Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN GANGGUAN HARGA DIRI RENDAH

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Menurut Keliat (2006) harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri dan harga diri yang merasa gagal mencapai keinginan. Harga
diri rendah adalah evaluasi dari kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam
waktu yang lama (Nanda, 2005 dalam Direja, 2011).
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya
diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, dalam Fitria, 2009). Harga
diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan
gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry, dalam Yosep, 2009). Gangguan harga
diri rendah adalah gangguan konsep diri dimana harga diri merasa gagal mencapai
keinginan, perasaan tentang diri yang negatif dan merasa dirinya lebih rendah
dibandingkan orang lain.
2. Proses terjadinya
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan
yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain (Stuart & Sunden, 1995). Konsep diri terdiri atas komponen : citra
diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran dan identitas personal. Salah satu komponen
konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering
gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang
dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek
utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan
pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara
sosial.
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak
realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal
3. Faktor predisposisi
Faktor- faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi :
a. Faktor predisposisi gangguan citra tubuh
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi)
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan
dan perkembangan atau penyakit.
3) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi
tubuh.
4) Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterpi, transplantasi
b. Faktor predisposisi gangguan harga diri
1) Penolakan dari orang lain

2) Kurang penghargaan

3) Pola asuh yang salah terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu

dituntut dan tidak konsisten.

4) Persaingan antar saudara.


5) Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
6) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan!.
c. Faktor predisposisi gangguan peran
1) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi
dan keadaan sehat sakit
2) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan
secara terusmenerus yang tidak terpenuhi
3) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran
yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
4) Peran yang terlalu banyak
d. Faktor predisposisi gangguan identitas diri
1) Ketidakpercayaan orang tua pada anak
2) Tekanan dari teman sebaya
3) Perubahan dari struktur sosial

4. Faktor presipitasi
Faktor pencetus terjadinya gangguan konsep diri bisa timbul dari sumber internal
maupun eksternal klien, yaitu :
a. Trauma,
seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran, berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalaminya sebagai frustasi, ada tiga jenis transisi peran
c. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan
individu atau keluarga dan norma - norma budaya, nilai - nilai dan tekanan
penyesuaian diri.
d. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambahnya atau berkurangnya anggota
keluarga melaluikelahiran atau kematian.
e. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh. Perubahan
bentuk, ukuran, panampilan, dan fungsi tubuh. Perubahan fisik berhubungan dengan
tumbuh kembang normal. Prosedur medis keperawatan

5. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya
sepanjang rentang respon konsep diri, yaitu adaptif dan maladaptif.

RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi


Diri positif rendah identitas

Keterangan:
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman
nyata yang sukses diterima.
b. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
c. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif.
d. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek psikososial
dan kepribadian dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya
dengan orang lain.

6. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya
memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri
yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama.

7. Etiologi
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-tiba). Pada klien yang dirawat
dapat terjadi harga diri rendah, karena :
1) Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan
kateter, pemeriksaan perineal).
2) Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
b. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptif.

8. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan konsep
diri yang mengarah pada diagnosa medis skizofrenia, khususnya dengan perilaku harga
diri rendah, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine HCL
(Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine
HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal,
Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine
(Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila klien
dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien
dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples.
Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis,
2005)
d. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia
yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.
Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi
interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana
dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata. (Kaplan dan
Sadock,1998,hal.728).
e. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan
dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2) Seklusi
3) Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi
dan Purwanto, 2009).
f. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi interaksi
antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada pasien dengan harga diri rendah (Fitria, 2009 dan
Yosep, 2009), adalah:
a. Data subyektif
1) Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
2) Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu
3) Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja.
4) Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan
atau toileting).
b. Data obyektif
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) Berkurang selera makan
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah.
Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien dengan
harga diri rendah kronik adalah sebagai berikut:

Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi


Effect

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif Causa

2. Diagnosa Keperawatan
a. Harga Diri Rendah
b. Koping Individu Tidak Efektif
c. Isolasi Sosial
d. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
e. Risiko Perilaku Kekerasan
3. Intervensi

Perencanaan
No Dx
Tgl Dx keperawaatan Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi

1 Gangguan TUM: 1. Klien menunjukan1. Membina hubungan saling


konsep diri:Klien memiliki konsep diri ekspresi wajah parcaya dengan
harga diriyang positif bersahabat, menggunakan prinsip
rendah menunjukan rasa komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah
TUK: senang, ada kontak
baik verbal maupun non
Klien dapat membina mata, mau berjabat
verbal.
hubungan saling percaya tangan, mau
b. Perkenalkan diri dengan
dengan perawat menyebutkan nama,
sopan.
mau menjawab salam, c. Tanyakan nama lengkap
klien mau duduk dan nama panggilan yang
berdampingan dengan disukai klien.
d. Jelaskan tujuan
perawat, mau
pertemuan
mengutarakan masalah
e. Jujur dan menepati janji
yang dihadapi f. Tunjukan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya.
g. Beri perhatian dan
perhatikan kebutuhan
dasar klien.

2.1 Diskusikan dengan klien


tentang:
a. Aspek positif yang dimiliki
klien, keluarga,
lingkungan.
b. Kemampuan yang dimiliki
klien.
2.2 Bersama klien buat daftar
2. Klien menyebutkan: tentang:
a. Aspek positif dan a. Aspek positif klien,
kemampuan yang keluarga, lingkungan
dimiliki klien b. Kemampuan yang dimiliki
b. Aspek positif klien
Klien dapat mengdentifikasi keluarga 2.3 Beri pujian yang realistis,
aspek positif dan c. Aspek positif hindarkan memberi
kemampuan yang dimiliki lingkungan klien penilaian negatif.

Klien dapat menilai3. Klien mampu3.1 Diskusikan dengan klien


kemampuan yang dimiliki menyebutkan kemampuan yang dapat
untuk dilaksanakan kemampuan yangdilaksanakan
dapat dilaksanakan. 3.2 Diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan
pelaksanaanya.

Klien dapat merencanakan4. Klien mampu membuat4.1 Rencanakan bersama klien


kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan harian aktivitas yang dapat dilakukan
kemampuan yang dimiliki klien sesuai dengan
kemampuan klien:
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai
kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
dapat klien lakukan.

Klien dapat melakukan5. Klien dapat melakukan5.1 Anjurkan klien untuk


kegiatan sesuai rencana kegiatan sesuai jadwalmelaksanakan kegiatan yang
yang dibuat. yang dibuat. telah direncanakan.
5.2 Pantau kegiatan yang
dilaksanakan klien.
5.3 Beri pujian atas usaha
yang dilakukan klien.
5.4 Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah
pulang.

Klien dapat memanfaatkan6. Klien mampu6.1 Beri pendidikan kesehatan


sistem pendukung yang memanfaatkan sistemkepada keluarga tentang cara
ada pendukung yang adamerawar klien dengan harga
dikeluarga diri rendah.
6.2 Bantu keluarga
memberikan dukungan selama
klien dirawat.
6.3 Bantu klien menyiapkan
lingkungan dirumah.
4. Pelaksanaan
Harga Diri Pasien Keluarga
Rendah
SP I SP I
1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1. Mendiskusikan masalah yang
aspek positif yang dimiliki pasien dirasakan keluarga dalam
2. Membantu pasien menilai
merawat pasien.
kemampuan pasien yang masih 2. Menjelaskan pengertian, tanda
dapat digunakan. dan gejala harga diri rendah
3. Membantu pasien memilih kegiatan
yang dialami pasien beserta
yang akan dilatih sesuai dengan
proses terjadinya.
kemampuan pasien. 3. Menjelaskan cara-cara merawat
4. Melatih pasien sesuai kemampuan
pasien harga diri rendah.
yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar
terhadap keberhasilan pasien.
6. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

SP II
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan SP II
harian pasien. 1. Melatih keluarga
2. Melatih kemampuan kedua.
mempraktekkan cara merawat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
pasien dengan harga diri rendah.
dalam jadwal kegiatan harian.
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung kepada
pasien harga diri rendah.

SP III
1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning).
2. Menjelaskan follow up setelah
pulang.

5. Evaluasi
Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi dibagi 2 :
a. Evaluasi proses (Formatif) dilakukan setiap selesai melakukan tindakan
b. Evaluasi hasil (Sumatif) dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan
khusus dan umum yang telah ditentukan dengan perawatan SOAP
Hasil yang ingin dicapai pada klien dengan harga diri rendah yaitu : Dapat
menunjukkan peningkatan harga diri.
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medikal Book.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Hawari, D. 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Townsed, M. C. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai