Di Susun Oleh :
Novi Purnama Sary
161201013
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umun
Mengetahui asuhan kebidanan pada Ny. S inpartu kala I dengan ketuban
pecah dini di RSUD Wongsonegoro
2. Tujuan Khusus
a. Dilakukannya pengkajian data subjektif pada Ny. S inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro
b. Dilakukannya pengkajian data objektif pada Ny. S inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro
c. Dilakukannya diagnosis pada Ny. S inpartu kala I dengan ketuban pecah
dini di RSUD Wongsonegoro.
d. Dapat melakukan asuhan kebidanan pada Ny. S Inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Aplikatif (Manfaat Bagi RSUD Wongsonegoro)
Dapat menjadi sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pengelola program
kesehatan RSUD Wongsonegoro
2. Manfaat Bagi Penulis
Penulisan ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis karena
meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan baru pada ibu hamil dengan
KPD
3. Manfaat Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi rekan-rekan mahasiswi
kebidanan di Universitas Ngudi Waluyo dalam pelaksanaan asuhan kebidanan
kehamilan dengan KPD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat
tanda- tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu
terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu (Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010;
Manuaba, 2009). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia
kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi
lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
B. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-
faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi
faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009; Winkjosastro,
2011) adalah : infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan intra uterine,
trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi, peninggian tekanan
intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul, korioamnionitis, faktor
keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau kerusakan selaput
ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu.
Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau
meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma,
hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin
atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi
obstetrik (Rukiyah, 2010)
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut
kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak
dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena
tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan
dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba,
2009).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
Trauma (hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli
(Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih).
Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang
menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga
menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah
jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam
jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan
jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi
nyata dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011).
D. Patogenesis KPD
Prawirohardjo (2011), mengatakan Patogenesis KPD berhubungan dengan
hal-hal berikut:
1. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis,
sevisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan
hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)
4. Factor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah: multifara,
malposisi, sevik inkompeten, dal lain-lain.
5. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), di mana berisi ketuban
dipecahkan terlalu dini.
F. Pengaruh KPD
Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011) yaitu:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi
janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih
dahulu terjadi (aminionitis,vaskulitis) sebelum gejala pada ibu
dirasakan,jadi akan meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal.
Dampak yang ditimbulkan pada janin meliputi prematuritas, infeksi,
mal presentasi, prolaps tali pusat dan mortalitas perinatal.
2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka,maka dapat terjadi infeksi
intrapartum,apa lagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat
dijumpai infeksi peupuralis (nifas), peritonitis dan seftikamia, serta
dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus
akan menjadi lama maka suhu tubuh naik,nadi cepat dan nampaklah
gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan angka kematian
dan angka morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada ibu
yaitu partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas.
G. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara
penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar,
2011). Prognosis untuk janin tergantung pada :
1. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram
mempunyai prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.
2. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang
jelek, khususnya kalau bayinya premature.
3. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.
4. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah,
semakin tinggi insiden infeksi.
H. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal
(Mochtar, 2011).
Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera
disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28- 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu
(Mochtar, 2011).
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari
pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten (Mochtar, 2011).
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat. Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan
kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal
(Mochtar, 2011).
K. Diagnosa Banding
Diagnosa banding yang dikemukan oleh Abadi (2008) ada dua
cara yaitu cairan dalam vagina (bisa urine/flour albus) dan hand water dan
fore water rupture of membrane (pada kedua keadaan ini tidak ada
perbedaan penatalaksanaan).
1. Penyulit
Ada beberapa penyulit ketuban pecah dini antara lain infeksi intra
uterin (kematian perinatal meningkat dari 17% menjadi 68% apabila
ketuban sudah pecah 48 jam sebelum anak lahir), tali pusat
menumbung, persalinan preterm, dan amniotik band syndrome yakni
kelainan bawaan akibat ketuban pecah sejak hamil muda (Abadi,
2008).
L. Penatalaksanaan
Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah
dini pada kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang
dilakukan induksi, dan ketuban pecah dini yang sudah inpartu.
1. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika,
Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum
ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah
lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
2. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu
a. EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian
Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan
gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari,
pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru
(betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan
Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasi,
melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada
kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi
b. EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan
Observasi 2x24 jam, melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam,
Pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1
gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80
mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid
untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x
selang 24 jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan,
kecuali ada his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera
terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana
jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan
dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila jumlah
air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban
masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif sebelum
pulang penderita diberi nasehat : Segera kembali ke RS bila ada
tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi, Tidak boleh coitus,
Tidak boleh manipulasi digital.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Tinjauan Kasus
Pengkajian dilakukan pada :
a. Hari, tanggal : Selasa, 15 April 2021
b. Pukul : 18.20 WIB
c. Tempat : RSUD Wongsonegoro
d. No. Rec:
I. DATA SUBJEKTIF
a. Biodata
Nama ibu : Ny. S Nama suami : Tn. E
Umur : 27 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Indonesia Suku/bangsa : Indonesia
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan :Kariyawan swasta
Alamat : Semarang
b. Alasan Datang
Ibu datang ke RS Wongsonegoro pada pukul 17.50 WIB, hamil 9 bulan anak pertama
tidak pernah keguguran. Mengeluh keluar cairan dari jalan lahir dari tadi pagi. Belum ada
lendir darah.
c. Data Kebidanan
a) Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun Warna : Merah Kehiotaman
Siklus : ±28 hari Banyaknya : ±2x ganti pembalut
Lamanya : ±5 hari Dismenorhoe : Tidak ada
b) Riwayat Perkawinan
Kawin : 1x
Lamanya : 4 tahun
Umur waktu kawin : 23 tahun
c) Riwayat Kehamilan, Persalinan Dan Nifas Yang Lalu.
d. Riwayat KB
Pernah mendengar tentang KB : Pernah
Pernah menjadi akseptor KB : Pernah
Jenis kontrasepsi yang digunakan : KB suntik 1 bulan
Lamanya menjadi akseptor KB : 2 tahun
Alasan berhenti menjadi akseptor KB : Ingin Punya Anak
e. Data Kesehatan
1) Riwayat penyakit yang diderita pasien
Penyakit menular (AIDS,TBC,sifilis) : Tidak ada
Penyakit keturunan (hypertensi,jantung,ginjal) : Tidak ada
Penyakit yang pernah diderita pasien : Tidak ada
2) Riwayat penyakit keluarga/keturunan
Penyakit menular (AIDS,TBC,Sifilis) : Tidak ada
Penyakit keturunan (hypertensi,jantung,ginjal) : Tidak ada
3) Riwayat operasi yang pernah dijalani : Tidak ada
4) Riwayat penyakit keluarga/keturunan yang lainnya : Tidak ada
2. Pola istirahat
Tidur malam : ±8jam/hari
Tidur siang : ±1jam/hari
Aktivitas : Pekerjaan Rumah Tangga
3. Pola eliminasi
BAB
Frekuensi : ±1x sehari Penyulit : Tidak ada
Konsitensi : Lunak Warna : Kuning
BAK
Frekuensi : ≥6x/ hari Penyulit : Tidak ada
Warna : Kuning jernih
4. Personal Hygiene
Mandi : 2 kali/hari
Ganti pakaian : 2 kali/hari
g. Data Psikososial
Hubungan ibu dengan suami dan keluarga : Baik
Tanggapan ibu, suami, dan keluarga terhadap Kehamilan : Bahagia
Pengambilan keputusan keluarga : Suami
Rencana tempat persalinan : Bidan
Adat/kebiasaan yang dilakukan mempengaruhi kehamilan : Tidak ada
Kebiasaan minum alkohol/Nafza dan obat terlarang lainnya : Tidak ada
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
HB : 11,9 gr/dL
Golongan Darah :B
Hematokrit : 35,40 %
Leukosit : 9,9 /uL
HIV : Non Reaktif
HbsAg : Negatif
b. Urine
Protein : (-)
c. Rapid Antigen : Negatif
III. ANALISIS
a. Diagnosa
G2P1A0 inpartu kala 1 fase laten janin tunggal hidup persentasi kepala dengan ketuban
pecah dini
IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa ibu sudah dalam
proses persalinan dengan keadaan janin baik dan pembukaan 1 cm.
2. Mengajarkan ibu Teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri persalinan
3. Memfasilitasi ibu untuk ditemani keluarga maupun suaminya dan menganjurkan
kepada suami dan keluarga agar memberikan dukungan kepada ibu dalam
menghadapi proses persalinan
4. Menganjurkan ibu memenuhi kebutuhan nutrisi seperti makan dan minum manis
jika his mulai berkurang
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG
6. Melakukan pemantauan His, Djj dan pengeluaran cairan
7. Advis dokter SpOG untuk melakukan USG untuk melihat jumlah cairan ketuban
8. Observasi 1x24 jam jika masih belum ada tanda-tanda persalinan maka akan di
lakukan oprasi SC
9. Setelah observasi belum ada tanda-tanda persalinan dan pengeluaran cairan aktif
maka akan dilakukan oprasi SC
10. Melakukan persiapan oprasi SC dan mengantar pasien ke ruang oprasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Data Subjektif
Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesa pada Ny. S. Pada tahap ini
disebabkan karena respon ibu dalam memberikan informasi begitu pula dengan
keluarga, bidan dan dokter yang merawat sehingga penulis dengan mudah
memperoleh data yang diinginkan. Ny. S G2P1A0 inpartu kala 1 fase laten janin
tunggal hidup persentasi kepala dengan ketuban pecah dini pada tanggal 15 April
2021 jam 18.25 wib.
Ny. S dengan usia kehamilan 38 minggu, dimana hal ini sesuai teori persalinan
aterm pada rentan usia kehamilan antara 37-42 minggu (Wahyuni, 2012).
Pada kasus Ny. S, ibu mengatakan bahwa pada kehamilan sebelumnya ibu
juga mengalami ketuban pecah dini. Berdasarkan teori Riwayat KPD sebelumnya
berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat
ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita
yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada
kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari
pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran
yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).
2. Data Objektif
Pengumpulan data objektif dilakukan melalui pemeriksaan fisik dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Data diperoleh secara terfokus pada masalah
klien sehingga intervensinya juga lebih terfokus sesuai keadaan klien.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa cairan yang keluar merupakan cairan
ketuban setelah dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kertas lakmus. Menurut
teori cara menentukan terjadinya KPD y a i t u dengan Gunakan kertas lakmus
(litmus) bila menjadi biru (basa) berarti air ketuban, bila menjadi merah (merah)
berarti air kemih (urine) (Prawirohardjo, 2011)
3. Diagnose
Ny. S G2P1A0 inpartu kala 1 fase laten janin tunggal hidup persentasi kepala
dengan ketuban pecah dini. Pemeriksaan menggunakan kertas lakmus dan berubah
warna menjadi biru menentukan bahwa cairan yang keluar adalah ketuban. Pada kasus
Ny. S tidak ditemukan kesenjangan.
Setelah penulis mempelajari teori dan pengalaman langsung di lahan praktek melalui presus
tentang asuhan kebidanan pada Ny. S inpartu kala I dengan ketuban pecah dini di RSUD
Wongsonegoro, maka bab ini penulis menarik kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Telah dilaksanakan pengkajian dan Analisa data pada Ny. S inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro
2. Telah dilaksanakan diagnosa / masalah aktual pada Ny. S inpartu kala I dengan
ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro
3. Melaksanakan Tindakan asuhan kebidanan yang telah disusun pada Ny. S inpartu
kala I dengan ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro dengan hasil yaitu semua
tindakan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa
adanya hambatan.
4. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny. S inpartu kala I
dengan ketuban pecah dini di RSUD Wongsonegoro dengan hasil yaitu semua
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mengemukakan beberapa saran yaitu:
1. Untuk Pasien
a. Diharapkan ibu untuk selalu memperhatikan pola istirahat dan aktifitas fisik
untuk meminimalisir terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.
b. Diperlukan keterlibatan dari suami dan keluarga dalam perawatan untuk
memberikan dukungan secara psikologis hal ini juga akan berpengaruh terhadap
kehamilan dan proses persalinan.
2. Untuk Bidan
a. Bidan sebagai tenaga Kesehatan sangat berperan dalam mencegah terjadinya
ketuban pecah dini
b. Sebagai bidan diharapkan senantiasa berupaya meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang lebih professional
berdasarkan manajemen kebidanan sebagai pertanggung jawaban apabila ada
gugatan.
c. Sebagai tenaga bidan yang professional harus dapat memberikan dukungan,
motivasi pada ibu
d. Perlunya bukti pertanggung jawaban petugas kesehatan terhadap semua asuhan
yang diberikan maka setiap tindakan yang dilakukan harus didokumentasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Gant NF (2011). Dasar-Dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku
EGCCunningham FG, Kenneth JL, Steven LB, John CH, Dwight JR, Catherine YS (2013).
Obstetri Williams volume 1. Edisi 23. Alih Bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, pp: 25-26, 37 – 74, 392- 393
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY (2013). Obstetri william
edisi 23, volume 1. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Daily SF (2010). Infeksi menular seksual. Dalam: Saifuddin, A.B.(ed). Ilmu kebidanan sarwono
prawirohardjo. Jakarta: PT bina pustaka sarwono prawirohardjo, pp: 921-934.
Manuaba Ida AC, Ida Bagus GFM, Ida Bagus GM (2013). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan
KB untuk pendidikan bidan. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 164 –
166
Mochtar AB, Kristanto H (2010). Kehamilan postterm. Dalam: Saifuddin AB (ed). Ilmu kebidanan
sarwono prawirohardjo. Jakarta: PT bina pustaka sarwono prawirohardjo, pp 685-695
Prawirohardjo, Sarwono (2010). Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro GH (2010). Plasenta dan cairan amnion. Dalam: Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan.
Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp ; 148-156.