Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Kelahiran preterm merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan


kematian perinatal sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah.
Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin
terhambat. Keduanya sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negatif; tidak hanya
kematian perinatal tetapi morbiditas, potensi generasi yang akan datang, kelainan mental
dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara keseluruhan 1.
Kelahiran preterm juga menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas di Amerika
Serikat. Lahir prematur juga menyebabkan morbiditas neonatal utama jangka panjang,
termasuk penyakit paru-paru kronik, gangguan pendengaran dan penglihatan, gagal
pertumbuhan, dan cerebral palsy 2.
Kelahiran sebelum kehamilan 37 minggu disebut prematur; bagaimanapun,
morbiditas dan mortalitas tinggi terjadi pada bayi yang lahir sebelum kehamilan 32
minggu. Perawatan perinatal dan neonatal dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
yang berhubungan dengan prematuritas 3.
Kira- kira 45% kelahiran preterm yang terjadi disertai persalinan spontan, dan
30% disertai ruptur membran. Beberapa kemajuan dibuat pada dekade terakhir dalam
menentukan penyebab persalinan preterm spontan dan ruptur membran 4.
Bagaimanapun juga, dengan mengetahui patogenesis dari komplikasi kehamilan
adalah penting sebelum kita mengidentifikasi wanita yang beresiko dan mengembangkan
terapi yang efektif utuk mencegah kelahiran preterm 4.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pada literatur lama, prematuritas dan berat badan lahir rendah tidak dibedakan.
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 g tidak selalu prematur. Sekitar satu
pertiga dari berat badan lahir rendah umumnya mengalami pertumbuhan terhambat
daripada preterm, dan morbiditas yang berhubungan dengan dua kondisi ini umumnya
tidak sama. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu, tanpa memperhatikan ukuran bayi. Persalinan yang terjadi sebelum usia
kehamilan 20 minggu disebut abortus daripada persalinan preterm. Bayi dengan berat
badan lahir rendah adalah bayi dengan berat kurang dari 2500 g, bayi dengan berat badan
lahir sangat rendah adalah bayi dengan berat kurang dari 1500 g, dan bayi dengan berat
lahir sangat rendah sekali adalah bayi dengan berat kurang dari 1000 g. Pembagian
tersebut berguna untuk mengetahui morbiditas dan mortalitas bayi 2.
Pada haid yang teratur, persalinan preterm dapat di definisikan sebagai persalinan
yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
(ACOG,1997). Menurut Wibowo (1997) yang mengutip pendapat Herron,dkk ,
persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu
dan sebelum 37 minggu, dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan
disertai dengan satu atau lebih tanda berikut : (1) perubahan serviks yang progresif, (2)
dilatasi serviks 2 sentimeter atau lebih, (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih.
Firmansyah (2006) mengatakan  partus prematur adalah kelahiran bayi  pada saat
masa kehamilan kurang dari 259 hari dihitung dari hari terakhir haid ibu. Menurut
Mochtar (1998) partus prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37
minggu, berat badan lahir 1000 sampai 2500 gram. Partus prematurus adalah persalinan
pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500 sampai
2499 gram (Sastrawinata, 2003). Sedangkan menurut Manuaba (1998) partus prematurus
adalah persalinan yang terjadi di bawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan
berat janin kurang dari 2.500 gram.

2
Jadi dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Partus Prematurus
adalah persalinan yang terjadi pada saat usia kehamilan ibu 20 sampai  37 minggu dengan
berat badan bayi kurang dari 2500 gram 4.

2.2 Morbiditas dan Mortalitas Perinatal


Semua bayi yang lahir sebelum usia kandungan 37 minggu mempunyai berbagai
komplikasi karena prematuritas, termasuk perdarahan intraventrikuler, sindrom distress
pernafasan, displasia bronkhopulmoner, necrotizing enterocolitis, sepsis, patent ductus
arteriosus, apnoe dan bradikardi, dan prematuritas retinopati 2. Sepsis terjadi rata-rata 10
% pada semua persalinan preterm dan tergantung pada umur kehamilan. Pada umur
kehamilan kurang dari 29 minggu, kejadian sepsis neonatal adalah 35-45 %; setelah 29
minggu kurang dari 10 %. Resiko sepsis neonatal meningkat 6 kali lipat pada
korioamnionitis. Morbiditas yang berat lebih banyak terjadi pada neonatus ang lahir pada
umur awal kehamilan. Angka kejadian sindrom distress pernafasan menurun 100 % pada
umur kehamilan 25 minngu mendekati 0 % pada umur kehamilan 37 minggu. Angka
kejadian perdarahan intraventrikuler, patent ductus arteriosus, necrotizing enterocolitis,
dan sepsis secara pasti menurun setelah umur kehamilan 32 minggu dan mencapai 5 %
setelah 34 minggu 5. Bayi yang bertahan hidup pada semua komplikasi ini mempunyai
masalah jangka panjang yang meliputi panyakit paru kronik, kelainan neurologi seperti
retardasi mental, cerebral palsy, kejang, kebutaan, dan ketulian 2.
Pada bayi preterm, angka kelangsungan hidup berbanding terbalik dengan umur
kehamilan. Angka mortalitas berkisar antar 90 % pada umur kehamilan 24 minggu,
kurang dari 1 % pada umur kehamilan 35 minggu, yang mempunyai kemampuan hidup
lebih dari 90 % pada umur kehamilan 30 minggu 5. Bagaimanapun juga, usia kandungan
dan berat lahir yang kurang, umumnya pada usia kandungan kurang dari 28 minggu atau
berat kurang dari 1000 g, angka morbiditas, juga angka mortalitas umumnya meningkat.
Kelahiran preterm khususnya sebelum usia kandungan 32 minggu akan meningkatkan
disabilitas jangka panjang dan kematian. Untuk 2000, 18 % bayi preterm (kurang dari
usia kandungan 32 minggu) meninggal pada tahun pertama hidupnya, 1 % bayi preterm
(usia kandungan 32-36 minggu), dan 0,03 % kelahiran bayi (usia kandungan 37-41
minggu) 3.

3
2.3 Penyebab Kelahiran Preterm
Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti kelahiran preterm tidak diketahui.
Berbagai sebab dan faktor demografik diduga sebagai penyebab kelahiran preterm,
seperti: solutio placenta, kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kelainan
kongenital janin, ketuban pecah dini dan lain-lain. Penebab kelahiran preterm bukan
tunggal tetapi multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi pada kehamilan akan
menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui aktivasi sel limfosit B dan T
denagn hasil akhir zat-zat yang menginisiasi kontraksi uterus. Terdapat makin banyak
bukti yang menunjukkan bahwa mungkin sepertiga kasus kelahiran preterm berkaitan
dengan infeksi membran korioamnion 4.

Komplikasi Medis dan Obtetrik


NICHD Maternal-Fetal Medicine Units Networks telah menganalisis penyebab
kelahiran sebelum 37 minggu. Dilaporkan juga oleh Meis dan kawan-kawan bahwa 28
persen dari kelahiran preterm tunggal atas indikasi beberapa faktor; sekitar setengahnya
akibat preeclampsia; seperempatnya akibat gawat janin; dan seperempatnya akibat
pertumbuhan janin terhambat, abrupsi plasenta, atau kematian janin. Jadi, 72 persen
dikarenakan persalinan spontan prematur, dengan atau tanpa ruptur membran
sebelumnya. Kimberlin dan kawan-kawan meneliti 411 bayi baru lahir yang memiliki
berat badan 1000 g atau kurang dan menemukan bahwa hasilnya sama saja jika kelahiran
prematur atas indikasi atau terjadi secara spontan 1.

Abortus yang Mengancam


Perdarahan dari jalan lahir pada awal kehamilan berhubungan dengan
meningkatnya angka kejadian efek samping. Weiss dan kawan-kawan melaporkan data
bahwa perdarahan dari jalan lahir yang terjadi pada 6 hingga13 minggu awal kehamilan
terjadi pada hampir 14.000 wanita. Baik hanya perdarahan sedikit (dideskripsikan sebagai
bercak-bercak) atau perdarahan dengan jumlah banyak (seperti saat menstruasi)
berhubungan dengan keguguran sebelum 24 minggu, kelahiran prematur, dan abrupsi
plasenta 1.

4
Faktor Gaya Hidup
Merokok, pertambahan berat badan saat kehamilan yang tidak memadai, dan
penggunaan obat-obatan terlarang memainkan peranan penting pada baik insidensi
maupun kelahiran neonatus dengan berat badan lahir yang rendah. Beberapa dari efek ini
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, tetapi Hickey dan kawan-kawan
menghubungkan kenaikan barat badan ibu sebelum melahirkan dengan kelahiran
prematur. Faktor ibu yang lain yaitu usia ibu yang terlalu muda atau terlalu tua;
kemiskinan; tinggi badan rendah; defisiensi vitamin C; dan faktor pekerjaan seperti
berjalan atau berdiri dalam waktu yang lama, kondisi pekerjaan yang menekan, dan jam
kerja yang panjang. Santiago dan kawan-kawan menemukan tidak ada peningkatan
insidensi terjadinya kelahiran prematur berulang pada wanita dengan riwayat pernah
melahirkan prematur dan yang bekerja di luar rumah selama kehamilan.
Tekanan psikologis dan psikis jarang diteliti secara mendalam tetapi sebenarnya
hal ini penting, Baik tekanan dan tingginya level kortisol dalam serum ibu berhubungan
dengan terjadinya persalinan prematur secara spontan. Neggers dan kawan-kawan
menemukan hubungan yang signifikan antara berat badan lahir rendah dan kelahiran
prematur oada wanita yang terluka karena kekerasan fisik. McCollum dan kawan-kawan
melaporkan bahwa depresi pada ibu tidak berhubungan dengan kelahiran sebelum 35
minggu.
Hubungan yang jelas antara merokok dan pertumbuhan janin terhambat. Pengaruh
merokok selama kehamilan dilaporkan oleh March of Dimes. Secara spesifik, 20 persen
neonatus dengan berat badan lahir rendah, 8 persen kelahiran prematur, dan 5 persen
kematian perinatal disebabkan oleh rokok. Merokok berhubungan dengan meningkatnya
resiko ruptur membran sebelum waktunya hingga 2-5 kali lipat, terjadinya kelahiran
prematur 1.2-2 kali lipat, dan terhambatnya pertumbuhan janin 1.5-3.5 kali lipat. Castle
dan kawan-kawan juga melaporkan bahwa merokok meningkatkan insidensi kehamilan
ektopik, abrupsi plasenta, dan plasenta previa 1,8.

Faktor Genetik
Terjadinya kelahiran prematur berulang, familial, dan pada ras tertentu
memastikan pengaruh genetik memainkan peranan penting. Gen untuk relaksin desisual

5
merupakan penentunya. Kelainan protein mitokondria janin atau polimorfisme pada
interleukin-1, β2 adrenergik, atau TNF-α mungkin berperan pada ruptur membran
prematur. Sebagai contohnya oleh Bytautine dan kawan-kawan merangsang reaksi alergi
pada babi guinea yang hamil dan hal ini menyebabkan kelahiran prematurm mereka
menemukan bahwa kejadian ini dapat berkurang 3 kali lipat dengan pemberian
antihistamin dan kromolin sulfat sebelumnya 1,5.

Korioamnionitis
Infeksi pada membran dan cairan amnion disebabkan berbagai mikroorganisme
menimbulkan penjelasan yang mungkin dari beberapa kasus ruptur membran, kelahiran
prematur, atau keduanya. Bakteri ditemukan dengan melakukan amniosentesis
transabdominal dari sebanyak 20 persen wanita dengan kelahiran prematur tanpa infeksi
klinis yang jelas dan dengan membran yang utuh. Virus juga ditemukan. Infeksi tidak
terbatas pada cairan amnion. Pada penelitian yang dilakukan pada persalinan dengan
operasi sesar pada 609 wanita dengan membran yang utuh, Hauth dan kawan-kawan
mengkonfirmasi bahwa organism ditemukan pada korioamnion meningkat secara
signifikan dengan kelahiran prematur. Seperti pada Gambar 36-6, hubungan patogen
yang ditemukan berkebalikan dengan umur kehamilan.
Jalan masuk bagi bakteri untuk memasuki cairan amnion pada membran yang
utuh tidak jelas. Gyr dan kawan-kawan menunjukkan bahwa Escherichia coli dapat
menembus membran; jadi, membran bukan barier yang pasti terhadap infeksi
asenden.Cox dan kawan-kawan menemukan bahwa jaringan sitokin dari sel imunitas
dapat diaktifkan di dalam jaringan desidua yang terletak pada membran janin. Dalam hal
ini, produk bakteri seperti endotoksin merangsang monosit desidua untuk menghasilkan
sitokin, yang merangsang asam arakidonat, lalu produksi prostaglandin. Prostaglandin E2
dan F2α berperan dalam kelenjar parakrin untuk merangsang miometrium yang berdekatan
untuk berkontraksi 1,5.

6
Identifikasi Wanita yang Beresiko Terjadinya Kelahiran Prematur Spontan
Langkah pertama dalam mencegah terjadinya kelahiran prematur adalah dengan
identifikasi dini wanita-wanita yang beresiko. American College of Obstetricians and
Gynecologists melakukan penelitian terhadap faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan kelahiran prematur spontan.

Sistem Skoring
Telah ada sistem skoring yang dapat dipertanggungjawabkan dalam menilai
wanita dengan resiko-resiko tinggi terjadinya kelahiran prematur. Hueston dan kawan-
kawan menemukan tidak ada keuntungan dari pendekatan ini. Mercer dan kawan-kawan
menyimpulkan bahwa penilaian resiko mengalami kegagalan untuk mengidentifikasi
kebanyakan wanita yang melahirkan bayi prematur. Penelitian lain, Klerman dan kawan-
kawan mengatakan 619 wanita kulit hitam yang memenuhi syarat dengan modifikasi
sistem skoring penilaian resiko untuk kelahiran prematur mendapat nilai 10 atau lebih
untuk menerima perawatan prenatal tambahan. Rata-rata berat badan lahir dan insidensi
kelahiran prematur dan neonatus dengan berat badan lahir rendah hampir sama pada
kedua kelompok dan juga pada populasi umum 1.
Kelahiran Prematur Sebelumnya
Kelahiran prematur sebelumnya berhubungan kuat dengan terjadinya kelahiran
prematur yang berikutnya. Terlihat di Tabel 36-2, insidensi terjadinya kelahiran prematur
berulang pada hampir 16.000 wanita yang melahirkan di Rumah Sakit Parkland. Resiko
terjadinya kelahiran prematur berulang untuk wanita yang yang melahirkan anak pertama
prematur meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita yang melahirkan aterm.
Lebih dari sepertiga wanita yang melahirkan kedua anak pertama prematur akan
melahirkan anak ketiga prematur juga. Mayoritas (70 persen) dari kelahiran berulang
pada penelitian ini terjadi dalam waktu kurang dari 2 minggu umur kehamilan
dibandingkan kelahiran prematur sebelumnya. Terpenting, penyebab kelahiran prematur
sebelumnya (misalnya kelahiran prematur dengan membran yang utuh, ruptur membran
sebelumnya, atau indikasi untuk melahirkan) juga berulang. Walaupun wanita yang
sebelumnya melahirkan prematur memiliki resiko terjadi kembali, mereka hanya
menyumbang 10 persen dari total kelahiran prematur. Jadi, 90 persen kelahiran prematur

7
di Rumah Sakit Parkland tidak dapat diperkirakan berdasarkan kelahiran prematur
sebelumnya 1,10.
Tabel 2.1 Kelahiran Preterm
Kelahiran Preterm Spontan Berulang berdasarkan Hasil
Hasil Kelahiran Kelahiran kedua ≤34 minggu
Kelahiran pertama ≥35 minggu 5
Kelahiran pertama ≤34 minggu 16
Kelahiran pertama dan kedua ≤34 minggu 41

Inkompeten Cervix
Inkompeten cervix didiagnosis bila terdapat kejadian berulang, dilatasi cervix
tanpa nyeri, dan terjadi kelahiran spontan trimester kedua tanpa adanya ruptur membran
spontan, perdarahan, atau infeksi 1.

Dilatasi Cervix
Dilatasi cervix asimptomatis setelah pertengahan kehamilan perlu diperhatikan
sebagai faktor resiko terjadinya kelahiran prematur, walaupun beberapa dokter
mengatakan hal ini tergantung dari variasi anatomi, terutama sekali pada wanita yang
telah melahirkan. Penelitian terbaru, menyarankan bahwa paritas sendiri tidak cukup
untuk menjelaskan dilatasi cervix yang terjadi pada awal trimester. Cook dan Ellwood
mengevaluasi keadaan cervix dengan ultrasonografi transvaginal antara 18 hingga 30
minggu pada baik nulipara dan multipara yang setelahnya melahirkan secara aterm.
Panjang dan diameter cervix dihitung pada minggu-minggu kritis ini. Hasil pemeriksaan
cervix secara rutin saat kehamilan 26 hingga 30 minggu pada 185 wanita yang dirawat di
Rumah Sakit Parkland dapat dilihat pada Tabel 36-3. Kira-kira 25 persen wanita yang
memiliki dilatasi cervix 2 atau 3 cm melahirkan sebelum 34 minggu. Banyak dari wanita
ini memiliki komplikasi yang sama pada kehamilan sebelumnya. Peneliti lain meneliti
dilatasi cervix sebagai predictor meningkatnya resiko kelahiran prematur.
Walaupun wanita dengan dilatasi cervix pada trimester ketiga mengalami
peningkatan resiko terjadinya kelahiran prematur, tidak membuat peningkatan deteksi
kehamilan prematur meningkat. Buekens dan kawan-kawan menyarankan 2719 wanita
untuk memeriksakan cervix dengan rutin pada setiap kunjungan prenatal dan

8
membandingkan mereka dengan 2721 wanita tanpa dilakukan pemeriksaan. Pengetahuan
akan dilatasi cervix tidak mempengaruhi hasil persalinan berhubungan dengan kelahiran
prematur atau frekuensi dari intervensi persalinan prematur. Peneliti juga melaporkan
bahwa pemeriksaan cervix tidak berhubungan terjadinya ruptur membran 1,3.

Pengukuran Panjang Cervix dengan Ultrasonografi


Probe vaginal ultrasonografi untuk menilai cervix telah dilakukan beberapa
decade sebelumnya. Teknik yang digunakan sangat penting, dan Yost dan kawan-kawan
memperhatikan bahwa diperlukan keahlian special. Iams dan kawan-kawan mengukur
panjang cervix sekitar umur kehamilan 24 minggu dan dilakukan lagi 28 minggu pada
2915 wanita yang tidak beresiko terjadinya kelahiran prematur. Rata-rata panjang cervix
pada umur kehamilan 24 minggu sekitar 35 mm dan wanita yang memiliki panjang
cervix lebih pendek memiliki insidensi meningkat terjadinya kelahiran prematur. Pada
wanita dengan kelahiran sebelumnya sebelum 32 minggu, dilaporkan oleh Owen dan
kawan-kawan bahwa ada hubungan yang signifikan antara panjang cervix pada umur
kehamilan 16 hingga 24 minggu dan kelahiran prematur yang berikutnya sebelum 35
minggu. Data ini kemudian dianalisis oleh Yost dan kawan-kawan yang menemukan
bahwa dilatasi 2-4 mm yang diidentifikasi selama trimester kedua dengan ultrasonografi
cervical meramalkan meningkatnya kelahiran prematur sebelum 35 minggu. Owen dan
kawan-kawan menyimpulkan bahwa penilaian panjang cervix untuk memprediksikan
kelahiran sebelum 35 minggu terjadi hanya pada wanita dengan resiko tinggi kelahiran
prematur (Tabel 36-4).
Untuk mengevaluasi pengaruh penjahitan cervix pada wanita dengan
ultrasonografi mengukur dilatasi cervix, peneliti menyimpulkan 5 retrospektif kelompok

9
dan 2 percobaan acak. Empat dari tujuh laporan menyebutkan efek menguntungkan dan
tiga di antaranya menunjukkan tidak menguntungkan.
Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran cervix dengan ultrasonografi dapat
meningkatkan kemampuan untuk memprediksi kelahiran spontan sebelum 35 minggu
pada wanita beresiko tinggi. Ultrasonografi cervix secara rutin tidak berperan untuk
menyaring wanita tanpa resiko 1,2,3.

Pemantauan Rahim
Pemantauan aktivitas rahim telah diperhatikan. Tokodinamometer eksternal
dipasang mengelilingi perut dan terhubung kepada alat pencacat elektronik di pinggang.
Aktivitas rahim dilaporkan melalui telepon setiap harinya. Wanita diajarkan untuk
mengenali tanda dan gejala persalinan prematur, dan dokter tetap memantau.
American College of Obstetricians and Gynecologists menyimpulkan bahwa
penggunaan alat ini yang mahal, besar, dan menyita waktu ternyata tidak mengurangi
kejadian persalinan prematur. Iams dan kawan-kawan menganalisis hampir 35.000 jam
dari pemantauan sehari-hari dari 306 wanita. Mereka membuktikan bahwa frekuensi
kontraksi meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan tetapi bukan merupakan
pertanda persalinan prematur 1,3.

Fetal Fibronectin

10
Glikoprotein ini dihasilkan di 20 molekul berbeda oleh berbagai tipe sel, termasuk
hepatosit, fibroblast, dan sel endothelial, dan oleh cairan amnion. Didapatkan dengan
konsentrasi tinggi pada darah ibu dan cairan amnion, hal ini berperan penting dalam
adhesi intraselular selama implantasi dan dalam mengatur perlekatan plasenta pada
desisua. Fetal fibronectin dideteksi pada sekresi crvicovaginal wanita yang hamil normal
dengan membran yang utuh saat cukup bulan, dan muncul untuk menggambarkan
remodeling stroma dari cervix sebelum terjadinya persalinan.
Lockwood dan kawan-kawan melaporkan bahwa deteksi fibronectin pada sekresi
cervicovaginal sebelum ruptur membran merupakan tanda yang dapat dilakukan untuk
meramalkan kelahiran prematur. Fetal fibronectin diukur menggunakan ELISA dan
memberikan hasil positif bila hasilnya lebih dari 50 ng/mL. Kontaminasi saa
pengambilan sampel dengan cairan amniom dam darah ibu harus dihindari.
Nilai positif untuk cervical atau vaginal fetal fibronectin dapat terjadi pada awal
kehamilan seperti saat 8 hingga 22 minggu, merupakan tanda yang sangat bermakna dari
terjadinya kelahiran premature.
Penelitian sebelumnya dari cervical fibronectin menunjukkan penilaian yang lebih
baik sebagi nilai positif atau negatif. Swammy dan kawan-kawan menemukan bahwa
pada 404 kehamilan, hasil positif didapatkan pada 22 hingga 34 minggu menunjukkan
hasil prediksi positif terjadinya kelahiran kurang dari 1 minggu dari 30 persen atau
kurang dari 2 minggu pada 41 persen. Hasil negatif 98 dan 96 persen. Rendahnya hasil
positif dihasilkan dari berbagai faktor seperti manipulasi cervix dan infeksi, di mana
dapat mengeluarkan fibronectin 1.

Intervensi dengan Hal Positif Fibronectin Penetapan kadar


Karena nilai hal positif beserta bukti bahwa suatu penetapan kadar fibronectin
yang positif menunjukkan infeksi/peradangan, Andrews dan kawan-kawan meneliti
efektivitas dari anti mikroba untuk mengurangi terjadinya kelahiran preterm. Dari 16,317
wanita-wanita diperiksa fibronectin janin antara 21 dan 26 minggu, 66 persen mempunyai
suatu hasil yang positif. Wanita yang diberi pengobatan atau plasebo anti mikroba, tidak
ada perbedaan-perbedaan terjadinya kelahiran preterm yang secara spontan sebelum 37

11
minggu (144 (melawan 124 persen), sebelum 35 minggu (69 (melawan 75 persen), atau
sebelum 32 minggu (43 (melawan 22 persen) 1.

Vaginosis Bakteri
Vaginosis bakteri bukanlah satu infeksi atau peradangan tetapi merupakan
kondisi yang normal, hidrogen peroxide yang dihasilkan laktobasilus, yang merupakan
flora utama normal vaginal digantikan dengan bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, dan Mycoplasma hominis. Menggunakan Pewarnaan Gram, konsentrasi-
konsentrasi relatif karakteristik morphotypes yang hasil bakteri dari vaginosis hasil
bakteri ditentukan dan yang dinilai sebagai skore Nugent.
Vaginosis bakteri dihubungkan dengan terjadinya aborsi spontan, kelahiran
preterm, dan ruptur membran preterm, chorioamnionitis, dan infeksi/peradangan cairan
amnionic. Vaginosis bakteri mempercepat kelahiran preterm oleh suatu mekanisme
serupa dengan infeksi/peradangan cairan amnion. Dalam 3600 wanita-wanita orang
Denmark, bagaimanapun, ketika vaginosis bakteri dideteksi sebelum 24 minggu, tidak
dihubungkan dengan ruptur membran preterm sebelum 37 minggu atau dengan berat
bedan lahir yang rendah.
Laporan-laporan berhubungan dengan hasil diagnosa yang tidak tepat/tidak jelas
dari vaginosis bakteri. Wanita-wanita dengan vaginosis bakteri dimana cairan vagina
mengandung sialidase, tetapi bukan prolidase, meningkatkan resiko terjadinya kelahiran
preterm dengan pasti. Akhirnya, ilmu pengobatan memodifikasi kondisi-kondisi, dan
perawatan dengan metronidazole mengurangi konsentrasi cervix dari interleukin-1β, -6,
dan - 8.
Faktor lingkungan berperan penting di dalam pengembangan dari vaginosis
bakteri. Tekanan yang terus-menerus , perbedaan-perbedaan kesukuan, dan seringnya
irigasi vagina telah dihubungkan dengan meningkatnya kondisi ini. Meskipun ini, studi-
studi prospektif dari wanita-wanita yang secara teratur melakukan irigasi vagina
dilaporkan tidak berhubungan dengan kelahiran preterm. Suatu interaksi lingkungan
diungkapkan oleh Macones dan kawan-kawan, 2004. Wanita-wanita dengan vaginosis
bakteri yang mempunyai suatu TNF genotype yang peka menyebabkan timbulnya
kelahiran preterm yang meningkat sembilan kali lipat. Romero dan kawan-kawan sudah

12
meninjau vaginosis bakteri dan peran dari epidemiologi yang genetik di dalam
pencegahan kelahiran preterm.
Dari semua penelitian ini tidak diragukan efek flora vaginal , seperti di dalam
vaginosis bakteri, dihubungkan dengan kelahiran preterm yang spontan. Sayangnya,
sampai saat ini, pemeriksaan dan perawatan belum ditunjukkan untuk mencegah preterm
kelahiran 1.

Infeksi Traktus Genitalis Bagian Bawah


Beberapa peneliti sudah melibatkan sejumlah infeksi/peradangan genital yang lain
sebagai suatu penyebab kelahiran preterm. Meis dan kawan-kawan mengevaluasi 2929
wanita-wanita pada 24 dan 28 minggu untuk jenis Trichomonas atau Candida. Wanita-
wanita yang mempunyai satu atau kedua-duanya organisme-organisme ini tidaklah pada
resiko yang lebih besar untuk kelahiran preterm. Dan sebaliknya, Cotch dan kawan-
kawan menemukan bahwa neonatal dari wanita-wanita dengan Trichomonas telah
meningkat resiko dari mempunyai berat badan lahir rendah, 30 persen meningkat resiko
terjadinya kelahiran preterm, dan suatu resiko dua kali lipat dari kematian perinatal.
Laporan yang yang didasarkan pada ini, Klebanoff dan kawan-kawan mengevaluasi 617
wanita-wanita yang asimptomatik dengan trikomoniasis di trimester kedua. Kelahiran
prematur lebih besar terjadi pada wanita-wanita yang menerima metronidazole
dibandingkan dengan yang menerima plasebo (19 dibanding 11 persen).
Chlamydia trachomatis mungkin tidak berperan dalam meningkatnya kelahiran
preterm. MFM Units Network sudah menemukan tidak ada hubungan kelahiran preterm
pada wanita-wanita trimester kedua dengan infeksi chlamydial. Dengan cara yang sama,
Goepfert dan kawan-kawan menemukan timbulnya-timbulnya yang serupa dari kelahiran
preterm pada wanita-wanita dengan dan tanpa infeksi/peradangan chlamydial atau
trichomonal. Di dalam Vaginal Infections dan Prematurity Study, 414 wanita-wanita
dengan infeksi/peradangan chlamydial secara acak yang terpilih untuk menerima yang
eritromisin atau placebo. Martin dan kawan-kawan menemukan timbulnya insedensi
yang serupa dari kelahiran preterm. Sekarang ini, penyaringan dan pengobatan untuk
mencegah kelahiran preterm pada wanita-wanita dengan Chlamydia trachomatis ataupun
Trichomonas vaginalis tidak direkomendasikan.

13
Akhirnya, studi-studi lain mencakup penanda-penanda tidak spesifik infeksi/peradangan
dalam meningkatkan resiko dari kelahiran preterm. Di suatu studi dari 3160 wanita-
wanita yang asymptomatic, Ramsey dan kawan-kawan menemukan bahwa suatu Gram-
stained midtrimester pada vagina dengan peningkatan sel polymorphonuclear :
meningkatnya perbandingan epithelial prediksinya dari kelahiran sebelum 35 minggu.
Knudtson dan kawan-kawan melaporkan wanita-wanita tidak hamil dengan endometritis
interpartum kronis, yang ditandai oleh sel plasma, adalah 25 kali lebih mungkin untuk
melahirkan sebelum 35 minggu pada kehamilan yang berikut 1,10.

Estriol pada Saliva


Goodwin, Heine, dan kawan-kawan menggambarkan hubungan antara konsentrasi
estriol pada saliva ibu dengan kelahiran preterm berikut. Test ini memerlukan evaluasi
lebih lanjut, sebelum itu dapat direkomendasikan karena penggunaan klinis 1.

Penyakit Periodontal
Bakteri rongga mulut, terutama Fusobacterium nucleatum dan Capnocytophaga
dihubungkan dengan infeksi/peradangan saluran genital bagian atas pada wanita-wanita
yang hamil. Offenbacher dan kawan-kawan menemukan wanita-wanita dengan
periodontitis mempunyai suatu resiko tujuh kali lipat dari kelahiran preterm bandingkan
dengan kontroli. Hauth dan kawan-kawan menetapkan hal ini dengan percobaan yang
prospektif pada 1300 wanita-wanita pada trimester kedua dengan terjadinya inflamasi
periodontal. Pada setiap kategori umur kehamilan, penyakit periodontal dihubungkan
dengan meningkatnya kelahiran preterm (Tabel 36–5).Sebanyak 24 dari 28 wanita-
wanita yang melahirkan sebelum 32 minggu mempunyai periodontitis; meningkat empat
kali lipat dibandingkan dengan wanita-wanita tanpa penyakit. Goepfert dan kawan-
kawan mengamati bahwa wanita-wanita yang melahirkan secara spontan sebelum 32
minggu memiliki penyakit periodontal yang parah; sulit; keras; berat dibanding kontrol.
Boggess dan kawan-kawan menemukan bayi preterm dari para ibu dengan penyakit
periodontal adalah memiliki berat badan 23 persen lebih kecil dibanding mereka yang
dari ibu tanpa penyakit. Devine dan kawan-kawan sudah mengusulkan bahwa hal ini
berhubungan dengan penurunan titer antibody ibu 1,2,3.

14
Perawatan untuk Periodontitis
Jeffcoat dan kawan-kawan secara acak meneliti 366 wanita-wanita hamil dengan
periodontitis pada trimester kedua dengan satu dari tiga protocol l: pembersihan gigi
sederhana dan pelapisan (perlindungan dari penyakit) ditambah plasebo anti mikroba,
scaling akar mendalam dan perencanaan (intervensi) dengan metronidazole , atau scaling
akar mendalam dan perencanaan (intervensi) dengan plasebo anti mikroba. Timbulnya
kelahiran preterm sebelum 35 minggu adalah 49 persen di dalam wanita-wanita yang
mempunyai perlindungan dari penyakit; 33 persen bagi mereka yang mempunyai
intervensi dan metronidazole; dan hanya 8 persen kepada mereka yang mempunyai
intervensi dan plasebo. Ada dengan mantap lebih sedikit kelahiran-kelahiran sebelum 37
minggu di dalam wanita-wanita yang mempunyai intervensi dan plasebo (41 persen)
bandingkan dengan wanita-wanita yang mempunyai intervensi dan metronidazole (125
persen).
Dua percobaan multicenter yang disponsori oleh National Institute Dental dan
Craniofacial Research sedang berlangsung untuk menentukan apakah identifikasi pada
trimester kedua dan perawatan dari wanita-wanita dengan penyakit periodontal mencegah
preterm kelahiran 1,2.

2.4 Gejala dan Tanda


Karena dirasakan kontraksi rahim tidak atau sedikit nyeri, gejala seperti
penekanan pada panggul, rasa keram seperti menstruasi, kelainan pengeluaran cairan
vagina, dan nyeri di pinggang menurut pengalaman berhubungan dengan kelahiran
prematur yang akan terjadi. Gejala-gejala seperti itu didapatkan juga pada kehamilan

15
normal sehingga sering diabaikan oleh pasien, dokter, dan perawat. Yang terpenting dari
tanda dan gejala ini merupakan pertanda dari persalinan telah dijelaskan oleh beberapa
peneliti. Iams dan kawan-kawan menemukan bahwa tanda dan gejala menandai kelahiran
prematur, termasuk kontraksi rahim, timbul kurang dari 24 jam sebelum kelahiran
berlangsung 1,4,7.

2.5 Peran dari Progesteron dalam Pemeliharaan Kehamilan


Sekarang ini, itu diterima bahwa di dalam kehamilan primata, termasuk
kehamilan pada manusia, penurunan progesteron tidak mendahului permulaan proses
kelahiran. Progesteron dalam plasma ibu meningkat sepanjang kehamilan. Meskipun ini,
pemakaian progesteron untuk memelihara kepasifan rahim dan untuk menghambat
permulaan persalinan oleh Csapo berhak atas evaluasi yang dilanjutkan. Level
progesteron dan estrogen bervariasi, tetapi akan bertambah sesuai umur kehamilan.
Diambil bersama-sama, studi-studi digunakan untuk mendukung efek perbandingan
progesteron:estrogen untuk menjelaskan kelahiran preterm. Lebih dari itu, pemberian
antagonis progesteron pada kehamilan aterm meningkatkan kejadian dari persalinan
spontan. Penelitian pada binatang, pemberian medroxyprogesterone mencegah kelahiran
dan memiliki aktivitas anti-intlamasi in vivo. Pengaktifan keduanya sitokin TH1 dan
TH2 dihambat dalam rahim dan cervix. Sitokin-sitokin ini dipikirkan berperan dalam
pemeliharaan dari kehamilan, dan kemudian dalam permulaan proses kelahiran.
Penggunaan progestin paling umum dalam uji klinis terhadap manusia adalah 17α-
hydroxyprogesterone kaproat. Pemberian intramuskular mingguan kepada wanita-wanita
beresiko melahirkan prematur menyebabkan rendahnya kelahiran prematur dan mortalitas
perinatal bila dibandingkan dengan pemberian plasebo. Hasil dari laporan yang terbaru
oleh Meis dan kawan-kawan ditunjukkan di Tabel 36–6. Sebagai tambahan, da Fonseca
dan kawan-kawan melaporkan efektivitas dari supositoria 100-mg vaginal progesteron
alami untuk mengurangi kelahiran preterm pada wanita-wanita dengan resiko yang
tinggi 1,2.

16
2.6 Intervensi-intervensi untuk Menunda Kelahiran Preterm

Pemberian Anti mikroba


Seperti dengan ruptur membran prematur, anti mikroba telah diberikan untuk
menunda kelahiran preterm, ternyata hasilnya mengecewakan. Meta-analisis Cochrane
oleh King dan Flenady melakukan 10 percobaan secara acak dan menemukan tidak ada
perbedaan pada insidensi sindrom distress pernafasan atau sepsis antara pemberian
placebo dan anti mikroba, tetapi ditemukan peningkatan morbiditas perinatal pada
kelompok dengan anti mikroba. Kenyon dan kawan-kawan untuk ORACLE
Collaborative Group, meneliti 6295 wanita-wanita yang melahirkan preterm dengan
membran yang utuh dan tanpa adanya infeksi secara klinis. Wanita secara acak dinilai
untuk pemberian terapi dengan placebo atau anti mikroba. Hasilnya terhadap kematian
neonatus, penyakit paru kronis, dan kelainan mayor serebral sama saja pada kedua
kelompok tersebut. Pada penelitian ini, Goldenberg juga menyimpulkan bahwa
pengobatan dengan anti mikroba pada persalinan preterm untuk tujuan mencegah
kelahiran tidak direkomendasikan 1,7.

Darurat Cerclage
Beberapa peneliti mendukung pandangan bahwa inkompeten cervix dan kelahiran
preterm bukan kejadian yang terpisah melainkan suatu kesatuan terjadinya persalinan
preterm. Peneliti telah mengevaluasi peranan cerclage dalam perawatan dan pencegahan
kelahiran preterm. Harger menyimpulkan bahwa jika inkompeten cervix digunakan untuk
perawatan kelahiran preterm, cerclage darurat dapat digunakan, walaupun dengan resiko
cukup besar dari infeksi dan abortus, Althuisius dan kawan-kawan meneliti 23 wanita
dengan ikompeten cervix sebelum 27 minggu untuk tirah baring, dengan atau tanpa

17
keadaan darurat tindakan cerclage McDonald. Persalinan dapat ditunda secara signifikan
lebih besar pada kelompok wanita dengan cerclage dibandingkan dengan hanya tirah
baring saja (54 dibandingkan 24 hari). Terkildsen dan kawan-kawan meneliti 116 wanita
yang menjalani darurat cerclage pada trimester kedua. Nulipara, membran diperluas
melewati lubang eksternal cervix, dan cerclage dilakukan sebelum 22 minggu
berhubungan dengan penurunan secara signifikan kehamilan hingga 28 minggu atau lebih
1.

Terapi untuk Vaginosis Bakteri


Vaginosis bakteri berhubungan dengan peningkatan terjadinya kelahiran
prematur. Sejumlah penelitian mengevaluasi mengenai efek dari bermacam-macam anti
mikroba. Metronodazole telah dievaluasi lebih ektensif. Pemberian oral metronidazole
sebagai terapi vaginosis bakteri diberikan selama 10 minggu pada 78 persen wanita hamil
dalam pengobatan dibandingkan dengan penyembuhan spontan pada hanya 37 persen
yang diberikan placebo.
Penelitian klinis dilakukan untuk mengevaluasi berbagai pengobatan. Baik
penelitian oleh McDonald dan kawan-kawan maupun oleh NICHD Maternal–Fetal
Medicine Units Network oleh Carey dan kawan-kawan tidak menemukan keuntungan
diberikannya metronodazole selama perinatal. Sebaliknya, Hauth dan kawan-kawan
menemukan bahwa insidensi kelahiran prematur lebih rendah pada wanita yang diberikan
baik dengan metronidazole dan eritromisin maupun metronidazole dan azitromisin
dibandingkan dengan placebo.
Kebanyakan penelitian yang dilakukan secara acak menunjukkan bahwa
pemberian krim clindamisin intravaginal yang digunakan untuk mengobati vaginosis
bakteri tidak mencegah persalinan prematur. Penelitian yang dilakukan sebelumnya lebih
menjanjikan. Ugwumadu dan kawan-kawan secara acak memilih 494 wanita dengan
vaginosis bakteri untuk menerima 300 mg clindamisin oral atau placebo 2 kali sehari
selama 5 hari. Kelompok yang diberikan clindamisin memiliki angka keguguran lebih
rendah antara 13 hingga 24 minggu dan lebih rendah terjadinya persalinan prematur.
Ugwumadu dan kawan-kawan melaporkan bahwa pemberian clindamisin oral sebelum
20 minggu mengeradikasi vaginosis bakteri dan bakteri intermediate pada 90 persen

18
wanita dibandingkan dengan penyembuhan spontan pada 31 persen. Lamont dan kawan-
kawan juga melaporkan bahwa kelahiran prematur berkurang secara signifikan pada
wanita yang diterapi dengan krim clindamisin vaginal sebelum 20 minggu (dari 10
hingga 4 persen). Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa terapi
untuk vaginosis bakteri dengan clindamisin baik yang oral maupun yang vaginal
memberikan keuntungan.
Ralph dan kawan-kawan mendeteksi vaginosis bakteri pada wanita saat terjadi
fertilisasi in vitro. Wanita dengan vaginosis bakteri memiliki kesempatan yang sama
terjadinya konsepsi tetapi resiko terjadinya keguguran meningkat pada trimester pertama
dibandingkan dengan wanita yang tidak terinfeksi 1,3,9.

2.7 Pencegahan Terjadinya Persalinan Prematur


Walaupun sejumlah obat-obatan dan intervensi lain telah digunakan untuk
mencegah terjadinya persalinan prematur, tidak ada yang menunjukkan hasil yang benar-
benar efektif. Karena ketidaktentuan ini, American College of Obstetricians dan
Gynecologists merekomendasikan bahwa pemberian tokolitik dipertimbangkan ketika
terdapatnya kontraksi rahim yang teratur disertai perubahan cervix atau adanya dilatasi
dan pendataran cervix yang cukup besar 1.

Tirah Baring
Keberhasilan tirah baring baik di rumah sakit maupun di rumah untuk mencegah
terjadinya persalinan prematur diteliti oleh Goldenberg dan kawan-kawan, yang
menemukan tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa hal tersebut membantu.
Kovacevich dan kawan-kawan melaporkan bahwa tirah baring selama 3 hari atau lebih
meningkatkan terjadinya komplikasi tromboemboli 16 dari 1000 wanita dibandingkan
dengan hanya 1 dari 1000 wanita dengan kegiatan yang normal 1,8.

Hidrasi dan Sedasi


Helfgott dan kawan-kawan membandingkan hidrasi dan sedasi dengan tirah
baring pada percobaan acak 119 wanita yang sedang dalam perawatan kelahiran

19
prematur, Wanita dipilih secara acak untuk menerima 500 ml kristaloid lebih dari 30
menit dan 8 hingga 12 mg morfin sulfat intramuskular memiliki hasil akhir yang sama
dibandingkan dengan mereka yang dengan tirah baring. Walaupun wanita dengan
kontraksi prematur diterapi dengan 0.25 mg terbutaline subkutan mungkin dapat terjadi
kontraksi yang berhenti lebih cepat secara signifikan dibandingkan dengan wanita yang
tidak mendapatkan terapi, hasil akhirnya ternyata serupa 1,9.

Reseptor Beta-Adrenergik
Sejumlah komponen bereaksi dengan β-adrenergik reseptor untuk mengurangi ion
kalsium intraselular dan mencegah aktivasi protein kontaktil myometrium. Di Amerika
Serikat, ritodrine dan terbutaline telah digunakan pada obstetric, tetapi hanya ritodrine
yang digunakan untuk kelahiran prematur oleh U.S. Food dan Drug Administration.

Ritodrine
Percobaan pada banyak pusat penelitian, bayi baru lahir yang ibunya diterapi
dengan ritodrine untuk mencegah kelahiran prematur memiliki mortalitas dan distress
pernafasan yang lebih rendah dan bayi tersebut lebih banyak mencapai umur kehamilan
hingga 36 minggu atau memiliki berat badan lahir 2500 g dibandingkan dengan bayi
yang ibunya tidak diterapi. Pada percobaan secara acak di Rumah Sakit Parkland, Leveno
dan kawan-kawan meneliti 106 wanita dengan umur kehamilan antara 24 dan 33 minggu
untuk menerima ritodrine intravena atau tanpa tokolitik. Walupun terapi ini menunda
kelahiran selama 24 jam, tetapi tidak ditemukan keuntungan lainnya. Efek tokolitik
sementara dari ritodrine dan kegagalan untuk menghentikan kelahiran mungkin karena
desentisasi β-adrenergik reseptor.
Pemberian β-adrenergik agonis intravena telah menghasilkan pada frekuensi dan
waktu, terjadinya efek samping yang serius dan fatal (Tabel 36-7). Tokolitik merupakan
penyebab tersering ketiga menyebabkan distress pernafasan akut dan kematian pada
wanita hamil selama 14 tahun periode di Mississippi. Penyebab edema paru dipengaruhi
banyak faktor, dan resiko termasuk terapi tokolitik dengan β-adrenergik reseptor agonis,
hamil ganda, terapi bersamaan dengan glukokortikoid, pemberian tokolitik lebih dari 24
jam, dan pemberian kristaloid intravena dalam volume yang besar. Karena β-agonis

20
menyebabkan retensi dari natrium dan air dengan waktu (biasanya 24 hingga 48 jam),
dapat menyebabkan volume cairan berlebihan. Obat ini berhubungan sebagai penyebab
meningkatnya permeabilitas kapiler, gangguan irama jantung, dan iskemia myocardial.
Sepsis pada ibu meningkatkan terjadinya resiko ini 1,3.

Terbutaline
β-agonis ini umumnya digunakan untuk mencegah persalinan prematur. Seperti
ritodrine, obat ini dapat menyebabkan edema paru. Pemberian terbutaline jangka panjang
dan dosis kecil dengan pompa subkutan pada 9 wanita hamil dilakukan oleh Lam dan
kawan-kawan. Perusahaan Tokos menjual obat ini antara tahun 1987 hingga 1993, pompa
ini digunakan pada hampir 25.000 wanita dengan tanda-tanda persalinan prematur. Efek
samping yang terjadi dari pemberian pompa terbutaline yaitu kematian ibu mendadak dan
nekrosis myocardial pada janin yang ibunya menggunakan obat ini selama 12 minggu.
Dua percobaan yang dilakukan secara acak menemukan tidak ada keuntungan
terapi ponpa terbutaline ini. Wenstrom dan kawan-kawan menilai secara acak 42 wanita
dengan persalinan prematur terhadap pemberian pompa terbutaline, normal salin, atau

21
terbutaline oral. Guinn dan kawan-kawan memberikan terapi pada 52 wanita dengan
terbutaline atau normal salin. Terbutaline tidak memperpanjang kehamilan dengan
signifikan, mencegah persalinan prematur atau perbaikan pada neonatus pada kedua
percobaan ini.
Pemberian terbutaline oral untuk mencegah kelahiran prematur tidak efektif. Pada
percobaan acak bersamaan, Lewis dan kawan-kawan meneliti 203 wanita yang menunda
kelahiran prematur pada 24 hingga 34 minggu. Mereka diteliti secara acak untuk
menerima terbutaline tablet 5 mg atau placebo setiap 4 jam. Angka persalinan 1 minggu
setelahnya serupa pada kedua kelompok ini, ketika rata-rata masa laten, rata-rata umur
kehamilan ketika persalinan, dan insidensi terjadinya persalinan prematur berulang 1,2,3.

2.8 Tinjauan Obat-obatan β-adrenergik untuk Mencegah Persalinan Preterm


Analisis penggunaan β-agonis parenteral untuk mencegah persalinan preterm
telah dikonfirmasi dapat menunda kelahiran sedikitnya 48 jam. Sayangnya, penundaan ini
tidak terbukti memberikan keuntungan. Macones dan kawan-kawan menggunakan meta-
analisis untuk menilai keberhasilan terapi β-agonis oral dan menemukan tidak ada
keuntungan. Keirse menyarankan bahwa hasil ini dapat menfasilitasi transport ibu atau
efek terhadap pematangan paru janin dengan glukokortikoid. Walaupun data ini menarik
perhatian, tidak ada data yang mendukung hal ini.

Magnesium Sulfat
Ion magnesium dengan konsentrasi yang cukup tinggi dapat merubah kontraksi
myometrium. Perannya sebagai suatu kalsium antagonis. Observasi klinis bahwa
magnesium dengan dosis farmakologi dapat mencegah persalinan. Steer dan Petrie
menyimpulkan bahwa pemberian magnesium sulfat intravena dengan dosis awal 4 g
diikuti dengan pemberian dengan infuse terus menerus 2 g per hari biasanya mencegah
persalinan. Pada penelitian retrospektif, Elliott menemukan pemberian tokolitik dengan
magnesium sulfat 87 persen efektif, merupakan tingkat keberhasilan yang luar biasa.
Telah ada 2 penelitian kontrol yang dilakukan secara acak dari tokolitik dengan
magnesium sulfat. Cotton dan kawan-kawan membandingkan magnesium sulfat,
ritodrine, dan placebo pada 54 wanita dengan persalinan preterm. Mereka

22
mengidentifikasi beberapa perbedaanhasil akhir. Cox dan kawan-kawan secara acak
menilai 156 wanita untuk menerima magnesium sulfat atau infuse normal saline. Wanita
ini berada pada keadaan resiko tinggi, dan beberapa mencapai 33 minggu. Wanita yang
diberikan terapi magnesium dan janin mereka menunjukkan hasil yang bermakna jika
dibandingkan dengan wanita yang diberi placebo. Karena penelitian ini, metode
pemberian tokolitik diabaikan di Rumah Sakit Parkland.
Wanita yang menerima magnesium sulfat harus dipantau dengan ketat terjadinya
hipermagnesia 1,2,3.

Efek Magnesium Terhadap Neonatus


Neonatus dengan berat badan lahir sangat rendah (kurang dari 1500 g) yang
ibunya diterapi dengan masgnesium sulfat untuk mencegah persalinan preterm atau
preeclampsia mengurangi insidensi terjadinya cerebral palsy saat berusia 3 tahun.
Walaupun mereka mencoba untuk menghubungkan hal ini sebagai penyebab dan efek,
penelitian dari Inggris, di mana magnesium tidak digunakan secara luas untuk
preeclampsia, Murphy dan kawan-kawan mengobservasi bahwa preeclampsia berat atau
operasi sesar sendiri melindungi dari terjadinya cerebral palsy. Kimberlin dan kawan-
kawan menyimpulkan bahwa tokolitik dengan magnesium tidak berhubungan dengan
meningkatnya keberhasilan pada 308 bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari
1000 g. Hasil dari penelitian NICHD Maternal-Fetal Medicine Units Network dirancang
untuk menyelidiki apakah ada keuntungan pada neonatus dengan pemberian magnesium
sulfat antenatal.
Crowther dan kawan-kawan baru-baru ini melaporkan hasil dari Australian
Collaborative Trial dari Magnesium Sulfat. Mereka menggambarkan hasil-hasil lebih dari
1050 wanita-wanita yang melahirkan sebelum 30 minggu dan yang secara acak menerima
magnesium sulfat intravena atau suatu plasebo normal saline. Jumlah mortalitas neonatus
dan cerebral palsy saat beusia 2 tahun lebih jarang terjadi pada bayi yang diberikan
magnesium, walaupun tidak memberikan perbedaan yang signifikan. Penemuan yang
signifikan bahwa lebih sedikit bayi yang terpapar magnesium yang mengalami disfungsi
motorik saat berusia 2 tahun dibandingkan dengan mereka pada kelompok kontrol (3.4
dibandingkan dengan 6.6 persen) 1,2,3.

23
Inhibitor Prostaglandin
Obat-obatan yang menghambat prostaglandin telah dipertimbangkan digunakan
karena prostaglandin terlibat dengan erat dalam kontaksi persalinan normal. Aksi
antagonis dengan menghambat sintesis prostaglandin atau dengan memblok aksinya pada
target organ. Kelompok dari enzim yang disebut sintesis prostaglandin bertanggung
jawab untuk perubahan asam arakidonat bebas menjadi prostaglandin. Sejumlah obat
yang memblok sistem ini, termasuk asetil salisilat dan indometasin.
Indometasin pertama kali digunakan sebagai tokolitik pada 50 wanita oleh
Zuckerman dan kawan-kawan. Penelitian dilaporkan bahwa keberhasilan indometasin
dalam memberhentikan kontraksi dan menunda kelahiran prematur. Morales dan kawan-
kawan membandingkan pemberian indometasin baik dengan ritodrine ataupun
magnesium sulfat dan menemukan tidak ada perbedaan keberhasilan untuk menunda
persalinan preterm.
Pemberian inndometasin dapat secara oral atau rektal. Dosis sebesar 50 hingga
100 mg diberikan total selama 24 jam tidak lebih dari 200 mg. Konsentrasi serum
biasanya mencapai puncak 1 hingga 2 jam setelah pemberian secara oral, dengan
pemberian secara rektal mencapai puncak sedikit lebih cepat. Kebanyakan penelitian
telah membatasi pemberian indometasin 24 hingga 48 jam karena bahaya terjadinya
oligohidramnion, di mana dapat berkembang dengan dosis ini. Jika cairan amnion
dipantau, oligohidramnion dapat dideteksi lebih dini, dan dapat kembali dengan
diskontinuitas dari indometasin.
Penelitian terhadap kontol telah dilakukan untuk menilai efek neonatus terhadap
pemberian indometasin yang diberikan untuk persalinan preterm. Pada penelitian dari
neonatus yang lahir sebelum 30 minggu, Norton dan kawan-kawan mengidentifikasi
necrotizing enterokolitis pada 30 persen dari 37 bayi baru lahir yang terpapar indometasin
dibandingkan dengan 8 persen dari 37 bayi baru lahir sebagai kontrol. Insidensi lebih
tinggi juga dilaporkan pada kelompok indometasin. Tidak terdapat pelaporan terhadap
dampak durasi terapi dan waktunya berhubungan dengan persalinan. Nyatanya, beberapa
peneliti menantang hubungan antara paparan terhadap indometasin dan terjadinya
necrotizing enterokolitis. Akhirnya, Gardner dan kawan-kawan dan Abbasi dan kawan-

24
kawan menunjukkan tidak ada hubungan antara penggunaan indometasin dan perdarahan
intraventricular, patent ductus arteriosus, sepsis, necrotizing enterekolitis, atau kematian
neonatal.
Schmidt dan kawan-kawan meneliti 574 bayi yang baru lahir yang dinilai secara acak
untuk menerima baik indometasin atau plasebo untuk mencegah hipertensi pulmonal dari
patent ductus arteriosus. Bayi dengan berat badan 500 hingga 1000 g dipantau hingga
berusia 18 bulan. Mereka yang diberikan indometasin memiliki berkurangnya insidensi
secara signifikan dari terjadinya patent ductus dan juga perdarahan intraventikular yang
berat. Bertahan tanpa perburukan, bagaimanapun, sama pada kedua kelompok. Peck dan
Lutheran melaporkan bahwa terapi indometasin selama 7 hari atau lebih sebelum 33
minggu tidak meningkatkan resiko masalah medis pada neonatus atau anak-anak 1,2,3.

Calsium Channel Blocker


Aktivitas myometrium secara langsung berhubungan dengan sitoplasmik kalsium
bebas dan pengurangan konsentrasinya menghambat kontraksi. Calsium channel blocker
beraksi untuk menghambat dengan berbagai mekanisme, masuknya kalsium melalui jalur
pada membran sel. Mereka berkembang untuk mengobati hipertensi. Bagaimanapun,
penggunaan mereka untuk menghambat persalinan preterm menjadi sumber penelitian
sejak akhir tahun 1970.
Menggunakan data dari Cochrane, Keirse membandingkan nifedipin dan β-agonis
dan menyimpulkan bahwa walaupun nifedipin mengurangi angka kejadian neonatus yang
memiliki berat badan kurang dari 2500 g, hal ini diakui secara signifikan untuk perawatan
intensif. Peneliti lain juga menyimpulkan bahwa calcium channel blocker, terutama
nifedipin, merupakan tokolitik yang lebih aman dan lebih efektif daripada beta-mimetik.
Nifedipin oral, bagaimanapun, tidak memperpanjang kehamilan secara signifikan pada
wanita yang awalnya diberikan terapi magnesium sulfat intravena untuk persalinan
preterm.
Nifedipin mengurangi resistensi vaskular dan dapat menyebabkan hipotensi dan
mengurangi perfusi uteroplasenta. Parisi dan kawan-kawan menggambarkan hiperkapnia,
asidosis, dan hipoksemia pada janin dari biri-biri betina yang hipertensi dan diberikan
nikardipin. Hal yang sama diungkapkan Lirette dan kawan-kawan mengobservasi

25
penurunan aliran darah uteroplasenta pada kelinci yang hamil. Childress dan Katz dan
Papatsonis dan kawan-kawan bagaimanapun tidak menemukan efek samping pada janin
ini.
Kombinasi nifedipin dengan magnesium untuk tokolitik secara potensial
membahayakan. Ben-Ami dan kawan-kawan dan Kurtzman dan kawan-kawan
melaporkan bahwa nifedipin merangsang efek bloking neuromuscular dari magnesium
yang dapat mengganggu fungsi paru-paru dan jantung. Smith dan kawan-kawan
menyimpulkan bahwa nifedipin efektif untuk hipertensi gestasional yang berat atau
persalinan preterm tetapi diperlukan penelitian acak yang lebih lanjut 1,2,3.

Atosiban
Analog oksitosin nonpeptida ini merupakan kompetitif antagonis dari oksitosin
yang merangsang kontraksi. Godwin menggambarkan farmakokinetik zat ini pada wanita
hamil. Pada penelitian klinik secara acak, atosiban gagal untuk memperbaiki keadaan
akhir neonatus dan berhubungan dengan morbiditas neonatal secara signifikan. US Food
dan Drug Administration menolak penggunaan atosiban untuk mencegah persalinan
preterm karena keberhasilan dan keamanan janin dan bayi baru lahir 1,9.

Donor Nitrir Oksida


Zat relaksan otot polos yang poten ini mempengaruhi vaskular, usus, dan uterus.
Penelitian klinik secara acak, nitrogliserin diberikan secara oral, transdermal, atau
intravena tidak efektif atau tidak bermanfaat untuk tokolitik lain. Hipotensi pada ibu
merupakan efek samping yang umum 1.

Ringkasan Penggunaan Tokolitik untuk Persalinan Preterm


Pada kebanyakan wanita, tokolitik menghentikan kontraksi untuk sementara tetapi
jarang mencegah kelahiran prematur. Dengan meta-analisis untuk terapi tokolitik,
Gyetvai dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa walaupun persalinan dapat ditunda
cukup panjang untuk penggunaan kortikosteroid, pengobatan tidak memperbaiki
keberhasilan perinatal. Berkman dan kawan-kawan meninjau 60 pelaporan dan
menyimpulkan bahwa tokolitik dapat memperpanjang masa kehamilan, tetapi beta-

26
mimetik tidak lebih baik dibandingkan obat lain dan memiliki potensi membahayakan
ibu. Mereka juga menyimpulkan bahwa tidak ada keuntungan dari pemberian terapi
tokolitik.
Sebagai peraturan umum, jika tokolitik diberikan, mereka harus diberikan
bersamaan dengan kortikosteroid. Jarak umur kehamilan untuk penggunaannya
diperdebatkan, tetapi karena kortikosteroid tidak digunakan secara umum setelah 33
minggu, dan karena keberhasilan perinatal pada neonatus prematur secara umum baik
setelah waktu ini, kebanyakan dokter tidak merekomendasikan penggunaan tokolitik pada
atau setelah 34 minggu 1,2,3.

2.9 Manajemen rekomendasi untuk Persalinan Preterm


Pertimbangan di bawah ini harus diberikan pada wanita dengan persalinan preterm :
1. Konfirmasi persalinan preterm secara lengkap.
2. Untuk kehamilan kurang dari 34 minggu pada wanita tanpa indikasi maternal dan janin
dilakukannya persalinan, observasi ketat dengan meninjau kontraksi rahim dan denyut
jatung janin sudah tepat dan pemeriksaan serial dilakukan untuk menilai perubahan
cervix.
3. Untuk kehamilan kurang dari 34 minggu, glukokortikoid diberikan untuk merangsang
pematangan paru janin.
4. Untuk kehamilan kurang dari 34 minggu pada wanita yang tidak menunjukkan
kemajuan persalinan, beberapa dokter mempercayai kemungkinan untuk mencoba
mencegah kontraksi untuk menunda kelahiran ketika wanita diberikan glukokortikoid
dan profilaksis B streptococcus. Walaupun terapi tokolitik tidak digunakan di Rumah
Sakit Parkland, tetapi diberikan di University of Alabama di Rumah Sakit
Birmingham.
5. Untuk kehamilan 34 minggu atau lebih, wanita dengan persalinan preterm dipantau
untuk kemajuan persalinan dan keadaan janin.
6. Untuk persalinan aktif, anti mikroba diberikan untuk mencegah infeksi streptococcus
grup B pada neonatus 1.

Manajemen Intrapartum

27
Secara umum, usia janin yang lebih tidak matang, menyebabkan lebih banyak
resiko dari persalinan.

Persalinan
Baik persalinan yang diinduksi maupun spontan, abnormalitas dari denyut jantung
janin dan kontraksi rahim harus ditemukan. Kami lebih menyukai pemantauan kontinu
elektronik. Takikardia janin, terutama dengan ruptur membran, diperkirakan adanya
sepsis. Ada bukti bahwa asidemia intrapartum mungkin meningkatkan beberapa
komplikasi neonatus biasanya ada menyertai persalinan preterm. Sebagai contoh, Low
dan kawan-kawan meneliti asidosis intrapartum, pH darah arteri umbilical kurang dari
7.0 memiliki peranan yang penting dalam komplikasi neonatus. Hal yang serupa
diungkapkan oleh Kimberlin dan kawan-kawan bahwa meningkatnya asidemia arteri
umbilical berhubungan dengan penyakit respirasi yang berat pada neonatus preterm.
Meskipun begitu, tidak ada efek yang ditemukan pada jangka pendek neurologis
termasuk perdarahan intracranial 1,2,3,10.

Pencegahan Infeksi Streptococcus grup B terhadap Neonatus


Infeksi streptococcus grup B sering terjadi dan membahayakan bayi prematur.
Sejak tahun 1996, Centers for Disease Control and Prevention, bersama American
College of Obtetricians and Gynecologists merekomendasikan penggunaan penisilin G
atau ampisilin intravena setiap 6 jam hingga persalinan untuk wanita dengan kelahiran
premature 1.

Persalinan
Saat tidak terjadi relaksasi pada jalan lahir, perlu dilakukan episiotomi ketika
kepala bayi mencapai perineum. Hasil data perinatal tidak mendukung digunakannya
forceps secara rutin untuk melindungi kepala janin prematur yang rentan. Tenaga
kesehatan yang ahli melakukan teknik resusitasi sebanding dengan umur kehamilan bayi
baru lahir dan berorientasi penuh terhadap masalah spesifik harus dipersiapkan saat
persalinan. Pentingnya kesediaan personil ahli dan fasilitas dalam merawat bayi prematur

28
ditekankan pada kemampuan bertahan neonatus ketika mereka dilahirkan pada pusat
kesehatan tingkat tiga 1,3.

Pencegahan Terjadinya Perdarahan Intrakranial pada Neonatus


Bayi prematur seringkali memiliki perdarahan matrix germinal yang dapat meluas
menjadi perdarahan intraventrikular yang serius. Terdapat hipotesis bahwa operasi sesar
dilakukan untuk meniadakan trauma dari persalinan pervaginam dapat mencegah
komplikasi ini. Malloy dan kawan-kawan menganalisis 1765 bayi baru lahir dengan berat
badan kurang dari 1500 g dan menemukan bahwa operasi sesar tidak menurunkan resiko
terjadinya kematian atau perdarahan intrakranial. Anderson dan kawan-kawan membuat
observasi yang menarik mengenai peranan operasi sesar dalam mencegah perdarahan
intrakranial pada neonatus. Perdarahan ini berhubungan dengan atau tanpa keadaaan
subjektif dari janin terhadap fase aktif dari persalinan, didefinisikan sebagai sebelum
pembukaan 5 cm. Mereka menekankan bahwa menghindari fase aktif persalinan
merupakan hal yang tidak mungkin pada kebanyakan kelahiran prematur karena jalur
persalinan tidak dapat diputuskan hingga fase aktif persalinan benar-benar terjadi 1,5.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham M.D, et all. 2005. Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 23 nd ed.
McGraw- Hill.
2. Goepfert A.R. 2001. Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for
Practise. McGraw-Hill.
3. Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5 th ed.
Saunders.
4. Jafferson Rompas. 2004. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145-11Persalinan
preterm.pdf/145.

29
5. Medlinux. 2007. http://medlinux.blogspot.com/2007/11/ruptur membran - pre-
persalinan.html
6. http://www.nichd.nih.gov/health/topics/Preterm_Labor_and_Birth.cfm
7. http://en.wikipedia.org/wiki/Premature_birth
8. http://www.marchofdimes.com/professionals/14332_1157.asp
9. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?tool=pubmed&pubmedid=920

10. http://www.babycenter.com/0_preterm-labor-and-birth_1055.bc?page=4

DAFTAR ISI

Halaman
Daftar isi i

Daftar Tabel ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Definisi 2

30
2.2 Morbiditas dan Mortalitas Perinatal 3

2.3 Penyebab Kelahiran Preterm 4

2.4 Gejala dan Tanda 16

2.5 Peran dari Progesteron dalam Pemeliharaan Kehamilan 16

2.6 Intervensi-intervensi untuk Menunda Kelahiran Preterm 17

2.7 Pencegahan Terjadinya Persalinan Prematur 19

2.8 Tinjauan Obat β-adrenergik untuk Mencegah Persalinan Preterm 22

2.9 Manajemen rekomendasi untuk Persalinan Preterm 27

DAFTAR PUSTAKA 30

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kolonisasi bakteri korioamnion terhadap usia kandungan 7

Tabel 2 Resiko berulangnya kelahiran preterm 8

Tabel 3 Dilatasi cervix antara 26 dan 30 usia kandungan 9

Tabel 4 USG panjang cervix dengan kelahiran preterm 10

31
Tabel 5 Kelahiran preterm pada wanita dengan Penyakit Periodontal 15

Tabel 6 Efek 17 alfa Hydroxyprogesteron caproate dan placebo 17

Tabel 7 Komplikasi dari Tokolitik 21

ii

REFERAT

KELAHIRAN PRETERM

32
Pembimbing:

Dr. Rimonta, SpOG

Oleh:
Rizky Noviantoro (0610083)

Bagian Obstetri dan Ginekologi


Fakultas kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
Rumah Sakit Immanuel
Bandung
2011

33

Anda mungkin juga menyukai