Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan

pembentukan bayangan di retina. Kornea merupakan media refraksi terbesar yang dalam

pembiasan sinar, oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak

menghalangi proses tersebut. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat

menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil),

bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1

Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea.Peradangan

tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel.

Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi

menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi

menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi

menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagian

sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik,

disciform, dan bentuk lainnya. Keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau dan

merasa kelilipan. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien.

Gambaran klinik masing-masing keratitis berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan

tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka
penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen

sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan.2


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kornea

Gambar 1. Anatomi mata

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan

pembentukan bayangan di retina. Kornea merupakan media refraksi terbesar yang dalam

pembiasan sinar, oleh karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak

menghalangi proses tersebut. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat

menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil).

Kornea juga merupakan jaringan yang memiliki serabut saraf sensorik terbanyak (300-

400 serabut saraf), yang berasal dari nervus trigeminus. Kornea merupakan jaringan yang
avaskular, bersifat transparan, berukuran 11- 12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta

memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25

dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Jika kornea oedem karena suatu

sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga

penderita akan melihat halo. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari

aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea

perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang

memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika

dibandingkan dengan konjungtiva. Secara histologi, struktur kornea terdiri dari lima lapisan yaitu

epitel, membrana bowman, stroma, membrana descemet dan endotel. Epitel kornea memiliki

ketebalan 50-60 µm atau 5% dari total ketebalan kornea, dan terdiri dari tiga lapisan yang

berbeda yaitu lapisan sel superfisial, lapisan sel sayap, dan lapisan sel basal. Membran Bowman

merupakan lapisan aseluler yang dibentuk oleh serat kolagen dan merupakan modifikasi dari

bagian anterior stroma dengan ketebalan 8-14 µm. Lapisan ini tidak dapat mengalami regenerasi

dan akan digantikan oleh jaringan parut bila terjadi trauma. Stroma kornea menyusun 90% dari

seluruh ketebalan kornea. Stroma kornea tersusun atas fibril kolagen dengan 8 ukuran yang

seragam, meluas di seluruh permukaan kornea dan membentuk kelompok yang disebut lamella;

serta tersusun atas sel-sel kornea (keratosit) dan matriks ekstraseluler yang terdiri dari

glikoprotein dan glikosaminoglikan. Membran Descemet merupakan lamina basalis sel-sel

endotel kornea. Membran ini terutama tersusun dari kolagen tipe IV dan memiliki ketebalan 10-

12 µm. Endotel kornea merupakan lapisan paling dalam dari kornea. Lapisan ini terdiri atas satu

lapis sel berbentuk heksagonal yang sel-selnya tidak dapat membelah. Endotel kornea

mempunyai pengaruh yang besar dalam mempertahankan transparansi kornea.3


Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:

1) Epitel

Tebal dari epitel ini adalah 50 µm. Epitel kornea mempunyai lima lapis sel epitel tak bertanduk

yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng.

2) Membran Bowman

Membran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

3) Stroma

Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas lamel yang

merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman

yang teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang.

4) Membran Descemet

Membran Descemet merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea.

5) Endotel

Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan tebalnya 20-40 µm.

Lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea.


Gambar 2. Lapisan kornea

2.2 Keratitis

2.2.1 Definisi

Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan

tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel.

Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi

menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi

menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi

menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagian
sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik,

disciform, dan bentuk lainnya.4

2.2.2 Epidemiologi

Sekitar 25.000 orang Amerika terkena keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis

bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih

sedikit memiliki jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan

lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk 35%. di Florida.

Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di Amerika Serikat

bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesies Candida dan Aspergillus lebih

umum di negara-negara utara. secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa

kontak.5

2.2.3 Etiologi

Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan

keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex tipe 1. Selain itu penyebab lain

adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang

masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi

atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.6

2.2.4 Tanda dan Gejala Umum

Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di

seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Pada peradangan
yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukanjaringan parut (sikatrik), yang dapat

berupa nebula, makula, dan leukoma. Adapun gejala umum adalah :

• Keluar air mata yang berlebihan

• Nyeri

• Penurunan tajam penglihatan

• Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)

• Mata merah

• Sensitif terhadap cahaya 6

2.2.5 Patofisiologi

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,

seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,

wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai

makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan

tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear,

sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang

tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak

licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.7

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik

superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga

diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan

menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat

menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan

fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia,
yang berat pada keba nyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi

terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata

dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada

ulkus bakteri purulen.

Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi

kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.7

2.2.6 Klasifikasi

Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapisan yang terkena, yaitu:

1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata Subepitel)

2. Keratitis Marginal

3. Keratitis Interstisial

Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:

1. Keratitis Bakteri

2. Keratitis Jamur

3. Keratitis Virus

4. Keratitis Herpetik

a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster

b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :

Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis

5. Keratitis Alergi

a. Keratokonjungtivitis

b. Keratokonjungtivitis epidemi
c. Tukak atau ulkus fliktenular

d. Keratitis fasikularis

e. Keratokonjungtivitis vernal

Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:

1. Keratitis Flikten

2. Keratitis Sika

3. Keratitis Neuroparalitik

4. Keratitis Numuralis 4

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:

A. Keratitis Pungtata

Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak

halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik

pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai

fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah keratitis yang terkumpul di daerah

membran Bowman.8

Gambar 3. Keratitis Pungtata


B. Keratitis Marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit

infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini.

Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien usia petengahan, dengan disertai adanya

blefarokonjungtivitis.

Gambar 4. Keratitis Marginal

C. Keratitis Interstitial

Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke dalam

kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis interstitial dapat

berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

Gambar 5. Keratitis Intersisial


Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :

A.Keratitis Fungal/Jamur (Keratomikosis)

 Definisi

Keratitis infektif yang disebabkan oleh jamur merupakan diagnosis terbanyak pada

negara India, sedangkan data prevalensi di Indonesia belum tersedia. Jamur terkadang

merupakan flora normal eksternal di mata karena berhasil diisolasi dari sakus konjungtiva pada

3-28% mata normal. Pada mata yang mengalami penyakit, angka isolasi jamur dapat mencapai

17-37%.9

 Etiologi

Jamur yang umumnya terdapat pada mata normal adalahAspergillus spp., Rhodotorula

spp., Candida spp., Penicillium spp., Cladosporium spp., dan Alternaria spp. Insidensi

keratomikosis di Amerika Serikat adalah 6-20% dan umumnya terjadi di daerah pedesaan.

Aspergillus spp. merupakan penyebab terbanyak keratitis yang timbul di seluruh dunia. Candida

spp. dan Aspergillus spp. adalah penyebab keratitis jamur terbanyak di Amerika Serikat. Tanda

dan gejala Fusarium spp. dilaporkan sebagai penyebab keratitis jamur di Afrika, India, China dan

Jepang. Isolat terbanyak di negara India adalah Aspergillus spp., Penicillium spp., dan Fusarium

spp. Identifikasi jamur yang akurat sangat penting untuk pencegahan paparan di masa yang akan

datang dan penentuan modalitas terapi terbaik

Gejala keratitis jamur umumnya tidak seakut keratitis bakterial. Gejala awal dapat berupa

rasa mengganjal di mata dengan peningkatan rasa nyeri. Tanda klinis yang paling sering

ditemukan pada pemeriksaan lampu celah juga umum ditemukan pada keratitis mikrobial seperti
supurasi, injeksi konjungtiva, defek epitel, infiltrasi stroma, reaksi radang di bilik mata depan

atau hipopion. Tanda klinis yang dapat membantu penegakan diagnosis keratitis jamur

filamentosa adalah ulkus kornea yang bercabang dengan elevasi, batas luka yang iregular dan

seperti kapas, permukaan yang kering dan kasar, serta lesi satelit Tampilan pigmentasi coklat

dapat mengindikasikan infeksi oleh jamur dematiaceous Keratitis jamur juga dapat memiliki

tampilan epitel yang intak dengan infiltrat stroma yang dalam . Walaupun terdapat tanda-tanda

yang cukup khas untuk keratitis jamur, penelitian klinis gagal membuktikan bahwa pemeriksaan

klinis cukup untuk membedakan keratitis jamur dan bakterial.9

 Faktor Resiko

Faktor risiko utama untuk keratitis jamur adalah trauma okular. Faktor risiko lain untuk

keratitis jamur adalah penggunakan kortikosteroid. Steroid dapat mengaktivasi dan

meningkatkan virulensi jamur, baik melalui penggunaan sistemik maupun topikal. Faktor risiko

lainnya adalah konjungtivitis vernal atau alergika, bedah refraktif insisional, ulkus kornea

neurotrofik yang disebabkan oleh virus varicellazoster atau herpes simpleks, keratoplasti, dan

transplantasi membran amnion. Faktor predisposisi keratitis jamur untuk pasien keratoplasti

adalah masalah jahitan, penggunaan steroid topikal dan antibiotik, penggunaan lensa kontak,

kegagalan graft, dan defek epitel persisten. Trauma umumnya terjadi di lingkungan luar rumah

dan melibatkan tumbuhan. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan insiden keratitis jamur yang

disebabkan oleh Fusarium spp. pada pengguna lensa kontak yang dikaitkan dengan larutan

pembersih ReNu with MoistureLoc. Median usia pasien adalah 41 tahun dan 94% menggunakan

lensa kontak soft. Pada pemeriksaan pabrik, gudang, filtrat larutan maupun botol Renu yang

belum dibuka tidak ditemukan kontaminasi oleh jamur. Penyebab yang paling mungkin adalah

hilangnya aktivitas fungistatik akibat peningkatan suhu yang berkepanjangan. Sejak ditarik dari
peredaran pada tahun 2006, angka keratitis jamur telah kembali menurun. Selain Fusarium,

jamur lain yang juga dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak adalah

Acremonium,Alternaria, Aspergillus, Candida, Collectotrichum, and Curvularia. Jamur dapat

tumbuh di dalam matriks lensa kontak soft.

 Manifestasi Klinis

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam

bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat

menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik dengan formasi

cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.

Gambar 6. Keratitis Fungal

Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-

abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak

elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan

mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat

mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh.
Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi

konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan diagnosis klinik

dapat dipakai pedoman berikut :

- Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama

- Lesi satelit

- Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di bawah

endotel utuh

- Plak endotel

- Hypopyon, kadang-kadang rekuren

- Formasi cincin sekeliling ulku

- Lesi kornea yang indolen

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan

spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus denganbiomikroskop. Dapat dilakukan

pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India. Biopsi jaringan kornea dan diwamai

dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver.

 Terapi

Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:

 Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.

 Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, Miconazole, flukonazol,

itraconazole, econazole, dan clotrimazole.`


 Prognosis

Prognosis keratitis jamur bervariasi sesuai dengan kedalaman dan ukuran lesi serta

organisme penyebab. Infeksi superfisial yang kecil umumnya memiliki respon yang baik

terhadap terapi topikal. Infeksi stroma yang dalam atau dengan keterlibatan sklera maupun

intraokular lebih sulit untuk ditangani. Suatu penelitian intervensional prospektif mengevaluasi

terapi natamisin topikal pada 115 pasien keratitis jamur. Pada penelitian tersebut, 52 pasien

mengalami keberhasilan terapi, 27 menderita ulkus yang pulih walaupun lambat, dan 36

mengalami kegagalan terapi. Analisis multivariat memperlihatkan bahwa kegagalan terapi

berhubungan dengan ukuran lesi yang lebih dari 14 mm , adanya hipopion, dan Aspergillus

sebagai organisme penyebab. Jika penanganan medis gagal, dapat dilakukan operasi.

B. Keratitis Bakteri

 Faktor Risiko

Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah potensi

penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor risiko terjadinya keratitis bakteri

diantaranya:

- Penggunaan lensa kontak

- Trauma

- Kontaminasi pengobatan mata

- Riwayat keratitis bakteri sebelumnya

- Riwayat operasi mata sebelumnya

- Gangguan defense mechanism

- Perubahan struktur permukaan kornea


 Manifestasi Klinis

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi,

penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata

eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea

Gambar 7. Keratitis Bakterial

 Etiologi

Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri


 Manifestasi Klinis

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi,

penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata

eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea

 Terapi

Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur bakteri.

Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan:


C. Keratitis Virus

 Etiologi

Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada kornea.

Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat,

dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat

terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang

mengandung virus.10

 Patofisiologi

Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :


- Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial mengakibatkan

kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea superfisial.

- Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi

antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan

proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.

 Manifestasi Klinis

Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair,

mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena.Infeksi primer

herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis

vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga

disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer

ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat

lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma

Gambar 8. Keratitis Virus


 Pemeriksaan Penunjang

Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel raksasa,

yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus intranuclear

inklusi

 Terapi

 Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena virus

berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenic virus pada stroma

kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan.

Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti

atropine 1% atau homatropin 5%

diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus

diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam

72 jam.

 Terapi Obat

- IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam,

salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)

- Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep

- Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam

- Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.

- Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang atopi

yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.


 Terapi Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang

mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah

penyakit herpes non aktif.11

D. Keratitis Alergi

 Etiologi

Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya penderita sering

menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan. 11

 Manifestasi Klinis

- Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi sekret mukoid.

- Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)

- Gatal

- Fotofobia

- Sensasi benda asing

- Mata berair dan blefarospasme

 Terapi

- Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati

- Steroid topikal dan sistemik

- Kompres dingin

- Obat vasokonstriktor
- Cromolyn sodium topikal

- Koagulasi cryo CO2

- Pembedahan kecil (eksisi)

- Antihistamin umumnya tidak efektif

- Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:


A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa

Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada lapisan

superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk ulkus. Ulkus ini dapat sembuh

atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang menjalar dari pinggir ke tengah, dengan

pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan bagian tengah nya masih aktif, yang disebut wander

phlyctaen. Keadaan ini merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi kemudian kambuh lagi di

tempat lain bila penyebabnya masih ada dan dapat menyebabkan kelainan kornea berbentuk

bercak-bercak sikatrik, menyerupai pulau-pulau yang disertai ‘geographic pattern’.11

Gambar 9. Keratitis Flikten

B. Keratitis Sika

Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan kornea dan

konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan kornea, yaitu:

- Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis

- Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai obat diuretik, atropin

atau dijumapai pada usia tua.


- Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A, penyakit-penyakit

yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti trauma kimia, Sindrom Steven Johnson,

trakoma.

- Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir, lagoftalmus, keratitis

neuroparalitika.

- Adanya sikatrik pada kornea.

Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal, terasa seperti ada

pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket, mata terasa kering. Dari hasil pemeriksaan

didapatkan sekret mukus dengan tanda-tanda konjungtivitis dengan xerosis konjuntiva, sehingga

konjungtiva bulbi edema, hiperemi, menebal, kering, tak mengkilat, warnanya mengkilat.

Terdapat infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tes fluoresen (+). Terdapat juga benang-benang

(filamen) yang sebenarnya sekret yang menempel, karena itu, disebut juga keratitis filamentosa.11

C. Keratitis Numularis

Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas, terdapat infiltrat bulat-bulat

subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo (diduga terjadi karena

resorpsi dari infiltrat yang dimulai di tengah. Tes fluoresen (-). Keratitis ini kalau sembuh

meninggalkan sikatrik yang ringan.


Gambar 10. Keratitis Numularis

 Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya

perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan

(kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:

- Gangguan refraksi

- Jaringan parut permanent

- Ulkus kornea

- Perforasi kornea

- Glaukoma sekunder

 Prognosis

Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati

dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan

hilang penglihatan selamanya.

Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:

- Virulensi organisme
- Luas dan lokasi keratitis

- Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

- Penyulit/penyakit lain yang alami pasien

- Kepatuhan pasien dalam pengobatan

D. Keratitis Legoftalmos

Keratitis yang terjadi akibat adanya legoftalmos dimana kelopak tidak dapat menutup

dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea. Lagoftalmos akan mengakibatkan mata

terpapar sehingga terjadi trauma pada konjungtivadan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi.

Infksi ini dapat dalam bentuk konjungtivitis atau suatu keratitis.

Lagoftalmos dapat disbabkan tarikan jaringan parut pada tepi klopak, eksoftalmos,

paralise saraf facial, dan atoni orbiukularis okuli.

Lagoftalmos partial pada waktu tidur dapat ditmukan pada pasien histeria, lelah dan anak

sehat.

Pengobatan keratitis lagoftalmos ialah dengan mengatasi kausa dan air mata buatan.

Untuk mencegah infeksi sekunder diberikan salep mata.

E. Keratitis Neuroparalitik

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga

terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan persarafan

ke lima dapat terjadi akibat hrps zoster, tumor fosa posterior kranium, dan keadaan lain sehingga

kornea menjadi anstetis.

Pada kornea ini akan mudah terjadi infeksi sehinggaakan mngakibatkan terbentuknya

tukak kornea. Pada keadaan anastesis dan tanpa persarafan, kornea kehingan daya pertahananya
terhadap iritasi dari luar. Pada keadaan ini diduga terjadi kemunduran metabolism kornea yang

memudahkan terjadinya peradangan kornea.

Pasien akan mengeluhkan tajam pnglihatan menurun, silau dan tidak nyeri. Mata akan

meemberiksan gejala jarang berkeedip karena hilangnya refleks mngedip, injeksi siliar,

permukaan kornea keruh, infiltrat danvesikel pada kornea. Dapat terlihat terbentuknya

deskuamasi epitel seluruh permukaan kornea yang dimulaipada bagian tengah dan meninggalkan

sedikit lapisan pitel kornea yang sehat di dekat limbus.

Pada keadaan ini pengobatan diberikan untuk mencegah infeksi sekundenya, berupa

peengobatan keratitis, tersorafi, dan menutup pungtum lakrima.

BAB III

KESIMPULAN

Keratitis merupakan infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan

kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bowman
dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang

mengenai lapisan stroma.

Etiologi, yaitu bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan faktor predisposisi bisa

disebabkan karena trauma, pemakaian kontak lens.

Gejala dari keratitis adalah: mata merah, keluar air mata yang berlebihan,nyeri,

penurunan tajam penglihatan, radang pada kelopak mata (bengkak, merah), sensitif terhadap

cahaya.

Pengobatan pada keratitis tergantung dari penyebabnya jika disebabkan oleh bakteri

diberi antibiotika serta untuk mengurangi reaksi radang, dengan steroid.

Anda mungkin juga menyukai