Disusun Oleh:
Luh Gede Ramonarie Utamidewi
42170165
BAB I
LATAR BELAKANG
1. LATAR BELAKANG
Partus prematurus imminens adalah persalinan yang berlangsung pada usia
kehamilan 28 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir (HPMT). Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada
usia kehamilan 37 minggu atau kurang, dengan berat badan lahir bayi diperkirakan dapat
mencapai 1000 sampai 2500 gram. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Departemen Kesehatan, proporsi berat bayi lahir rendah (BBLR) mencapai 11,5%,
meskipun angka ini tidak mutlak menggambarkan prematuritas di Indonesia. Hal tersebut
cukup mengkhawatirkan, karena persalinan, terutama yang terjadi sebelum usia kehamilan
34 minggu, menyumbang tiga perempat dari keseluruhan mortalitas pada neonatus. Angka
kematian bayi prematur dan sangat prematur (usia gestasi <32 minggu) lebih tinggi 15 dan
75 kali lipat dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm.
Persalinan preterm menyebabkan dampak yang besar terhadap morbiditas jangka
pendek dan jangka panjang. Semakin dini kejadian kelahiran preterm, semakin besar risiko
morbiditas dan mortalitas. Persalinan prematur merupakan masalah penting dalam dunia
kesehatan khususnya dibidang obstetri karena baik di negara berkembang maupun negara
maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus adalah bayi yang lahir preterm. World
Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 12,9 juta kelahiran atau 9,6% dari semua
kelahiran bayi diseluruh dunia merupakan bayi yang lahir prematur pada tahun 2005.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, angka kematian bayi prematur dengan
berat badan rendah di Indonesia termasuk tinggi yaitu mencapai 30%.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan upaya – upaya yang harus diketahui oleh
petugas kesehatan dalam mencegah kejadian kelahiran secara prematur dengan cara
menghambat kelahiran sebelum 37 minggu melalui pencegahan persalinan preterm, seperti
prediksi dini dan akurat, intervensi untuk menghilangkan faktor risiko serta menunda
terjadinya persalinan. Hal penting bagi petugas kesehatan untuk mengetahui lebih
mendalam mengenai partus prematurus imminens agar mampu menegakkan diagnosis dan
kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah
komplikasi sehingga risiko morbiditas dan mortalitas bisa dihindari.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Partus prematurus imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 22 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT). Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada
usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Persalinan prematur meliputi adanya kontraksi
uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu, dengan interval
kontraksi lima hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih tanda
sebagai berikut: (1) perubahan serviks yang progresif, (2) dilatasi serviks dua sentimeter
atau lebih, (3) penipisan serviks 80% atau lebih. Berat badan lahir dapat mencapai 1000
sampai 2500 gram. Konsep prematuritas mencakup ketidakmatangan biologis janin untuk
hidup di luar rahim ibunya. Maturitas adalah suatu proses peningkatan tumbuh kembang
janin sehingga sempurna dan dapat hidup di dunia luar.
2.2 EPIDEMIOLOGI
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 12,9 juta kelahiran atau
9,6% dari semua kelahiran bayi diseluruh dunia merupakan bayi yang lahir prematur pada
tahun 2005. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 angka kematian bayi
prematur dengan berat badan rendah di Indonesia termasuk tinggi yaitu mencapai 30%.
Pemicu faktor obstetri yang mengarah pada PPI pada umumnya antara lain: (1)
persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio
sesarea; (2) PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah
dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea.
Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan
dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini. PPI pada
wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh,
sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelumnya.
Sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity),
sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20%
pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia
4
kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka
kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran
preterm atas indikasi.
2.3 ETIOLOGI
Penyebab persalinan preterm belum diketahui secara pasti, diduga penyebabnya
adalah multifaktor. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medis yang
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan preterm. Berdasarkan bukti
eksperimental, terdapat 4 keadaan yang memicu terjadinya persalinan preterm, diantaranya
adalah adanya distensi berlebihan pada miometrium maupun membran pada janin,
perdarahan desidua, aktivasi endokrin fetus yang terlalu dini, dan infeksi intra uterine.
Kurang lebih 30% dari persalinan preterm tidak diketahui penyebabnya, sedangkan sisanya
di sebabkan oleh beberapa faktor, seperti kehamilan ganda (30% kasus), infeksi genitalia,
ketuban pecah dini, perdarahan ante partum, inkompetensia serviks, dan kelainan
kongenital uterus (20-25% kasus). Sisanya adalah sekitar 15-20% disebabkan oleh
hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan
penyakit-penyakit lain selama kehamilan.
persalinan preterm. Selain IMT ibu yang rendah, IMT ibu yang terlalu tinggi juga
menyebabkan terjadinya persalinan preterm melalui mekanisme preeklampsia dan
diabetes.
2.4. 11 Gaya hidup yang buruk seperti merokok, konsumsi narkoba, dan alkohol.
Kandungan rokok berupa nikotin dan karbon monoksida menyebabkan
vasokontriksi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan aliran darah ke uterus sebagai
nutrisi janin juga berkurang dan kerusakan plasenta, selain itu juga akan menyebabkan
timbulnya respon peradangan sehingga akan memicu proses persalinan preterm.
Penggunaan kokain, heroin, serata alkohol akan memicu terjadinya persalinann preterm.
2.4.12 Senggama
Prostaglandin yang terdapat pada cairan seminal dapat merangsang pematangan
serviks dan kontraksi miometrium, sehinga proses persalinan preterm tidak bisa dihindari.
7
2.4.16 Paritas
Primigravida mempunyai faktor resiko tinggi terjadinya komplikasi pada kekuatan
HIS (power), jalan lahir (passage), kondisi janin (passenger), oleh karena itu persalinan
pada primigravida memliki resiko lebih tinggi terjadinya persalinan preterm dibandingkan
multigravida.
2.5 PATOGENESIS
Persalinan preterm menunjukkan adanya kegagalan mekanisme mempertahankan
kondisi uterus untuk tidak berkontraksi. Uterus dipertahankan tidak berkontraksi oleh
beberapa inhibitor yaitu estrogen progesteron, prostasiklin, nitrit oksida, hormon
paratiroid-peptida berupa relaksin dan oksitosin, corticotropin-releasing hormone, human
placental lactogen, peptida calcitonin gene-related, adrenomedulin dan peptida vasoaktif
intestinal. Corticotropin releasing hormone bila berikatan dengan reseptor G-protein akan
menyebabkan relaksasi dari miometrium. Peningkatan hormon estrogen dan progesteron
menyebabkan kontraksi miometrium dihambat. Pada kehamilan kurang dari 20 minggu,
human chorionic gonadotropine akan mengaktivasi adenilsiklase sehingga terjadi
8
peningkatan kadar cAMP, kadar cAMP akan merangsang peyimpanan kalsium pada
retikulum sarkoplasma dan mengaktivasikan pompa kalsium untuk mengeluarkan ke ekstra
sel sehingga tidak terjadi kontraksi.
Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi
yang terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi, mencapai puncaknya
menjelang persalinan, dan secara berangsur menghilang pada preriode post partum.
Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan,
persalinan dan kelahiran, sampai dengan saat ini, masih belum jelas benar. Drife dan
Magowan (2008) menyatakan bahwa 35% persen persalinan preterm tidak diketahui
penyebabnya, 30% akibat persalinan elektif, 10% pada kehamilan ganda, dan sebagian lain
akibat kondisi ibu dan janinnya.
Persalinan preterm dapat dipicu oleh beberapa keadaan seperti infeksi, iskemik
pada janin, dan distensi uterus. Pada permukaan plasenta dan membran amnion banyak
mengandung makrofag. Bila ada invasi bakteri akan dihasilkan produk – produk bakteri
seperti phospolipase A2, endotoksin, dan collagenase. Peningkatan phospolipase akan
melepaskan asam arachidonat yang akan mensintesis COX-1 dan COX-2 pada jalur
sintesis prostaglandin. Selain itu terjadi peningkatan produksi lipooxygenase, dan sitokin
(IL 1, IL 6, IL 8, TNF). Makrofag akan mensintesis prostaglandin, enzim protease dan
collagenase yang akan menyebabkan penipisan pada serviks dan kontraksi otot
miometrium sehingga menginduksi persalinan preterm.
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis dini adanya PPI pada ibu hamil harus ditegakkan secara dini, agar dapat
memberikan tindak lanjut yang sesuai. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
9
Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI sebagai berikut:
a) Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
b) Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
c) Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan
intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
d) Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
e) Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
f) Selaput amnion seringkali telah pecah,
g) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
Collage of Obstetricians and Gynecologists untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
a) Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali
dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
b) Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
c) Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
timbulnya PPI.
c) USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik, cacat
kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan uterus.
2.8 PENATALAKSANAAN
Dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan, bayi preterm terutama yang
lahir dengan usia kehamilan <32 minggu, mempunyai resiko kematian 70 kali lebih tinggi,
karena mereka mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim
akibat ketidakmatangan sistem organ tubuhnya seperti paru – paru, jantung, ginjal, hati dan
sistem pencernaannya.
Semakin dini kejadian kelahiran preterm, semakin besar risiko morbiditas dan
mortalitas. Atas pertimbangan sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal
maka persalinan preterm perlu dicegah untuk menghindari morbiditas dan mortalitas.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas neonatus preterm yaitu:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu:
a) Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap
8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi
berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b) Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 μg/menit, sedangkan peroral: 4 mg,
2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15
μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg
setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema
paru.
c) Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases
(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin
merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko
kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil
11
2. Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi aktivitas
atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
BAB III
DATA KASUS
3.2 ANAMNESA
a) Keluhan Utama
Kencang-kencang.
e) Riwayat Operasi
- Tahun 2014, operasi usus buntu
- Tahun 2015, operasi benjolan di ketiak
f) Riwayat Menstruasi
- Menarche : 14 tahun
- Lama menstruasi : 7 hari
- Siklus : 27 hari, teratur
- Jumlah : 2-3 pembalut/hari
- Dismenorrhea : (-)
- Keputihan : (-)
- Haid terakhir : 10 Desember 2017
g) Riwayat Pernikahan
Menikah satu kali pada usia 20 tahun, dengan suami sekarang 8 bulan.
h) Riwayat Obstetrik
Tahun 2018, kehamilan saat ini usia 32 minggu.
i) Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan metode KB lainnya. Pasien hanya
menggunakan metode KB kalender.
k) Gaya Hidup
Pasien sehari–hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga dan berwiraswasta
di rumah. Aktivitas lebih banyak dilakukan di rumah dengan membuka toko
kelontong. Setiap pagi berjulan di toko pasien hingga sore hari. Pola makan pasien
kurang teratur, karena pasien selama kehamilan kurang nafsu makan dan sering
merasakan mual serta muntah. Terkadang makan hanya satu kali sehari dengan
komposisi nasi, lauk, dan sayur. Konsumsi air putih cukup yaitu lebih dari 9 gelas
perhari. Lingkungan sekitar pasien baik dan bersih, serta jauh dari asap rokok.
Pasien juga tidak merokok.
Status Lokalis
1. Kepala
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir kering (-)
Leher : pembesaran limfonodi (-), peningkatan JVP (-)
16
2. Thorax
Paru
Inspeksi : dada simetris, jejas (-), ketinggalan gerak (-), massa (-)
Palpasi : pengembangan dada normal, retraksi dinding dada (-)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavicularis sinistra SIC V
Perkusi : batas jantung sinistra di linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : suara jantung S1 dan S2 normal, regular, bising (-)
3. Payudara
Bentuk payudara : simetris
Bentuk puting : menonjol
Pengeluaran ASI : tidak ada
Benjolan : tidak ada
4. Abdomen
Inspeksi : tampak perut membesar, membujur, bekas operasi app (+)
striae gravidarum (-), linea nigra (+)
Auskultasi : peristaltik usus 11x/ menit
Perkusi : nyeri tekan (-)
5. Pemeriksaan Obstetri
Tinggi fundus uteri : 21 cm
Leopold I : teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
Leopold II : teraba tahanan keras di bagian kiri perut (kesan punggung)
Leopold III : teraba bagian bulat, keras (kesan kepala), penurunan (-)
Leopold IV : bagian bawah janin belum masuk ke pintu atas panggul
DJJ : 148x/ menit dengan punctum maksimum abdomen kiri
HIS : (+), 2 kali/15-20 detik/10 menit, teratur, kekuatan lemah
17
7. Ekstremitas
Atas (tangan) : akral hangat, edema (-/-), kelumpuhan otot (-)
Bawah (kaki) : akral hangat, edema (-/-), kelumpuhan otot (-)
3.5 DIAGNOSA
G1P0A0 hamil 32 minggu dengan partus prematurus imminens, infeksi saluran kemih
(ISK), IUGR, dan infeksi Pseudomonas aeruginosa.
3.6 TATALAKSANA
Medikamentosa:
- Drip bricasma 1 ml, 1 ampul dalam 500 ml Nacl, IV, 10 tetes per menit.
- Injeksi IM Dexamethasone 5 mg, 1 ampul per 12 jam, selama 2 hari.
- Nifedipine Tablet 10 mg, 3 x sehari.
- Antibiotik:
o Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram.
o Setelah sensitivitas test keluar hasil:
Ciprofloxacin 500 mg tablet, 2 kali sehari
Gentamicin 40 mg/ml injeksi, 2 ampul
Non – medikamentosa
- Kultur serviks atau kultur usapan vagina, serta sensitivitas test.
- Bedrest, hindari aktivitas fisik berat.
- Makan teratur dengan porsi yang cukup.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C., Wenstrom, K.D.,
2001, Mechanism of normal labor. In Williams obstetrics . 21 ed. McGraw Hill Inc,
291-308
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human
Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.
Prawirohardjo, S., 2009, Ilmu Kebidanan, Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 530-561.
Ultrasonografi. In: Gondo HK, Suwardewa TGA, editors. Buku ajar obstetri ginekologi.
Jakarta: EGC; 2012.