Oleh :
Preseptor :
1
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
2019
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Batasan Penulisan
Penulisan Clinical Science Session ini membahas mengenai definisi hingga
komplikasi pelvic inflammatory disease / penyakit radang panggul.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Organ reproduksi wanita, (b) Peradangan pada panggul
5
2.2. Epidemiologi PID (Pelvic Inflammatory Disease)
PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID
terjadi di Amerika Serikat dalam setahun dan total biaya yang dikeluarkan
melebihi 7 juta dollar per tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan
rawatan inap. PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44
tahun.8 Diperkirakan 100000 wanita menjadi infertil diakibatkan oleh PID.2
WHO mengalami kesulitan dalam menentukan prevalensi PID akibat dari
beberapa hal termasuk kurangnya pengenalan penyakit oleh pasien, kesulitan
akses untuk merawat pasien, metode subjektif yang digunakan untuk
mendiagnosa, dan kurangnya fasilitas diagnosti pada banyak negara berkembang,
dan sistem kesehatan masyarakat yang sangat luas.1
N.
gonorrhea dan C. Trachomatis telah diduga menjadi agen etiologi utama
PID, baik secara tunggal maupun kombinasi.2 C. trachomatis adalah bakteri
intraseluler patogen. Secara klinis, infeksi akibat parasit intraseluler obligat ini
bermanifestasi dengan servisitis mukopurulen.1 Bakteri fakultatif anaerob dan
flora endogen vagina dan perineum juga diduga menjadi agen etiologi potensial
untuk PID. Yang termasuk diantaranya adalah Gardnerella vaginalis,
Streptokokus agalactiae, Peptostreptokokus, Bakteroides, dan mycoplasma
genital, serta ureaplasma genital. Patogen nongenital lain yang dapat
menyebabkan PID yaitu haemophilus influenza dan Haemophilus parainfluenza.2
Actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan AKDR. Pada
6
negara yang kurang berkembang, PID mungkin disebabkan juga oleh salpingitis
granulomatosa yang disebabkan Mycobakterium tuberkulosis dan Schistosoma.2
Pada traktus bagian atas, jumlah mikroba dan faktor host memiliki peranan
terhadap derajat inflamasi dan parut yang dihasilkan. Infeksi uterus biasanya
terbatas pada endometrium, namun dapat lebih invasive pada uterus yang gravid
atau postpartum. Infeksi tuba awalnya melibatkan mukosa, tapi inflamasi
8
transmural yang dimediasi komplemen yang bersifat akut dapat timbul cepat dan
intensitas terjadinya infeksi lanjutan pun meningkat. Inflamasi dapat meluas ke
struktur parametrial, termasuk usus. Infeksi dapat pula meluas oleh tumpahnya
materi purulen dari tuba fallopi atau via penyebarana limfatik dalam pelvis
menyebabkan peritonitis akut atau perihepatitis akut.1
9
5. Salpingitis dan oophoritis (adneksitis)
6. Pelvioperitonitis (perimetritis)
10
USG transvaginal atau MRA memperlihatkan tuba menebal penuh berisi
cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo –
ovarial atau pemeriksaan dopler menyarankan infeksi panggul (missal
hiperemi tuba)
Hasil pemeriksaan laporoskopi yang konsisten dengan PID
Beberapa ahli menganjurkan bahwa pasien dengan PID di rawat inap agar
dapat segera di mulai istirahat baring dan pemberian antibiotika parenteral dalam
pengawasan, akan tetapi untuk pasien pasien PID ringan atau sedang rawat jalan
dapat memberikan penyelesaian terapi jangka pendek dan panjang yang sama
dengan rawat inap. Keputusan untuk rawat inap ada di tangan dokter yang
merawat dan apakah ada kriteria sebagai berikut :5,11
Kedaruratan bedah (misal apensisitis) tidak dapat di kesampingkan.
Pasien sedang hamil
Pasien tidak memberi respons klinis terhadap antimikrobia oral
Pasien tidak mampu mengikuti atau menaati pengobatan rawat jalan
Pasien menderita sakit berat mual dan muntah, atau demam tinggi
Ada abses tubo ovarial
12
b. Terapi oral5
Terapi oral dapat di pertimbangkan untuk penderita PID atau sedang
karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang
mendapat terapi dan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus
dire-evaluasi untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi
parenteral baik dengan rawat jalan maupun inap.5
Rekomendasi terapi A
- Levofloksasin 500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau ofloksasin
400 mg 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
- Metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
Rekomendasi terapi B
- Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal ditambah doksisiklin
oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg
oral 2x sehari selama 14 hari atau
- Sefoksitin 2 g intramuscular dosis tunggal dan probenesid ditambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
- Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim atau sefotaksim) di
tambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.
13
2. Doksisiklin : Dapat menyebabkan noda gigi atau menghambat
pertumbuhan tulang. Produsen obat klaim serius potensi efek
samping.
3. Metronidazol : Potensi resiko pertumbuhan tulang.
Sekitar 25% pasien PID mengalami akibat buruk jangka panjang. Penelitian telah
menunjukkan bahwa menunda pengobatan sedikitnnya 2-3 hari dapat
menyebabkan peningkatan resiko infertilitas. Komplikasi PID yaitu :5
Infertilitas : resiko infertile setelah terkena PID jumlah dan tingkat
keparahannya
Kehamilan ektopik
Nyeri panggul kronis
Perihepatitis ( sindrom fitz- hugh Curtis ) : menyebabkan nyeri kuadran
kanan atas
Abses tubo ovarium
Reiter’s syndrome ( reaktif arthritis )
Pada kehamilan : PID dikaitkan dengan peningkatan persalinan prematur,
dan morbiditas ibu dan janin
Neonatal : transmisi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae dapat
menyebabkan ophthalmia neonatorum pneumonitis clamidia juga bisa terjadi.
14
BAB III
KESIMPULAN
15
jalan dini harus menjadi pendekatan terapiotik permulaan. Pemilihan antibiotika
harus ditujuakan pada organisme etiologi utama (N. Gonorrhoeae atau C.
Trachomatis) tetapi juga harus mengarah pada sifat polimikrobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama. Sebagian besar klinis menganjurkan
terapi parenteral paling tidak selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi
oral dengan 24 jam setelah ada perbaikan klinis.
DAFTAR PUSTAKA
16