Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

PARTUS PREMATURUS IMMINENS

Pembimbing:
dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Oleh :

Devi Permatasari N. (201920401011149)

Keky Afrians (201920401011173)

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RSUD JOMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bayi prematur merupakan suatu masalah besar yang terjadi di Indonesia. Diantara
negara India, Tiongkok, Nigeria, dan Pakistan, negara Indonesia menjadi urutan kelima.
Sebanyak 44 persen kematian bayi di dunia pada tahun 2012 terjadi pada 38 hari pertama
kehidupan dimana penyebab terbesar sebanyak 37% yaitu kelahiran prematur (WHO, 2012).
Kelahiran bayi prematur ditandai salah satunya dengan berat badan lahir rendah.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 persentase bayi dengan berat
badan lahir <2500 gram sebesar 10,2% (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Data dari RSUD Dr.
Soetomo pada tahun 2014 tercatat kejadian persalinan prematur sebesar 18,84% dari total
seluruh persalinan yang ada dengan persentase kematian perinatal mencapai angka 80,1%
(Masteryanto et al., 2015). Risiko morbiditas dan mortalitas yang timbul akibat persalinan
prematur sangat besar. Namun, seringkali terjadi kesulitan untuk menentukan diagnosis
ancaman persalinan prematur atau partus prematurus imminens dan persalinan prematur
sesungguhnya, sehingga intervensi yang dilakukan seringkali tidak sesuai. Persalinan terjadi
pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu sekitar 1,5% dan 0,5% pada kehamilan kurang
dari 28 minggu (Prawiroharjo, 2010). Partus prematurus imminens (PPI) merupakan suatu
ancaman pada kehamilan yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda persalinan pada usia
kehamilan yang belum aterm (Prawiroharjo, 2010). Sekitar 39,6% dari persalinan prematur
diduga disebabkan oleh karena infeksi. Salah satu infeksi adalah infeksi saluran kemih
(Masteryanto et al., 2015). Infeksi saluran kemih merupakan suatu proses peradangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang berkembang biak dalam saluran kemih, dimana dalam
keadaan normal saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus, atau mikroorganisme lain
(Soeparman, 2001). Pada kondisi hamil, terjadi beberapa perubahan pada sistem tractus
urinarius baik yang bersifat anatomi (dilatasi dari ureter dan sistem pengumpul) maupun
fisiologi (terjadi sisa urin dan gangguan proses pengeluaran urin akibat gangguan peristaltik
dan tonus otot karena perubahan hormonal) yang merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya ISK (Cunningham et al., 2013). Infeksi yang terjadi pada usia kehamilan 22-37
minggu (Prawirohardjo, 2010)
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Persalinan prematur iminens didefinisikan sebagai kontraksi uterus yang teratur


disertai dengan pelebaran dan / atau penipisan serviks yang progresif dalam waktu kurang
dari 37 minggu. Efek samping jangka panjang dari kelahiran prematur terjadi terutama pada
mereka yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu. Morbiditas dan mortalitas
yang signifikan terjadi terutama pada mereka yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 30
minggu. Prematur umumnya didefinisikan kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan
20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Terdapat 3 subkategori
usia kelahiran prematur berdasarkan kategori World Health Organization (WHO), yaitu:

a) Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).

b) Very preterm (28 hingga < 32 minggu

c) Extremely preterm (< 28 minggu)

Faktor Risiko

 Berusia di bawah 17 tahun atau di atas 35 tahun.

 Kehamilan ganda

 Memiliki riwayat melahirkan prematur.

 Pertambahan berat badan selama hamil tidak mencukupi.

 Jarak antara kehamilan sekarang dan sebelumnya kurang dari setengah tahun.

 Menderita penyakit tertentu, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, preeklamsia,

penyakit jantung, penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, dan penyakit menular

seksual.

 Pernah mengalami keguguran atau melakukan aborsi.

 Memiliki berat badan yang terlalu rendah atau berlebihan sebelum hamil.

 Mengalami perdarahan vagina di trimester 1 atau 2 kehamilan.


 polihidramnion

 Memiliki kelainan pada plasenta, serviks (mulut rahim), atau rahim.

 Pola makan yang buruk, sehingga ibu hamil kekurangan gizi.

 Merokok atau memakai obat-obatan terlarang.

 Mengalami stres berat.

Patofisiologi

Asumsi yang mendasari studi tentang kelahiran adalah bahwa persalinan prematur

hanyalah persalinan yang dimulai terlalu cepat. Dengan kata lain, perbedaan utama antara

persalinan prematur dan cukup bulan adalah saat persalinan dimulai. Secara umum, penyebab

persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4 golongan yaitu :

1) Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan

2) Inflamasi/infeksi

3) Perdarahan plasenta

4) Peregangan yang berlebihan pada uterus Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan

anxietas yang biasa terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik.
Adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis

Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan

prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan

mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan

peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix

metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2, 9 dehydroepiandrosteron sulfate

(DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal. Mekanisme kedua adalah

decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion.

Keadaan ini merupakan penyebab potensial terjadinya persalinan prematur. Infeksi

intraamnion akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β,

IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang

aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung

jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan

kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang

mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban. Mekanisme ketiga yaitu

mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan ditemukannya

peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada

plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase).

Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian

trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium. Mekanisme keempat adalah

peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, 10

polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses

operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.
Diagnosis

1. Meramalkan terjadinya persalinan preterm


Indikator klinik
 Timbulnya kontraksi
 Pemendekan servik
 Ketuban Pecah dini

Indikator laboratorik

 Jumlah leukosit dalam air ketuban


 Pemeriksaan CRP (>0,7 mg/mL)
 Pemeriksaan leukosit serum ibu (>13.000/ml)
2. Diagnosis Partus Prematurus Iminens
 Kontraksi berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau2-3 kali dalam
waktu 10menit
 Adanya nyeri pada punggung bawah (LPB)
 Perdarahan bercak
 Perasaan menekan daerah servik
 Pemeriksaan servik : pembukaan ≥ 2 cm dan penipisan 50-80%
 Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
 Selaput ketuban pecah
 Terjadi pada UK 22-37 minggu
3. Pemeriksaan Penunjang
-USG
- Fetal Fibronectin
-Cervical lenght

Tatalaksana

Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor:

1. Keadaan selaput ketuban

Persalinan tidak dapat ditunda jika selaput ketuban sudah pecah

2. Pembukaan Serviks

Persalinan harus segera dilaksanakan jika pembukaan mencapai 4 cm

3. Usia Kehamilan

-Makin muda usia kehamilan, upaya pencegahan persalinan makin perlu


dipertimbangkan

-Persalinan dapat dilanjutkan apabila TBJ > 2000 atau kehamilan >34 minggu

4. Penyebab atau komplikasi


5. Kemampuan fasilitas NICU
Farmakologis
Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :

a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam
sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis
maintenance 3x10 mg.

b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat digunakan,
tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per
infus: 20-50 μg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari ( maintenance) atau terbutalin,
dengan dosis per infus: 10-15 μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan dosis per
oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.

c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus selama
20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang digunakan
karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek
sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru janin,


menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan
intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan
kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu. Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal
kortikosteroid ialah:
1. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
2. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang tepat
dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi,
seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500
mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat
menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-
amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.
Komplikasi

Maternal Infant Neonatus

•increased risk for •impaired cognitive abilities •necrotizing enterocolitis

cardiovascular mortality and


•motor deficits •intraventricular hemorrhage
morbidity
•cerebral palsy •bronchopulmonary

dysplasia
•vision and hearing losses

•retinopathy of immaturity
•Anxiety

•weak growth
•Depression

•the presence of congenital


•autism spectrum disorders
anomalies
•ADHD
DAFTAR PUSTAKA

1. Practice Bulletin No. 171. (2016). Obstetrics & Gynecology, 128(4), e155–e164.
doi:10.1097/AOG.0000000000001711
(https://doi.org/10.1097/AOG.0000000000001711)
2. Sarwono, 2017, Ilmu Kandungan Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
3. Chawanpaiboon S, Vogel JP, Moller AB, Lumbiganon P, Petzold M, Hogan D,
Landoulsi S, Jampathong N, Kongwattanakul K, Laopaiboon M, Lewis C,
Rattanakanokchai S, Teng DN, Thinkhamrop J, Watananirun K, Zhang J, Zhou W,
Gülmezoglu AM. Global, regional, and national estimates of levels of preterm birth in
2014: a systematic review and modelling analysis. Lancet Glob Health. 2019
Jan;7(1):e37-e46.
4. Queensland Clinical Guidelines. Preterm labour and birth. Guideline No. MN20.6-
V9-R25. Queensland Health. June 2020. Available from:
http://www.health.qld.gov.au/qcg.
5. Glover AV, Manuck TA. Screening for spontaneous preterm birth and resultant
therapies to reduce neonatal morbidity and mortality: A review. Semin Fetal Neonatal
Med. 2018 Apr;23(2):126-132. doi: 10.1016/j.siny.2017.11.007. Epub 2017 Dec 9.
PMID: 29229486; PMCID: PMC6381594.

Anda mungkin juga menyukai