Anda di halaman 1dari 23

TUTORIAL KLINIK OBSTETRI

“PARTUS PREMATURUS IMMINENS”

Dosen Pembimbing Klinik:


dr. Heribertus Rahardjo, Sp.OG., M.Kes

Disusun Oleh:
Luh Gede Ramonarie Utamidewi
42170165

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
2

BAB I
LATAR BELAKANG

1. LATAR BELAKANG
Partus prematurus imminens adalah persalinan yang berlangsung pada usia
kehamilan 28 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir (HPMT). Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada
usia kehamilan 37 minggu atau kurang, dengan berat badan lahir bayi diperkirakan dapat
mencapai 1000 sampai 2500 gram. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Departemen Kesehatan, proporsi berat bayi lahir rendah (BBLR) mencapai 11,5%,
meskipun angka ini tidak mutlak menggambarkan prematuritas di Indonesia. Hal tersebut
cukup mengkhawatirkan, karena persalinan, terutama yang terjadi sebelum usia kehamilan
34 minggu, menyumbang tiga perempat dari keseluruhan mortalitas pada neonatus. Angka
kematian bayi prematur dan sangat prematur (usia gestasi <32 minggu) lebih tinggi 15 dan
75 kali lipat dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm.
Persalinan preterm menyebabkan dampak yang besar terhadap morbiditas jangka
pendek dan jangka panjang. Semakin dini kejadian kelahiran preterm, semakin besar risiko
morbiditas dan mortalitas. Persalinan prematur merupakan masalah penting dalam dunia
kesehatan khususnya dibidang obstetri karena baik di negara berkembang maupun negara
maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus adalah bayi yang lahir preterm. World
Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 12,9 juta kelahiran atau 9,6% dari semua
kelahiran bayi diseluruh dunia merupakan bayi yang lahir prematur pada tahun 2005.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, angka kematian bayi prematur dengan
berat badan rendah di Indonesia termasuk tinggi yaitu mencapai 30%.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan upaya – upaya yang harus diketahui oleh
petugas kesehatan dalam mencegah kejadian kelahiran secara prematur dengan cara
menghambat kelahiran sebelum 37 minggu melalui pencegahan persalinan preterm, seperti
prediksi dini dan akurat, intervensi untuk menghilangkan faktor risiko serta menunda
terjadinya persalinan. Hal penting bagi petugas kesehatan untuk mengetahui lebih
mendalam mengenai partus prematurus imminens agar mampu menegakkan diagnosis dan
kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah
komplikasi sehingga risiko morbiditas dan mortalitas bisa dihindari.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Partus prematurus imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 22 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT). Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada
usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Persalinan prematur meliputi adanya kontraksi
uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu, dengan interval
kontraksi lima hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih tanda
sebagai berikut: (1) perubahan serviks yang progresif, (2) dilatasi serviks dua sentimeter
atau lebih, (3) penipisan serviks 80% atau lebih. Berat badan lahir dapat mencapai 1000
sampai 2500 gram. Konsep prematuritas mencakup ketidakmatangan biologis janin untuk
hidup di luar rahim ibunya. Maturitas adalah suatu proses peningkatan tumbuh kembang
janin sehingga sempurna dan dapat hidup di dunia luar.

2.2 EPIDEMIOLOGI
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 12,9 juta kelahiran atau
9,6% dari semua kelahiran bayi diseluruh dunia merupakan bayi yang lahir prematur pada
tahun 2005. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 angka kematian bayi
prematur dengan berat badan rendah di Indonesia termasuk tinggi yaitu mencapai 30%.
Pemicu faktor obstetri yang mengarah pada PPI pada umumnya antara lain: (1)
persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio
sesarea; (2) PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah
dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea.
Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan
dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini. PPI pada
wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh,
sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelumnya.
Sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity),
sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20%
pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia
4

kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka
kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran
preterm atas indikasi.

2.3 ETIOLOGI
Penyebab persalinan preterm belum diketahui secara pasti, diduga penyebabnya
adalah multifaktor. Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medis yang
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya persalinan preterm. Berdasarkan bukti
eksperimental, terdapat 4 keadaan yang memicu terjadinya persalinan preterm, diantaranya
adalah adanya distensi berlebihan pada miometrium maupun membran pada janin,
perdarahan desidua, aktivasi endokrin fetus yang terlalu dini, dan infeksi intra uterine.
Kurang lebih 30% dari persalinan preterm tidak diketahui penyebabnya, sedangkan sisanya
di sebabkan oleh beberapa faktor, seperti kehamilan ganda (30% kasus), infeksi genitalia,
ketuban pecah dini, perdarahan ante partum, inkompetensia serviks, dan kelainan
kongenital uterus (20-25% kasus). Sisanya adalah sekitar 15-20% disebabkan oleh
hipertensi dalam kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan
penyakit-penyakit lain selama kehamilan.

2.4 FAKTOR RESIKO


Etiologi dari persalinan preterm masih belum jelas adanya, oleh karena itu
menemukan faktor resiko terjadinya persalinan preterm lebih dini adalah tindakan yang
dapat mencegah terjadinya mortalitas pada bayi dan efek yang berkepanjangan pada bayi
yang masih hidup. Berikut adalah faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan
preterm pada ibu hamil :
2.4.1 Ras dan Genetik
Penelitian di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan bahwa wanita dengan kulit
hitam lebih beresiko tiga sampai empat kali dibandingkan dengan wanita kulit putih.

2.4.2 Status Gizi


Ibu dengan IMT rendah sebelum hamil dan ketika hamil dapat meningkatkan resiko
preterm, dengan alasan bahwa asupan vitamin dan mineral yang berkurang dapat
menyebabkan asupan darah ke plasenta juga berkurang, sehingga memicu terjadinya
5

persalinan preterm. Selain IMT ibu yang rendah, IMT ibu yang terlalu tinggi juga
menyebabkan terjadinya persalinan preterm melalui mekanisme preeklampsia dan
diabetes.

2.4.3 Preeklampsia dan Eklampsia


Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan yaitu preeklampsia eklampsia,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Keadaan tersebut dapat mengganggu
kesahatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan, sehingga meningkatkan resiko
persalinan preterm. Preeklampsia eklampsia terjadi penurunan asupan darah ke plasenta
menyebabkan kualitas janin dalam kandungan memburuk dan terhambatnya pertumbuhan
janin, sehingga memacu terjadinya persalinan preterm.

2.4.4 Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan
trimester III, dapat disebabkan plasenta previa maupun solusio plasenta, kedua keadaan
tersebut sering diakibatkan akibat adanya trauma/kecelakaan maupun tekanan darah ibu
yang tinggi, keadaan tersebut mengancam nyawa ibu dan bayi, sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.

2.4.5 Ketuban Pecah Dini


Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
pecah dini berkaitan dengan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra
selluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Selaput ketuban yang pecah
sebelum kehamilan aterm dapat memicu terjadinya persalinan preterm.

2.4.6 Riwayat Persalinan Preterm


Mekanisme terjadinya persalinan preterm berulang belum diketahui secara pasti,
akan tetapi pada penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa riwayat persalinan
preterm akan menyebabkan persalian preterm pada kehamilan berikutnya.
6

2.4.7 Infeksi Cairan Amnion, Genital, dan Intrauterin


Infeksi genital utamanya disebabkan oleh vaginosis bakterial. Mekanisme
terjadinya persalinan preterm berkaitan dengan sistem imun bawaan, akan tetapi
mekanisme belum diketahui secara pasti.

2.4.8 Inkompetensi Serviks


Inkompetensi serviks merupakan adanya dilatasi serviks yang berulang, hal ini
memicu terjadinya persalinan preterm. Panjang serviks kurang lebih 1cm dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.

2.4.9 Kelainan Bentuk Uterus


Bentuk uterus yang tidak normal akan memicu terjadinya persalinan preterm dan
memicu terjadinya abortus spontan.

2.4.10 Kehamilan Ganda dan Hidramnion


Distensi uterus berlebihan dapat menyebabkan persalinan preterm. Usia kehamilan
makin pendek pada kehamilan ganda, sering terjadi bayi kembar lahir pada usia kehamilan
lahir 4 minggu sebelum kelahiran cukup bulan.

2.4. 11 Gaya hidup yang buruk seperti merokok, konsumsi narkoba, dan alkohol.
Kandungan rokok berupa nikotin dan karbon monoksida menyebabkan
vasokontriksi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan aliran darah ke uterus sebagai
nutrisi janin juga berkurang dan kerusakan plasenta, selain itu juga akan menyebabkan
timbulnya respon peradangan sehingga akan memicu proses persalinan preterm.
Penggunaan kokain, heroin, serata alkohol akan memicu terjadinya persalinann preterm.

2.4.12 Senggama
Prostaglandin yang terdapat pada cairan seminal dapat merangsang pematangan
serviks dan kontraksi miometrium, sehinga proses persalinan preterm tidak bisa dihindari.
7

2.4.13 Sosial ekonomi yang rendah


Wanita dengan sosial ekonomi yang rendah memiliki resiko lebih besar terjadinya
persalinan preterm dibandingkan dengan wanita dengan sosial ekonomi yang tinggi.

2.4.14 Stress psikologis


Mekanisme hubungan antara depresi dan stress psikologis belum diketahui secara
pasti, akan tetapi penurunan dari NK cell dan peningkatan mediator inflamasi akan
memicu terjadinya persalinan preterm.

2.4.15 Umur Ibu


Usia reproduksi yang optimal bagi ibu adalah sekitar usia 20-35 tahun. Pada usia
kurang dari 20 tahun organ reproduksi belum berfungsi dengan sempurna, rahim dan
panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa sehingga akan memudahkan
terjadinya kelahiran preterm. Pada usia lebih dari 35 tahun organ reproduksi sudah tua dan
memungkinkan untuk terjadinya persalinan preterm.

2.4.16 Paritas
Primigravida mempunyai faktor resiko tinggi terjadinya komplikasi pada kekuatan
HIS (power), jalan lahir (passage), kondisi janin (passenger), oleh karena itu persalinan
pada primigravida memliki resiko lebih tinggi terjadinya persalinan preterm dibandingkan
multigravida.

2.5 PATOGENESIS
Persalinan preterm menunjukkan adanya kegagalan mekanisme mempertahankan
kondisi uterus untuk tidak berkontraksi. Uterus dipertahankan tidak berkontraksi oleh
beberapa inhibitor yaitu estrogen progesteron, prostasiklin, nitrit oksida, hormon
paratiroid-peptida berupa relaksin dan oksitosin, corticotropin-releasing hormone, human
placental lactogen, peptida calcitonin gene-related, adrenomedulin dan peptida vasoaktif
intestinal. Corticotropin releasing hormone bila berikatan dengan reseptor G-protein akan
menyebabkan relaksasi dari miometrium. Peningkatan hormon estrogen dan progesteron
menyebabkan kontraksi miometrium dihambat. Pada kehamilan kurang dari 20 minggu,
human chorionic gonadotropine akan mengaktivasi adenilsiklase sehingga terjadi
8

peningkatan kadar cAMP, kadar cAMP akan merangsang peyimpanan kalsium pada
retikulum sarkoplasma dan mengaktivasikan pompa kalsium untuk mengeluarkan ke ekstra
sel sehingga tidak terjadi kontraksi.
Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi
yang terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi, mencapai puncaknya
menjelang persalinan, dan secara berangsur menghilang pada preriode post partum.
Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan,
persalinan dan kelahiran, sampai dengan saat ini, masih belum jelas benar. Drife dan
Magowan (2008) menyatakan bahwa 35% persen persalinan preterm tidak diketahui
penyebabnya, 30% akibat persalinan elektif, 10% pada kehamilan ganda, dan sebagian lain
akibat kondisi ibu dan janinnya.
Persalinan preterm dapat dipicu oleh beberapa keadaan seperti infeksi, iskemik
pada janin, dan distensi uterus. Pada permukaan plasenta dan membran amnion banyak
mengandung makrofag. Bila ada invasi bakteri akan dihasilkan produk – produk bakteri
seperti phospolipase A2, endotoksin, dan collagenase. Peningkatan phospolipase akan
melepaskan asam arachidonat yang akan mensintesis COX-1 dan COX-2 pada jalur
sintesis prostaglandin. Selain itu terjadi peningkatan produksi lipooxygenase, dan sitokin
(IL 1, IL 6, IL 8, TNF). Makrofag akan mensintesis prostaglandin, enzim protease dan
collagenase yang akan menyebabkan penipisan pada serviks dan kontraksi otot
miometrium sehingga menginduksi persalinan preterm.

2.6 GAMBARAN KLINIS


Tanda – tanda klinis dari persalinan preterm didahului dengan adanya kontraksi
uterus yang berulang dan tekanan pada panggul, dilanjutkan dengan keluarnya cairan darah
yang berasal dari vagina kemudian diikuti dengan penipisan serviks. Proses tersebut
berlangsung selama 24 jam sebelum terjadinya persalinan preterm.

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis dini adanya PPI pada ibu hamil harus ditegakkan secara dini, agar dapat
memberikan tindak lanjut yang sesuai. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
9

Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI sebagai berikut:
a) Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
b) Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
c) Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan
intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
d) Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
e) Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
f) Selaput amnion seringkali telah pecah,
g) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
Collage of Obstetricians and Gynecologists untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
a) Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali
dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
b) Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
c) Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI:


a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah rutin, kimia darah, golongan
ABO, faktor rhesus, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah
janin.
b) Pemeriksaan Urinalisa dan Kultur Urin
Kultur urin merupakan Gold Standart dalam mendiagnosa ISK. Namun, pemeriksaan
dengan menggunakan kultur cukup mahal dan jarang dilakukan apabila tidak ada indikasi
tertentu. Sementara sebanyak 2 – 11% wanita hamil mengalami bakteriuria asimptomatik.
Untuk itu perlu metode diagnostik yang lebih umum dan lebih murah sebagai tindakan
preskrining sebelum dilakukan kultur. Pemeriksaan urin rutin (urinalisis) merupakan
pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan. Pada urinalisis dapat ditemukan ada
tidaknya bakteri dan leukosit didalam urin, dimana kedua unsur tersebut merupakan
komponen yang berperan dalam timbulnya infeksi saluran kemih yang beresiko untuk
10

timbulnya PPI.
c) USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik, cacat
kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan uterus.

2.8 PENATALAKSANAAN
Dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan, bayi preterm terutama yang
lahir dengan usia kehamilan <32 minggu, mempunyai resiko kematian 70 kali lebih tinggi,
karena mereka mempunyai kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim
akibat ketidakmatangan sistem organ tubuhnya seperti paru – paru, jantung, ginjal, hati dan
sistem pencernaannya.
Semakin dini kejadian kelahiran preterm, semakin besar risiko morbiditas dan
mortalitas. Atas pertimbangan sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal
maka persalinan preterm perlu dicegah untuk menghindari morbiditas dan mortalitas.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas neonatus preterm yaitu:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu:
a) Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap
8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi
berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b) Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 μg/menit, sedangkan peroral: 4 mg,
2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15
μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg
setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema
paru.
c) Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases
(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin
merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko
kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil
11

daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam


konteks percobaan klinis.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine
terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil
dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

2. Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi aktivitas
atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.

3. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,


Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan
intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang diberikan ialah deksametason atau
betametason. Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
 Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
 Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing hormone
400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian dapat
meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena
inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
12

4. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik menunjukkan hasil yang


baik, bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian
korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana
kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat
diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat
pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan
antibiotika lain seperti klindamisin.
13

BAB III
DATA KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. YNH
No RM : 02066033
Tanggal Lahir : 30 Juli 1996
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pemukti Baru No. 628, RT 12/04, Tlogorejo
Status perkawinan : Menikah
Kunjungan ke RS : 24 Juli 2018

3.2 ANAMNESA
a) Keluhan Utama
Kencang-kencang.

b) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien Ny. YNH usia 21 tahun, G1P0Ab0 usia kehamilan 32 minggu. Pasien
datang ke IGD Rumah Sakit Bethesda dengan keluhan kencang-kencang. Keluhan
kencang-kencang sudah dirasakan sejak satu hari sebelum ke rumah sakit. Pada
jalan lahir dirasakan adanya lendir (+), darah (+), ketuban ngepyok atau
merembes (-). Keluhan juga disertai dengan mual (+) dan muntah (+), BAK dan
BAB tidak ada keluhan, serta demam disangkal. Hari pertama haid terakhir pada
10 Desember 2017 dan hari perkiraan lahir pada 17 September 2018. Selama
kehamilan, pasien rutin periksa kehamilan di puskesmas.

c) Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa belum pernah dialami pasien sebelumnya. Pasien menyangkal
memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi (-), asma (-), diabetes melitus (-),
penyakit jantung (-), serta penyakit infeksi (-), alergi (-).
14

d) Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit keluarga ibu pasien diabetes (+), penyakit lainnya disangkal
seperti hipertensi (-), asma (-), dan penyakit jantung (-).

e) Riwayat Operasi
- Tahun 2014, operasi usus buntu
- Tahun 2015, operasi benjolan di ketiak

f) Riwayat Menstruasi
- Menarche : 14 tahun
- Lama menstruasi : 7 hari
- Siklus : 27 hari, teratur
- Jumlah : 2-3 pembalut/hari
- Dismenorrhea : (-)
- Keputihan : (-)
- Haid terakhir : 10 Desember 2017

g) Riwayat Pernikahan
Menikah satu kali pada usia 20 tahun, dengan suami sekarang 8 bulan.

h) Riwayat Obstetrik
Tahun 2018, kehamilan saat ini usia 32 minggu.

i) Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan metode KB lainnya. Pasien hanya
menggunakan metode KB kalender.

j) Riwayat Penggunaan Obat


Konsumsi obat pasien selama kehamilan:
- Kalsium Lactat 500 mg, 1 kali sehari
- Tablet Fe, 2 kali sehari
- Folamil genio, 1 kali sehari
15

k) Gaya Hidup
Pasien sehari–hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga dan berwiraswasta
di rumah. Aktivitas lebih banyak dilakukan di rumah dengan membuka toko
kelontong. Setiap pagi berjulan di toko pasien hingga sore hari. Pola makan pasien
kurang teratur, karena pasien selama kehamilan kurang nafsu makan dan sering
merasakan mual serta muntah. Terkadang makan hanya satu kali sehari dengan
komposisi nasi, lauk, dan sayur. Konsumsi air putih cukup yaitu lebih dari 9 gelas
perhari. Lingkungan sekitar pasien baik dan bersih, serta jauh dari asap rokok.
Pasien juga tidak merokok.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


Deskripsi Umum
Keadaan umum : sedang
GCS : E4 V5 M6
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 153 cm
VAS :4
Vital sign
- Tekanan darah : 100/60 mmHg
- Nadi : 64x/menit
- Suhu : 37˚C
- Napas : 20x/menit
Risiko jatuh : (-)
Fungsional : Mandiri

Status Lokalis
1. Kepala
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir kering (-)
Leher : pembesaran limfonodi (-), peningkatan JVP (-)
16

2. Thorax
Paru
Inspeksi : dada simetris, jejas (-), ketinggalan gerak (-), massa (-)
Palpasi : pengembangan dada normal, retraksi dinding dada (-)
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midclavicularis sinistra SIC V
Perkusi : batas jantung sinistra di linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi : suara jantung S1 dan S2 normal, regular, bising (-)

3. Payudara
Bentuk payudara : simetris
Bentuk puting : menonjol
Pengeluaran ASI : tidak ada
Benjolan : tidak ada

4. Abdomen
Inspeksi : tampak perut membesar, membujur, bekas operasi app (+)
striae gravidarum (-), linea nigra (+)
Auskultasi : peristaltik usus 11x/ menit
Perkusi : nyeri tekan (-)

5. Pemeriksaan Obstetri
Tinggi fundus uteri : 21 cm
Leopold I : teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
Leopold II : teraba tahanan keras di bagian kiri perut (kesan punggung)
Leopold III : teraba bagian bulat, keras (kesan kepala), penurunan (-)
Leopold IV : bagian bawah janin belum masuk ke pintu atas panggul
DJJ : 148x/ menit dengan punctum maksimum abdomen kiri
HIS : (+), 2 kali/15-20 detik/10 menit, teratur, kekuatan lemah
17

6. Pemeriksaan Genitalia Eksterna dan Interna


Genitalia Eksterna:
Inspeksi  OUE : tanda radang (-)
Introitus vagina : himen (-), flour albus (-), tumor (-), darah (-)
Palpasi  Nyeri tekan suprapubik : (-)
Genitalia Interna:
Inspekulo  tidak dilakukan
Vaginal touche  dilatasi serviks 1 cm, penipisan serviks 80%, portio datar dan
kaku, presentasi kepala, ketuban (+), lendir (+), darah (+)

7. Ekstremitas
Atas (tangan) : akral hangat, edema (-/-), kelumpuhan otot (-)
Bawah (kaki) : akral hangat, edema (-/-), kelumpuhan otot (-)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap (24 Juli 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobine 12,1 g/dl 11,7 – 15,5
Leukosit 14.300 /mm3 4.500 – 11.000
Hematokrit 35,8 % 35 – 49
Eritrosit 4,12 jt/mm3 4,20 – 5,40
Trombosit 268.000 /mm3 150.000 – 450.000
MCV 86,9 fL 80,0 – 94,0
MCH 29,4 pg 26,0 – 32,0
MCHC 33,8 g/dL 32 – 36
Hitung Jenis Lekosit:
- Basofil 0,1 % 0–1
- Eosinofil 0,1 % 2–4
- Segmen neutrofil 87,8 % 50 – 70
- Limfosit 8,0 % 18 – 42
- Monosit 4,0% 2–8
Imunoserologi : HBsAg Kualitatif (non reaktif)

Pemeriksaan Urinalisis (24 Juli 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Warna Kuning keruh
Berat Jenis <= 1.005 1.003 – 1.030
pH 6,50 4,5 – 8,0
18

Glukosa Negatif Negatif


Protein Negatif Negatif
Sedimen:
- Lekosit pucat Negatif
- Sel gliter Negatif
- Lekosit gelap +1
- Eritrosit +3
- Epitel +2
- Ca Oxalat Negatif
- Asam urat Negatif
- Triple fosfat Negatif
- Bacteria Negatif
- Jamur Negatif
- Sil. Hyaline Negatif
- Sil. Granula Negatif
- Sil. Epitel Negatif
- Sil. Eritrosit Negatif
- Sil. Leukosit Negatif

Pemeriksaan Swap/ Usapan Sekret Vagina dan Sensitivitas Test


Pada pemeriksaan swap sekret vagina, didapatkan Staphylococcus Aureus (+) dan
Pseudomonas Aeruginosa (+).
ANTIBIOTIK Staphylococcus aureus Pseudomonas
aeruginosa
Amikasin S S
Ampicilin sulbactam S R
Cefepime S S
Cefoperazone S R
Cefotaxime S R
Cefoxitin S R
Ceftazidim S S
Ceftriaxone S R
Chloramphenicol S R
Ciprofloxacin S S
Erythromicin S R
Gentamycin S S
Kanamycin S R
Levofloxacin S S
Linezolid S R
Meropenem S S
Penicillin S R
Sulfametoxazole S R
Trimetiprim
Tetracyclin S R
Tigecycline S R
Vancomycin S R
19

b) Pemeriksaan USG abdomen (24 Juli 2018)


Janin intrauterine (IU) dengan presentasi kepala, placenta di corpus anterior, BPD
80 (UK 32 mg), AC 264 (UK 30+3 mg), FL 57 (UK 29+6 mg), berat 1613 gram.

3.5 DIAGNOSA
G1P0A0 hamil 32 minggu dengan partus prematurus imminens, infeksi saluran kemih
(ISK), IUGR, dan infeksi Pseudomonas aeruginosa.

3.6 TATALAKSANA
Medikamentosa:
- Drip bricasma 1 ml, 1 ampul dalam 500 ml Nacl, IV, 10 tetes per menit.
- Injeksi IM Dexamethasone 5 mg, 1 ampul per 12 jam, selama 2 hari.
- Nifedipine Tablet 10 mg, 3 x sehari.
- Antibiotik:
o Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram.
o Setelah sensitivitas test keluar hasil:
 Ciprofloxacin 500 mg tablet, 2 kali sehari
 Gentamicin 40 mg/ml injeksi, 2 ampul

Non – medikamentosa
- Kultur serviks atau kultur usapan vagina, serta sensitivitas test.
- Bedrest, hindari aktivitas fisik berat.
- Makan teratur dengan porsi yang cukup.

3.8 PERJALANAN PENGOBATAN


1) Tanggal 24 Juli 2018
S  pasien G1P0A0 hamil 32 minggu, mengeluh kencang – kencang makin sering
sejak 1 hari yang lalu.
O  KU sedang (nyeri), compos mentis, TD 110/80; Nadi 64x/menit; Napas
20x/menit; Suhu 37oC. DJJ 148x/menit, HIS 10 menit/1-2x/15-20 detik.
VT: dilatasi serviks 1 cm, penipisan serviks 80%, portio datar dan kaku,
presentasi kepala, ketuban (+), lendir (+), darah (+).
20

A  G1P0A0 hamil 32 minggu dengan Partus Prematurus Imminens.


P  Nifedipine 3 x 5 mg, injeksi dexamethasone 2 x 5 mg (IM) selama 2 hari,
injeksi ceftriaxone 2 x 1 gram (IV), observasi di VK, pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan urinalisa, pemeriksaan kultur serviks.

2) Tanggal 25 Juli 2018


S  pasien G1P0A0 hamil 32 minggu, mengeluh flek (+), kenceng (+)
O  KU sedang (nyeri), compos mentis, TD 100/80; Nadi 80x/menit; Napas
20x/menit; Suhu 37,2oC. DJJ 148x/menit, HIS 10 menit/1x/15 detik.
A  G1P0A0 hamil 32 minggu dengan Partus Prematurus Imminens.
P  drip bricasma 1 ampul dalam 500 cc NaCl (12 tpm) habiskan, injeksi
dexamethasone 2 x 5 mg (IM). Besok ganti terapi oral dengan hystolan 3 x ½
tablet. Bila baik, boleh pulang.

3) Tanggal 26 Juli 2018


S  pasien G1P0A0 hamil 32 minggu, masih mengeluh kenceng sekali pagi ini
O  KU sedang, compos mentis, TD 110/70; Nadi 60x/menit; Napas 20x/menit;
Suhu 37oC. DJJ 148x/menit, HIS (+) lemah. Kultur serviks (Stapylococcus aureus
dan Pseudomonas aeruginosa), sensitive antibiotik (amikacin, gentamicin,
ciprofloxacin, cefepime). Urinalisis leukosit ++.
A  G1P0A0 hamil 32 minggu dengan Partus Prematurus Imminens dan Infeksi
Pseudomonas dan infeksi saluran kemih.
P  Ciprofloxacin 500 mg tablet, 2 kali sehari; Gentamicin 40 mg/ml injeksi, 2
ampul; hystolan tablet 3 x ½ tablet.

4) Tanggal 27 Juli 2018


S  pasien G1P0A0 hamil 32 minggu, kenceng (+) lemah dan jarang.
O  KU baik, compos mentis, TD 110/70; Nadi 60x/menit; Napas 20x/menit;
Suhu 36oC. DJJ 148x/menit, HIS (+) lemah.
A  G1P0A0 hamil 32 minggu dengan Partus Prematurus Imminens dan Infeksi
Pseudomonas dan infeksi saluran kemih.
P  BLPL (boleh pulang).
21

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis pasien dengan kehamilan partus prematurus imminens di tegakkan


dengan anamnesis adanya keluhan berupa kencang – kencang sebanyak empat kali dalam
20 menit pada kehamilan usia 20 – 37 minggu. Pada kasus ini pasien Ny. Y usia 21 tahun
hamil 32 minggu. Pasien datang ke rumah sakit Bethesda dengan keluhan kencang –
kencang yang frekuensinya semakin sering. Pada jalan lahir dirasakan adanya lendir (+),
darah (+), ketuban ngepyok atau merembes (-). HPHT pada 10 Desember 2017 dan HPL
pada 17 September 2018. Gaya hidup pasien juga dapat mengarah ke faktor risiko
terjadinya PPI, dimana pasien mungkin merasakan kelelahan karena aktivitasnya sehari-
hari berjualan dari pagi hingga sore hari.
Pada pemeriksaan fisik, diagnosis PPI dapat ditegakkan dengan adanya kontraksi
HIS yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali dalam 60
menit plus perubahan progresif pada serviks, dilatasi serviks lebih dari 1 cm, pendataran
serviks sebesar 80% atau lebih. Pemeriksaan vaginal touche Ny. Y menunjukkan adanya
dilatasi serviks 1 cm, penipisan serviks 80%, portio datar dan kaku, presentasi kepala,
ketuban (+), lendir (+), darah (+). Sehingga dengan ini, diagnosis Ny. Y dapat ditegakkan
yaitu kehamilan dengan PPI. PPI dapat disebabkan oleh beberapa penyebab seperti infeksi.
Untuk menunjang penegakkan diagnosis PPI, dilakukan pemeriksaan urinalisis dan kultur
serviks serta pemeriksaan darah lengkap. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan adanya
kadar leukosit darah yang tinggi, kemudian ditemukan leukosit pada urinalisis, dan pada
kultur serviks ditemukan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
Sehingga PPI tersebut dapat disebabkan adanya infeksi Pseudomonas aeruginosa tersebut.
Untuk memastikan antibiotik yang sensitive dilakukan sensitivitas test sehingga didapatkan
hasil sensitive terhadap gentamicin dan ciprofloxacin.
Penatalaksanaan yang diberikan berupa tokolitik drip bricasma dan/ tablet
nifedipine 5 mg yang diberikan peroral tiga kali sehari. Karena usia yang masih preterm,
diberikan injeksi dexamethasone 5 mg melalui IM untuk membantu pematangan paru dari
janin. Infeksi pemicu adanya PPI dapat dihentikan dengan pemberian antibiotik berupa
ciprofloxacin tablet 500 mg yang diberikan dua kali sehari, serta kombinasi dengan
gentamicin melalui intravena.
22

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada kasus Ny.Y, hamil G1P0A0 usia kehamilan 32


minggu, usia 21 tahun dengan partus prematurus imminens, dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosis partus prematurus imminens ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap
dan runtut, pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan vaginal touche, pemeriksaan
penunjang untuk memastikan penyebab munculnya PPI, sehingga dapat dilakukan
penatalaksanaan yang tepat.
2. Anamnesis dapat digali usia kehamilan pasien, interval kontraksi munculnya HIS,
dan ada tidaknya lendir atau darah yang keluar dari jalan lahir serta faktor – faktor
risiko yang memungkinkan munculnya PPI. Pemeriksaan yang penting yaitu
pemeriksaan HIS dan pemeriksaan dalam untuk mengetahui dilatasi serviks dan
penipisan dari serviks. Pemeriksaan penunjang seperti urinalisis, kultur swap
vagina atau serviks, pemeriksaan darah lengkap untuk mencari penyebab yang
memungkinkan, seperti infeksi, dan lain-lain.
3. Penatalaksanaan dari PPI bertujuan untuk menjaga kehamilan pasien dengan
pemberian obat tokolitik, merangsang pematangan paru janin, dan antibiotik bila
ditemukan adanya infeksi yang kemungkinan menjadi penyebab dari PPI.
4. Pemberian tokolitik yang bisa diberikan yaitu tablet nifedipine 5 mg atau drip
bricasma dalam 500 cc NaCl. Untuk merangsang pematangan paru dapat diberikan
dexamethasone 5 mg injeksi melalui intra muscular. Antibiotik empiris yang bisa
diberikan pada infeksi saluran kemih yang bisa diberikan pada ibu hamil yaitu
cotrimoxazole.
5. Selain obat-obatan, ibu perlu istirahat cukup dengan menghindari aktivitas berat
yang dapat memicu kontraksi kembali, dan menjaga asupan gizi yang baik
mengingat berat badan janin Ny. Y pada kasus ini masih rendah. Kontrol rutin
perlu dijadwalkan untuk monitoring ketat dan pengawasan ibu hamil dengan PPI.
23

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C., Wenstrom, K.D.,
2001, Mechanism of normal labor. In Williams obstetrics . 21 ed. McGraw Hill Inc,
291-308

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran


Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human
Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.

Prawirohardjo, S., 2009, Ilmu Kebidanan, Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 530-561.

Ultrasonografi. In: Gondo HK, Suwardewa TGA, editors. Buku ajar obstetri ginekologi.
Jakarta: EGC; 2012.

Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Wiknjosastro GH,


Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal. 302 - 312.

Anda mungkin juga menyukai