Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.

S G2P1A0 INPARTU KALA I


DENGAN KETUBAN PECAH DINI
DI RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO

Di Susun Oleh :
Novi Purnama Sary
161201013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan merupakan hal yang paling didambakan oleh semua


pasangan, sebab kehamilan menjadi tanda bahwa keluarga menjadi
lengkap.Karena masa ini merupakan masa yang ditunggu, sudah semestinya
ibu harus berjaga-jaga dengan kehamilannya dengan selalu rutin melakukan
pemeriksaan kehamilan dan tidak melakukan aktivitas yang dapat
membahayakan janin.Salah satu keadaan yang membahayakan janin adalah
pecahnya ketuban ibu sebelum waktunya atau sering disebut ketuban pecah
dini.
Ketuban pecah dini merupakan masalah kehamilan yang dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi bahkan kematian ibu dan bayi.
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)
merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila
KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut sebagai ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of
Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan
dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks
ekstrasel amnion, korion dan apoptosis membran janin. KPD berpengaruh
terhadap kehamilan dan persalinan. Komplikasi yang paling sering terjadi
pada ibu sehubungan dengan KPD ialah terjadinya korioamnionitis dengan
atau tanpa sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal
dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi. Risiko pada bayi dengan KPD
ialah kelahiran prematur dengan segala akibatnya yaitu infeksi, gawat
janin, dan persalinan traumatik. Bila masa laten >24 jam, maka angka
kematian perinatal meningkat dan insiden amnionitis meningkat >50%.
Dalam praktik kerja yang saya lihat, ibu yang mengalami ketuban
pecah dini lebih dominan pada ibu anak pertama dengan usia ibu 21 sampai
35 tahun. Begitu pula saat saya mendatangi rumah sakit, saya melihat
bahwasannya ibu yang mengalami ketuban pecah dini dominan ibu dengan
anak pertama daripada ibu yang sudah memiliki beberapa anak. Begitu pula
dengan beberapa faktor lainnya seperti faktor pekerjaan, ibu yang statusnya
bekerja lebih banyak yang mengalami ketuban pecah dini dibandingkan
dengan ibu yang tidak bekerja. Pada faktor usia, ibu yang mengalami
ketuban pecah dini mengalami ketuban pecah dini banyak terdapat pada
usia ibu 21 sampai 35 tahun. Berdasarkan dari hal itu saya ingin melihat
apakah hal tersebut berpengaruh terhadap kejadian ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini sangat berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinan. Insidensi ketuban pecah dini terjadi 8- 10% pada semua
kehamilan. Sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua
kehamilan. Sekitar 30–40% persalinan prematur didahului oleh pecah
ketuban. Komplikasi ini merupakan faktor yang signifikan terhadap
kemungkinan persalinan dan kelahiran prematur. Pada kehamilan antara 28-
34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam dan pada kehamilan aterm 90%
akan memulai persalinan dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Faktor
penyebab ketuban pecah dini belum diketahui secara pasti, namun
kemungkinan disebabkan karena infeksi yang terjadi pada selaput ketuban,
serviks inkompetensia, kelainan letak janin, paritas, riwayat abortus atau
ketuban pecah dini sebelumnya, ketegangan rahim yang berlebihan, ukuran
panggul yang sempit, aktivitas dan trauma yang di dapat seperti hubungan
seksual.
Pemeriksaan dan pengawasan terhadap ibu hamil sangat perlu
dilakukan secara teratur. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan seoptimal
mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama kehamilan, persalinan dan
nifas sehingga didapatkan ibu dan anak yang sehat.Selain itu juga untuk
mendeteksi dini adanya kelainan, komplikasi dan penyakit yang biasanya
dialami oleh ibu hamil sehingga hal tersebut dapat dicegah ataupun diobati.
Dengan demikian maka angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi dapat
berkurang.
Komplikasi pada proses kehamilan, persalinan dan nifas juga
merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi.
Komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu
nifas, dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak
langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat
mengancam jiwa ibu dan atau janin. Sebagai upaya menurunkan angka
kematian ibu dan kematian bayi maka dilakukan pelayanan/penanganan
komplikasi kebidanan. Pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan adalah
pelayanan kepada ibu hamil, bersalin ,atau nifas untuk memberikan
perlindungan dan penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan.
Ketuban pecah dini merupakan masalah yang masih banyak terjadi
dalam kebidanan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhinya dan faktor
tersebut merupakan faktor yang menjadi penyebab kematian ibu dan bayi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan diseluruh dunia lebih
dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya
setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Mortalitas dan
morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah besar di
negara berkembang. Kematian wanita usia subur di negara miskin sekitar
25-50% disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat
melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita usia muda pada
masa puncak produktivitasnya.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umun
Mengetahui asuhan kebidanan pada Ny. S inpartu kala I dengan ketuban
pecah dini di RSUD Wongsonegoro
2. Tujuan Khusus
a. Dilakukannya pengkajian data subjektif pada Ny. S inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro
b. Dilakukannya pengkajian data objektif pada Ny. S inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro
c. Dilakukannya diagnosis pada Ny. S inpartu kala I dengan ketuban pecah
dini di RSUD Wongsonegoro.
d. Dapat melakukan asuhan kebidanan pada Ny. S Inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro.

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Aplikatif (Manfaat Bagi RSUD Wongsonegoro)
Dapat menjadi sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pengelola program
kesehatan RSUD Wongsonegoro
2. Manfaat Bagi Penulis
Penulisan ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis karena
meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan baru pada ibu hamil dengan
KPD
3. Manfaat Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi rekan-rekan mahasiswi
kebidanan di Universitas Ngudi Waluyo dalam pelaksanaan asuhan kebidanan
kehamilan dengan KPD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat
tanda- tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu
terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu (Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010;
Manuaba, 2009). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi
lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

B. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-
faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi
faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009; Winkjosastro,
2011) adalah : infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan intra uterine,
trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi, peninggian tekanan
intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul, korioamnionitis, faktor
keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput
ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu.
Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma,
hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin
atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi
obstetrik (Rukiyah, 2010)
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut
kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak
dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena
tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan
dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba,
2009).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
Trauma (hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli
(Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih).
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga
menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah
jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam
jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan
jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi
nyata dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011).

C. Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini


1. Pekerjaan
Menurut penelitian Abdullah (2012) Pola pekerjaan ibu hamil
berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil
yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari
dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan
lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini.
Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun
pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan
kehamilannya sebaiknya dihindari untuk mejaga keselamatan ibu
maupun janin.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Huda (2013)
yang menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/
minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan
karena pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial
ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi rendah
banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat.
2. Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari
penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas
2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian.
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian
maternal lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan
asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi
dapat dikurangi/ dicegah dengan keluarga berencana (Wiknjosastro,
2011).
Menurut penelitian Fatikah (2015) konsistensi serviks pada
persalinan sangat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada
multipara dengan konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan
terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan
intrauterin pada saat persalinan. konsistensi serviks yang tipis dengan
proses pembukaan serviks pada multipara (mendatar sambil
membuka hampir sekaligus) dapat mempercepat pembukaan serviks
sehingga dapat beresiko ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap.
Paritas 2-3 merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari
sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini. Paritas satu dan paritas
tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko terjadinya ketuban pecah
dini lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar
panggul masih kaku (kurang elastik) daripada multiparitas. Uterus
yang telah melahirkan banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja
tidak efisien dalam persalinan (Cunningham, 2006).
Menurut penelitian Abdullah (2012) Paritas kedua dan ketiga
merupakan keadaan yang relatif lebih aman untuk hamil dan
melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut
dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks
belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat
menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney, 2010). Ibu yang
telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh
karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang
mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan
akhirnya pecah spontan (Cunningham. 2006).
3. Umur
Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu <
20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman
untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun (Winkjosastro,
2011). Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk
dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu
muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin,
hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil,
dimana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput
ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada
usia yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi
ibu dan bayinya (Winkjosastro, 2011). Keadaan ini terjadi karena
otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi
penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu
yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat
menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini.
Cunningham et all (2006) yang menyatakan bahwa sejalan
dengan bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan
organ- organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini
juga mempengaruhi proses embryogenesis, kualitas sel telur juga
semakin menurun, itu sebabnya kehamilan pada usia lanjut berisiko
terhadap perkembangan yang janin tidak normal, kelainan bawaan,
dan juga kondisi-kondisi lain yang mungkin mengganggu kehamilan
dan persalinan seperti kelahiran dengan ketuban pecah dini. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Kurniawati (2012) yang membuktikan
bahwa umur ibu <20 tahun organ reproduksi belum berfungsi secara
optimal yang akan mempengaruhi pembentukan selaput ketuban
menjadi abnormal. Ibu yang hamil pada umur >35 tahun juga
merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena
pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ
reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga
mempengaruhi proses embryogenesis sehingga pembentukan selaput
lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.
4. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD
kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat
adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga
memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada
pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan
atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan
lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita
yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran
yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin
menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).
Menurut penelitian Utomo (2013) Riwayat kejadian KPD
sebelumnya menunjukkan bahwa wanita yang telah melahirkan
beberapa kali dan mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya
diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan
berikutnya, hal ini dikemukakan oleh Cunningham et all (2006).
Keadaan yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin dalam
kandungan juga juga dapat meningkatkan resiko kelahiran dengan
ketuban pecah dini. Preeklampsia/ eklampsia pada ibu hamil
mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas dan keadaan janin
karena terjadi penurunan darah ke plasenta yang mengakibatkan janin
kekurangan nutrisi.
5. Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun
neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau
gagalnya persalinan normal. Persalinan prematur setelah ketuban
pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya
alat ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran
sering ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan. Pada tahap
kehamilan lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang usia
kehamilan mungkin sangat penting karena dapat timbul sejumlah
penyulit kehamilan yang penanganannya bergantung pada usia janin.
Periode waktu dari KPD sampai kelahiran berbanding terbalik dengan
usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah trimester III
hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi
dibanding dengan trimester II. Makin muda kehamilan, antar
terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk
mempertahankan hingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu,
kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin
serta situasi maternal (Astuti, 2012).
6. Cephalopelvic Disproportion(CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam
kelangsungan persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah
hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu.Partus lama yang
sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil,dapat
menimbul dehidrasi serta asdosis,dan infeksi intrapartum. Pengukuran
panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaanyang penting untuk
mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul
(Prawirohardjo, 2011).

D. Patogenesis KPD
Prawirohardjo (2011), mengatakan Patogenesis KPD berhubungan dengan
hal-hal berikut:
1. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis,
sevisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan
hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)
4. Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah: multifara,
malposisi, sevik inkompeten, dal lain-lain.
5. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), di mana berisi ketuban
dipecahkan terlalu dini.

E. Cara Menentukan KPD


Menurut Prawirohardjo (2011) cara menentukan terjadinya KPD
dengan :
1. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum,verniks
kaseosa,rambut lanugo atau bila telah terinfeksi berbau
2. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari kanalis serviks dan apakah ada bagian yang sudah pecah
3. Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila menjadi biru (basa) berarti
air ketuban, bila menjadi merah (merah) berarti air kemih (urine)
4. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD pH adalah basa (air
ketuban)
5. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.

F. Pengaruh KPD
Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011) yaitu:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi
janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih
dahulu terjadi (aminionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu
dirasakan,jadi akan meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal.
Dampak yang ditimbulkan pada janin meliputi prematuritas, infeksi,
mal presentasi, prolaps tali pusat dan mortalitas perinatal.
2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka,maka dapat terjadi infeksi
intrapartum,apa lagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat
dijumpai infeksi peupuralis (nifas), peritonitis dan seftikamia, serta
dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus
akan menjadi lama maka suhu tubuh naik,nadi cepat dan nampaklah
gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan angka kematian
dan angka morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada ibu
yaitu partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas.

G. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara
penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar,
2011). Prognosis untuk janin tergantung pada :
1. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram
mempunyai prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.
2. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang
jelek, khususnya kalau bayinya premature.
3. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.
4. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah,
semakin tinggi insiden infeksi.

H. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal
(Mochtar, 2011).
Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera
disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28- 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu
(Mochtar, 2011).
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari
pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten (Mochtar, 2011).
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat. Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan
kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal
(Mochtar, 2011).

I. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban
berbau amis dan tidak berbau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah,
cairan ini tidak akan berhenti atau kering kerana tersu diproduksi sampai
kelahiran tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah
terletak dibawah biasanya mengganjal. Kebocoran untuk sementara,
demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat, merupakan tanda infeksi yang terjadi (Nugroho, 2012).
J. Diagnosis
Penegakkan diagnosis menurut Abadi (2008) adalah sebagai
berikut : bila air ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks
maka diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila cairan keuar
sedikit maka diagnosis harus ditegakkan pada :
1. Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-
partikel di dalam cairan (lanugo serviks)
2. Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan,
keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks
posterior
3. Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban
sudah tidak ada lagi
4. Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus
merah berubah menjadi biru ), Mikroskopik : tampak lanugo,
verniks kaseosa (tidak selalu dikerjakan )
5. Pemeriksaan penunjang
Menurut Abadi (2008), pemeriksaan penunjang pada kasus
ketuban pecah dini meliputi pemeriksaan leukosit/ WBC(bila
>15.000/ml) kemungkinan telah terjadi infeksi. Ultrasonografi
(sangat membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak atau
presentasi janin, berat janin, letak dan gradasi plasenta serta
jumlah air ketuban), dan monitor bunyi jantung janin dengan
fetoskop Laennec atau Doppler atau dengan melakukan
pemeriksaan kardiotokografi ( bila usia kehamilan >32 minggu).

K. Diagnosa Banding
Diagnosa banding yang dikemukan oleh Abadi (2008) ada dua
cara yaitu cairan dalam vagina (bisa urine/flour albus) dan hand water dan
fore water rupture of membrane (pada kedua keadaan ini tidak ada
perbedaan penatalaksanaan).
1. Penyulit
Ada beberapa penyulit ketuban pecah dini antara lain infeksi intra
uterin (kematian perinatal meningkat dari 17% menjadi 68% apabila
ketuban sudah pecah 48 jam sebelum anak lahir), tali pusat
menumbung, persalinan preterm, dan amniotik band syndrome yakni
kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak hamil muda (Abadi,
2008).

L. Penatalaksanaan
Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah
dini pada kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang
dilakukan induksi, dan ketuban pecah dini yang sudah inpartu.
1. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika,
Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum
ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah
lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
2. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu
a. EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian
Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan
gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari,
pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
(betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan
Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasi,
melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada
kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi
b. EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan
Observasi 2x24 jam, melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam,
Pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1
gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80
mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid
untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x
selang 24 jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan,
kecuali ada his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera
terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana
jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan
dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila jumlah
air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban
masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif sebelum
pulang penderita diberi nasehat : Segera kembali ke RS bila ada
tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi, Tidak boleh coitus,
Tidak boleh manipulasi digital.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Kasus
Pengkajian dilakukan pada :
a. Hari, tanggal : Selasa, 15 April 2021
b. Pukul : 18.20 WIB
c. Tempat : RSUD Wongsonegoro
d. No. Rec:

I. DATA SUBJEKTIF
a. Biodata
Nama ibu : Ny. S Nama suami : Tn. E
Umur : 27 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia Suku/bangsa : Indonesia
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan :Kariyawan swasta
Alamat : Semarang

b. Alasan Datang
Ibu datang ke RS Wongsonegoro pada pukul 17.50 WIB, hamil 9 bulan anak pertama
tidak pernah keguguran. Mengeluh keluar cairan dari jalan lahir dari tadi pagi. Belum ada
lendir darah.

c. Data Kebidanan
a) Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun Warna : Merah Kehiotaman
Siklus : ±28 hari Banyaknya : ±2x ganti pembalut
Lamanya : ±5 hari Dismenorhoe : Tidak ada

b) Riwayat Perkawinan
Kawin : 1x
Lamanya : 4 tahun
Umur waktu kawin : 23 tahun
c) Riwayat Kehamilan, Persalinan Dan Nifas Yang Lalu.

Tabel 4.1 Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu

Umur Tahun Anak


Jenis Ditolong Nifas/
No Kehamil Penyulit Persali
Persalinan Oleh Laktasi
an nan JK BB PB Keadaan
1 Cukup Spontan Bidan T.A.K 2018 Normal P 2700 47 Hidup
bulan gram cm
2 Ini

d) Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 20 juli 2020
TP : 27 April 2021
ANC : 8 kali di bidan
Tablet Fe : ± 70 tablet
Usia kehamilan : 38 minggu
Keluhan selama hamil :
TM I : Batuk, Nyeri diatas simpisis
Obat yang dikonsumsi : B.6, B.comp
TM II : Nyeri diatas simpisis
Obat yang dikonsumsi : Tablet Fe, B.comp, kalk
TM III : Tidak ada keluhan
Obat yang dikonsumsi : Tablet Fe (calfera)
Konsumsi Obat tertentu/Jamu : Tidak ada
Kebiasaan Merokok : Tidak ada
1) Gerakan janin
Gerakan janin pertama kali dirasakan : ±20 minggu
Berapa kali gerakan dalam 24 jam : ±10 kali
Durasi gerakan : 30 detik
2) Kontraksi
Kapan mulai terasa kontraksi : Jam 05.00 WIB
Frekuensinya : 2 x 10’
Durasi : 30’’
Kekuatannya : Teratur
3) Pengeluaran cairan pervaginam
Perdarahan pervaginam : Tidak ada
Lendir darah : Tidak Ada
Cairan : Ada
Kapan : 06.30 WIB
Warna : Jernih
Bau : Khas

d. Riwayat KB
Pernah mendengar tentang KB : Pernah
Pernah menjadi akseptor KB : Pernah
Jenis kontrasepsi yang digunakan : KB suntik 1 bulan
Lamanya menjadi akseptor KB : 2 tahun
Alasan berhenti menjadi akseptor KB : Ingin Punya Anak

e. Data Kesehatan
1) Riwayat penyakit yang diderita pasien
Penyakit menular (AIDS,TBC,sifilis) : Tidak ada
Penyakit keturunan (hypertensi,jantung,ginjal) : Tidak ada
Penyakit yang pernah diderita pasien : Tidak ada
2) Riwayat penyakit keluarga/keturunan
Penyakit menular (AIDS,TBC,Sifilis) : Tidak ada
Penyakit keturunan (hypertensi,jantung,ginjal) : Tidak ada
3) Riwayat operasi yang pernah dijalani : Tidak ada
4) Riwayat penyakit keluarga/keturunan yang lainnya : Tidak ada

f. Data Kebiasaan Sehari-Hari Yang Mempengaruhi Kesehatan


1. Pola nutrisi
Makan : 1 porsi nasi putih, 1 potong daging ayam, dan sayur.
Porsi : Sedang
Jenis Makan
Pantangan makan : tidak ada
Minum : 1 gelas air putih

2. Pola istirahat
Tidur malam : ±8jam/hari
Tidur siang : ±1jam/hari
Aktivitas : Pekerjaan Rumah Tangga

3. Pola eliminasi
BAB
Frekuensi : ±1x sehari Penyulit : Tidak ada
Konsitensi : Lunak Warna : Kuning

BAK
Frekuensi : ≥6x/ hari Penyulit : Tidak ada
Warna : Kuning jernih

4. Personal Hygiene
Mandi : 2 kali/hari
Ganti pakaian : 2 kali/hari

g. Data Psikososial
Hubungan ibu dengan suami dan keluarga : Baik
Tanggapan ibu, suami, dan keluarga terhadap Kehamilan : Bahagia
Pengambilan keputusan keluarga : Suami
Rencana tempat persalinan : Bidan
Adat/kebiasaan yang dilakukan mempengaruhi kehamilan : Tidak ada
Kebiasaan minum alkohol/Nafza dan obat terlarang lainnya : Tidak ada

II. DATA OBJEKTIF


1. Pemeriksaan Fisik
TB : 155 cm
BB
Sebelum hamil : 45 kg
Saat hamil : 57 kg
Lila : 25 cm
Tanda-tanda vital
KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
TD : 130/80 mmHg
Pulse : 82 x/menit
Suhu : 36 °C
RR : 24x/ menit
2. Pemeriksaan Kebidanan
a. Inspeksi
1) Kepala
Rambut : Hitam, bersih, tidak rontok dan tidak ada ketombe.
Hidung : Bersih, tidak ada polip.
Mata : Bersih, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
Mulut : Bersih, tidak ada caries gigi, tidak ada sariawan
Muka : Tidak pucat, tidak ada cloasmagravidarum
2) Leher
Pembengkakan kelenjar tiroid : Tidak ada
Pembengkakan vena jugularis : Tidak ada
3) Dada
Mamae : Simetris
Areola susu : Hyperpigmentasi
Puting susu : Menonjol
Colostrum : Belum keluar
4) Abdomen
Pembesaran : Sesuai usia kehamilan
Striae livide : Tidak ada
Linea nigra : Ada
Striae albicans : Tidak ada
Luka bekas operasi : Tidak ada
5) Genetalia eksterna : ada bekas cairan
6) Genetalia interna : Tidak dilakukan
7) Ekstremitas : Tidak ada kelainan
b. Palpasi
Leopold I : TFU: 3 jari dibawah px (MCD : 32 cm) pada bagian fundus
teraba lunak, bulat dan tidak melenting (bokong janin).
Leopold II : Pada bagian kiri perut ibu teraba bagian-bagian kecil janin
(ekstremitas janin), pada bagian kanan ibu teraba keras
memanjang seperti papan (punggung janin).
Leopold III : Pada bagian terbawah perut ibu teraba bulat, keras dan
melenting (kepala janin), sudah masuk PAP.
Leopold IV : Divergent (2/5 bagian terbawah)
TBJ : (TFU-11) x 155 = (32-11) x 155 = 3.255 gram.
c. Auskultasi
DJJ : (+)
Frekuensi : 149 x/menit
Sifat : Kuat dan teratur
Lokasi : Di bawah pusat sebelah kanan perut ibu.
d. Perkusi
Refleks patella : kanan (+) / kiri (+)
Pemeriksaan dalam pukul 18.00 WIB
Porsio : Tebal
Pembukaan : 1 cm
Penunjuk : UUK kecil depan
Terbawah : Kepala
Ketuban : (-) Jernih

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
HB : 11,9 gr/dL
Golongan Darah :B
Hematokrit : 35,40 %
Leukosit : 9,9 /uL
HIV : Non Reaktif
HbsAg : Negatif
b. Urine
Protein : (-)
c. Rapid Antigen : Negatif

III. ANALISIS
a. Diagnosa
G2P1A0 inpartu kala 1 fase laten janin tunggal hidup persentasi kepala dengan ketuban
pecah dini
IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa ibu sudah dalam
proses persalinan dengan keadaan janin baik dan pembukaan 1 cm.
2. Mengajarkan ibu Teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri persalinan
3. Memfasilitasi ibu untuk ditemani keluarga maupun suaminya dan menganjurkan
kepada suami dan keluarga agar memberikan dukungan kepada ibu dalam
menghadapi proses persalinan
4. Menganjurkan ibu memenuhi kebutuhan nutrisi seperti makan dan minum manis
jika his mulai berkurang
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG
6. Melakukan pemantauan His, Djj dan pengeluaran cairan
7. Advis dokter SpOG untuk melakukan USG untuk melihat jumlah cairan ketuban
8. Observasi 1x24 jam jika masih belum ada tanda-tanda persalinan maka akan di
lakukan oprasi SC
9. Setelah observasi belum ada tanda-tanda persalinan dan pengeluaran cairan aktif
maka akan dilakukan oprasi SC
10. Melakukan persiapan oprasi SC dan mengantar pasien ke ruang oprasi.
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Data Subjektif
Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesa pada Ny. S. Pada tahap ini
disebabkan karena respon ibu dalam memberikan informasi begitu pula dengan
keluarga, bidan dan dokter yang merawat sehingga penulis dengan mudah
memperoleh data yang diinginkan. Ny. S G2P1A0 inpartu kala 1 fase laten janin
tunggal hidup persentasi kepala dengan ketuban pecah dini pada tanggal 15 April
2021 jam 18.25 wib.
Ny. S dengan usia kehamilan 38 minggu, dimana hal ini sesuai teori persalinan
aterm pada rentan usia kehamilan antara 37-42 minggu (Wahyuni, 2012).
Pada kasus Ny. S, ibu mengatakan bahwa pada kehamilan sebelumnya ibu
juga mengalami ketuban pecah dini. Berdasarkan teori Riwayat KPD sebelumnya
berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat
ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita
yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada
kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari
pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran
yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).

2. Data Objektif
Pengumpulan data objektif dilakukan melalui pemeriksaan fisik dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Data diperoleh secara terfokus pada masalah
klien sehingga intervensinya juga lebih terfokus sesuai keadaan klien.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa cairan yang keluar merupakan cairan
ketuban setelah dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kertas lakmus. Menurut
teori cara menentukan terjadinya KPD y a i t u dengan Gunakan kertas lakmus
(litmus) bila menjadi biru (basa) berarti air ketuban, bila menjadi merah (merah)
berarti air kemih (urine) (Prawirohardjo, 2011)
3. Diagnose
Ny. S G2P1A0 inpartu kala 1 fase laten janin tunggal hidup persentasi kepala
dengan ketuban pecah dini. Pemeriksaan menggunakan kertas lakmus dan berubah
warna menjadi biru menentukan bahwa cairan yang keluar adalah ketuban. Pada kasus
Ny. S tidak ditemukan kesenjangan.

4. Perencanaan Asuhan Kebidanan


Berdasarkan tinjauan manajemen asuhan kebidanan bahwa melaksanaan
rencana tindakan harus efesien dan menjamin rasa aman pada klien. Implementasi
dapat dilaksanakan seluruhnya oleh bidan ataupun sebagian dilaksanakan ibu serta
kerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang telah
direncanakan.
Pada studi kasus Ny. S inpartu kala 1 fase laten janin tunggal hidup persentasi
kepala dengan ketuban pecah dini penatalaksanaanya yaitu di lakukan induksi dan
dilakukan pemantauan 1x24 jam dan belum ada tanda persalinan maka akan dilakukan
operasi untuk meminimal terjadinya infeksi. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan
aterm yaitu diberi antibiotika, Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24
jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah
lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi (Abadi, 2008).
Tidak ada kesenjangan antara teori & pelaksanaan di lapangan.
BAB V
PENUTUP

Setelah penulis mempelajari teori dan pengalaman langsung di lahan praktek melalui presus
tentang asuhan kebidanan pada Ny. S inpartu kala I dengan ketuban pecah dini di RSUD
Wongsonegoro, maka bab ini penulis menarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Telah dilaksanakan pengkajian dan Analisa data pada Ny. S inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro
2. Telah dilaksanakan diagnosa / masalah aktual pada Ny. S inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro
3. Melaksanakan Tindakan asuhan kebidanan yang telah disusun pada Ny. S inpartu
kala I dengan ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro dengan hasil yaitu semua
tindakan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa
adanya hambatan.
4. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny. S inpartu kala I
dengan ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro dengan hasil yaitu semua
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mengemukakan beberapa saran yaitu:
1. Untuk Pasien
a. Diharapkan ibu untuk selalu memperhatikan pola istirahat dan aktifitas fisik
untuk meminimalisir terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.
b. Diperlukan keterlibatan dari suami dan keluarga dalam perawatan untuk
memberikan dukungan secara psikologis hal ini juga akan berpengaruh terhadap
kehamilan dan proses persalinan.
2. Untuk Bidan
a. Bidan sebagai tenaga Kesehatan sangat berperan dalam mencegah terjadinya
ketuban pecah dini
b. Sebagai bidan diharapkan senantiasa berupaya meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang lebih professional
berdasarkan manajemen kebidanan sebagai pertanggung jawaban apabila ada
gugatan.
c. Sebagai tenaga bidan yang professional harus dapat memberikan dukungan,
motivasi pada ibu
d. Perlunya bukti pertanggung jawaban petugas kesehatan terhadap semua asuhan
yang diberikan maka setiap tindakan yang dilakukan harus didokumentasikan.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant NF (2011). Dasar-Dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku
EGCCunningham FG, Kenneth JL, Steven LB, John CH, Dwight JR, Catherine YS (2013).
Obstetri Williams volume 1. Edisi 23. Alih Bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, pp: 25-26, 37 – 74, 392- 393

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY (2013). Obstetri william
edisi 23, volume 1. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC

Daily SF (2010). Infeksi menular seksual. Dalam: Saifuddin, A.B.(ed). Ilmu kebidanan sarwono
prawirohardjo. Jakarta: PT bina pustaka sarwono prawirohardjo, pp: 921-934.

Manuaba Ida AC, Ida Bagus GFM, Ida Bagus GM (2013). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan
KB untuk pendidikan bidan. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 164 –
166

Mochtar AB, Kristanto H (2010). Kehamilan postterm. Dalam: Saifuddin AB (ed). Ilmu kebidanan
sarwono prawirohardjo. Jakarta: PT bina pustaka sarwono prawirohardjo, pp 685-695

Prawirohardjo, Sarwono (2010). Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro GH (2010). Plasenta dan cairan amnion. Dalam: Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan.
Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp ; 148-156.

Anda mungkin juga menyukai