Oleh :
14.321.2117
A8-D
2017
A. Konsep Dasar Partus Prematurus Iminens (PPI)
1. Definisi
Partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara 500-2499 gram (Rukiyah, 2010). Partus preterm adalah
kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama
menstruasi terakhir (Benson, 2012).
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran
dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama
kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid
terakhir.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-
tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan
berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.
2. Epidemiologi
Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas
indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2)
PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini,
terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar
30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan
selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini (Harry dkk,
2010).
4. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan
atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani
jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini.
Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran
darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada
janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah
imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang
menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada
kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan
mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan.
5. Pathway
Faktor kehamilan : (hamil
Faktor ibu : (umur < 20 tahun
Faktor janin : (cacat dengan hidramion, hamil
atau >35 tahun, jarak hamil
bawaan, infeksi dalam ganda, perdarahan antepartum,
yang terlalu dekat)
rahim) ketuban pecah dini)
Keletihan
Intoleransi
aktivitas
6. Tanda dan Gejala
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
a. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
b. Rasa berat dipanggul
c. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
d. Keluarnya cairan pervaginam
e. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari kewaspadaan
tenaga medis.
Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi
tanda klinik sebagai berikut :
a. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
b. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :
a. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor
rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah
janin.
b. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik,
cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan
uterus
8. Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro,
2010), yaitu:
a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
b. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
c. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
d. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm
f. Selaput amnion seringkali telah pecah
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI
ialah sebagai berikut:
a. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan
kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
b. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
c. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
9. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi
pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi
endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih
tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan.
10. Prognosis
Menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan
prematuritas adalah :
a. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
b. Gangguan respirasi
c. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
d. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi
aterm
e. Cerebral palsy
f. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).
11. PENATALAKSANAAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Menurut Benson (2012), pengobatan utama terdiri atas dua modalitas yaitu
istirahat baring dan obat – obatan.
a. Istirahat baring
Terdapat berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa istirhat baring bermanfaat
baik dalam pencegahan maupun membantu penghentian partus yang telah
berlangsung disertai dengan obat–obatan. Hidrasi intravena sering dianjurkan
sebagai bentuk awal intervensi, sebelum mulai dengan obat-obat farmakologik.
b. Obat farmakologik
a) Beta – simpatomimetik
Dua obat yang paling sering digunakan adalah ritodrine dan terbutaline.
Reaksi kerja obat ini yaitu dapat menurunkan tonus otot polos uterus,
bronkiolus dan vaskulator, output urine juga berkurang dan glikogenolisis dan
pembebasan insulin kedua – duanya meningkat, nadi meningkat, tekanan
darah diastolik menurun, frekuensi jantung cepat.
b) Magnesium Sulfat
Mekanisme kerja magnesium yaitu menurunkan kalsium bebas intraselular
yang perlu untuk kontraksi otot polos, namun magnesium memiliki efek ini
pada semua otot. Salah satu efek samping yang sangat mengganggu adalah
disforia dimana dilukiskan perasaan bagai terperangkap awan gelap.
b. Pemberian antibiotika
1) Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian
koriomnionitis dan sepsis neonatorum
2) Diberikan 2 gram ampicillin IV tiap 6 jam sampai persalinan selesai
3) Peneliti lain memberikan antibiotik kombinasi untuk kuman anaerob
4) Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor resiko
persalinan prematur, bila tidak ada kontra indikasi, diberi tokolitik.
c. Pemberian tokolitik
1) Nifedipine 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya
hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3x10 mg
2) Golongan beta – mimetik : salbutamol per infuse : 20 – 50 / menit atau
salbutamol per oral : 4 mg, 2 – 4 kali / hari
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yang dirasakan atau
aktual pada diri dan janin.
3. Intervensi
Ed. Herman T.H and Komitsuru. S. 2015. Nanda Internasional Nursing Diagnosis, Definition
and Clasification 2015-2017. Jakarta. EGC.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC.