DISUSUN OLEH :
YOSEB PETRUS
2019060106
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi
tugas praktek klinik susulan stase Maternitas pada 6-11 Juli 2020 oleh mahasiswa
Program Studi Profesi Ners STIKES Karya Husada Kediri Tahun 2020.
NIM : 2019060106
Pembimbing Akademik,
Mahasiswa,
Yoseb Petrus
2019060106
KONSEP TEORI
SECTIO CAESARIA
A. Pengertian
Section Caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding Rahim degan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2013).
Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2013).
B. Etiologi
Umumnya Manuaba (2015) indikasi ibu di lakukan section caesaria adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan ante partum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fatal disters dan janinbesar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa factor section caesaria diatas
dapat di uraikan beberapa penyebab section caesaria sebagai berikut :
CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), PEB, bayi kembar, kelainan letak, ketuban pecah dini.
C. Manifestasi klinis
1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior).
2. Panggul sempit.
3. Ketuban pecah dini.
4. Rupture uteri.
5. Partus lama.
6. Letak lintang.
7. Letak bokong.
8. Pre eklampsia.
9. Plasenta previa.
10. Gameli.
D. Woc
Section cesarea
CO2 menurun
Muskuloskeletal
Intoleransi aktifitas
A. Pengertian
Ketuban pecah dini ialah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan/sebelum inpartu,
pada pembukaan kurang dari 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Taufan Nugroho, 2010).
Ketuban pevah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan
tunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
di atas 37 minggu, sedangakn dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini
merupakan masalah kontrovensi obstetric dalam kaitannya dengan penyebabnya
(Manuabketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan
berusia 22 minggu (Sarwono prawirohardjo, 2018).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan post
section caesaria dengan indikasi ketuban pecah dini adalah tindakan pembedahan yang telah
dilakukan akibat pecahnya selaput ketuban atau keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina
sebelum inpartu.
B. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tenatng KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan
tidak dapat ditentukan secara pasti.Beberapa laporan menyebutkan factor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun fakto-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang terjadi factor predisposisi adalah:
1. Infeksi : Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderan dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabjan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh kaena kelainan
pada servik uteri (akibat persalinan, curetage)
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya trauma, hidramnion, gameli.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian
bawah.
5. Faktor golongan darah : akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
6. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
7. Faktor multi graviditas, merokok dan pendarahan antepartum.
8. Definisi gizi dari tembaga atau asam basa askorbat (Vitamin C)
C. Klasifikasi
Klasifikasi dari ketuban pecah dini antara lain sebagai berikut:
1. Ketuban pecah sebelum pada waktnya atau ketuban pecah dini atau ketuban pecah
premature adalah keluarnya vairan dari jalan lahir atau vagina sebelum proses persalinan
2. Ketuban pecah premature yaitu pecahnya membrane khoiro-amniotik sebelum onset
persalinan atau disebut juga premature of membrane atau Prelabour Rupture of Membran
(PROM)
3. Ketuban pecah premature pada preterm yaitu pecahnya membrane choirio- amniotik
sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga
Preterm Premature Rupture of Membrane atau Preterm Prelabour Rupture of Membrane
(PPROM).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari ketuban pecah dini yaitu:
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tand- tanda infeksi yang terjadi (Nugroho,2011)
E. Komplikasi
1) Pada infeksi intra partal atau dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan kontraksi saat
ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan
meningkatnya angka morbidilitas dan mortalitas.
2) Infeksi puerperalis atau masa nifas
3) Partus lama atau Dry Labour
4) Perdarahan post partum
5) Meningkatkan tindakan operatif obstetric (khususnya SC) Mordilitas dan
mortalitas maternal(Fadhlun,2011).
6) Pada janin
7) Masalah yang dapat terjadi pada persalinan premature diantaranya adalah Retinopathy of
prematurity, perdarahan intraventrikuler, nekrocolitis, gangguan otak dan resiko celebal
palsy, hiperbilirubinemia, anemia, sepsis
8) Prolapse funiculli atau penurunan tali pusat.
9) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi).
10) Mengakibatkan kompresi tali pusat,prolapse uteri, Dry labour atau partus lama, skor
APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intracranial, gagal ginjal.
11) Sindrom deformitas janin terjadi akibat oligohidramnion, diantaranya terjadi hypoplasia
paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terlambat (PJT).
12) Mordilitas dan mortalitas perinatal.
13) Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan (RDS = Respiratory Distress Syndrome).
14) Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.
15) Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk memungkinkan
terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).
16) Selain itu kejadian prolapse atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada KPD.
17) Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hampir
100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
F. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan leukosit darah :> 15.000/PL bila terjadi infeksi.
b. Test lakmus berubah menjadi biru.
c. Amniosintesis.
d. USG menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang.
e. Pencegahan
a. Pencegahan ketuban pecah dini dapat dengan 5 cara:
1) Pemeriksaan kehamilan yang teratur.
2) Kebiasaan hidup sehat seperti mengonsumsi makanan yang sehat, minum cukup,
olahraga terarur dan berhenti merokok.
3) Membiasakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan benar, yakni dari depan ke
belakang, terutama setelah berkemih dan buang air besar.
4) Memeriksakan diri kedokter bila ada sesuatu yang tidak normal di daerah kemaluan,
misalnya keputihan yang berbau dan berwarna tidak seperti bisanya.
5) Untuk sementara waktu, berhenti melakukan hubungan seksual bila ada indikasi yang
menyebabkan ketuban pecah dini, preterm seperti mulut Rahim yang lemah.
f. Penatalaksanaan
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada
komplikas ibu dan janin dan adanya tanda- tanda persalinan.
1. Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan
konservatif, antara lain:
a. Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi telentang, perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan di usahakan bisa
mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin)
dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar,atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru
janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau
dektametason IM 5 mg tiap 6 jam sebanyak 4 kali.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes buta (-) : beri
dektamatason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan dan janin. Terminasi
pada kehamilan 37 minggu.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan mokolitik
(salbutamol) dektametason dan induksi sesudah 24 jam.
g. Jika usia kehamilan 32-37 minngu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi.
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterine)
2. Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm.
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif,
antara lain:
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin, bila gagal section sesaria. Dapat
pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri:
c. Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
6) Retraksi otot bantu napas: Tidak ada retraksi otot bantu napas.
7) Perkusi thorax: Sonor
2. Kardiovaskuler (B2)
a. Nyeri dada: Tidak.
b. Irama jantung: Teratur.
c. Pulsasi:Kuat;Posisi: Ictus cordis.
d. Bunyi jantung:SıS₂ tunggal.
e. CRT: ≤ 3 detik.
f. Cianosis : Tidak ada sianosis.
g. Clubbing finger : Tidak ada.
h. JVP: Tidak ada pembesaran JVP.
i. Lain-lain:Tidak ada.
3. Persyarafan (B3)
1) Kesadaran: Composmentis; GCS: 4-5-6.
2) Orientasi: Waktu = baik, orang=baik, tempat=baik.
3) Kejang: Tidak ada kejang, Jenis: -.
4) Kaku kuduk: Tidak ada.
5) Brudsky 1: Tidak ada.
6) Nyeri kepala: Tidak ada.
7) Istirahat/tidur Di Rumah : Siang: 2-3 jam/hari,Malam: 7-8
jam/hari.
8) Istirahat/tidur Di RS : Siang: tidak tidur ,Malam: 6-7 jam/hari.
2 2
ANALISA DATA
post op ↓
iris sensorik
T: saat bergerak ↓
10 cm
-Luka masih basah dan
-Pasien tampak
memegangi bagian
TD : 120/70 mmhg
N : 98 x /menit
S : 36,4 ºC
RR : 18x/menit
Ds :-pasien mengatakan Hambatan
sudah bisa Nyeri mobilitas fisik
menggerakkan kakiny ↓
tapi masih sakit jika Kelemahan penurunan
dibuat mika/miki sirkulasi
Do:-Pasien tampak ↓
berbaring di
tempat tidur Hambatan mobilitas fisik
-pasien tampak
tidak beraktivitas
-pasien masih
belum bisa duduk
dan berdiri
- aktivitas pasien
dibantu keluarga
- pasien tampak
memegangi bagian
luka bekas operasi
saat bergerak
-kekuatan otot
5 5
2 2
Ds :-pasien mengatakan Kurang informasi Defisit
belum bisa cara tentang perawatan pengetahuan
merawat payudara yan payudara
benar ↓
Do:-Keadaan umum
masih lemah Defisit pengetahuan
-Payudara teraba
keras saat di
palpasi
-Aerola tampak
melebar dan
berwarna lebih
gelap
- Belum ada tanda-
tanda ASI keluar
-Pasien bertanya
bagaimana cara
merawat payudara
dengan benar.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
3. Defisit Pengetahuan
Tujuan/
Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan 1.BHSP
tindakan keperawatan 2.Ajarkan pada pasien
selama 2x24 jam di untuk mulai
harapkan pasien menggerakkan
menunjukkan tingkat ekstremitas bawah,
mobilitas maksimal mika miki setelah 6
dengan kriteria hasil : jam post op, duduk
1.Pasien mampu setelah 12 jam post op
memahami tentang dan jalan dalam jarak
pentingnya mobilisasi dekat setelah 24 jam
dini post op.
2.Pasien mampu mika 3.Motivasi pasien
miki agar mau belajar
3.Pasien sudah mampu bergerak
duduk
4.Pasien sudah belajar
berjalan dengan jarak
5-10 meter
5.pasien sudah mampu
memenuhi kebutuhan 4.Batasi aktivitas
mandiri seperti BAK, pasien yang
BAB dan menggosok terlalu berat
gigi kekamar mandi 5.Bantu pasien
6. Kekuatan otot dalam
5 5 melakukan
aktifitas mandiri
4 5 pasien yang
belum bisa
dilakukan
Sendiri
Tujuan/
Intervensi
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan 1.BHS
tindakan keperawatan
2. Tanyakan pada
selama 1x24 jam di
pasien tentang
harapkan pasien sudah
pengetahuannya
mengerti tentang
mengenai perawatan
perawatan payudara
dengan kriteria hasil :
1.Pasien mampu
pemberian analgesik
-N : 98x/menit
-S : 36,4°C
-RR : 18x/menit
2. 12/07/2020 08.00 1. Membina hubungan saling
memperkenalkan diri
op
dilakukan sendiri
tentang pengetahuannya
mengenai perawatan
pengertian penyebab
sampai penatalaksanaan
yang sudah diketahui
pasien
mengenai perawatan
payudara dengan
menggunakan leaflet
keluar
melakukan perawatan
S : skala 6
posisi supinasi)
4.Berkolaborasi dengan
5. Mengobservasi TTV
-N : 98x/menit
-S : 36,4°C
-RR : 18x/menit
op
dilakukan sendiri
tentang pengetahuannya
mengenai perawatan
pengertian penyebab
sampai penatalaksanaan
yang sudah diketahui
pasien
RR : 18x/menit
A : Masalah belum teratasi P :
Intervensi dilanjutkan
pada nomor : 2,3,4,5
Hambatan S : Pasien mengatakan sudah
12-07-2020
mobilitas fisik bisa menggerakkan kakinya
tetapi masih sakit saat
digunakan miring kanan dan
miring kiri
O:
-Aktifitas pasien masih
dibantu keluarga
-Pasien tampak tidak
banyak beratifitas
-Pasien tampak berbaring
ditempat tidur
-Pasien tampak berhati-hati
dalam segala aktifitasnya
-Pasien tampak menahan
sakit saat bergerak
-Pasien masih belum bisaa
duduk dan berdiri
panjang kurang lebih 10
cm
-pasien tampak
menyeringai
-luka masih tertutup kassa
steril
-pasien tampak
memegangi bagian tubuh
yang terdapat luka bekas
post op
-TTV:
TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
O : -K/U cukup
Rileks
-pasien mampu
beraktifitas dengan
bantuan keluarga
Kuat
-kekuatan otot
5 5
4 4
A : masalah teratasi
Sebagian
P : Lanjutkan intervensi no
1,2,3,4
tentang perawatan
payudara tetapi masih
- pasien mengerti
tentang perawatan
payudara
- Pasien belum bisa
melakukan massage
lembut pada payudara
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi di lanjutkan
no 1,2,3,4
14-07-2020 Nyeri akut S : Pasien mengatakan
nyerinya beekurang
O : -K/U cukup
-TTV :
TD : 180/70 mmhg
N : 84x/menit
S : 36,2 ºC
RR : 18x/menit
A : masalah teratasi
P : Intervensi dilanjukan
14-01-2019 Hambatan S : Px mengatakan sudah
mobilitas fisik mampu beraktifitas secara
mandiri
O : K/U baik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
14-07-2020 Defisit S : Pasien mengatakan
pengetahuan sudah mengerti tentang
perawatan payudara dan
mampu melakukan
perawatan payudara
sendiri
O:
-Pasien mengerti
tentang perawatan
payudara
-Pasien mampu
melakukan perawatan
payudara secara mandiri
-Pasien mampu
melakukan massage
lembut payudara
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
berhubungan mandiri
dengan nyeri
O : K/U baik
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
(pasien KRS)
DAFTAR PUSTAKA
Arini, Diyah dan Budiyarti, Astrida. (2014). Pedoman Penyusunan Studi Kasus Surabaya. HST
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Profil Dinas Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2013. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Nanda Internasional. (2010). Pedoman Penyusun Asuhan Keperwatan.Jakarta: EGC.
McCloskey. (2009). Pedoman Penyusun Studi Kasus Maternal. Yogyakarta: Graha ilmu.
Gordon. (2011). Asuhan Keperawatan Maternal dan Neonatal. Surabaya: Airlangga.
Fahlun dan Ahmad Feriyanto. (2011). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: EGC.
Indriyani, Diyan. (2013). Keperawatan Maternitas Pada Area Perawatan Antenatal, Yokyakarta:
Graha Ilmu.
Yulikha, L. (2009). Diagnosa Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.Jakarta : EGC.
Manuaba. (2010). Buku Panduan Kessehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : EGC.
Sarwono (2013) Dalam Ilmu Kandungan Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wilkinson (2009) buku saku diagnosa keperawatan Jakarta: selemba medik.