -

Temperatur : 36,6oC Oedema: -

Keadaan umum : Baik

Status Nutrisi : Baik

Keadaan penyakit : Sedang

Status Generalisata :

Kepala : Dalam batas normal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil isokor, kanan = kiri

Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai

Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, kesan normal

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru


Auskultasi : Jantung: S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)

29
Ekstremitas: LLA: 23,5 cm, akral hangat, CRT< 2 detik, clubbing finger (-),
oedem pretibial(-/-)

Status Lokalisata:

Abdomen : simetris, soepel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-),


peristaltik (+) dalam batas normal

Perdarahan vagina : bercak (+)

Status Ginekologi:

Inspekulo : tidak dijumpai perdarahan dari OUE, F/A (-), darah (-)
lividae (+)
VT : Serviks tertutup, uterus tidak teraba, adnexa kanan
dan kiri tidak teraba massa, parametrium lemas, kavum
Douglas tidak menonjol.
Sarung Tangan : Darah (-), F/A (-)

PEMERIKSAAN USG TVS

Fetal pole (+), fetal echo (-), diamnion.

Perkiraan usia gestasi berdasarkan USG: 6 minggu 4 hari

30
LABORATORIUM (12/09/2019)

Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil Rujukan


Hemoglobin g/dL 12,1 12-16
Eritrosit Juta/µL 4,35 3,8-5,2
Leukosit /µL 9.750 3.600 -11.000
Hematokrit % 36,6 38-44
Trombosit /µL 346.000 150.000-440.000
Natrium mmol/L 137 135-155
Kalium mmol/L 3,9 3,5-5,0
Klorida mmol/L 103 96-106
KGD ad random mg/dL 94 <100
HbsAg Non reaktif Non reaktif
HIV Non reaktif Non reaktif

DIAGNOSA KERJA

Missed Abortion

RENCANA TATALAKSANA

TERAPI MEDIKAMENTOSA

- IVFD RL 20 gtt/menit

RENCANA TINDAKAN

- Kuretase (21/09/2019)

31
BAB 4

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Follow up

21/09/ 2019 S : mules sesekali


O :Status Presens
Sens : CM
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
Status Lokalisata
Abdomen : simetris,soepel, peristaltik (+)N
A : Missed abortion

P :
• IVFD RL 20 gtt/menit
• Injeksi cefazolin 2 gram
• 2 tablet misoprostol pervaginam 3 jam sebelum
kuretase (peroral)
• 1 tablet misoprostol 1 jam sebelum kuretase
(sublingual)
R/ Kuretase hari ini

32
22/09/2019 S : nyeri perut
O :Status Presens
Sens : CM
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 87 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3oC
Status Lokalisata
Abdomen : soepel, peristaltik (+)N
TFU : 1 jari di bawah pusat
P/V : (+) spotting
BAK : (+) normal
BAB : (+) normal
A : Post kuretase a/i missed abortion

P : IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ketorolac 30 mg/IV/8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/IV/12 jam
Inj. metilergometrin 1 amp/8 jam
Cefixime tablet 2x100 mg

R/ PBJ

33
34
LAPORAN OPERASI

Nama Pasien : Ny. RNN, 26 tahun

Nama Operator : dr. Arvitamuriany T Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG

Nama tindakan : Kuretase

Indikasi : Missed abortion

Pasien dibaringkan di meja ginekologi dengan posisi litotomi dengan infus


terpasang dengan baik. Dibawah GA-TIFA dilakukan pengosongan kandung
kemih. Dilakukan pemasangan SIM atas dan SIM bawah. Tenakulum di jepit di
jam 11.00. SIM atas dilepas. Dilakukan sondase uterus ukuran +- 8cm. Evakuasi
sisa konsepsi dengan abortus teng selanjutnya evakuasi sisa konsepsi dengan kuret
tumpul selanjutnya dengan kuret tajam dengan cara sesuai arah jarum jam. Sisa
konsepsi +=100 gram dilakukan guiding USG untuk memastika sisa konsepsi
telah keluar. SIM bawah dilepas. Evaluasi perdarahan kesan terkontrol. Keadaan
Umum ibu post kuretase stabil.

Terapi :

 IVFD RL + oksitosin 20 IU 20 gtt/menit


 Inj Ketorolac 30 mg/8jam
 Inj metilergometrin 1 amp/8 jam
 Cefixime tab 2x100 mg

35
BAB 5

DISKUSI

TEORI KASUS

Abortus merupakan suatu keadaan


dimana hasil konsepsi mengalami
ancaman atau pengeluaran dari rahim
sebelum janin dapat hidup di luar Pasien Ny. RNN, 26 tahun, G1P0A0,
kandungan. Abortus terjadi pada usia datang ke RS Universitas Sumatera
kehamilan kurang dari 20 minggu dengan Utara pada tanggal 20 September
berat janin kurang dari 500 gram.1 2019 pukul 10.30 dengan keluhan
Terdapat beberapa kondisi yang mules-mules sesekali.
diyakini dapat menyebabkan terjadinya Riwayat Menstruasi
abortus, seperti faktor genetik, kelainan Menarche : 13 tahun
kongenital uterus, autoimun, defek fase
HPHT : 07/07/2019
luteal, infeksi, hematologik, dan
TTP : 14/04/2020
lingkungan.
ANC : 1x ke SpOG
Missed abortion adalah abortus Riwayat Persalinan
yang ditandai dengan embrio atau fetus
1. Hamil ini
telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan.

Anamnesis - Penderita missed Melalui anamnesis, pasien


abortion biasanya tidak merasakan mengalami mules0mules
keluhan apapun kecuali merasakan sesekali. Hal ini dialami
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti pasien sejak 1 hari
yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 sebelum masuk RS.
minggu sampai 20 minggu penderita justru Riwayat keluar darah dan
merasakan rahimnya semakin mengecil jaringan dari kemaluan

36
dengan tanda-tanda kehamilan sekunder tidak dijumpai. Mual dan
pada payudara mulai menghilang. muntah tidak dijumpai..
Riwayat minum obat-
 Kadangkala missed abortion juga
obatan herbal dijumpai.
diawali dengan abortus iminens yang
Riwayat perut dikusuk
kemudian merasa sembuh tetapi
disangkal. BAK dan BAB
pertumbuhan janin terhenti. Pada
dalam batas normal. Pasien
pemeriksaan tes urin kehamilan
sebelumnya kontrol
biasanya negatif setelah satu minggu
kehamilan di dokter
dari terhentinya pertumbuhan
spesialis kandungan dan
kehamilan.
didiagnosis janin tidak
 Pada pemeriksaan USG akan
berkembang kemudian di
didapatkan uterus yang mengecil,
rujuk ke RS USU.
kantong gestasi yang mengecil, dan
 Status Presens: dalam batas
bentuknya tidak beraturan disertai
normal.
gambaran fetus yang tidak ada tanda-
 Status Generalisata: dalam
tanda kehidupan.
batas normal.
 Status Lokalisata:
Abdomen: simetris, soepel, TFU
tidak teraba massa, nyeri tekan (-
), peristaltik (+) dalam batas
normal
Perdarahan vagina :-

 Status Ginekologi:

Inspekulo : tidak dijumpai


perdarahan dari OUE,
F/A (-), darah (-) lividae
(+)
VT : Serviks tertutup, uterus
tidak teraba, adnexa
kanan dan kiri tidak

37
teraba massa,
parametrium lemas,
kavum Douglas tidak
menonjol.
Sarung Tangan : Darah (-),
F/A (-)

.
 Pemeriksaan USG TVS
Fetal pole (+), fetal echo (-),
diamnion.

Perkiraan usia gestasi berdasarkan


USG: 6 minggu 4 hari

Terlebih dahulu dilakukan penilaian Rencana Tatalaksana


mengenai keadaan pasien dan diperiksa
Terapi Medikamentosa
apakah ada tanda-tanda syok.
Pada umur kehamilan kurang dari 12 - IVFD RL 20 gtt/menit
minggu tindakan evakuasi dapat
Tindakan
dilakukan secara langsung dengan
- Kuretase
melakukan dilatasi dan kuretase bila
serviks uterus memungkinkan. Bila umur
kehamilan di atas 12 minggu atau kurang
dari 20 minggu dengan keadaan serviks
uterus yang masih kaku dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk
mengeluarkan janin atau mematangkan
kanalis servikalis.

38
BAB 6

KESIMPULAN

Pada kasus seorang perempuan berusia 26 tahun, G1P0A0 datang ke


Poliklinik RS Universitas Sumatera Utara pada tanggal 20 September 2019 pukul
10.30 dengan keluhan mules-mules sesekali. Hal ini dialami pasien sejak 1 hari
sebelum masuk RS. Riwayat keluar darah dan jaringan dari kemaluan tidak
dijumpai. Mual dan muntah tidak dijumpai.. Riwayat minum obat-obatan herbal
dijumpai. Riwayat perut dikusuk disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal.
Pasien sebelumnya kontrol kehamilan di dokter spesialis kandungan dan
didiagnosis janin tidak berkembang kemudian di rujuk ke RS USU. Pasien ini
didiagnosis dengan Missed abortion. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik obstetrik dan pemeriksaan penunjang USG.
Kemudian pasien ini dilakukan kuretase pada tanggal 21 September 2019.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Kehamilan. Dalam:


Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002: hal. 302 - 312.
2. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health
Profile 2003. Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-
tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf
3. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah
Denpasar. 2003
4. Wenstrom KD. Abortion. In: Cunningham FG, et all. William Obsetrics. 22nd
ed. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc; 2005: p. 231-247.
5. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In: Berek JS, et all.
Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002: p. 507 - 9.
6. Griebel CP, et all. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home New &
Publications Joumals American Family Physician. October 01 2005;72;1.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16225027.
7. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In:
AmericanFamilyPhysician.December1993.http://www/findarticles.com/p/articles/
mi_m3255/isn8_v48/ai_14674724/pg_1.
8.Valley, VT. Abortion Incomplete. In: Emedicine.
http://www.emedicene.com/emerg/obs-tetrics and gynecology.htm last update:
August, 2008.
9. Lindsey, JL. Missed Abortion. Available from htpp ://
www.emedicine.com/med/topic last update: August, 2007.

40

Anda mungkin juga menyukai