Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

PARTUS PREMATURUS

A. Definisi
Persalinan preterm atau partus prematurus adalah persalinan yang terjadi
pada kehamilan 37 minggu atau kurang (Wiknjosastro, 2005).
Persalinan preterm menurut WHO adalah lahirnya bayi sebelum
kehamilan berusia lengkap 37 minggu (Sofie RK, 2009).
Persalinan preterm dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus
yang teratur yang disertai dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada
wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu sejak hhari
pertama haid terakhir (Oxorn H, 2010).

B. Faktor Predisposisi
1. Riwayat persalinan preterm
Riwayat kelahiran preterm sangan berkolerasi dengan persalinan preterm
berikutnya. Resiko kelahiran preterm berulang bagi mereka yang kelahiran
pertamanya preterm meningkat tiga kali lipat dibanding dengan wanita
yang bayi pertamanya mencapai aterm (Sofie RK, 2009).
2. Pekerjaan ibu
Pekerjaan ibu dapat meningkatkan kejadian persalinan preterm baik karena
kelelahan fisik atau stress yang timbul akibat pekerjaannya (Sofie RK,
2009).
3. Perilaku merokok, alkohol, dan narkotik
Merokok, alkohol, dan narkotik dalam kehamilan mempunyai hubungan
yang kuat dengan kejadian solusio plasenta, Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), vasokontriksi, dan kematian janin (Sofie RK, 2009).
4. Faktor psikis
Stress pada ibu hamil dapat meningkatkan kadar katekolamin dan kortisol
yang akan mengaktifkan Plasental Corticotropin Releasing Hormone dan
mempresipitasi persalinan melalui jalur biologis. Stress juga mengganggu
fungsi imunitas atau infeksi intraamnion dan akhirnya merangsang proses
persalinan (Sofie RK, 2009).
5. Penyakit, kondisi, dan pengobatan medis
Penyakit ibu, kondisi, dan pengobatan medis akan mempengaruhi keadaan
kehamilan dan dapat berhubungan atau meningkatkan kejadian persalinan
preterm. Penyakit sistemik terutama yang melibatkan sistem peredaran
darah, oksigenasi atau nutrisi ibu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
plasenta yang akan mengurangi nutrisi oksigen bagi janin. Penyakit-
penyakit tersebut dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dalam
rahim dan menigkatkan kejadian persalinan preterm.

C. Etiologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2014), kondisi yang menimbulkan partus
prematurus yaitu:
1. Keadaan janin dan plasenta
a. Perdarahan trimester awal
b. Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
c. Ketuban pecah dini (KPD)
d. Pertumbuhan janin terhambat
e. Cacat bawaan janin
f. Kehamilan ganda atau gemeli
g. Polihidramnion
2. Keadaan ibu
a. Usia ibu (usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun)
b. Penyakit berat pada ibu
c. Diabetes mellitus
d. Anemia
e. Hipertensi
f. Preeklampsia
g. Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
h. Stress psikologik
i. Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
j. Inkompetensi serviks (serviks kurang dari 1 cm)
k. Pemakaian obat narkotik
l. Trauma perokok berat
m. Kelainan imunologi/kelainan reshus

D. Patofisiologi
Proses persalinan aterm dan prematur pada dasarnya adalah sama,
perbedaannya hanya pada usia kehamilan. Mekanisme umum persalinan yaitu
adanya kontraksi uterus, pendataran serviks, dan ketuban pecah. Perbedaan
yang paling mendasar antara persalinan aterm dan prematur adalah persalinan
aterm terjadi sebagai hasil proses fisiologi dari mekanisme umum persalinan
sedangkan persalinan prematur sebagai hasil proses patologis yang
mengaktifkan salah satu atau lebih komponen dari mekanisme persalinan.
Mekanisme umum persalinan pada persalinan aterm ataupun prematur
melibatkan proses anatomi, biokimia, imunologi, endokrin, dan hal klinis pada
ibu dan janin. Banyak klinisi lebih menekankan pada komponen uterus
meliputi kontraksi miometrium, dilatasi serviks, dan pecahnya ketuban.
Infeksi merupakan salah satu penyebab persalinan prematur. Mikroorganisme
ataupun produk yang dihasilkan dapat memicu inflamasi pada cairan amnion
dan korioamnion (Sofie RK, 2009).
Bagan Patofisiologi Partus Prematurus

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala persalinan prematur menurut Manuaba (2010), jika proses
persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai berikut:
1. Kram perut atau nyeri pinggang seperti nyeri haid.
2. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu
jam.
3. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80% bahkan terjadi penipisan serviks.
4. Kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang.
5. Adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginam dan diikuti
adanya pembukaan 2 cm atau lebih.
6. Ketuban pecah dini.
F. Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan
preterm. tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar
merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai
sebagai diagnosis persalinan preterm, yaitu:
1. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit.
2. Adanya nyeri punggung bawah (low back pain).
3. Perdarahan bercak.
4. Perasaan menekan daerah serviks.
5. Pemeriksaan inspekulo menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2
cm dan penipisan 50-80%.
6. Presentasi janin rendah sampai mencapai spina ischiadica.
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
preterm.
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu (Prawirohardjo, 2014).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nugroho (2010) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan protein urine
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami preeklampsia atau tidak.
b. Pemeriksaan HB
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami anemia atau tidak.
2. Pemeriksaan USG
Dilakukan untuk mengetahui taksiran berat janin (TBJ), posisi janin, dan
letak plasenta.
3. Amniosentesis
Untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lesitin
sfingomielin, surfaktan, dll.
H. Pencegahan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain sebagai berikut:
1. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 20 tahun)
2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik
4. Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik)
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
7. Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
8. Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan preterm
(Prawirohardjo, 2014).

I. Penatalaksanaan
1. Pemberian tokolisis
Alasan pemberian tokolisis pada persalinan pretem adalah:
a. Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur
b. Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir
surfaktan paru janin
c. Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih
lengkap (Prawirohardjo, 2014).
Syarat diberikan tokolitik:
a. Memenuhi kriteria persalinan preterm
b. Pembukaan serviks kurang dari 4 cm
c. Usia kehamilan kurang dari 34 minggu (Prawirohardjo, 2014).
2. Pemberian kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru janin, menurunkan insiden RDS, mnecgeah perdarahan
intraventrikuler, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu.
Pemberian kortikosteroid ini tidak diulang karena resiko terjadinya
pertumbuhan janin terhambat (Prawirohardjo, 2014).
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:
a. Betametason 2x12 mg IM dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4x6 mg IM dengan jarak pemberian 12 jam.
3. Pemberian Antibiotika
Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian
korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Diberikan 2 gram ampisilin
intravena tiap 6 jam sampai persalinan selesai (Sofie RK, 2009).

a. Peran Bidan sebagai tugas mandiri dalam persalinan preterm adalah:


1.) Memberi konseling pada ibu dan menganjurkan ibu supaya berbaring
dengan miring ke kiri untuk mempercepat proses dialtasi serviks
2.) Merujuk pasien (Sofie RK, 2009).

b. Peran bidan dalam kolaborasi dengan dokter obgyn:


1.) Terapi glukokortikoid
Misalnya dengan bethametasone 12 mg Intramuskuler 2 kali dalam 24
jam atau dexametason 5 mg tipa 12 jam IM sampai 4 dosis.
2.) USG
Dilakukan untuk mengetahui taksiran berat janin (TBJ), posisi janin,
dan letak plasenta.
3.) Letak plasenta perlu dikaji untuk antisipasi persalinan dengan seksio
sesarea (SC) (Sofie RK, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.


Sofie, RK. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama.
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Oxorn Harry & William R. 2010. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta:
Yayasan Essentia Medica.

Anda mungkin juga menyukai