Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny.S DENGAN POST PARTUM SC INDIKASI PRM

DISUSUN OLEH :

YOSEB PETRUS

2019060106

PROGRAM PROFESI NERS

STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi
tugas praktek klinik susulan stase Maternitas pada 6-11 Juli 2020 oleh mahasiswa
Program Studi Profesi Ners STIKES Karya Husada Kediri Tahun 2020.

NAMA : Yoseb Petrus

NIM : 2019060106

JUDUL : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan


pada Ny.S dengan post partum Sc indikasi PRM

Pembimbing Akademik,

Efa Nur Aini, S.Kep.,M.Kep


NIDN 0704037601

Mahasiswa,
Yoseb Petrus
2019060106

KONSEP TEORI
SECTIO CAESARIA

A. Pengertian
Section Caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding Rahim degan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2013).
Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2013).
B. Etiologi
Umumnya Manuaba (2015) indikasi ibu di lakukan section caesaria adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan ante partum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fatal disters dan janinbesar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa factor section caesaria diatas
dapat di uraikan beberapa penyebab section caesaria sebagai berikut :
CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), PEB, bayi kembar, kelainan letak, ketuban pecah dini.
C. Manifestasi klinis
1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior).
2. Panggul sempit.
3. Ketuban pecah dini.
4. Rupture uteri.
5. Partus lama.
6. Letak lintang.
7. Letak bokong.
8. Pre eklampsia.
9. Plasenta previa.
10. Gameli.

D. Woc

Section cesarea

Pre Op Sc Insisi jaringan Post op Sc

Kurang informasi Terputusnya kontinitas jaringan General anastesi

Kesalahan intrepretasi Pengeluaran mediator nyeri Penurunan kesadaran

Kurang pengetahuan proses pembedahan merangsang neuro reseptor Stagnasi penarikan

Defisit pengetahuan Nyeri saat beraktifitas Trombus vena

Nyeri akut Emboli menurun

CO2 menurun

Perubahan perfusi jaringan

Muskuloskeletal

Intoleransi aktifitas

Hambatan mobilitas fisik


E. Pemeriksaan penunjang
Menurut Sarwono (2016) menyatakan hasil penelitiannya, sebagai berikut:
a. Elektro ensefalo gram (EEG)
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah - daerah otak yang tidak jelas
terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetic.
d. Pemindai positron Emission Tomography (PET)
Untuk mengevaluasi yang kejang dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolic atau aliran darah dalam otak. (sarwono,2006).
F. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah:
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnyaantara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi rupture uteri.
G. Penatalaksaan
1) Letak pasien dalam posisi pemulihan.
2) periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap
30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
3) yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
4) Transfusi jika diperlukan.
5) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu di mulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang tidak
sedikit sudak boleh di lakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
6) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat di dudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler).
e. Selanjutnya selama beturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.
7) Pencegahan
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan senam hamil.
2. Olahraga teratur.
3. Pajin control.
4. Dampak masalah
5. Dampak jika tidak dilakukan section caesaria adalah dapat menimbulkan infeksi, dapat
menimbulkan perdarahan, kurang kuatnya uterus (Wiknjosastro,2005).

KONSEP PENYAKIT KETUBAN PECAH DINI

A. Pengertian
Ketuban pecah dini ialah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan/sebelum inpartu,
pada pembukaan kurang dari 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Taufan Nugroho, 2010).
Ketuban pevah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan
tunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
di atas 37 minggu, sedangakn dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini
merupakan masalah kontrovensi obstetric dalam kaitannya dengan penyebabnya
(Manuabketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan
berusia 22 minggu (Sarwono prawirohardjo, 2018).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan post
section caesaria dengan indikasi ketuban pecah dini adalah tindakan pembedahan yang telah
dilakukan akibat pecahnya selaput ketuban atau keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina
sebelum inpartu.
B. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tenatng KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan
tidak dapat ditentukan secara pasti.Beberapa laporan menyebutkan factor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun fakto-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang terjadi factor predisposisi adalah:
1. Infeksi : Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderan dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabjan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh kaena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curetage)
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya trauma, hidramnion, gameli.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian
bawah.
5. Faktor golongan darah : akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
6. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
7. Faktor multi graviditas, merokok dan pendarahan antepartum.
8. Definisi gizi dari tembaga atau asam basa askorbat (Vitamin C)
C. Klasifikasi
Klasifikasi dari ketuban pecah dini antara lain sebagai berikut:
1. Ketuban pecah sebelum pada waktnya atau ketuban pecah dini atau ketuban pecah
premature adalah keluarnya vairan dari jalan lahir atau vagina sebelum proses persalinan
2. Ketuban pecah premature yaitu pecahnya membrane khoiro-amniotik sebelum onset
persalinan atau disebut juga premature of membrane atau Prelabour Rupture of Membran
(PROM)
3. Ketuban pecah premature pada preterm yaitu pecahnya membrane choirio- amniotik
sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga
Preterm Premature Rupture of Membrane atau Preterm Prelabour Rupture of Membrane
(PPROM).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari ketuban pecah dini yaitu:
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tand- tanda infeksi yang terjadi (Nugroho,2011)
E. Komplikasi
1) Pada infeksi intra partal atau dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan kontraksi saat
ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan
meningkatnya angka morbidilitas dan mortalitas.
2) Infeksi puerperalis atau masa nifas
3) Partus lama atau Dry Labour
4) Perdarahan post partum
5) Meningkatkan tindakan operatif obstetric (khususnya SC) Mordilitas dan
mortalitas maternal(Fadhlun,2011).
6) Pada janin
7) Masalah yang dapat terjadi pada persalinan premature diantaranya adalah Retinopathy of
prematurity, perdarahan intraventrikuler, nekrocolitis, gangguan otak dan resiko celebal
palsy, hiperbilirubinemia, anemia, sepsis
8) Prolapse funiculli atau penurunan tali pusat.
9) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi).
10) Mengakibatkan kompresi tali pusat,prolapse uteri, Dry labour atau partus lama, skor
APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intracranial, gagal ginjal.
11) Sindrom deformitas janin terjadi akibat oligohidramnion, diantaranya terjadi hypoplasia
paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terlambat (PJT).
12) Mordilitas dan mortalitas perinatal.
13) Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan (RDS = Respiratory Distress Syndrome).
14) Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.
15) Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk memungkinkan
terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).
16) Selain itu kejadian prolapse atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada KPD.
17) Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
F. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan leukosit darah :> 15.000/PL bila terjadi infeksi.
b. Test lakmus berubah menjadi biru.
c. Amniosintesis.
d. USG menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang.
e. Pencegahan
a. Pencegahan ketuban pecah dini dapat dengan 5 cara:
1) Pemeriksaan kehamilan yang teratur.
2) Kebiasaan hidup sehat seperti mengonsumsi makanan yang sehat, minum cukup,
olahraga terarur dan berhenti merokok.
3) Membiasakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan benar, yakni dari depan ke
belakang, terutama setelah berkemih dan buang air besar.
4) Memeriksakan diri kedokter bila ada sesuatu yang tidak normal di daerah kemaluan,
misalnya keputihan yang berbau dan berwarna tidak seperti bisanya.
5) Untuk sementara waktu, berhenti melakukan hubungan seksual bila ada indikasi yang
menyebabkan ketuban pecah dini, preterm seperti mulut Rahim yang lemah.
f. Penatalaksanaan
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada
komplikas ibu dan janin dan adanya tanda- tanda persalinan.
1. Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan
konservatif, antara lain:
a. Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi telentang, perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan di usahakan bisa
mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin)
dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar,atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru
janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau
dektametason IM 5 mg tiap 6 jam sebanyak 4 kali.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes buta (-) : beri
dektamatason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan dan janin. Terminasi
pada kehamilan 37 minggu.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan mokolitik
(salbutamol) dektametason dan induksi sesudah 24 jam.
g. Jika usia kehamilan 32-37 minngu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi.
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterine)
2. Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif,
antara lain:
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin, bila gagal section sesaria. Dapat
pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri:
c. Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
ASUHAN KEPERAWATAN

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan asuahan keperawatan


maternitas dengan diagnosa medis post op sectio caesaria atas indikasi ketuban pecah dini, post
sectio caesaria hari ke -0 maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati mulai tanggal
10 – 12 januari 2019 dengan data pengkajian pada tanggal 10 januari 2019 jam 22.00 WIB.
Anamnesa diperoleh dari pasien dan file register sebagai berikut.

1. Pengkajian

Nama pasien : Ny.S


Umur : 40 tahun
Suku/Bangsa : Jawa

Agama : Islam
Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : kejayan, pasuruan

Status perkawinan : Menikah


Diagnosa : post partum Sc
indikasi PRM
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan ketubannya pecah tanpa disertai kenceng-kenceng pukul 15.00 pada
tanggal 09 Januari 2019 kemudian dibawa kebidan setempat karena tidak ada
perkembangan klien dirujuk ke RSUD Bangil pukul 22.00 diruang MNE.
b. Keluhan Utama : Pasien mengatakan nyeri pada luka post op, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan diperut bagian lateralis, nyeri dirasakan saat bergerak
dengan skala nyeri 6.
c. Persalinan Sekarang
1) Kala Persalinan
Kala 1
Klien mengalami fase laten (pembukaan 2 cm) (2)Kala II
Ketuban klien pecah tanpa disertai rasa ingin muntah dan mengejan.
Kala III
Klien berada dalam ruang operasi
Kala IV
keadaan umum : Composmentis
Tanda-tanda vital :
TD : 120/70 mmHg
N : 98x/menit
RR : 18x/menit
S : 36,4°C
TFU : 2 Jari di bawah pusar (4) Kontraksi Uterus : Baik
2) Keadaan bayi :
BB : 3400 gram
PB : 48 cm
Pusat : Normal
Perawatan tali pusat : Kliem tali pusat, kassa steril (Suhu :36,4°C)
Lingkar kepala : 31 cm
Lain-lain : Anus ( Berlubang )
Rencana Perawatan Bayi : Dirawat sendiri
Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi Ibu mengetahui tentang perawatan
tali pusat.
1. Breast Care : Pasien belum memahami tentang perawatan payudara yang baik dan
benar
2. Perinaeal care : Pasien sudah memahami tentang cara membersihkan derah
perineu /kemaluan (cebok dari depan kebelakang dan mengganti pembalut sesering
,mungkin)
3. Nutrisi : Pasien sudah memahami tentang pemenuhan nutrisi pada bayi dan ibu
yang baru saja melahirkan
4. Senam Nifas : Pasien mengatakan belum pernah melakukan senam nifas
5. KB : Pasien mengatakan pernah menggunakan KB jenis suntik dan memahami
indikasi KB tersebut.
6. Menyusui : Pasien mengatakan mengetahui cara menyusui yang benar
3) Riwayat Kesehatan
Ibu tidak pernah mengalami penyakit yang menular atau berbahaya sebelumnya
seperti DM dan TB serta ibu juga tidak mempunyai penyakit keturunan . Ibu biasanya
menggunakan fasilitas kesehatan Puskesmas jika dirinya sakit.
4) Riwayat Lingkungan
Ibu mengatakan lingkungan rumahnya bersih dan bebas polusi karena tinggalnya di
desa.
5) Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Keluarga tidak merokok, minum-minuman keras serta ketergantunganobat.
6) Pemeriksaan fisik Keadaan umum : baik Kesadaran : composmentis
TTV:
TD: 120/70 mmHg N: 98x/menit
RR: 18x/menit S: 36,4°C
BB: 62 Kg
TB: 155 Cm
1. Respirasi (B1)
1) Bentuk dada: Simetris.
2) Susunan ruas tulang belakang: Normal.
3) Pola napas: Teratur
4) Irama: Teratur
5) Jenis: Vesikuler

6) Retraksi otot bantu napas: Tidak ada retraksi otot bantu napas.
7) Perkusi thorax: Sonor
2. Kardiovaskuler (B2)
a. Nyeri dada: Tidak.
b. Irama jantung: Teratur.
c. Pulsasi:Kuat;Posisi: Ictus cordis.
d. Bunyi jantung:SıS₂ tunggal.
e. CRT: ≤ 3 detik.
f. Cianosis : Tidak ada sianosis.
g. Clubbing finger : Tidak ada.
h. JVP: Tidak ada pembesaran JVP.
i. Lain-lain:Tidak ada.
3. Persyarafan (B3)
1) Kesadaran: Composmentis; GCS: 4-5-6.
2) Orientasi: Waktu = baik, orang=baik, tempat=baik.
3) Kejang: Tidak ada kejang, Jenis: -.
4) Kaku kuduk: Tidak ada.
5) Brudsky 1: Tidak ada.
6) Nyeri kepala: Tidak ada.
7) Istirahat/tidur Di Rumah : Siang: 2-3 jam/hari,Malam: 7-8
jam/hari.
8) Istirahat/tidur Di RS : Siang: tidak tidur ,Malam: 6-7 jam/hari.

9) Kelainan nervus cranialis: Tidak ada kelainan.


4. Genetourinaria (B4)
1) Bentuk alat kelamin: Normal
2) Libido: Kemauan: Normal;Kemampuan: Normal.
3) Kebersihan: Bersih.
4) Frekuensi berkemih: 4-5 x/hari, Teratur, Jumlah : ±1200cc/24
jam, Bau: Khas urin, Warna: Kuning, Tempat yang digunakan:
Kamar mandi.
5) Alat bantu yang digunakan: Klien terpasang selang kateter.
6) Lain-lain: Tidak ada.
5. Pencernaan (B5)
1) Mulut: Bersih;Mukosa: Lembab;Bibir: Normal;Gigi: Bersih
dan tidak ada caries;Kebiasaan gosok gigi: Selama di rumah
klien gosok gigi 2x sehari, di rumah sakit klien tidak gosok
gigi.
2) Tenggorokan: Tidak ada kesulitan menelan, Tidak ada kemerahan.
Dan Tidak ada pembesaran tonsil.
3) Abdomen: Adanya nyeri tekan pada perut bagian bawah, nyeri
seperti ditusuk-tusuk berlangsung selama 10 menit dan
bertambah ketika bergerak skala nyeri 6. peristaltik: 10x/menit.
4) Kebiasaan BAB: 1x sehari; Konsistensi: Lembek;Warna:
Kuning kecoklatan; Bau: Khas feses;Tempat yang biasa
digunakan: Kamar mandi.

5) Masalah eliminasi alvi: tidak ada


6) Pemakaian obat pencahar: Tidak menggunakan obat pencahar.
7) Lavement: Tidak ada
8) Pemakaian obat pencahar: Tidak ada
9) Lain-lain: Ada luka post op sectio caesaria dengan posisi
lateral dan panjang kurang lebih 10 cm, luka masih basah,
tertutup kasa steril dan
6. Muskuloskeletal dan integumen (B6)
1. Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM): Bebas.
Kekuatan otot:
5 5

2 2

2. Fraktur: Tidak, Lokasi: -


3. Dislokasi: Tidak ada.
4. Akral: Hangat.
5. Turgor: Normal
6. CRT : < 3 detik
7. Kelembaban: Lembab.
8. Oedema: tidak terdapat oedema
9. Kebersihan kulit: Bersih.
10. Warna kulit : kuning langsat
11. Aerolla mammae : melebar dan berwarna lebih gelap
12. Papilla mammae:
7. Penginderaan (B7)
1. Mata:
Pupil: Isokor.
Reflek cahaya: +/+.
Konjugtiva: Anemis.
Sklera: Putih.
Palpebra: Normal.
Ketajaman penglihatan: Normal.
Alat bantu: Tidak menggunakan alat bantu kacamata.
Lain-lain: Tidak ada.
Hidung: Normal.
Mukosa hidung: Lembab.
Sekret: Tidak ada.
Ketajaman penciuman: Normal.
Kelainan lain: Tidak ada.
Telinga: Bentuk: Simetris.
Keluhan: Tidak ada.
Ketajaman pendengaran: Baik.
Alat bantu: Tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Perasa: Manis  Pahit  Asam Asin.
8. Endokrin (B8)
1. Pembesaran kelenjar thyroid: Tidak adapembesaran kelenjar
thyroid.Pembesaran kelenjar parotis: Tidak ada pembesaran kelenjar parotis.
9. Terapi yang didapat : Infus RL 1500CC/24jam
Injeksi Cefurokxime 3x750mg /hari (Sebagai antibiotik) Injeksi Ketorolac 3x10mg
/hari (Sebagai anti nyeri)
Injeksi Kalnex 3x50mg /hari (Membantu menghentikan pendarahan) Injeksi
Metoclopramide 3x10mg /hari (Meredakan mual dan muntah) Injeksi Ranitidin
2x50mg /hari (Sebagai anti nyeri)

ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI PROBLEM

Ds : Px mengatakan Post sectio caesarea Nyeri akut

nyeri pada luka post op. ↓

P: nyeri akibat luka Terputusnya jaringan

post op ↓

Q: nyeri seperti di iris- Merangsang area

iris sensorik

R: perut bagian bawah ↓

S: skala 6 Gangguan rasa nyaman

T: saat bergerak ↓

Do: Nyeri akut

-Keadaan umum lemah

-Luka bekas post op (+)

-Posisi lateral dan

panjang kurang lebih

10 cm
-Luka masih basah dan

tertutup kassa steril

-Pasien tampak

memegangi bagian

tubuh yang terdapat


bekas operasi
-Wajah tampak
menyeringai
-.TTV :

TD : 120/70 mmhg
N : 98 x /menit
S : 36,4 ºC
RR : 18x/menit
Ds :-pasien mengatakan Hambatan
sudah bisa Nyeri mobilitas fisik
menggerakkan kakiny ↓
tapi masih sakit jika Kelemahan penurunan
dibuat mika/miki sirkulasi
Do:-Pasien tampak ↓
berbaring di
tempat tidur Hambatan mobilitas fisik
-pasien tampak
tidak beraktivitas
-pasien masih
belum bisa duduk
dan berdiri
- aktivitas pasien

dibantu keluarga

- pasien tampak
memegangi bagian
luka bekas operasi
saat bergerak
-kekuatan otot
5 5
2 2
Ds :-pasien mengatakan Kurang informasi Defisit
belum bisa cara tentang perawatan pengetahuan
merawat payudara yan payudara
benar ↓
Do:-Keadaan umum
masih lemah Defisit pengetahuan
-Payudara teraba
keras saat di
palpasi
-Aerola tampak

melebar dan

berwarna lebih
gelap
- Belum ada tanda-
tanda ASI keluar
-Pasien bertanya

bagaimana cara

merawat payudara

dengan benar.
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut

2. Hambatan Mobilitas Fisik

3. Defisit Pengetahuan

Diagnosa 1 ( Nyeri akut)


Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah di lakukan tindakan 1.BHSP
keperawatan 1x24 jam di
harapkan
nyeri yang dialami
oleh ny “S” dapat 2. Observasi nyeri
berkurang dengan secara komperehensif
kriteria hasil : termasuk lokasi,
1.Pasien mampu frekuensi, durasi dan
memahami tentang kualitas nyeri
manajemen nyeri 3. Observasi TTV
2.Pasien mampu 4. Atur posisi yang
mengontrol nyeri nyaman bagi pasien
dengan
melakukan teknik
relaksasi dan
distraksi secara
mandiri
3.Wajah pasien
sudak tidak
tampak
menyeringai lagi
4.Skala nyeri 0-3
5.Pasien mampu
menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang.
Diagnosa 2 : Hambatan Mobilitas Fisik.

Tujuan/
Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan 1.BHSP
tindakan keperawatan 2.Ajarkan pada pasien
selama 2x24 jam di untuk mulai
harapkan pasien menggerakkan
menunjukkan tingkat ekstremitas bawah,
mobilitas maksimal mika miki setelah 6
dengan kriteria hasil : jam post op, duduk
1.Pasien mampu setelah 12 jam post op
memahami tentang dan jalan dalam jarak
pentingnya mobilisasi dekat setelah 24 jam
dini post op.
2.Pasien mampu mika 3.Motivasi pasien
miki agar mau belajar
3.Pasien sudah mampu bergerak
duduk
4.Pasien sudah belajar
berjalan dengan jarak
5-10 meter
5.pasien sudah mampu
memenuhi kebutuhan 4.Batasi aktivitas
mandiri seperti BAK, pasien yang
BAB dan menggosok terlalu berat
gigi kekamar mandi 5.Bantu pasien
6. Kekuatan otot dalam
5 5 melakukan
aktifitas mandiri
4 5 pasien yang
belum bisa
dilakukan
Sendiri

Diagnosa 3 : Defisit Pengetahuan

Tujuan/
Intervensi
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan 1.BHS
tindakan keperawatan
2. Tanyakan pada
selama 1x24 jam di
pasien tentang
harapkan pasien sudah
pengetahuannya
mengerti tentang
mengenai perawatan
perawatan payudara
dengan kriteria hasil :
1.Pasien mampu

memahami tentang payudara


perawatan payudara
3.Berikan penyuluhan
yang baik dan benar
mengenai perawatan
2.Pasien mampu
payudara
mengikuti gerakan
4.Mengajarkan teknik
perawatan payudara
cara perawatan
dengan benar
payudara
5..Anjurkan pasien
untuk melakukan
3.Pasien mampu
perawatan payudara
melaksanakan
satu atau dua kali
perawatan payudara
Sehari
sendiri
4.Keluarnya ASI
Implementasi
No. Dx Tanggal Jam Implementasi Nama/Tanda
Tangan
1. 12/07/2020 08.00 1.Membina hubungan saling
percaya antara pasien dengan
perawat dengan cara
memperkenalkan diri
2.Mengobservasi nyeri
P : nyeri akibat luka post op
08.10 Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk R :
nyeri didaerah perut bawah S :
skala 6
T : nyeri saat bergerak
3.Mengatur posisi yang
nyaman bagia pasien (pasien
nyaman dengan posisi supinasi)
4.Mengajarkan teknik non
farmakologi seperti musik
tenang dan teknik relaksasi
dengan cara nafas dalam
08.15

11.40 5.Berkolaborasi dengan

pemberian analgesik

12.00 6. Mengobservasi TTV

-TD :120/70 mmhg

-N : 98x/menit

-S : 36,4°C

-RR : 18x/menit
2. 12/07/2020 08.00 1. Membina hubungan saling

percaya antara pasien dengan

perawat dengan cara

memperkenalkan diri

08.30 2. Mengajarkan pada pasien

untuk mulai menggerakkan

ekstremitas bawah, mika

miki, duduk dan berjalan

dalam jarak dekat

-Melakukan mika miki

setelah keluar dari ruang

pemulihan dan disusul

dengan belajar duduk dan

berjalan secara perlahan

08.55 3.Memotifasi pasien agar

mau belajar bergerak


-Memberi penjelasan pada

pasien tahap pemulihan post

op

09.00 4.Membatasi aktifitas pasien

yang terlalu berat

-Tidak diperbolehkan jalan

terlalu jauh atau mengangkat

benda yang berat seperti kursi

09.15 5. Membantu pasien dalam

beraktifitas yang belum bisa

dilakukan sendiri

-Meminta masukkan tas yang

berat kedalam almari

1.Membina hubungan saling


3. 12/07/2020 08.00

percaya antara pasien

dengan perawat dengan

cara memperkenalkan diri

09.30 2.Menanyakan kepada pasien

tentang pengetahuannya

mengenai perawatan

payudara, mulai dari

pengertian penyebab
sampai penatalaksanaan
yang sudah diketahui

pasien

09.35 3.Memberikan pemyuluhan

mengenai perawatan

payudara dengan

menggunakan leaflet

09.40 4.Mengajarkan teknik cara

perawatan payudara dengan

cara message halus dan

meragsang ASI agar bisa

keluar

09.47 5.Menganjurkan pasien untuk

melakukan perawatan

payudara satu atau dua kali

sehari dengan meggunakan

baby oil atau minyak zaitun

1. 13.07.2020 08.00 1.Mengobservasi nyeri

P : nyeri akibat luka post op

Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk

R : nyeri didaerah perut bawah

S : skala 6

T : nyeri saat bergerak


2.Mengatur posisi yang
08.12 nyaman bagia pasien

(pasien nyaman dengan

posisi supinasi)

3.Mengajarkan teknik non

08.17 farmakologi seperti musik

tenang dan teknik relaksasi

dengan cara nafas dalam

4.Berkolaborasi dengan

11.30 pemberian analgesik

5. Mengobservasi TTV

12.00 -TD :120/70 mmhg

-N : 98x/menit

-S : 36,4°C

-RR : 18x/menit

2. 13.07.2020 08.30 1. Mengajarkan pada pasien

untuk mulai menggerakkan

ekstremitas bawah, mika

miki, duduk dan berjalan

dalam jarak dekat

-Melakukan mika miki

setelah keluar dari ruang


pemulihan dan disusul

dengan belajar duduk dan


berjalan secara perlahan

08.55 2.Memotifasi pasien agar

mau belajar bergerak

-Memberi penjelasan pada

pasien tahap pemulihan post

op

09.00 3.Membatasi aktifitas pasien

yang terlalu berat

-Tidak diperbolehkan jalan

terlalu jauh atau mengangkat

benda yang berat seperti kursi

09.15 4. Membantu pasien dalam

beraktifitas yang belum bisa

dilakukan sendiri

-Meminta masukkan tas yang

berat kedalam almari

3. 13.07.2020 09.30 1.Menanyakan kepada pasien

tentang pengetahuannya

mengenai perawatan

payudara, mulai dari

pengertian penyebab

sampai penatalaksanaan
yang sudah diketahui
pasien

09.35 2.Memberikan pemyuluhan


mengenai perawatan
payudara dengan
menggunakan leaflet
3.Mengajarkan teknik cara
perawatan payudara dengan
09.40
cara message halus dan
meragsang ASI agar bisa
keluar
4.Menganjurkan pasien untuk
melakukan perawatan
payudara satu atau dua kali
sehari dengan meggunakan
09.47
baby oil atau minyak
zaitun.
EVALUASIA
Tanggal Diagnosa Catatan Paraf
Keperawatan Perkembangan
12-07-2020 Nyeri akut S : Pasien mengatakan nyeri
pada luka bekas operasi
O:
-Keadaan umum lemah
-luka bekas operasi (+)
-skala nyeri : 7
-posisi lateral dan panjang
kurang lebih 10 cm
- pasien tampak
menyeringai
-pasien tampak memegangi
bagian tubuh yang terdapat
luka bekas operasi
-luka masih tertutup kassa
steril
-TTV
TD : 120/70mmHg
N : 98x/menit

RR : 18x/menit
A : Masalah belum teratasi P :
Intervensi dilanjutkan
pada nomor : 2,3,4,5
Hambatan S : Pasien mengatakan sudah
12-07-2020
mobilitas fisik bisa menggerakkan kakinya
tetapi masih sakit saat
digunakan miring kanan dan
miring kiri
O:
-Aktifitas pasien masih
dibantu keluarga
-Pasien tampak tidak
banyak beratifitas
-Pasien tampak berbaring
ditempat tidur
-Pasien tampak berhati-hati
dalam segala aktifitasnya
-Pasien tampak menahan
sakit saat bergerak
-Pasien masih belum bisaa
duduk dan berdiri
panjang kurang lebih 10
cm
-pasien tampak
menyeringai
-luka masih tertutup kassa
steril
-pasien tampak
memegangi bagian tubuh
yang terdapat luka bekas
post op
-TTV:

TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit

A : masalah belum teratasi


P :intervensi di lanjutkan
1,2,3,4

13-07-2020 Hambatan S : Pasien mengatakan


mobilitas fisik sudah bisa miring
kanan, miring kiri dan
duduk, namun untuk
berjalan masih belum
kuat dan msih dibantu
oleh keluarga

O : -K/U cukup

-Wajah pasien tampak

Rileks

-pasien mampu

beraktifitas dengan

bantuan keluarga

-pasien tampak bisa

duduk namun untuk

berjalan masih belum

Kuat

-kekuatan otot

5 5

4 4

A : masalah teratasi

Sebagian

P : Lanjutkan intervensi no

1,2,3,4

13-07-2020 Defisit S : Pasien mengatakan

pengetahuan sudah mengerti

tentang perawatan
payudara tetapi masih

belum bisa cara


melakukan perawatan
payudara
O:

- pasien mengerti
tentang perawatan
payudara
- Pasien belum bisa
melakukan massage
lembut pada payudara
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi di lanjutkan
no 1,2,3,4
14-07-2020 Nyeri akut S : Pasien mengatakan
nyerinya beekurang
O : -K/U cukup

-Luka bekas operasi (+)

-Posisi lateral, panjang


kurang lebih 10 cm
-Skala nyeri 1

-TTV :
TD : 180/70 mmhg
N : 84x/menit
S : 36,2 ºC

RR : 18x/menit
A : masalah teratasi
P : Intervensi dilanjukan
14-01-2019 Hambatan S : Px mengatakan sudah
mobilitas fisik mampu beraktifitas secara
mandiri
O : K/U baik

-Wajah pasien tambah


rileks
-Pasien mampu
beraktivitas secara mandiri
-Pasien tidak lagi
memegangi bagian
tubuhnya yang terdapat
luka post op
-Kekuatan otot
5 5
5 5

A : Masalah teratasi

P : Intervensi di hentikan
14-07-2020 Defisit S : Pasien mengatakan
pengetahuan sudah mengerti tentang
perawatan payudara dan
mampu melakukan
perawatan payudara
sendiri
O:

-Pasien mengerti

tentang perawatan
payudara
-Pasien mampu

melakukan perawatan
payudara secara mandiri
-Pasien mampu

melakukan massage
lembut payudara
A : Masalah teratasi

P : Intervensi di hentikan
berhubungan mandiri
dengan nyeri
O : K/U baik

-Wajah pasien tambah


rileks
-Pasien mampu
beraktivitas secara mandiri
-Pasien tidak lagi
memegangi bagian
tubuhnya yang terdapat
luka post op
-Kekuatan otot
5 5
5 5

A : Masalah teratasi

P : Intervensi di hentikan
(pasien KRS)
DAFTAR PUSTAKA

Arini, Diyah dan Budiyarti, Astrida. (2014). Pedoman Penyusunan Studi Kasus Surabaya. HST
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Profil Dinas Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2013. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Nanda Internasional. (2010). Pedoman Penyusun Asuhan Keperwatan.Jakarta: EGC.
McCloskey. (2009). Pedoman Penyusun Studi Kasus Maternal. Yogyakarta: Graha ilmu.
Gordon. (2011). Asuhan Keperawatan Maternal dan Neonatal. Surabaya: Airlangga.
Fahlun dan Ahmad Feriyanto. (2011). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: EGC.
Indriyani, Diyan. (2013). Keperawatan Maternitas Pada Area Perawatan Antenatal, Yokyakarta:
Graha Ilmu.
Yulikha, L. (2009). Diagnosa Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.Jakarta : EGC.
Manuaba. (2010). Buku Panduan Kessehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : EGC.
Sarwono (2013) Dalam Ilmu Kandungan Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wilkinson (2009) buku saku diagnosa keperawatan Jakarta: selemba medik.

Anda mungkin juga menyukai