Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANC PADA

NY. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS PARTUS PREMATURUS IMMINENS


(PPI) DAN FETAL TAKIKARDIA DIRUANG VK RSUD BANGIL
KABUPATEN PASURUAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Pendidikan Profesi Ners

Departemen Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:

Lu’lu’ Luthfiatun Ulinnuha

2022611008

PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG
2023

KONSEP TEORI PPI

A. DEFINISI
Partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai
dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau
dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya
kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid
terakhir(Mayasari, Arismawati, Idayanti, & Wardani, 2018).
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi
pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat
janin kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu
dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi
terakhir(Mayasari et al., 2018).
Partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram. Berdasarkan beberapa
teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus Imminens (PPI) adalah
adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda persalinan
pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan
lahir bayi kurang dari 2500 gram(Rosyidah, Kusumasari, & Adkhana, 2019).

B. ETIOLOGI
Faktor resiko PPI yaitu (Istioningsih, Wariska, Wariska, & Widiastuti, 2019) :
1. Janin dan plasenta
Perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan
janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion.
2. Ibu
DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi
serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan
imun/resus.
Namun prematurus ada beberapa faktor resiko terjadinya prematurus imanens
yaitu :
1. Faktor resiko mayor
Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih
dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada
trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya,
operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan
iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor
Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan
12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih
dari 2 kali

Sedangkan, faktor predisposisi partus prematurus adalah sebagai berikut:


1. Faktor ibu
Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun,
jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti;
hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan
yang terlalu berat.
2. Faktor kehamilan
Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum,
komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.
3. Faktor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam Rahim.

C. PATOFISIOLOGI
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau
membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses
persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan
perdarahan.
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan
prematur. Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu.
Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga
terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas
paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko
tinggi pada kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi
tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan
menjaga kesehatan saat kehamilan.
D. PATHWAY

Faktor Resiko

Kehamilan <37 minggu

Partus Prematurus Imminens

Rangsangan pada uterus Tindakan pembedahan Krisis situasional


(SC)

Ansietas
Kontraksi pada uterus Insisi abdomen
meningkat

Kerusakan jaringan
Prostaglandin
meningkat
Risiko Infeksi

Dilatasi serviks

Nyeri Akut

Kehilangan energi Intoleransi aktivitas


berlebih
E. MANIFESTASI KLINIS
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi
tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu
jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nugroho (2010) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur urine
b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin
c. pemeriksaan darah tepi ibu : jumlah leukosit
d. C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita infeksi akut
dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi
fraksi polisakarida somatik non spesifik kuman pneumococcus
yang disebut fraksi C. CRP, dibentuk di hepatosit sebagai reaksi
terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Amniosintesis : hitung leukosit, pewarnaan Gram bakteri (+) pasti
amnionitis, kultur, kadar IL-1, IL-6, kadar glukosa cairan amnion
3. Pemeriksaan ultrasonografi
a. Oligohidramnion
berhubungan dengan korioamnionitis dan koloni bakteri pada
amnion.
b. Penipisan serviks
bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat dipastikan akan
terjadi persalinan preterm..
c. Kardiotokografi
kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan kontraksi
d. Sonografi seviks transperineal dapat menghindari manipulasi
intravagina terutama pada kasus KPD dan plasenta previa

G. PENATALAKSANAAN
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik,
yaitu:
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat
diberikan lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance
3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan
salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek
samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-
50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari
(maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15
µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per
oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari
golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,
takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6
gr/iv, secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam
(maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek
samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin.
Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada,
dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac,
nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan
menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk
produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat
COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko
kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang
lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini
hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien
juga perlu membatasi aktivitas atau tirah baring serta
menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika
lingkungan intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
1) Oligohidramnion
2) Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
3) Preeklamsia berat
4) Hasil nonstrees test tidak reaktif
5) Hasil contraction stress test positif
6) Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali
keadaan pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
7) Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
8) Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan
beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome
(RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis,
dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason.
Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan
komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis
dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat
diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama
3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari,
atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising
enterocolitis.
ASKEP TEORI

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, untuk
mengidentifikasi, mengenal masalah kebutuhan kesehatan, keperawatan pasien
baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (PPNI, 2016).
1. Pengkajian biodata (nama, usia, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat)
2. Keluhan utama (untuk mengetahui keluhan yang dirasakan saat
pemeriksaan serta berhubungan dengan persalinan
3. Riwayat kehamilan sekarang (primigravida,usia kehamilan, presentasi
letak janin hpht, gerakan janin, keluhan selama hamil, ANC)
4. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas (kehamilan, persalinan, nifas,
anak)
5. Pola kebiasaan sehari hari (pola nutrisi, aktivitas, seksual , eliminasi,
perokok dan pemakaian obat-obatan
6. Pemeriksaan fisik
7. Pemeriksaan penunjang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Tujuan diagnosis keperawatan
adalah untuk mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Berdasarkan SDKI 2017 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisik (D.0077)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (D.0056)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (D.0142)
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
C. INTERVENSI
Perencanaan keperawatan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan
dimana perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien,
ditentukan dan merencanakan intervensi keperawatan (PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan 1 Nyeri Akut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam masalah dapat
teratasi

SLKI : Tingkat Nyeri (L. 08066)

Kriteria Hasil
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
3. Sikap protektif menurun
4. Gelisah menurun
5. Kesulitan tidur menurun
6. Pola nafas membaik
7. Tekanan darah membaik
8. Nafsu makan membaik
9. Pola tidur membaik

SIKI : Manajemen Nyeri (1.08238)

Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
8. Monitor efek samping penggunaan anlgetik

Terapeutik

1. Berikan teknik no farmakologis untuk mengurangi nyeri


2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istrahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemelihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Ajarkan teknik non faarmakologis untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


D.
DAFTAR PUSTAKA

Istioningsih, I., Wariska, L., Wariska, L., & Widiastuti, Y. P. (2019). Status Psikologis
Ibu Dengan Persalinan Prematur. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(1), 13.
https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.13-18
Mayasari, B., Arismawati, D. F., Idayanti, T., & Wardani, R. A. (2018). Kejadian
Asfiksia Neonatorum Di Ruang. Nurse and Health, 7(1), 42–50.
N, H., & Fawzia M. (2017). Predictors of maternal fetal Attachment Among Pregnant
women. Egypty: Alexandria University.
Rosyidah, H., Kusumasari, R. V., & Adkhana, D. N. (2019). Hubungan Usia Ibu Hamil
Dengan Kejadian Persalinan Prematur Di Rsud Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta: Relationship Between the Age of Pregnant Women and Premature
Labor in Panembahan Senopati Regional Public Hospital, Bantul, Yogyakarta.
Bmj, 6(1), 20–29. https://doi.org/10.36376/bmj.v6i1.62
Sukriani, W., & Suryaningsih, E. K. (2018). Faktor yang Berhubungan dengan skor
Maternal Fetal Attachment pada ibu hamil. 9, 185–191.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Widiana, I. K. O., Putra, I. W. A., Budiana, I. N. G., & Manuaba, I. B. G. F. (2019).
Karakteristik Pasien Partus Prematurus Imminens di RSUP Sanglah Denpasar
Periode 1 April 2016 - 30 September 2017. E-Jurnal Medika, 8(3), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai