Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS PARTUS PREMATUR

Dosen Pembimbing :

Mukhoirotin, S.Kep.,Ns., M.Kep.

Oleh :
LAILATUL HIKMAH
NIM : 7316036

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
2020
KONSEP DASAR

1.1 Definisi
Partus prematur atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya
kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta
turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu
(kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir.  Partus Prematurus Imminens
adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37 minggu dihitung
dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT) (ACOG, 1995). Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan
37 minggu atau kurang.
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan
sebelum kehamilan 37 minggu dari  hari pertama menstruasi terakhir (Nugroho,
2016). Partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara 500-2499 gram (Rukiyah, et. Al, 2010).
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan yaitu Partus Prematur
adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda
persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat
badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

1.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Beberapa penyebab ternyadinya partus premature, (Nugroho, 2016) :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus,
riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian
obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.
Ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus prematur yaitu :
1) Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II
lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada
kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
2) Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam
setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang
perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih
dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus
adalah sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35
tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti;
hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang
terlalu berat
2. Faktor  kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan
antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah
dini
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

1.3 Tanda dan Gejala


Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung

1.4 Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan
atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani
jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini.
Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran
darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur. Akibat
dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas
jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang
menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada
kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan
mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan.
1.5 Pathway Of Nursing Problem (PNP)

Faktor Ibu Faktor Mayor


Faktor janin dan Faktor Minor
plasenta

Kehamilan <37 Minggu

Partus Prematur

Tindakan Pembedahan (SC) Anatomi & fusiologi Rangsangan pada


belum sempurna uterus

Insisi Abdomen
Penggunaan alat Kontraksi uterus
bantu pernafasan
Kerusakan Jaringan
prostaglandin
Perubahan kondisi
bayi
Resiko Infeksi Dilatasi serviks

Kurang terpajang Nyeri Melahirkan


informasi

Kurang pengetahuan
tentang kondisi Kehilangan energy
berlebih

Stres psikolgi
Intolerasi Aktivitas

Ansietas
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500
gram)
2. Tes nitrazin : menentukan KPD
3. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan
adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S)
mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi
amniotik
4. Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

1.7 Terapi/ Penatalaksanaan


Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada partus prematur, terutama
untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan
tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul
kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per
oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per
infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per
oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan
obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi
miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah
edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin.
Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun
menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek
samping yang lebih kecil daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat
ini hanya tersedia dalam konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses partus prematur, selain tokolisis, pasien juga
perlu membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine
terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien
stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS),
mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus
arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu
diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian
siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine
yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian
suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis
neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang
dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya
ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika
lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena
risiko necrotising enterocolitis.

1.8 Komplikasi
Menurut  Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang
terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat
menyebabkan infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan
lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur
memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan,
sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas  adalah :
2. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
3. Gangguan respirasi
4. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
5. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding
bayi aterm
6. Cerebral palsy
7. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Data Fokus


Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang
klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien (Hidayat, 2010).

1) Pengkajian Primer (Primary Survey)


1. Airway
a. Kaji kepatenan jalan napas
b. Kaji ada/tidaknya suara napas tambahan
2. Breathing
a. Kaji frekuensi pernapasan dan kedalaman pernapasan
dalam/dangkal/regular/ireguler
b. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%
c. Kaji irama pernapasan cepat/lambat dan penggunaan otot bantu dada
pernapasan
d. Nilai apgar score pada menit ke-1 dan menit ke-5
3. Circulation
a. Kaji nadi cepat/tidak dan teratur/tidak
b. Kaji akral, hangat atau dingin
c. Kaji suhu tubuh bayi
d. Kaji warna kulit dan membran mukosa (pucat, sianosis, dan kemerahan)
e. Pada Ibu : Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan
(HKK), penyakit sebelumnya.
4. Disability
a. Kaji respon/reaksi bayi
b. Kaji suara tangisan bayi (keras/lemah)
c. Kaji gerakan otot bayi
5. Exposure
Jaga suhu tubuh bayi agar tidak jadi hipotermi
2) Pengkajian Sekunder / Secondary Survey
Secondary Survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi :
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan :
b. Keluhan selama hamil                :
c. Kenaikan BB selama hamil        :
Natal
a. Tempat melahirkan         :
b. Jenis persalinan              :
c. Penolong persalinan       :                     
Post natal
Kondisi bayi :
4) Riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
5) Riwayat menstruasi
a. Menarche         :
b. Siklus             :
c. Lama               :
d.  Dismenorhea    :
e. Flour albus       :
f. HPHT/TP         :
6) Status perkawinan
a. Umur nikah       :
b. Lama                :
c. Nikah ke           :
d. Status pernikahan :
7) Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan Bayi Nifas

Hamil UK Komp jenis penolong tempat komplikasi sex Bb/tb h/m t/g umur Lac K kom
likasi B plik
ke
asi

8) Riwayat Kehamilan Sekarang


 Mulai periksa   : UK....
 Tempat            :...........Pemeriksa......
No UK Keluhan Frek periksa Obat yg HE
diterima
1 Trim 1
Trim 2
Trim 3
   
9) Riwayat Persalinan Sekarang
10) Riwayat KB
Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari
pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien
yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang
yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap
karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
Pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
Berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura
belum menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping
hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Moro
1) Reflek menghisap (refleks rooting)
2) Refleks menggenggam (palmar grasp reflex)
3) Refleks leher (tonic neck reflex)
4) Refleks mencari (rooting reflex)
5) Refleks moro (moro reflex)
6) Babinski Reflex .
7) Swallowing Reflex.

3. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi : pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 – 2500 gram)
2. Tesnitrazin : menentukan KPD
3. Jumlah sel darah putih : jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan
adanya infeksi amniosintesis yaitu radio lesiten terhadap sfingomielin (L/S)
mendeteksi fofatidi gliserol (PG) untuk maturitas paru janin atau infeksi amniotik.
4. Pemantauan elektronik : Memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual
atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten dan mengatasinya (Indriyani, 2011). Diagnosa keperawatan yang dapat
muncul pada Partus Prematur antara lain :

1. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan d.d luka insisi pada
abdomen
2. Nyeri melahirkan berhubungan dengan luka bekas operasi pada abdomen d.d
dilatasi serviks
3. Ansietas berhubungan dengan faktor psikologis proses menghadapi persalinan d.d
persalinan prematur dan neonatus berpotensi lahir prematur
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d kehilangan energi berlebih .
C. Rencana Intervensi

Perencanaan merupakan rencana tindakan yang akan diberikan pada klien


sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan (Mitayani, 2011).

N Diagnosa SIKI
Tujuan SLKI
o
1 Resiko setelah Tingkat InfeksiPencegahan infeksi
tinggi dilakukan 1. Kebersihan 1) Monitor tanda dan gejala
infeksi tindakan tangan infeksi local dan sistemik
keperawata 2. Kebersihan 2) Batasi jumlah pengunjung
n selama 2 x badan 3) Berikan kulit pada area
24 jam 3. Nafsu makan edema
diharapkan 4. Demam 4) Cuci tangan dengan benar
tidak ada 5. Nyeri 5) Pertahankan teknik aseptic
tanda-tanda 6. Bengkak pada pasien beresiko tinggi
infeksi pada7. Tingkat kognitif
6) Ajarkan cara memeriksa
pasien. kondisi luka atau luka
operasi
7) Kolaborasi pemberian agen
mekanis atau formakologis
2 Nyeri Setelah Kontrol Nyeri : Manjemen nyeri:
melahirka dilakukan 1. Melaporkan 1) Monitor tanda-tanda vital
n tindakan nyeri terkontrol 2) Identifikasi lokasi,
keperawatan meningkat karakteristik, durasi,
selama 2 x 24 2. Kemampuan frekuensi, kualitas,
jam mengenali onset intensitas nyeri (PQRST)
diharapkan nyeri meningkat 3) Anjurkan memonitor nyeri
nyeri 3. Kemampuan secara mandiri
berkurang / mengenali 4) Untuk melakukan
nyeri hilang. penyebab nyeri persalinan normal pada
meningkat kala II, ada 58 langkah
4. Kemampuan asuhan persalinan normal
menggunakan 5) Identifiaksi pengetahuan
teknik non- dan keyakinan tentang
farmakologis nyeri
meningkat 6) Monitor keberhasilan
5. Dukungan terapi komplementer yang
orang terdekat sudah diberikan
meningkat 7) Monitor efek samping
Status Inpartu : penggunaan analgesic
1. Koping 8) Berikan tehnik non
terhadap farmakologis untuk
ketidaknyamana mrngurangi rasa nyeri
n persalinan 9) Kontrol lingkungan yang
meningkat memperberat rasa nyeri
2. Memanfaatkan 10) Fasilitas istirahat dan tidur
teknik untuk 11) Jelaskan penyebab,
memfasilitasi periode dan pemicu nyeri
persalinan 12) Jelaskan strategi
meningkat meredakan nyeri
3. Dilatasi serviks 13) Anjurkan monitor
meningkat meredakan nyeri secara
4. Perdarahan mandiri
vagina menurun 14) Kolaborasi pemeberian
5. Frekuensi analalgesik jiak perlu
kontraksi uterus
membaik
6. Periode
kontraksi uterus
membaik
7. Intensitas
kontraksi uterus
membaik
8. Tekanan darah,
frekuensi nadi,
dan suhu
membaik.
3 Ansietas Selama di Tingkat Ansietas Reduksi ansietas :
lakukan 1. Verbalisasi 1. Identifikasi saat ansietas
tindakan kebingungan berubah
keperawatan 2. Verbalisasi 2. Monitot tanda-tanda
selama 1x khawatir akibat ansietas
shift kondisi yang 3. Gunakan pendekatan yang
diharapkan dihadapi menenangkan
klien tidak 3. Perilaku gelisah 4. Jelaskan semua prosedur
4. Perilaku tegang dan apa yang dirasakan
mengalami
selama prosedur
kecemasan
5. Latih teknik relaksasi
6. Kolaborasi pemberian obat
ansietas
4 Intoleransi Setelah 1. Frekuensi nadi Managemen Energi :
Aktiviitas. dilakukan menurun 1) Identifikasi gangguan
tindakan fungsi tubuh yang
keperawwwat 2. Keluhan lelah mengakibatkan kelelahan
an selama 1 x menurun 2) Monitor kelelahan fisik
24 30 menit 3. Dipsneu saat dan emosional
di harapkan aktivitas 3) Lakukan latihan rentang
energy gerak pasif dan atau aktif
tercukupi 4. Tekanan darah 4) Anjurkan tirah baring
serta dapat membaik 5) Kolaborasi dengan ahli gizi
melakukann 5. Sianosis tentang cara meningkatkan
aktivitas menurun asupan makanan
sehati-hari
DAFTAR PUSTAKA

Errol Norwiz. 2011. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta; Salemba


Indriyani, Diyan. (2013). Keperawatan Maternitas Pada Area Perawatan Antenatal.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Manuaba. (2013). Pengantar Kuliah Obsetetri. Jakarta : EGC
Mitayani, 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, Taufan. (2016). Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human
Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.
Rukiyah, Ai, Y. Yulianti, L. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta; Trans
Info Medika
SDKI. (2013). Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencanan Nasional,
Departemen Kesehatan, Macro International. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2012.

SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: PPNI.

SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: PPNI

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai