Missed Abortion
Pembimbing:
Penyusun:
MEDAN
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-NYa sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Missed Abortion”.
Penulis sangat menyadari laporan kasus ini pasti tidak luput dari
kekurangan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 25 September2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak
persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi
juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu.
Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan,
infeksi dan eklampsia.
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak
aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8
kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak
aman) dintaranya bahkan terjadi di negara berkembang.
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi,
artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan
gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar. Suatu hal yang
dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di
negara-negara dimana aborsi dilarang keras oleh undang-undang.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori-
teori tentang Abortus, terutama mengenai Abortus Insipiens mulai dari definisi
sampai prognosisnya. Penyusunan penulisan laporan kasus ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
dan mengenal Abortus Insipiens.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
7
2.3. Etiologi dan Faktor Resiko
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek,
8
cytomegalovirus Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab
abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi
Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari traktus genetalia sebagaian
wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan
bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan
abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan
penyebab utama5.
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes
mellitus, dan defisiensi progesteron5,9. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika
kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defisiensi progesteron karena
kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai
hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi
mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan
mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan
dalam peristiwa kematiannya5.
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea
serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap
9
deplesi nutrient yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus spontan.
Sebagaian besar mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk
mengurangi abortus spontan.
f. Faktor-faktor Imunologis
h. Laparotomi
10
i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
j. Kelainan Uterus
11
endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil
pembuahan.
k. Inkompetensi serviks
12
Gambar 2.1 Kromosom trisomi2
Pada plasenta seperti endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda
misalnya karena hipertensi yang menahun.
2.4. Klasifikasi
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan
sedangkan abortus yang terjadi akibat suatu tindakan tertentu disebut abortus
provokatus. Bila tindakan yang dilakukan merupakan suatu indikasi medis yang
berguna untuk menyelamatkan ibu dan janin maka disebut dengan abortus
provokatus medisinalis/terapeutik sedangkan bila disebabkan oleh suatu tindakan
kejahatan maka disebut dengan abortus provokatus kriminalis.
13
Gambar 2.2 Jenis-jenis abortus
a. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh
mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.
Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus sesuai dengan umur kehamilan dan tes
kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat
dilakukan dengan melihat kadar hormone hCG pada urin dengan cara melakukan
tes urin kehamilan tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin
keduanya masih positif maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10
14
hasilnya negative maka prognosisnya dubia ad malam.Pemeriksaan USG untuk
mengetahui pertumbuhan janin dan keadaan plasenta apakah sudah terlepas atau
belum.Diperhatikan ukuran biometri/ kantong gestasi apakah sesuai dengan umur
kehamilan berdasarkan HPHT, denyut jantung janin, dan gerakan janin, ada
tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan
berhenti.Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi
tambahan hormone progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya
abortus.Penderita boleh dipulangkan setelah terjadi perdarahan dengan pesan tidak
boleh berhubungan seksual dulu sampai kurang lebih 2 minggu.1
b. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan. Besar uterus masih sesuai umur kehamilan dan tes urin kehamilan
masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran masih normal
sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks
uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada atau tidaknya pelepasan plasenta
dari dinding uterus.
15
Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uretonika, dan
antibiotika profilaksis.1
c. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
d. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada
yang tertinggal dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam
uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan
teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum.Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau
sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian
placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus.Pasien dapat jatuh
dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi
dikeluarkan.Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan
umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian
disiapkan tindakan kuretase. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan
dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperekoik
yang bentuknya tidak beraturan.
16
baik dan perdarahan bisa berhenti.Selanjutnya dilakukan tindakan
kuretase.Pascatindakan perlu diberikan uretonika parenteral ataupun peroral dan
antibiotika. 1
e. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan.
17
dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika
tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar
dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
f. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang
mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trophoblast cross reactive. Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau
tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfuse
leukosit atau heparinisasi.
18
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat
genitalia.Abortus septik adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).
2.6. Patogenesis
19
terjadinya berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan
nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi
terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing
terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa waktu.
2.8. Diagnosis
20
ii. Nyeri pada abdomen bawah.
iii. Riwayat amenorea
Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan
memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin. Apabila
ultrasonografitransvaginal menunjukkan sebuah rahim kosong dan tingkat serum
hCG kuantitatif lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L), kehamilan
ektopik harus dipikirkan. Ketika ultrasonografi transabdominal dilakukan, sebuah
rahim kosong harus menimbulkan kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG
kuantitatif lebih besar dari 3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang
ditemukan kosong pada pemeriksaan USG dapat mengindikasikan suatu abortus
kompletus, tetapi diagnosis tidak definitif sehingga kehamilan ektopik
disingkirkan.Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan, diagnosa abortus menurut
gambaran klinis adalah seperti berikut:4
21
Pemeriksaan obstetri – fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan
bunyi jantung janin tidak ada.
Pemeriksaan penunjang – USG, laboratorium (Hb, trombosit,
fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin).
e. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
Histerosalfingografi – untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau
tidak gangguan glandula thyroidea.
f. Abortus Septik (Septic abortion)
Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong
di luar rumah sakit.
Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan
sebagainya.
Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri
tekan dan leukositosis.
Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi
kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.
2.9. Penatalaksanaan
22
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.
23
Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat
untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan
kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan
negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60 ml.
Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika dibandingkan
dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang dari 12 minggu,
dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada serviks maupun
analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat dilakukan sampai
pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan dan pengalaman
operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara 95 - 100%.
Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10
menit5,3. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase
disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar dan
bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia eksterna,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disondase dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukkan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-lahan
dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri sudah
bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula dengan
miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan timbul
gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30 menit
tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan
lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian1,3.
24
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan
efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98%
pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit,
metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai
ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol)
diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron
digunakan secara luas, bekerja dengan cara mengikat reseptor progesteron,
sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang
digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan pemberian
prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut
yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada
perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan
fase yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.
Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal
ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3.
2.10. Prognosis
2.11. Komplikasi
25
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi,
seperti perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang
tidak lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah
trimester pertama. Panas bukan merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila
pengobatan dengan antibiolik yang memadai segera dimulai5.
26
BAB 3
STATUS PASIEN
ANAMNESA PRIBADI
Umur : 26 tahun
Suku : Batak
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
ANAMNESA PENYAKIT
Ny. RNN, 26 tahun, G1P0A0, Batak, Islam, SMA, ibu rumah tangga, menikah
dengan Tn. A, 30 tahun, Batak, Islam, S1, Pegawai swasta, datang ke Poliklinik
RS Universitas Sumatera Utara pada tanggal 20 September 2019 pukul 10.30
dengan:
27
perut dikusuk disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal. Pasien
sebelumnya kontrol kehamilan di dokter spesialis kandungan dan
didiagnosis janin tidak berkembang kemudian di rujuk ke RS USU.
RPT : Tidak Ada
RPO : Tidak Ada
Riwayat operasi: Tidak Ada
RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Volume : ± 3 doek/hari
Nyeri : ada
HPHT : 07/07/2019
TTP : 14/04/2020
ANC : 1x ke SpOG
RIWAYAT PERNIKAHAN
Pasien menikah 1 kali pada usia 25 tahun dengan suami berusia 29 tahun
RIWAYAT PERSALINAN
1. Hamil ini
28
PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN
Status Presens:
Status Generalisata :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil isokor, kanan = kiri
29
Ekstremitas: LLA: 23,5 cm, akral hangat, CRT< 2 detik, clubbing finger (-),
oedem pretibial(-/-)
Status Lokalisata:
Status Ginekologi:
Inspekulo : tidak dijumpai perdarahan dari OUE, F/A (-), darah (-)
lividae (+)
VT : Serviks tertutup, uterus tidak teraba, adnexa kanan
dan kiri tidak teraba massa, parametrium lemas, kavum
Douglas tidak menonjol.
Sarung Tangan : Darah (-), F/A (-)
30
LABORATORIUM (12/09/2019)
DIAGNOSA KERJA
Missed Abortion
RENCANA TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
- IVFD RL 20 gtt/menit
RENCANA TINDAKAN
- Kuretase (21/09/2019)
31
BAB 4
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Follow up
P :
• IVFD RL 20 gtt/menit
• Injeksi cefazolin 2 gram
• 2 tablet misoprostol pervaginam 3 jam sebelum
kuretase (peroral)
• 1 tablet misoprostol 1 jam sebelum kuretase
(sublingual)
R/ Kuretase hari ini
32
22/09/2019 S : nyeri perut
O :Status Presens
Sens : CM
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 87 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,3oC
Status Lokalisata
Abdomen : soepel, peristaltik (+)N
TFU : 1 jari di bawah pusat
P/V : (+) spotting
BAK : (+) normal
BAB : (+) normal
A : Post kuretase a/i missed abortion
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ketorolac 30 mg/IV/8 jam
Inj. Ranitidine 50 mg/IV/12 jam
Inj. metilergometrin 1 amp/8 jam
Cefixime tablet 2x100 mg
R/ PBJ
33
34
LAPORAN OPERASI
Terapi :
35
BAB 5
DISKUSI
TEORI KASUS
36
dengan tanda-tanda kehamilan sekunder tidak dijumpai. Mual dan
pada payudara mulai menghilang. muntah tidak dijumpai..
Riwayat minum obat-
Kadangkala missed abortion juga
obatan herbal dijumpai.
diawali dengan abortus iminens yang
Riwayat perut dikusuk
kemudian merasa sembuh tetapi
disangkal. BAK dan BAB
pertumbuhan janin terhenti. Pada
dalam batas normal. Pasien
pemeriksaan tes urin kehamilan
sebelumnya kontrol
biasanya negatif setelah satu minggu
kehamilan di dokter
dari terhentinya pertumbuhan
spesialis kandungan dan
kehamilan.
didiagnosis janin tidak
Pada pemeriksaan USG akan
berkembang kemudian di
didapatkan uterus yang mengecil,
rujuk ke RS USU.
kantong gestasi yang mengecil, dan
Status Presens: dalam batas
bentuknya tidak beraturan disertai
normal.
gambaran fetus yang tidak ada tanda-
Status Generalisata: dalam
tanda kehidupan.
batas normal.
Status Lokalisata:
Abdomen: simetris, soepel, TFU
tidak teraba massa, nyeri tekan (-
), peristaltik (+) dalam batas
normal
Perdarahan vagina :-
Status Ginekologi:
37
teraba massa,
parametrium lemas,
kavum Douglas tidak
menonjol.
Sarung Tangan : Darah (-),
F/A (-)
.
Pemeriksaan USG TVS
Fetal pole (+), fetal echo (-),
diamnion.
38
BAB 6
KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
40