Anda di halaman 1dari 16

Clinical Science Session

PELVIC INFLAMMATORY DISEASE

Oleh :

Istiqa Dwi Pertiwi 1840312435

Ayu Wulandari Utami 1840312440

Preseptor :

dr. Ferdinal Ferry, Sp.OG (K)

1
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelvic inflammatory disease (PID) disebut juga dengan salpingitis,


endometritis, metritis, parametritis, adnexitis, atau lebih sering dikenal dengan
penyakit radang panggul. PID merupakan infeksi polimikrobial yang terjadi pada
saluran genital terutama pada endometrium dan tuba fallopi. Dua bakteri yang
paling umum menyebabkan PID adalah Chlamydia trachomatis atau Neisseria
gonorrhoeae. Infeksi menyebar ke atas dari serviks ke uterus, tuba fallopi,
ovarium, dan struktur sekitarnya1.
Bakteri dapat menginfeksi saluran telur dan menyebabkan radang. Ketika
ini terjadi, jaringan normal dapat menjadi bekas luka dan memblokir bagian
normal telur, dan menyebabkan infertilitas. Tetapi jika saluran telur sebagian
diblokir, telur bisa implan luar rahim dan menyebabkan kondisi yang berbahaya
disebut kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik dapat menyebabkan perdarahan
internal dan bahkan kematian2.
Setiap tahunnya terdapat hampir satu juta wanita terdiagnosa menderita
PID.3 Penyakit ini merupakan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan banyak
diderita oleh wanita berusia antara 16 – 25 tahun. WHO menyebutkan bahwa
penyakit ini lebih banyak terdapat pada negara miskin terutama Afrika dan Asia
Tenggara karena faktor sosio-ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan yang
kurang memadai3. Dampak penyakit ini berupa infertilitas, kehamilan ektopik
(kehamilan di tuba fallopi atau di tempat lain di luar rahim), nyeri kronis pada
abdomen bagian bawah, dan persalinan premature.4
Di Indonesia, jumlah penderita PID belum diketahui dengan jelas namun
negara berkembang seperti Indonesia sangat rentan terhadap PID. Karenanya,
dibutuhkan pengetahuan tentang PID agar dapat dicegah, didiagnosa dini, dan
ditatalaksana dengan cepat dan segera.

3
1.2 Batasan Penulisan
Penulisan Clinical Science Session ini membahas mengenai definisi hingga
komplikasi pelvic inflammatory disease / penyakit radang panggul.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca dan


penulis mengenai pelvic inflammatory disease / penyakit radang panggul.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi PID (Pelvic Inflammatory Disease)


Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah
infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,
tubafalopii, ovarium, miometrium, parametrium, dan peritonium panggul. PID
adalah infeksi yang paling penting dan merupakan komplikasi infeksi menular
seksual yang paling biasa.5 Pelvic Inflamatory Disease adalah suatu kumpulan
radang pada saluran genital bagian atas oleh berbagai organisme secara
perkontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan
seksual.6 Batas antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri internum7

(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Organ reproduksi wanita, (b) Peradangan pada panggul

5
2.2. Epidemiologi PID (Pelvic Inflammatory Disease)

PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID
terjadi di Amerika Serikat dalam setahun dan total biaya yang dikeluarkan
melebihi 7 juta dollar per tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan
rawatan inap. PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44
tahun.8 Diperkirakan 100000 wanita menjadi infertil diakibatkan oleh PID.2
WHO mengalami kesulitan dalam menentukan prevalensi PID akibat dari
beberapa hal termasuk kurangnya pengenalan penyakit oleh pasien, kesulitan
akses untuk merawat pasien, metode subjektif yang digunakan untuk
mendiagnosa, dan kurangnya fasilitas diagnosti pada banyak negara berkembang,
dan sistem kesehatan masyarakat yang sangat luas.1

2.3. Etiologi PID (Pelvic Inflammatory Disease)

PID biasanya disebabkan oleh mikroorganisme penyebab penyakit menular


seksual seperti N. Gonorrhea dan C. Trachomatis. Mikroorganisme endogen
yang ditemukan di vagina juga sering ditemukan pada traktus genitalia wanita
dengan PID. Mikroorganisme tersebut termasuk bakteri anaerob seperti prevotella
dan peptostreptokokus seperti G. vaginalis. Bakteri tersebut bersama dengan flora
vagina menyebar secara asenden dan secara enzimatis merusak barier mukosa
serviks.9

N.
gonorrhea dan C. Trachomatis telah diduga menjadi agen etiologi utama
PID, baik secara tunggal maupun kombinasi.2 C. trachomatis adalah bakteri
intraseluler patogen. Secara klinis, infeksi akibat parasit intraseluler obligat ini
bermanifestasi dengan servisitis mukopurulen.1 Bakteri fakultatif anaerob dan
flora endogen vagina dan perineum juga diduga menjadi agen etiologi potensial
untuk PID. Yang termasuk diantaranya adalah Gardnerella vaginalis,
Streptokokus agalactiae, Peptostreptokokus, Bakteroides, dan mycoplasma
genital, serta ureaplasma genital. Patogen nongenital lain yang dapat
menyebabkan PID yaitu haemophilus influenza dan Haemophilus parainfluenza.2
Actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan AKDR. Pada

6
negara yang kurang berkembang, PID mungkin disebabkan juga oleh salpingitis
granulomatosa yang disebabkan Mycobakterium tuberkulosis dan Schistosoma.2

2.4. Faktor Risiko PID (Pelvic Inflammatory Disease)


Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, diantaranya adalah proses
menstruasi yang dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan
endometrium sehingga pertahanan dari uterus berkurang. Darah menstruasi juga
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Wanita yang
menggunakan douche (cairan pembersih vagina) juga memiliki risiko lebih tinggi
terkena PID dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan douche.3
Selain hal tersebut di atas, hal utama penyebab timbulnya PID adalah
aktivitas seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan
aktif secara seksual berjumlah sekitar 85%, sedangkan 15% disebabkan karena
luka pada mukosa misalnya akibat AKDR atau kuretase.8
Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita
dengan lebih dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki peningkatan resiko
sebesar tiga kali lipat. Usia muda juga merupakan salah satu faktor risiko yang
disebabkan oleh kurangnya kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh
kurangnya imunitas. Remaja dengan usia kurang dari 25 tahun memiliki lendir
serviks yang tipis. Dengan kondisi ini bakteri lebih mudah masuk melalui serviks
dibandingkan lendir serviks yang tebal pada usia yang lebih dewasa8.

2.5. Patogenesis PID (Pelvic Inflammatory Disease)

PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke


traktus genital atas dari vagina dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung
jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis
dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.2

Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap. Tahap pertama melibatkan


akuisisi dari vagina atau infeksi servik. Tahap kedua timbul oleh penyebaran
asenden langsung mikroorganisme dari vagina dan serviks. Mukosa serviks
menyediakan barier fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek dari
barier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul
7
selama ovulasi dan mestruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat timbul
akibat terapi antibiotik dan penyakit menular seksual yang dapat mengganggu
keseimbangan flora endogen, menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh
secara berlebihan dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi
dangan aliran menstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden
dari mikrooragnisme. Hubungan seksual juga dapat menyebabkan infeksi asenden
akibat dari kontraksi uterus mekanis yang ritmik. Bakteri dapat terbawa bersama
sperma menuju uterus dan tuba.1

Gambar 2.2 Patofisiologi Pelvic Inflammatory Disease

AKDR telah diduga merupakan predisposisi terjadinya PID dengan


memfasilitasi transmisi mikroorganisme ke traktus genitalia atas.2 Kontrasepsi
oral justru mengurangi resiko PID yang simptomatik, mungkin dengan
meningkatkan viskositas mukosa oral, menurunkan aliran menstrual antegrade dan
retrograde, dan memodifikasi respon imun local.1

Pada traktus bagian atas, jumlah mikroba dan faktor host memiliki peranan
terhadap derajat inflamasi dan parut yang dihasilkan. Infeksi uterus biasanya
terbatas pada endometrium, namun dapat lebih invasive pada uterus yang gravid
atau postpartum. Infeksi tuba awalnya melibatkan mukosa, tapi inflamasi
8
transmural yang dimediasi komplemen yang bersifat akut dapat timbul cepat dan
intensitas terjadinya infeksi lanjutan pun meningkat. Inflamasi dapat meluas ke
struktur parametrial, termasuk usus. Infeksi dapat pula meluas oleh tumpahnya
materi purulen dari tuba fallopi atau via penyebarana limfatik dalam pelvis
menyebabkan peritonitis akut atau perihepatitis akut.1

2.6. Klasifikasi PID (Pelvic Inflammatory Disease)


Klasifikasi PID berdasarkan klinis dan penyebabnya yaitu :10
SINDROM KLINIS PENYEBAB
PID akut (Durasi ≤ 30 hari)  Patogen servikal (N.gonorrhoeae, C. trachomatis,
dan M. genitalium)
 Patogen bakterial vaginosis
(Peptostreptococcus.sp, M. hominis dan
Clostridia.sp)
 Patogen respiratori (H, influenza, S. pneumonia,
streptococcus grup A, dan S. aureus)
 Patogen enteric (E. Coli, Bracteroides fragilis,
Streptococcus grup B, dan Campylobacter.sp)
PID Subklinis C.trachomatis dan N. gonorrhoeae
PID kronik (durasi > 30 hari) Mycobacterium tuberculosis dan Actinomyces.sp

Klasifikasi berdasarkan lokasinya :


1. Endometritis.
a. Endometritis akut
b. Endometritis kronik
2. Myometritis
3. Parametritis (celulit pelvica)
4. Salpingitis

9
5. Salpingitis dan oophoritis (adneksitis)
6. Pelvioperitonitis (perimetritis)

2.7. Manifestasi Klinis dan Kriteria Diagnosis5,11

Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri


abdominopelvik. Keluhan lain bervariasi, antar lain keluarnya cairan vagina, atau
perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan disuria. Demam terlihat pada 60%
– 80% kasus. Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang di
kemukakan sangat bervariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan
adneksa, PID didiagnosis dengan akurat hanya sekitar 65%. Karena akibat buruk
PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik, maka PID harus dicurigai pada
perempuan beresiko dan diterapi secara agresif. Kriteria diagnosis diagnostik dari
CDC dapat membantu akurasi diagnosis dan ketepatan terapi.5,11
Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut : (ketiga
tiganya harus ada), yaitu:5,11
 Nyeri gerak serviks
 Nyeri tekan uterus
 Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut adalah dapat di pakai untuk menambah
spesifisitas kriteria minimum dan mendukung diagnosis PID, yaitu:5,11
 Suhu oral < 38,3°C
 Cairan serviks atau vagina tidak normal mukokurulen.
 Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina
dengan salin
 Kenaikan laju endap darah
 Protein reaktif – C meningkat
 Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh N. gonorrhoeae atau C.
trachomatis
Keiteria diagnosis PID sangat spesifik meliputi :5,11
 Bipsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis

10
 USG transvaginal atau MRA memperlihatkan tuba menebal penuh berisi
cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo –
ovarial atau pemeriksaan dopler menyarankan infeksi panggul (missal
hiperemi tuba)
 Hasil pemeriksaan laporoskopi yang konsisten dengan PID

Beberapa ahli menganjurkan bahwa pasien dengan PID di rawat inap agar
dapat segera di mulai istirahat baring dan pemberian antibiotika parenteral dalam
pengawasan, akan tetapi untuk pasien pasien PID ringan atau sedang rawat jalan
dapat memberikan penyelesaian terapi jangka pendek dan panjang yang sama
dengan rawat inap. Keputusan untuk rawat inap ada di tangan dokter yang
merawat dan apakah ada kriteria sebagai berikut :5,11
 Kedaruratan bedah (misal apensisitis) tidak dapat di kesampingkan.
 Pasien sedang hamil
 Pasien tidak memberi respons klinis terhadap antimikrobia oral
 Pasien tidak mampu mengikuti atau menaati pengobatan rawat jalan
 Pasien menderita sakit berat mual dan muntah, atau demam tinggi
 Ada abses tubo ovarial

2.8. Diagnosis Banding PID (Pelvic Inflammatory Disease)


1. Tumor adnexa
2. Apendicitis
3. Servicitis
4. Kista ovarium
5. Tersio ovarium
6. Aborsi spontan
7. Infeksi saluran kemih
8. Kehamilan ektopik
9. Endometriosis

2.9. Terapi PID (Pelvic Inflammatory Disease)5

PADA WANITA TIDAK HAMIL


11
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik infeksi
kronik. Pemilihan antibiotika harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N.
Gonorrhoeae atau C. Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat polimik
krobial PID.5
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinisi menganjutkan
terapi parenteral diberikan paling tidak selama 48 jam, kemudian dilanjutkan
dengan terapi oral 24 jam setelah ada perbaikan klinis.5

Rekomendasi terapi dari CDC.5,11


a. Terapi perenteral
 Rekomendasi terapi parenteral A
- Sevotetan 2 g intavena setiap 12 jam atau
- Sevoksitin 2 g intravena setiap 6 jam ditambah
- Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam
 Rekomendasi terapi parenteral B
- Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah
- Gentamicin dosis muatan intravena atau intramuskuler (2 mg / kgBB)
diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg / kgBB) Setiap 8 jam. Dapat
diganti dengan dosis tunggal harian.
 Terapi parenteral alternative
Tiga terapi alternatif telah di coba dan mereka mempunyai cakupan
spektrum yang luas
- Levofloksasin500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam atau
- Ofloksasin 400 mg intravena stiap 12 jam dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg intraven setiap 8 jam atau
- Ampisilin/sulbaktam 3 mg intavena setiap 6 jam ditambah Doksisiklin
100 mg oral atau intravena setiap 12 jam.

12
b. Terapi oral5
Terapi oral dapat di pertimbangkan untuk penderita PID atau sedang
karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang
mendapat terapi dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus
dire-evaluasi untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi
parenteral baik dengan rawat jalan maupun inap.5
 Rekomendasi terapi A
- Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin
400 mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
- Metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari

 Rekomendasi terapi B
- Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal ditambah doksisiklin
oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg
oral 2x sehari selama 14 hari atau
- Sefoksitin 2 g intramuscular dosis tunggal dan probenesid ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
- Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim atau sefotaksim) di
tambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.

PADA WANITA HAMIL


Pada ibu hamil yang terkena radang panggul tidak boleh di berikan
antibiotic dan kemungkinan akan dilakukan terminasi.

PADA IBU MENYUSUI


Pada ibu menyusui yang terkena radang panggul boleh diberikan
antibiotic, seperti :
1. Ceftriaxone : Dianggap aman untuk digunakan selama menyusui
oleh American Academy of pediatric.

13
2. Doksisiklin : Dapat menyebabkan noda gigi atau menghambat
pertumbuhan tulang. Produsen obat klaim serius potensi efek
samping.
3. Metronidazol : Potensi resiko pertumbuhan tulang.

Infeksi radang panggul karena IUD, dilakukan pemberian antibiotic dulu


dan dilakukan observasi beberapa hari dan jika tidak ada perbaikan maka
dilakukan pelepasan IUD karena kemungkinan infeksi disebabkan oleh IUD.

2.10. Komplikasi PID (Pelvic Inflammatory Disease)

Sekitar 25% pasien PID mengalami akibat buruk jangka panjang. Penelitian telah
menunjukkan bahwa menunda pengobatan sedikitnnya 2-3 hari dapat
menyebabkan peningkatan resiko infertilitas. Komplikasi PID yaitu :5
 Infertilitas : resiko infertile setelah terkena PID jumlah dan tingkat
keparahannya
 Kehamilan ektopik
 Nyeri panggul kronis
 Perihepatitis ( sindrom fitz- hugh Curtis ) : menyebabkan nyeri kuadran
kanan atas
 Abses tubo ovarium
 Reiter’s syndrome ( reaktif arthritis )
 Pada kehamilan : PID dikaitkan dengan peningkatan persalinan prematur,
dan morbiditas ibu dan janin
 Neonatal : transmisi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae dapat
menyebabkan ophthalmia neonatorum pneumonitis clamidia juga bisa terjadi.

14
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah


infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium,
tubafalopii, ovarium, miometrium, parametrium, dan peritonium panggul. PID
adalah infeksi yang paling penting dan merupakan komplikasi infeksi menular
seksual yang paling biasa. Batas antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri
internum. PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44 tahun.8
Diperkirakan 100.000 wanita menjadi infertil diakibatkan oleh PID.
PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke
traktus genital atas dari vagina dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung
jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis
dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.
Keluhan atau gejala yang paling sering adalah nyeri abdominopelvik.
keluarnya cairan vagina, atau perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan
dysuria, dan demam. Kriteria diagnosis PID yaitu bila ditemukan nyeri tekan
serviks, uterus, dan adneksa.
Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik infeksi
kronik. Banyak pasien yang berhasil di terapi dengan rawat jalan dan terapi rawat

15
jalan dini harus menjadi pendekatan terapiotik permulaan. Pemilihan antibiotika
harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N. Gonorrhoeae atau C.
Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinis menganjurkan
terapi parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi
oral dengan 24 jam setelah ada perbaikan klinis.

Komplikasi yang mungkin timbul yaitu infertilitas, kehamilan ektopik,


hingga sindrom fitz- hugh Curtis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Shepherd, Suzanne M. Pelvic Inflammatory Disease. 2010.


2. Reyes, Iris. Pelvic Inflammatory Disease. 2010.
3. Sharon A.Mangan, Pediatric Hospital Medicine Text Book of Inpatient
Management, 2nd Edition, Lippincott Williams& Wilkins. 2008;88
4. David E.Shoper, Pelvic inflammatory disease, The American College of
Obstetrician and Gynecologist, Lippincott Williams& Wilkins. August
2010;116(2).
5. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. PT Bina Pustaka.
Jakarta. 2011.
6. Widyastuti,Yani dkk. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya:
Yogyakarta.2009.
7. Marmi, Retno. A.M.S., Fatmawati. E. Asuhan Kebidanan Patologi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2011.
8. Pernoll, Martin L. 2001. Pelvic Inflammatory Disease dalam Benson &
Pernoll’s handbook of Obstetric and Gynecology 10th edition. USA :
McGrawhill Companies.
9. Berek, Jonathan S. 2007. Pelvic Inflammatory Disease dalam Berek &
Novak’s Gynekology 14th Edition. California : Lippincott William &
Wilkins
10. Brunham RC, Gottlieb SL, Paavonen J. Pelvic Inflammatory Disease. The
New England Journal of Medicine. 2015;372:2039-48.
11. Center for Disease Control and Prevention. Sexually Transmitted Disease
Treatment Guidlines. MMWR, 2006; 55(RR-11): 1-94.

16

Anda mungkin juga menyukai