Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session

PERSALINAN PRETERM

Oleh :
Istiqa Dwi Pertiwi 1840312435

Preseptor :
dr. Pasca Alfajra, Sp.OG (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI


RSUD PARIAMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020

0
BAB I

PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang

Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi


preterm/prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ
pada bayi lahir seperti paru, otak, gastrointestinal. Di negara Barat sampai 80 %
dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan pada bayi yang selamat
10% mengalami permasalahan dalam jangka panjang. Beberapa faktor
mempunyai andil dalam terjadinya persalinan preterm seperti faktor pada ibu,
faktor janin dan plasenta, ataupun faktor lain seperti sosioekonomik.1

Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi pada usia


kehamilan kurang dari 37 minggu, dimana terjadi kontraksi uterus yang teratur
yang berhubungan dengan penipisan dan dilatasi serviks. Terdapat definisi lain
tentang persalinan preterm, yaitu persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20
dan 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Bayi yang lahir prematur
memiliki berat badan lahir rendah dan hubungan antara umur kehamilan dengan
berat badan lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan intra uterin.2

Angka kejadian persalinan preterm umumnya bervariasi antara 6 – 15%


pada seluruh persalinan. Diperkirakan terdapat 12.870 persalinan preterm per
1000 kelahiran di seluruh dunia (9,6%), di USA kejadian persalinan preterm
adalah 12 -13%. di Afrika terdapat 4.047 persalinan preterm per 100 kelahiran
(11,9%) di Eropa sebesar 466 per 1000 kelahiran (6,2%), di Asia 6.097 per 1000
kelhiran atau 9,1%, dan di Asia Tenggara 6.097 per 1000 kelahiran (11,1%).2 Di
Indonesia belum ada angka yang secara nasional menunjukkan kejadian
persalinan preterm, namun pernah dilaporkan angka kejadian persalinan preterm
di rumah sakit di Jakarta sebesar 13,3% dan di rumah sakit di bandung sekitar
9,9% pada tahun 2001.3

Di Amerika Serikat pada tahun 2005, 28.384 bayi meninggal pada tahun
pertama kehidupan mereka, kelahiran kurang bulan terkait dengan dua per tiga

1
kematian ini. Angka kelahiran kurang bulan pernah menjadi penyumbang terbesar
kematian bayi di Amerika Serikat. Berbagai jenis morbiditas terutama
dikarenakan sistem organ yang imatur secara signifikan meningkat pada bayi yang
lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu dibandingkan dengan bayi yang lahir
aterm.2

Pendekatan obstetrik yang baik terhadap persalinan preterm akan


memberikan harapan terhadap ketahanan hidup dan kualitas hidup bayi preterm.
Di beberapa negara maju Angka Kematian Neonatal pada persalinan prematur
menunjukkan penurunan, yang umumnya disebabkan oleh meningkatnya peranan
neonatal intensive care dan akses lebih baik dari pelayanan ini. Di Amerika
Serikat bahkan menunjukkan kemajuan dramatis berkaitan dengan meningkatnya
umur kehamilan, dengan 50% neonatus selamat pada persalinan usia kehamilan
25 minggu, dan lebih dari 90% pada usia 28-29 minggu. Hal ini menunjukkan
bahwa teknologi dapat berperan banyak dalam keberhasilan persalinan bayi
preterm.2

1.2 Batasan Penulisan


Penulisan Clinical Science Session ini membahas mengenai definisi hingga
komplikasi persalinan preterm.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaca dan
penulis mengenai persalinan preterm.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persalinan preterm didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum


usia kehamilan 37 minggu atau kurang dari 259 hari sejak hari pertama haid
terakhir.4 Partus prematurus atau persalinan prematur juga diartikan sebagai
dimulainya kontraksi uterus yang teratur disertai pendataran dan atau dilatasi
serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang
dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) dari hari pertama haid terakhir.5 Himpunan
Kedokteran Fetomaternal (POGI) di Semarang menetapkan bahwa persalinan
preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu.6

2.2 Masalah Persalinan Preterm

Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi preterm,


yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitas.
Penelitian lain menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi lahir saling
berkaitan dengan resiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32 minggu
dengan berat bayi >1500 gram keberhasilan hidup sekitar 85% sedang pada umur
kehamilan sama dengan berat janin <1500 gram angka keberhasilan 80%. Pada
umur kehamilan <32 minggu dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilan
hanya sekitar 59%. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan persalinan preterm
tidak hanya tergantung umur kehamilan, tetapi juga berat bayi lahir.5

3
Permasalahan yang terjadi pada persalinan preterm bukan saja pada
kematian perinatal, melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan
kelainan, baik kelainan jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka
pendek yang sering terjadi adalah : RDS (Respiratory Distress Syndrome),
perdarahan intra/periventrikular, NEC (Necrotizing Entero Cilitis), displasi
bronko-pulmonar, sepsis, dan paten duktus arteriosus. Adapun kelainan jangka
panjang sering berupa kelainan neurologik seperti serebral palsi, retinopati,
retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral. Dengan melihat
permasalahan yang dapat terjadi pada bayi prematur, maka menunda persalinan
preterm, bila mungkin, masih tetap memberi suatu keuntungan. 5

2.3 Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab persalinan preterm untuk semua kasus adalah berbeda – beda.


Persalinan preterm, merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik memiliki pengaruh terhadap
terjadinya persalinan preterm. Kadang hanya resiko tunggal dijumpai seperti
distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma.1

Terdapat empat penyebab utama untuk kelahiran kurang bulan di Amerika


Serikat. yaitu :1

1. Persalinan atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi
dilahirkan dengan persalinan sesar.

2. Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban utuh.

3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik

4. Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak

Pada persalinan preterm, 30 – 35% teridentifikasi, sebanyak 40 – 45%


dikarenakan persalinan kurang bulan spontan dan 30-35% karena PPROM.2

Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang


merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi

4
rahim dan perubahan serviks, yaitu aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-
adrenal baik pada ibu maupun janin, akibat stress pada ibu ataupun janin,
inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi ascenden dari traktus
genitourinari atau infeksi sistemik, perdarahan desidua, peregangan uterus
patologik, kelainan pada uterus atau serviks. Dengan demikian, untuk
memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan preterm harus dicermati
beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan persalinan
prematur.1

Beberapa keadaan yang menyebabkan persalinan prematur adalah :

a. Indikasi Medis dan Obstetris

Preeklampsia, distress janin, kecil masa kehamilan, dan solusio plasenta


merupakan indikasi paling umum atas intervensi medis yang mengakibatkan
persalinan preterm. Penyebab lain yang kurang umum adalah hipertensi kronik,
plasenta previa, perdarahan tanpa sebab yang jelas, diabetes, penyakit ginjal,
isoimunisasi RH, dan malformasi kongenital.2

b. Ketuban Pecah Dini Preterm

Didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum persalinan dan


sebelum usia kehamilan 37 minggu, ketuban pecah dini prematur dapat
disebabkan oleh beragam mekanisme patologis termasuk infeksi intraamnion.
Faktor lain yang terlibat adalah indeks massa tubuh yang rendah kurang dari
19,8, kurang gizi, dan merokok. Wanita dengan riwayat ketuban pecah dini
preterm sebelumnya memiliki resiko yang tinggi terjadinya rekurensi pada
kehamilan berikutnya. Namun kebanyakan kasus ketuban pecah preterm terjadi
tanpa faktor resiko.2

c. Persalinan Kurang Bulan Spontan

Persalinan kurang bulan spontan dikaitkan dengan beberapa hal, yaitu


withdrawal progesteron, inisiasi oksitosin, dan aktivitas desidua. Teori

5
withdrawal progesteron menjelaskan bahwa semakin mendekati proses
persalinan sumbu adrenal janin menjadi lebih sensitif terhadap
adrenokortikotropik sehingga meningkatkan sekeresi kortisol. Kortisol janin
merangsang aktivitas 17-α hidroksidase plasenta sehingga mengurangi sekresi
progesteron dan meningkatkan produksi estrogen. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan pembentukan prostaglandin yang memicu persalinan preterm.7

Sebuah jalur penting menyebabkan inisiasi persalinan melibatkan


aktivasi inflamasi desidua. Pada kasus persalinan preterm, aktivasi desidua
tampaknya muncul pada kasus perdarahan intrauterin atau infeksi intrauteri.8

d. Infeksi Intra Uterin

Infeksi intra uterin merupakan salah satu penyebab terjadinya persalinan


preterm. Infeksi bakterial dalam uterus dapat terjadi antara jaringan maternal
dan fetal membran (dalam koriodesidual space), dalam fetal membran (amnion
dan korion), dalam placenta, dalam cairan amnion, dalam tali pusat. Infeksi
pada fetal membran disebut korioamnionitis, infeksi pada tali pusat disebut
funisitis, infeksi pada cairan amnion disebut amnionitis. Infeksi jarang terjadi
pada kehamilan prematur akhir (34-36 minggu), dan lebih sering terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 30 minggu.9

6
Gambar 1. Tempat potensial terjadinya infeksi bakteri intrauterin.9

Ada beberapa jalur yang dapat menyebabkan masuknya bakteri ke


dalam uterus. Bakteri dapat berasal dari migrasi dari kavum abdomen melalui
tubafallopi, infeksi dari jarum amnionsintesis yang terkontaminasi, secara
hematogen melalui plasenta, atau melalui serviks dari vagina. Pada persalinan
preterm dengan membran yang utuh bakteri yang paling banyak ditemukan
adalah Ureaplasma urealitycum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,
peptostretococcus, dan spesies bakterioides.9 Organisme yang sering
berhubungan dengan infeksi saluran genital pada wanita tidak hamil Neisseria
gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, jarang ditemukan dalam uterus
sebelum pecah ketuban, sedangkan bakteri yang sangat sering berhubungan
dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah adalah group B
streptococci dan Escherichia coli.9

7
Organisme ini mencapai uterus dapat melalui plasenta dari sirkulasi atau
mungkin dengan kontak oral genital. Meskipun demikian, kebanyakan bakteria
yang ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan persalinan prematur
berasal dari vagina. Bakteri dari vagina menyebar secara ascendens pertama
kali ke dalam ruang koriodesidua. Pada beberapa wanita, organisme ini
melewati membran korioamniotik yang intak ke dalam cairan amnion, dan
beberapa fetus akhirnya menjadi terinfeksi.9

Mekanisme persalinan prematur akibat infeksi


Data dari penelitian hewan, in vitro dan manusia seluruhnya
memberikan gambaran yang konsisten bagaimana infeksi bakteri menyebabkan
persalinan prematur spontan (gambar 3). Invasi bakteri pada rongga
koriodesidua, menyebabkan pelepasan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi
desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk
including tumor necrosis factor, interleukin-1, interleukin-1ß, interleukin-6,
interleukin-8, dan granulocyte colony-stimulating factor. Selanjutnya,
cytokines, endotoxins, dan exotoxins merangsang sintesis dan pelepasan
prostaglandin dan juga mengawali kemotaksis, infiltrasi, dan aktivasi neutrofil.
Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease
menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban.
Metalloprotease juga meremodeling kolagen dalam serviks dan
melembutkannya.9

Terdapat jalur lain yang memiliki peranan yang hampir sama. Sebagai
contoh, prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi
prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai
miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik yang menurunkan
aktivitas dehidrogenase ini menyebabkan peningkatan kuantitas prostaglandin
untuk mencapai miometrium.3

Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan


janin itu sendiri. Pada janin dengan infeksi, peningkatan produksi
corticotropin-releasing hormone menyebabkan meningkatnya sekresi

8
kortikotropin janin, yang kemudian meningkatkan produksi kortisol adrenal
fetus. Sekresi kortisol yang tinggi menyebabkan meningkatnya produksi
prostaglandin. Contoh lain yaitu ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi
sitokin fetus meningkat dan waktu untuk persalinan jelas berkurang. Namun,
kontribusi relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respon peradangan
keseluruhan tidak diketahui.3

Gambar 3. Alur kolonisasi bakteri koriodesidua yang menyebabkan


persalinan prematur.3

e. Aktivasi Aksis Hipothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) Ibu dan Janin

Stress didefiniskan sebagai tantangan baik psikologis ataupun fisik yang


mengancam ataupun mengancam hemostasis pasien akan mengakibatkan
aktivasi prematur Hipothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) janin atau ibu. Stress
semakin diakui sebagai faktor resiko penting terjadinya persalinan preterm.
Neuroendrokin, kekebalan tubuh, proses perilaku (seperti depresi) telah
dikaitkan dengan kejadian persalinan preterm akibat stress. Proses aktivasi
prematur HPA dimediasi oleh corticothropine releasing hormone (CRH)
plasenta. Dalam sebuah hasil penelitian in vivo ditemukan hubungan yang
signifikan antara stress psikososial ibu dengan kadar CRH, ACTH, dan kortisol

9
plasma ibu. Menurut Hobel dkk, dibandingkan dengan wanita yang melahirkan
aterm, wanita yang preterm memiliki kadar CRH yang meningkat signifikan
dengan mempercepat peningkatan kadar CRH selama kehamilan.3

Pada persalinan preterm aksis HPA ibu dapat mendorong ekspresi CRH
plasenta. CRH plasenta menstimulasi janin untuk mensekresi kortisol dan
dehydroepiandrosterone synthase (DHEA-S) melalui aktivasi aksis HPA janin
dan menstimulasi plasenta untuk mensisntesis estriol dan prostaglandin,
sehingga mempercepat persalinan preterm.3

f. Perdarahan Desidua (Desidual Hemmorrage/thrombosis)

Perdarahan desidua dapat menyebabkan persalinan preterm. Lesi


vaskuler dari plasenta biasanya dihubungkan dengan persalinan preterm dan
ketuban pecah dini. Lesi plasenta dilaporkan terjadi pada 34% wanita dengan
persalinan preterm. Lesi ini dapat dikarakteristikkan sebagai kegagalan
transformasi fisiologis dari arteri spiralis, atherosis, dan trombosis arteri ibu
atau janin. Diperkirakan mekanisme yang menghubungkan lesi vaskuler dengan
persalinan preterm adalah iskemi uteroplasenta. Meskipun patofisiologinya
belum jelas tetapi trombin diduga memegang peranan utama.3

Terlepas dari peran penting dalam koagulasi, trombin merupakan


protease multifungsi yang memunculkan aktivitas kontraksi dari vaskuler dan
otot halus myometrium. Trombin mestimulasi kontraksi otot polos longitudinal
miometrium.3

2.4 Diagnosis

a. Anamnesis

Anamnesis diperlukan untuk mencari faktor resiko. Faktor resiko


ini penting dan dalam kaitannya dengan terjadinya persalinan preterm.
Berikut adalah beberapa faktor resiko terjadinya persalinan preterm :3

10
1. Faktor resiko mayor :

a. Kehamilan multipel

b. Polihidramniom

c. Anomali uterus

d. Dilatasi serviks > 2cm pada usia kehamilan 32 minggu

e. Riwayat abortus 2 kali atau lebih

f. Riwayat persalinan preterm sebelumnya

g. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop


electrosurgical excision procedure)

h. Penggunaan cocain dan amphetamine

i. Operasi besar pada abdomen .

2. Faktor resiko minor

a. Perdarahan pervaginam setelah 12 minggu

b. Riwayat pyelonefritis

c. Merokok

d. Riwayat abortus

Pasien tergolong resiko tinggi apabila ditemukan lebih dari satu


faktor resiko mayor atau dua atau lebih fator resiko minor, atau keduanya.
Disamping faktor resiko di atas faktor resiko lain yang perlu diperhatikan
adalah tingkat sosiobiologi (usia ibu, jumlah anak, obesitas, status
sosioekonomi yang rendah, ras, stress lingkungan) dan komplikasi
kehamilan lainnya (infeksi maternal, preeklampsia-eklampsia, plasenta
previa, kehamilan yang diperoleh melalui bantuan medikasi, terlambat atau
ridak melakukan asuhan antenatal).3

b. Gejala Klinis

11
Sering terjadi kesulitan dalam diagnosis ancaman persalinan
preterm. Differensiasi dini antara false labor dengan persalinan sebenarnya
sulit ditentukan sebelum adanya pendataran dan dilatasi serviks. Kontraksi
uterus sendiri sulit dibedakan karena adanya kontraksi braxtons hicks.
Kontraksi ini digambarkan sebagai kontraksi yang tidak teratur, tidak
ritmis, tidak begitu sakit atau tidak sakit sama sekali, namun dapat
menimbulkan keraguan besar dalam diagnosis persalinan preterm. Tidak
jarang wanita yang melahirkan sebelum aterm memiliki kontraksi yang
mirip dengan braxtons hicks yang mengarahkan ke diagnosis yang salah,
yaitu persalinan palsu.

Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai ancaman persalinan


preterm :

a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau 140 dan 259 hari.

b. Kontraksi uterus (his) yang teratur yaitu berulang 7-8 kali atau 2-3 kali
dalam 10 menit.

c. Merasakan gejala seperti kaku di perut, menyerupai rasa kaku seperti


menstruasi, rasa tekanan intrapelvik, nyeri punggung bawah (low back
pain).

d. Mengeluarkan lendir bercampur darah pervaginam.

e. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks telah mendatar 50-80%, atau


telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm.

f. Selaput amnion sering kali telah pecah.

g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika.2

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics


dan The American College of Obstreticians and Gynecologists, adalah
sebagai berikut :1

a. Kontraksi yang terjadi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60


menit dan perubahan progresif pada serviks.

12
b. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm.

c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

c. Perubahan serviks

- Dilatasi serviks

Dilatasi serviks asimtomatik setelah pertengahan masa


kehamilan diduga sebagai fator resiko persalinan preterm.2

- Panjang serviks

Kompetensi serviks tergantung pada kesatuan antara anatomi


dan komposisi biokimia dari serviks. Salah satu indikator dini dari
inkompetensia serviks adalah terjadinya pemendekan dari serviks.
Berdasarkan hasil penelitian dengan ultrasounografi sebagai
prediktor persalinan preterm menentukan bahwa panjang serviks
kurang dari 25 mm pada usia kehamilan 24-28 minggu dapat
meningkatkan resiko persalinan preterm.3

- Inkompetensia Serviks

Inkompetensia serviks adalah diagnosis klinis yang ditandai


dengan dilatasi serviks berulang, tanpa rasa sakit, dan kejadian
kelahiran spontan pada midtrimester tanpa adanya pecah ketuban
spontan, perdarahan, ataupun infeksi. Dilatasi serviks ini dapat
diiikuti prolaps dan menggembungnya membran janin ke dalam
vagina, dan akhirnya ekspulsi janin imatur. Penyebab inkompetensia
serviks ini belum jelas, namun terkait dengan riwayat trauma pada
serviks seperti dilatasi , kuretase, kauterisasi.3

2.5 Penapisan untuk Persalinan Preterm

Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan


sejak awal sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan pengenalan

13
pasien yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik
terhadap persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga
tindakan pencegahan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim
dilakukan pada kunjungan antenatal, sebenarnya pemeriksaan tersebut
mempunyai manfaat cukup besar dalam meramalkan terjadinya persalinan
preterm. Bila dijumpai serviks pendek (< 1 cm) disertai dengan pembukaan yang
merupakan tanda serviks matang/inkompetensi serviks, mempunyai risiko
terjadinya persalinan preterm 3 – 4 kali..1

Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan


preterm, sebagai berikut.1

- Indikator klinik

Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan


pemendekan serviks (secara manual maupun usg)

- Indikator laboratorik

Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah


leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml)
dan pemeriksaan leukosit serum ibu (>13.000/ml).

- Indikator biokimia

 Fibronektin janin : peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,


serviks dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada
hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau
lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko
persalinan preterm.

 Corticotropin releasing hormon (CRH) : peningkatan CRH dini atau


pada trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan
preterm

 Sitokin Inflamasi : seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti
sebagai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin

14
 Isoferitin plasenta : pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama
kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir. Penurunan kadar
dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan preterm

 Feritin : beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan


kadar feritin dan kejadian penyulit kehamilan

2.5 Penatalaksanaan

Manajemen persalinan perterm meliputi:6

a. Tirah baring (bedrest)

Kepentingan istirahat rebah disesuaikan dengan kebutuhan ibu, namun


secara statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian kurang bulan secara
statistik.6

b. Hidrasi dan sedasi

Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan


preterm, karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi
premature, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat morfin
dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi.6

c. Pemberian tokolitik

Tokolitik akan menghambat kontraksi myometrium dan dapat menunda


persalinan. Berikut adalah alasan pemberian tokolitik pada persalinan preterm:1

a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.

b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir


surfaktan paru janin.

15
c. Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap.

d. Optimalisasi personel.

Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis :1

a. Nifedipin

Nifedipin adalah antagonis kalsium diberikan per oral. Dosis inisial 20


mg, dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktivitas
uterus sampai 48 jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat
terjadi adalah sakit kepala dan hipotensi.6 Antagonis kalsium merupakan
relaksan otot polos yang menghambat aktivitas uterus dengan mengurangi
influks kalsium melalui kanal kalsium yang bergantung pada 19 voltase.
Terdapat beberapa kelas antagonis kalsium, namun sebagian besar
pengalaman klinis adalah dengan nifedipin.10

Nifedipin diabsorbsi cepat di saluran pencernaan setelah pemberial


oral ataupun sublingual. Konsentrasi maksimal pada plasma umumnya
dicapai setelah 15-90 menit setelah pemberian oral, dengan pemberian
sublingual konsentrasi dalam plasma dicapai setelah 5 menit pemberian.10

b. Magnesium sulfat

Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik yang diberikan secara


parenteral. Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit, diikuti 1-4 gram
per jam tergantung dari produksi urin dan kontraksi uterus. Bila terjadi efek
toksik, berikan kalsium glukonas 1 gram secara IV perlahan-lahan.6

Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat


terhadap janin dan ibu. Namun, perubahan tulang yang terlihat melalui
rontgen terlihat pada neonatus dari pasien yang menerima infus magnesium
sulfat jangka panjang (lebih dari 1 minggu). Perubahan-perubahan ini
termasuk abnormalitas tulang secara radiografi seperti perubahan dari tulang
panjang, penipisan tulang parietal, dan mineralisasi tulang yang abnormal.
Ketika magnesium sulfat digunakan dengan hati-hati sebagai obat tokolitik,

16
efek sampingnya terhadap ibu, janin dan neonatus biasanya sedikit dan
tidaklah serius atau merusak.10

c. Beta2-sympathomimetics

Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang biasa dipakai adalah
ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol and hexoprenaline.
Contoh: Ritodrin (Yutopar) Dosis: 50 mg dalam 500 ml larutan glukosa 5%.
Dimulai dengan 10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10 menit
sampai kontraksi uterus hilang. Infus harus dilanjutkan 12 — 48 jam setelah
kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan dosis pemeliharaan satu tablet (10
mg) setiap 8 jam setelah makan. Nadi ibu, tekanan darah dan denyut jantung
janin harus dimonitor selama pengobatan.10

d. Progesteron

Progesteron dapat mencegah persalinan preterm. Injeksi alpha-


hi.drax-ffirogesterone caproate menurunkan persalinan pretern berulang.
Dosis 250 mg (1 mL) im tiap minggu sampai 37 minggu kehamilan atau
sampai persalinan. Pemberian dimulai 16-21 minggu kehamilan.6

e. COX (Cyclo-oxygenase) -2 inhibitor / Indomethacin

Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 rng per oral setiap 6 jam untuk 8
kali pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari,dapat rnenimbulkan
oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow janin. Indometasin
direkomendasikan pada kehamilan >32 minggu karena dapat mempercepat
penutupan ductus arteriosus.6

d. Pemberian Steroid

Pemakaian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian RDS. kematian


neonatal dan perdarahan intraventrikuler. Dianjurkan pada kehamilan 24 — 34
minggu, namun dapat dipertimbangkan sampai 36 minggu.Kontra indikasi :
infeksi sistemik yang berat, (tuberkulosis dan korioamnionitis). Betametason
merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi intramuskuler dengan dosis 12

17
mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek optimal dapat dicapai dalam 1 - 7 hari
pemberian, setelah 7 hari efeknya masih meningkat. Apabila tidak terdapat
betametason, dapat diberikan deksametason dengan dosis 2 x 5 mg intramuskuler
per hari selama 2 hari.6

e. Antibiotika

Pemberian antibiotika pada persalinan tanpa infeksi tidak dianjurkan


karena tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman
persalinan preterm dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian
klindamisin ( 2 x 300 mg sehari selama 7 hari) atau metronidazol ( 2 x 500 mg
sehari selama 7 hari). atau eritromisin (2 x 500 mg sehari selama 7 hari) akan
bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan minggu.6

f. Emergency cerclage

Di negara maju telah dilakukan emergency cerclage pada ibu hamil


dengan pembukaan dan pendataran serviks yang nyata tanpa kontraksi. Secara
teknik hal ini sulit dilakukan dan berisiko untuk terjadi pecah ketuban.6

g. Perencanaan Persalinan

Persalinan preterm harus dipertimbangkan kasus perkasus, dengan


mengikutsertakan pendapat orang tuanya. Untuk kehamilan <32 minggu
sebaiknya ibu dirujuk ke tempat yang mempunyai fasilitas neonatal intensive care
unit (NICU). Kehamilan 24- 37 minggu diperlakukan sesuai dengan risiko
obstetrik lainnya dan disamakan dengan aturan persalinan aterm. Tidak dianjurkan
forsep atau episiotomi elektif.6

2.6 Komplikasi

Komplikasi pada ibu :

18
Pada ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering
terjadi sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya penyenbuhan luka
episiotomi.3

Komplikasi pada bayi :

Tabel 4. Komplikasi persalinan preterm pada bayi.3

Masalah – masalah utama jangka pendek dan jangka panjang pada berat badan bayi
sangat rendah

Organ atau sistem Masalah jangka pendek Masalah jangka panjang

Paru – paru Sindroma distress pernafasan, Displasia bronkopulmunore,


kebocoran udara, displasia penyakit jalan nafas reaktif,
bronkopulmuner, asma.
pneumoprematuritas.

Gastrointestinal Hiperbilirubinemia, gangguan Gagal tumbuh, sindroma


atau nutrisional makan, necritizing enterocolitis short-bowel, kolestasis

Imunologi Infeksi nosokomial, infeksi Infeksi respiratory syncitial


perinatal, imunodefisiensi. virus, bronkiolitis.

Sistem saraf pusat Perdarahan intraventrikularm Cerebral palsy, hidrosefalus,


leukomalasia periventrikular, atrofi serebral, hambatan
hidrosefalus neurodevelopmental,
gangguan pendengaran

Oftalmologi Retinopati prematuritas Kebutaan, ablasio retina,


miopia, starbismus

Kardiovaskuler Hipotensi, paten ductus arteriosus, Hipertensi pulmonal,


hipertensi pulmonal hipertensi saat dewasa

Renal Ketidakseimbangan air dan Hipertensi saat dewasa


elektrolit

Hematologi Anemia iatrogenik, memerlukan


transfusi berulang, anemia
prematuritas

19
Endokrinologi Hipoglikemia, kadar tiroksin Kelemahan regulasi glukosa,
rendah sementara, defisiensi peningkatan resistensi insulin
kortisol

2.7 Pencegahan

Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas


yang berhubungan dengan persalinan preterm dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :

a. Pencegahan primer

Ditujukan kepada semua wanita, sebelum dan selama kehamilan untuk


mencegah dan mengurangi resiko. Pencegahan primer sebelum pembuahan dan
selama kehamilan

 Memberikan pendidikan : kepada semua wanita usia reproduksi diberikan


pendidikan mengenai faktor – faktor resiko persalinan preterm.

 Mengkonsumsi suplemen nutrisi

 Menghentikan konsumsi rokok

 Melakukan asuhan prenatal.

 Melakukan perawatan periodontal.3

b. Pencegahan sekunder

20
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi resiko pada wanita yang
diketahui memiliki faktor resiko mengalami persalinan preterm. Bentuk
pencegahan sekunder antara lain, :

- Modifikasi aktivitas ibu (tirah baring, pembatasan aktifitas kerja, tidak


berhubungan seksual selama kehamilan).

- Pemberian sumplemen nutrisi

- Peningkatan perawatanbagi wanita yang beresiko

- Pemberian progesteron.3

BAB III
KESIMPULAN

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan


37 minggu atau kurang dari 259 hari sejak hari pertama haid terakhir. Himpunan
Kedokteran Fetomaternal (POGI) menetapkan bahwa persalinan preterm adalah
persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu.

Etiologi persalinan preterm yaitu:

1. Persalinan atas indikasi ibu atau janin sehingga persalinan diinduksi atau bayi
dilahirkan dengan persalinan sesar.

21
2. Persalinan kurang bulan spontan tak terjelaskan dengan selaput ketuban
utuh.(40-45%)

3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik.(30-35%).

4. Kelahiran kembar dan multijanin yang lebih banyak

Penegakan diagnosis persalinan preterm didasarkan atas anamnesis untuk


mencari faktor risiko mayor dan minor, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.

Tatalaksana meliputi tirah baring, hidrasi dan sedasi, pemberian tokolitik,


steroid, antibiotik, hingga terminasi.

Komplikasi dari persalinan prematur pada ibu yang sering adalah infeksi
pada endometrium dan pada bayi melibatkan beberapa organ. Oleh karena itu,
diperlukan pencegahan primer dan sekunder pada ibu hamil.

DAFTAR PUSTAKA

22
1. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : P.T Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. 2010.

2. Cunningham et al. Obstetri Williams.Jakarta: EGC. 2012;2(23).

3. Novalia, Rima. Persalian Preterm. 2010

4. Cubinont, H. Prevention of PretermLabour: 2011 Update on Tocolysis.Saint-


luc University Hospital : Hindawi Publishing Corporation. Journal of
Pregnancy. 2011

5. Oxorn, Harry. Human Labor dan Birth. 1343405.


Oxorn_Foote_Human_Labor_and_Birthhttp://. 2010

6. P.O.G.I. Panduan Pengelolaan Persalianan Preterm Nasional. Bandung :


Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2011.
http://kalogisma.com/kepustakaan/pengelolaan%20persalinan%20preterm.pdf

7. Goldenberg, Robert L. Epidemiology dan Causes of Preterm Birth. 2008.


http://www.thelancet-epidemiology-preterm-birt-pdf.

8. Louis J. The Enigma of Spontaneus Preterm Birth. The New England Journal
of Medicine. 2010. http://nejm0904308-spontaenus-preterm-birtf-pdf.

9. Franklin H. Epstein. Intrauterine infection and Preterm Delivery. The New


England Journal of Medicine . 2000

10. Kesuma, Hadrians dr. Obat – Obat Tokolitik dalam Bidang Kebidanan.
Departemen Obstetri dan Ginekologi Universitas Sriwijaya. RSUP Moh.
Hoesin Palembang. 2007.
http://digilib.unsri.ac.id/download/obat%20tokolitik.pdf.

23

Anda mungkin juga menyukai