Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS


PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI) PADA Ny. D DI RUANG VK
RSIA TRISNA MEDIKA TULUNGAGUNG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hutama Abdi Husada Tulungagung

NAMA : Vega Tyas Pradani


NIM : A3R21065
Fasilitator : Poppy Farasari, S.Tr. Keb, M.Kes

PROGAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
TULUNGAGUNG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini di susun oleh :


Nama : Vega Tyas Pradani
NIM : A3R21065
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Departemen
Keperawatan Maternitas Partus Prematurus Imminens (PPI) pada
Ny. D diruang VK RSIA Trisna Medika Tulungagung

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


tugas profesi ners STIKes Hutama Abdi Husada Tulungagung

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

MENGETAHUI

Pembimbing RS (CE) Dosen Fasilitator

(……………………………………) (Poppy Farasari, S.Tr. Keb, M.Kes)


LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS
PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI) PADA Ny. D DI RUANG VK
RSIA TRISNA MEDIKA TULUNGAGUNG
A. DEFINISI
Partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi
uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada
wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir(Mayasari, Arismawati, Idayanti, & Wardani, 2018).
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari
pertama menstruasi terakhir(Mayasari et al., 2018).
Partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat
badan lahir antara 500-2499 gram. Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa
Partus Prematurus Imminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana
timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37
minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram(Rosyidah, Kusumasari, & Adkhana,
2019).
B. ETIOLOGI
Faktor resiko PPI yaitu(Istioningsih, Wariska, Wariska, & Widiastuti, 2019) :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion.
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus,
riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat
narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.
Namun prematurus ada beberapa faktor resiko terjadinya prematurus imanens yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka
lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek kurang dari 1
cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat
persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat
operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah
kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan, faktor predisposisi partus prematurus adalah sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun,
jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi, jantung,
ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum,
komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam Rahim
C. MANIFESTASI KLINIS
Partus prematurus iminen ditandai dengan(Widiana, Putra, Budiana, & Manuaba, 2019) :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari kewaspadaan tenaga
medis. Jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm, perlunakan
sekitar 75 80 % bahkan terjadi penipisan serviks.
D. PATHWAY
Faktor minor dan faktor ibu (memiliki Riwayat abortus berulang pada trimester 1 dan 2)

Kehamilan <37 minggu

Partus Prematurus Imminens

Rangsangan pada uterus Tindakan pembedahan (SC) Krisis situasional

MK; Ansietas
Kontraksi pada uterus meningkat Insisi abdomen

Kerusakan jaringan
Prostaglandin meningkat

MK; Resiko Infeksi

Dilatasi serviks

MK; Nyeri Akut

Kehilangan energi berlebih MK; Intoleransi aktivitas

E. PENATALAKSANAAN

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas neonates preterm ialah (Mayasari et al., 2018):

a. Kalsium antagonis : nifedipine 10mg/oral diulang 2-3kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai
kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontraksi berulang . Dosis maintenance
3x10mg
b. Obat b-mimetik seperti terbutaline, ritrodinm isoksuprin dan salbutamol dapat digunakan

c. Sulfas magnesius dosis perinteral 4-9gr/iv, tetapi obat jarang digunakan karena menimbulkan
efek samping pada ibu ataupun janin

d. Penghambat produksi prostaglandin indometasin, sulindac dapat menghambat produksi


prostaglandin

Untuk menghambat proses PPI selain tkolisis pasien juga perlu membatasi aktivitas atau
tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi relative penggunaan tokolisis
ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak baik seperti;

1. Oligohiramnion
2. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
3. Oreeklamsia berat
4. Hasil nonstrees test tidak reaktif
5. Hasil contraction stress tes positif
6. Oerdarahan pervagina dengan abrupsi plasenta
7. Kematian janin atau anomaly janin yang mematikan
8. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik

Pemberian terapi kortikosteroid untuk pematangan surfaktan paru janin menurun kan resiko
respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventricular. Kortiko steroid
dapat diberikan ketika usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Obat yang diberikan adalah
dexametason atau betametaspn. Pada betametason diberikan 2x12mg/im dengan jarak pemberian
24 jam dan pada dexsametason 4x6m.im dengan jarak pemberian 12 jam.

Encegahan terhdapat infeksi dengan menggunakan antibiotik yang tepat dapat


menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Antibiotic dapat diberikan
pada kehamilan yang mengandung resiko terjadinya infeksi seperti KPD.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium ; pemeriksaan kultur urine, pemeriksaan gas dan pH darah janin ,
pemeriksaan darah tepi ibu (jumlah leukosit), C-reactive protein
2) Amniosintesis : hitung leukosit, pewarnaan gram bakteri (+) pasti amnionitis, kultur,
kadar IL-1, IL-6 dan kadar glukosa cairan amnion
3) Pemeriksaan ultrasonografi : oligohidramnion (berhubungan dengan korioamnionitis dan
koloni bakteri pada amnion), penipisan serviks (bila ketebalan serviks <3cm(USG), dapat
dipastikan akan terjadi persalinan preterm, kardiotokografi (kesejahteraan janin, frekuensi
dan kekuatan kontraksi , sonografi serviks transperineal dapat menghindari mani[ulasi
intravaginal terutama pada kasus KPD dan plasenta previa(Sukriani & Suryaningsih,
2018).
G. KOMPLIKASI
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang mengancam
neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan intraventrikel
dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan. Sedangkan prognosis
yang dapat terjadi pada persalinan prematuritas adalah(N & Fawzia M, 2017) :
a. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi premature
b. Gangguan respirasi
c. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas
jaringan otak
d. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi aterm
e. Cerebral palsy
f. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian biodata (nama, usia, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat)
2. Keluhan utama (untuk mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan serta
berhubungan dengan persalinan
3. Riwayat kehamilan sekarang (primigravida,usia kehamilan, presentasi letak janin hpht,
gerakan janin, keluhan selama hamil, ANC)
4. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas (kehamilan, persalinan, nifas, anak)
5. Pola kebiasaan sehari hari (pola nutrisi, aktivitas, seksual , eliminasi, perokok dan
pemakaian obat-obatan
6. Pemeriksaan fisik (kepala, leher, dada dan acilla, eksteritas)
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisik
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
J. INTERVENSI
SLKI SIKI
Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (1.08238)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi:
1x24 jam diharapkan “tingkat nyeri” pasien - Identifikasi lokasi, frekuensi, kalitas,
Menurun dengan Kriteria hasil : dan intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri (5 Menurun) - Identifikasi skala nyeri,
2. Meringis (5 Menurun) - Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Gelisah (5 Menurun ) - Identifikasi faktor pemberat dan
4. Kesulitan tidur (5 Menurun) memperingan nyeri
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgesik
Terapeutik:
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (guide
imagery)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri ‘
- Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgesic.
Tingkat Ansietas (L.09093) Reduksi ansietas (1.09.314)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi
1x24 jam diharapkan “tingkat ansietas” pasien - Monitor tanda-tanda ansietas
Menurun dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Perilaku gelisah menurun - Bhsp
2. Perilaku tegang menurun - Gunakan pendekatan yang tenang dan
Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang menyakinkan
dihadapi menurun Edukasi
- Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas , jika
perlu
Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi (1.14539)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi
1x24 jam diharapkan “tingkat infeksi” pasien - Monitor tanda dan gejala infeksi local
menurun dengan kriteria hasil : dan sistemik
1. Demam menurun Terapeutik
2. Kemerahan Menurun - Berikan perawatan kulit pada area
3. Nyeri menurun edema
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksan kondisi luka
operasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jike
perlu
Toleransi Aktivitas (L.05047) Manajemen Energi (1.05178)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi
1x24 jam diharapkan “toleransi aktivitas” - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
pasien meningkat dengan kriteria hasil : yang mengakibatkan kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat - Monito rkelelahan fisik dan emosional
2. Tekanan darah membaik - Monitor pola dan jam tidur
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
sehari-hari meningkat selama melakukan aktifitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Istioningsih, I., Wariska, L., Wariska, L., & Widiastuti, Y. P. (2019). Status Psikologis Ibu
Dengan Persalinan Prematur. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(1), 13.
https://doi.org/10.26714/jkj.6.1.2018.13-18
Mayasari, B., Arismawati, D. F., Idayanti, T., & Wardani, R. A. (2018). Kejadian Asfiksia
Neonatorum Di Ruang. Nurse and Health, 7(1), 42–50.
N, H., & Fawzia M. (2017). Predictors of maternal fetal Attachment Among Pregnant women.
Egypty: Alexandria University.
Rosyidah, H., Kusumasari, R. V., & Adkhana, D. N. (2019). Hubungan Usia Ibu Hamil Dengan
Kejadian Persalinan Prematur Di Rsud Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta:
Relationship Between the Age of Pregnant Women and Premature Labor in Panembahan
Senopati Regional Public Hospital, Bantul, Yogyakarta. Bmj, 6(1), 20–29.
https://doi.org/10.36376/bmj.v6i1.62
Sukriani, W., & Suryaningsih, E. K. (2018). Faktor yang Berhubungan dengan skor Maternal
Fetal Attachment pada ibu hamil. 9, 185–191.
Widiana, I. K. O., Putra, I. W. A., Budiana, I. N. G., & Manuaba, I. B. G. F. (2019).
Karakteristik Pasien Partus Prematurus Imminens di RSUP Sanglah Denpasar Periode 1
April 2016 - 30 September 2017. E-Jurnal Medika, 8(3), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai