Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Ketuban pecah dini (KPD)

a. Pengertian ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan, terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu pada kehamilan

prematur (Prawirohardjo, 2010: 677).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya atau rupturnya selaput amnion

sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput

amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa

kontraksi (Mitayani, 2011: 74).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu yaitu bila

pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan multipara kurang dari 5 cm.

(Sofian, 2012: 177).

b. Etiologi ketuban pecah dini

Penyebab ketuban pecah dini menurut (Mitayani, 2011: 74) yaitu:

1) Trauma: amniosintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual


2) Peningkatan tekanan intrauterus, kehamilan kembar, atau

polihidramnion

3) Infeksi vagina, serviks atau korioamnionitis streptococcus, serta

bakteri vagina

4) Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah atau selaput

terlalu tipis

5) Keadaan abnormal dari fetus seperti malpresentasi

6) Kelainan pada serviks atau alat genetalia seperti ukuran serviks yang

pendek (< 25 cm).

7) Multipara, peningkatan usia ibu, dan defisiensi nutrisi

c. Patofisiologi ketuban pecah dini

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan

menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban.

Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang

dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih

lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan menyebabkan

kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat

aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1, factor nekrosis

tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh

paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion,

secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang


masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel disidua

untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang

menyebabkan dimulainya persalinan.

Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme

lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim

bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk

infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak

flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan

memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga

kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat

memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi

leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau

infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan

menyebabkan ketuban pecah dini.

Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, kolagenase yang

dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban.

Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang

mengubah plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab

ketuban pecah dini.

(Mimiku, 2013: 457)


d. Manifestasi klinis ketuban pecah dini

Ibu biasanya datang dengan keluhan utama keluarnya cairan amnion/

ketuban melewati vagina. Selanjutnya jika masa laten panjang, dapat

terjadi koriamnionitis. Untuk mengetahui bahwa terjadi infeksi mula-

mula dengan terjadinya takikardi pada janin. Takikardi pada ibu muncul

kemudian, ketika ibu mulai demam. Jika ibu demam, maka diagnosis

korioamnionitis dapat ditegakkan, dan diperkuat dengan terlihatnya

adanya pus dan bau pada secret (Mitayani, 2011: 74).

e. Komplikasi ketuban pecah dini

1) Pada anak

Intra Uterine Fetal Death (IUFD), asfiksia, prematuritas.

2) Pada ibu

Partus lama dan infeksi, otonia uteri, perdarahan post partum, atau

infeksi nifas.

(Sofian, 2012: 178)

f. Penanganan ketuban pecah dini

1) Konserfatif:

Berikan antibiotic (ampicilin 4x 500 mg atau ertromicin bila tidak

tahan ampicilin dan metronidazol 2x 500 mg selama 7 hari). Jika

umur kehamilan < 32- 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih

keluar atau air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32- 37
minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri

dexametason, observasi tanda- tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.

Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32- 37

minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik

(salbutamol). Dexametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia

kehamilan 32- 37 minggu ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan

induksi, nilai tanda- tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda- tanda infeksi

intrauterin). Pada usia kehamilan 32- 37 minggu berikan steroid

untuk memacu kematangan paru janin dan bila kemungkinan periksa

kadar lisitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg

sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametson I.M. 5 mg setiap 6

jam sebanyak 4 kali.

2) Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal secsio

caesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 ug sampai 50 ug

intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda- tanda infeksi

berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

a) Bila skor pelviks < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian

induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan secsio

sesarea.

b) Bila skor pelviks > 5, induksi persalinan.

(Prawirohardjo, 2010: 680)


g. Pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini

1) Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi

2) Golongan darah dan faktor Rh

3) Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturitas

janin.

4) Tes ferning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban

5) Ultrasonografi: menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan

jantung janin, dan lokasi placenta

6) Pelvimetri: indikasi posisi janin

(Mitayani, 2011: 77)

2. Persalinan prematur

a. Pengertian persalinan prematur

Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur

kehamilan 20- 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir

(HPHT) (Sarwono, 2010: 668).

Persalinan premature diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang

teratur yang disertai pendataran dan/ atau dilatasi servix serta turunnya

bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu

(kurang dari 259 hari), sejak hari pertama haid terakhir dan berat badan

lahir rendah kurang dari 2500 gram (Oxorn dan Forte, 2010: 581).
Persalinan prematur didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum

usia janin mencapai 37 minggu (Reeder, 2013: 419).

b. Etiologi persalinan prematur

Penyebab persalinan prematur menurut Reeder (2012: 419) yaitu:

1) Distensi uterus yang berlebihan yang disebabkan oleh kondisi seperti

polihidramnion dan kehamilan kembar

2) Anomali uterus

3) Riwayat pembedahan uterus

4) Pernah atau mengalami aktivitas uterus dini

5) Anomali pada janin

6) Infeksi maternalseperti bakteriuria asimtomatik (hampir dua kali

resiko persalinan prematur dibandingkan wanita yang tidak ada

bakteri dalam urine)

7) Wanita pengguna kokain (insiden persalinan prematur 4x lebih besar

dari normal)

8) Merokok

9) Stres psikologis, waktu kerja yang panjang, dan keletihan.


c. Patofisiologi persalinan prematur

Gambar 2.1 Skema Patofisiologi persalinan prematur

Kelainan proses yang multifaktorial

Resiko kombinasi Resiko tunggal


Keadaan obstetrik Distensi berlebihan uterus
Sosiodemografi Ketuban pecah dini
Faktor medik Trauma

Kontraksi rahim dan perubahan serviks

PERSALINAN PREMATUR

(Sarwono, 2010: 669)

d. Manifestasi klinis persalinan prematur

Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan

prematur. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak

benar- benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria

dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan prematur, yaitu:

1) Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7- 8 menit sekali, atau 2- 3

kali dalam waktu 10 menit.

2) Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)

3) Perdarahan bercak

4) Perasaan menekan daerah servix


5) Pemeriksaan servix menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya

2 cm, dan penipisian 50- 80%

6) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika

7) Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya

persalinan prematur

8) Terjadi pada usia kehamilan 22- 37 minggu

(Sarwono, 2010: 671)

e. Pencegahan persalinan prematur

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan

prematur antara lain sebagai berikut:

1) Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)

2) Hindari jarak kehamilan terlalu dekat

3) Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan

antenatal yang baik

4) Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang

(narkotik)

5) Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat

6) Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur

7) Kenali dan obati infeksi genital/ saluran kencing

8) Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap persalinan prematur.

(Sarwono, 2010: 672)


f. Pemeriksaan penunjang persalinan prematur

1) Lakukan USG, jika dicurigai terdapat penurunan indeks cairan

amnion (ICA) tanpa adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak

adanya IUGR mengarah pada kemungkinan KPD.

2) Periksa jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih)

3) Periksa CRP (> 0,7 mg/ml)

4) Periksa leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml)

(Sarwono, 2010: 671- 674)

g. Penatalaksanan persalinan prematur

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada persalinan prematur,

terutama mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus prematur adalah:

- Menghambat proses persalinan prematur dengan pemberian tokalis

- Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid

- Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi (dengan pemberian

antibiotik jika sudah terjadi infeksi)

- Jika persalinan prematur tdak bisa dicegah harus segera dilakukan

sectio caesarea.

(Sarwono, 2010: 673)


B. Fisiologi Nifas

1. Pengertian Nifas

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya placenta

sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Prawirohardjo, 2010: 356),

sedangkan menurut (Sofian, 2012: 87), masa nifas (puerperium) adalah

masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat- alat

kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas yaitu 6- 8 minggu.

2. Perubahan - perubahan Fisiologi Nifas

Menurut (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005: 494-502) perubahan

fisiologis nifas adalah:

a. Lochea

Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina

dalam masa nifas. Lochea di bagi dalam beberapa jenis yaitu :

1) Lochea rubra (cruenta) : lochea yang terdiri dari darah segar dan

sisa - sisa selaput ketuban selama 2 hari pasca persalinan.

2) Lochea serosa : lochea yang berwarna kuning, cairan tidak

berdarah lagi pada hari ke 7 - 14 pasca persalinan

3) Lochea alba : lochea yang berupa cairan putih, setelah 2 minggu

persalinan.

b. Involusi Rahim (uterus)

Uterus secara berangsur - angsur mengalami perubahan menjadi

kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.


Tabel 2.1 Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi
Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
(Bobak, 2005: 493)

c. Ligamen – ligamen

Ligament, fasia dan diaragma pelvis yang meregang pada waktu

persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur - angsur menjadi ciut

dan pulih kembali.

d. Serviks

Bentuk servik mengalami perubahan setelah persalinan, serviks agak

mengangga seperti corong berwarna merah, kehitaman, konsistensinya

lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan - perlukaan kecil. Setelah

bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim. Setelah 2 jam dapat

dilalui oleh 2 - 3 jari dan setelah tujuh hari hanya dapat dilalui oleh 1

jari.

e. Abdomen

Abdomen seorang wanita akan menonjol apabila berdiri dihari

pertama pasca melahirkan kemudian membuat wanita tersebut tampak

seperti masih hamil. Dalam 2 minggu setelah melahirkan dinding

abdomen wanita itu akan rileks.


f. Sistem Endokrin

1) Hormon Plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon -

hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon

human placenta lactogen (HPL), estrogen dan kortisol serta

placanta enzime insulinase memberi efek diabetogenik

kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna

pada masa puerperium.

2) Hormon hipofisis dan fungsi ovarium

Waktu di mulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui

dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi

pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan

ovulasi. Pada wanita tidak menyusui ovulasi terjadi dini yaitu

dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70 - 75

hari. Pada wanita menyusui waktu rata - rata terjadinya ovulasi

sekitar 190 hari.

g. Sistem pencernaan

1) Nafsu makan

Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh

mengkonsumsi makan ringan.

2) Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna


menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.

3) Defekasi

BAB secara sepontan bisa tertunda selama 2 - 3 hari setelah ibu

melahirkan.

h. Sistem Urinarius

Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut

menyebabkan peningkatan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal

dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan.

1) Komponen Urine

Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghalang.

Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal.

2) Diuresis Pasca Partum

Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan

cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil.

3) Uretra dan kandung kemih

Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandungan kemih selama

proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir.

i. Sistem Kardiovaskuler

1) Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor,

misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta

pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).


2) Curah jantung denyut jantung setelah melahirkan akan meningkat

bahkan lebih tinggi selama 30 - 60 menit karena darah yang

biasanya melintasi uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi

umum.

3) Tanda- tanda vital, beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa

terlihat dan pasti terjadi.

4) Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering di jumpai

pada wanita hamil.

j. Payudara

1) Ibu tidak menyusui

Jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada

hari kedua dan ketiga, dapat ditemukan adanya nyeri seiring

dimulainya produksi susu. Pada hari ketiga dan keempat pasca

partum bisa terjadi pembengkakan, payudara tegang (bengkak,

keras, nyeri bila ditekan dan hangat bila diraba).

2) Ibu yang menyusui

Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika di

sentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih

kecoklatan (tampak seperti susu skim) dapat di keluarkan dari

puting susu.

k. Sistem muskuloskeletal

Adaptasi sistem musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil.


l. Sistem Neurologi

Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan

menghilang setelah wanita melahirkan.

m. Sistem Kekebalan

Kebutuhan ibu untuk mendapat vaksinasi rubbela atau untuk

mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan.

n. Sistem Integumen

Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya

setelah bayi lahir.

3. Perawatan Pasca Persalinan

Perawatan Pasca Persalinan terdiri dari:

a. Mobilisasi

Ibu boleh melakukan aktivitas setelah 2 jam persalinan Ibu boleh

melakukan aktivitas. Mobilisasi tersebut mempunyai fariasi tergantung

pada komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka – luka.

b. Diet

Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya

makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur - sayuran

dan buah - buahan.

c. Miksi

Hendaknya BAK dapat di lakukan sendiri secepatnya.


d. Defekasi

Buang air besar harus dilakukan 2 - 3 hari pasca persalinan. Bila masih

sulit BAB dan terjadi obstipasi apa lagi BAB keras dapat di berikan

obat laksatif peroral atau per rectal jika belum bisa di lakukan klisma.

e. Perawatan Payudara

Perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu

lemas, tidak keras, dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui bayi.

f. Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai

berikut:

1) Rawat Gabung

Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama - sama

sehingga ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat

memberikan ASI, sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih

terjamin.

2) Pemeriksaan Umum

a) Kesadaran penderita

b) Keluhan yang terjadi setelah persalinan

3) Pemeriksaan khusus

a) Fundus uteri yaitu tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.

b) Fisik yaitu tekanan darah, nadi, dan suhu

c) Payudara yaitu puting susu, pembengkakan payudara,

pengeluaran ASI.
d) Pengeluaran lochea yaitu lochea rubra, lochea sanguinolenta

e) Luka jahitan episiotomi yaitu apakah baik atau terbuka, apakah

ada tanda - tanda infeksi (bengkak, kemerahan dan bernanah).

(Dekominfo, 2010, Paragraf 1)

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas atau istirahat

Melaporkan kelelahan berlebihan

b. Sirkulasi

Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.

c. Integritas Ego

Peka rangsang, takut / menangis (post partum blus) sering terlihat kira-

kira 3 hari setelah melahirkan.

d. Eliminasi

Diuresis diantara hari ke 2 dan ke 5

e. Makan / Cairan

Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ke 3.

f. Nyeri/ ketidaknyamanan

Nyeri tekan payudara atau pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3

sampai ke 5 pasca partu.


g. Seksualitas

1) Pembesaran uterus lunak dan menonjol, sulit di palpasi perdarahan

2) Uterus kuat, kontraksi baik atau kontraksi parsial

3) Fundus uteri terinversi/ mendekat pada kotak, atau menonjol melalui,

os ekternal ( inverse uterus).

4) Kehamilan baru dapat mempengaruhi over distensi uterus (gestasi


multiple, polihidramnion, makkrosomia) abrusio, plasentea, plasenta
previa.
( Doenges, 2002: 387 )

2. Diangosa Keperawatan

a. Nyeri b.d trauma mekanis edema atau pembesaran jaringan atau distensi,

efek - efek hormonal.

b. Menyusui b.d tingkat pengetahuan, pengalaman

sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dugaan, struktur atau karakteristik

fisik payudara ibu.

c. Resiko tinggi cidera b.d trauma jaringan, kerusakan

kulit

d. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau

kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasive dan atau peningkatan

pemajanan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.

e. Perubahan eliminasi urine b.d efek - efek hormonal,

trauma mekanis, edema jaringan, efek - efek enasthesia.


f. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan

atau pergantian tidak adekuat, kehilangan cairan kelebihan.

g. Kelebihan volume cairan b,d perpindahan cairan setelah

kelahiran plasenta, ketidak tepatan pergantian cairan, efek - efek infus

oksitosis, adanya HKK.

h. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek - efek

progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia, kurang masukan, nyeri

perineal.

i. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan di

antara atau dari orang terdekat, kurang pengetahuan.

j. Gangguan pola tidur b.d respon harmonal dan

psikologis, nyeri atau ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran

melelahkan.

k. Kurang pengetahuan b. d kurang pemajanan atau

mengingat, kesalahan interprestasi, tidak mengenal sumber - sumber.

l. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

m. Potensial infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat

(penurunan hemoglobin leucopenia atau penurunan granulosit)

(Doenges, 2002 : 388).

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan yang dapat disusun pasien dengan post partum normal

adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis, edema atau pembesaran

jaringan atau distensi, efek - efek hormonal.

Hasil yang di harapkan:

1) Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri

atau ketidak nyamanan dengan tepat

2) Mengungkapkan berkurangnya nyeri

3) Tampak rileks, rasa nyeri ditolerensi dan dapat beristirahat

Tabel 2.2 Rencana asuhan keperawatan diagnosa nyeri b.d trauma


mekanis, edema atau pembesaran jaringan atau distensi, efek
- efek hormonal.

No Intervensi Rasional
1 Tentukan adanya, lokasi dan Mengidentifikasi kebutuhan - kebutuhan
ketidaknyamanan tinjaun ulang khusus dan intervensi yang tepat
persalinan
2 Inpeksi perbaikan perineum dan Dapat menunjukkan trauma berlebihan
episiotemi. pada jaringan pareneal dan terjadinya
komplikasi yang memerlukan evaluasi
lanjut.

3 Beri kompres pada perineum, selama Memberi anesthesia lokal dan mengurangi
24 jam pertama setelah melahirkan. edema.
4 Beri kompres panas lembab selama 20 Meningkatkan sirkulasi pada perineum,
menit, 3-4 x sehari, setelah 24 jam menurunkan edema dan meningkatkan
pertama. penyembuhan.
5 Anjurkan duduk dengan otot gluteal di Penggunaan pengencangan gluteal saat
kontraksi di atas perbaikan episiotomi. duduk menurunkan stres.
6 Inpeksi hemoroid pada perenium. Membantu untuk mengurangi hemoroid
7 Kaji nyeri tekan uterus tentukan Selama 12 jam pertama pasca partum
adanya frekuensi / tentukan faktor – kontraksi uterus kuat. Ini berlanjut selama
No Intervensi Rasional
faktor pemberat 2 - 3 hari selanjutnya, meskipun frekuensi
dan infesitasnya berkurang.
8 Anjurkan klien berbaring tengkurap Meningkatnya kenyamanan.
dengan bantal di bawah abdoment.
9 Inpeksi payu dara dan jaringan puting. Pada 24 jam pasca partum, payudara harus
lunak dan tidak perih, dan puting harus
bebes dari pecah – pecah
10 Anjurkan penggunaan bra Mengangkat payudara kedalam.
penyongkong.
11 Beri informasi mengenai peningkatan Tindakan ini dapat membantu klien
frekuensi temuan dan mengeluarkan menyusui aliran susu.
susu secara manual.
13 Berikan kompres es pada area aksila Meningkatkan kompres es mencegah
payudara laktasi
14 Mengkaji klien kepenuhan kandung Kembalinya fungsi kandung kemih normal
kemih memerlukan waktu 4 -7 hari
15 Evaluasi terhadap sakit kepala, Kebocoran cairan corebrospinal (CSS)
khususnya pada anesthesia subarknoid melalui dura kedalaman ruang ekstra dural
menurunkan volume yang di turunkan
untuk mendukung jaringan otak
16 Kolaburasi berikan bromokriptin Bekerja untuk menekan sekresi prolaktin
mesilat (perlodel) 2 x sehari dengan
makan selama 2 -3 minggu
17 Berkaitan analgesic 30 - 60 menit Memberikan kenyamanan, khususnya
sebelum menyusui selama laktasit
18 Beri seprei anastetik, saleb topical dan Meningkatkan kenyamanan lokal
kompres witc hazel untuk premium
bila di butuhkan
19 Bantu sesuai kebutuhan injeksi salin Efektif untuk menghilangkan sakit kepala
atau pemberian “botol patch” pada sisi sepinal berat
fungsi dural
20 Anjurkan klien mulai menyusui pada Respon mengisap awal kuat dan mungkin
putting susu yang tidak nyeri tekan menimbulkan nyeri dengan mulai memberi
No Intervensi Rasional
untuk beberapa kali pemberian susu susu pada payudara yang tidak sakit dan
secara berurutan, bila hanya putting kemudian melanjutkan untuk
yang sakit atau luka. menggunakan payudara mungkin kurang
menimbulkan nyeri.
(Doenges, 2002; 388 - 390)

b. Menyusui b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi

bayi, tingkat dugaan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu.

Hasil yang di harapkan:

1) Mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui.

2) Mendemontrasikan teknik-teknik efektif dari menyusui

3) Menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi

di puaskan setelah menyusui.

Tabel 2.3 Rencana asuhan keperawatan diagnosa menyusui b.d tingkat


pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi,
tingkat dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara
ibu
No Intervensi Rasional

1 Kaji pengetahuan dan pengalaman klien Membantu dalam mengidentefikasi


tentang menyusui sebelumnya. kebutuhan saat ini.
2. Tentukan sistem pendukung yang tersedia Mempunyai dukungan yang cukup
pada klien dan sikap pasangan atau keluarga. meningkatkan kesempatan untuk
pengalaman menyusui dengan
berhasil.
3. Berikan informasi, verbal dan tertulis, Membantu menjamin suplai susu
mengenai fisologis dan keuntungan menyusui, adekuat, dan mencegah putih pecah.
perawatan puting dan payudara.
4. Demonstrasi dan tinjau ulang teknik - teknik Posisi yang tepat mencegah luka
menyusui. puting.
5 Kaji puting klien. Identifikasi dan intervensi dini
No Intervensi Rasional

dapat mencegah terjadinya luka.


6. Anjurkan klien mengeringkan puting dengan Pemajanan pada udara membantu
dengan udara selama 20 – 30 menit setelah mengencangkan puting.
menyusui.
7. Instruksikan klien menghindari penggunaan Ini telah diketahui menambah
pelindung puting payudara. kegagalan laktasi.
8. Berikan pelindung puting payudara. Pelindung payudara, latihan, dan
kompres es membantu membuat
puting lebih relaksasi.
9. Rujuk klien pada kelompok pendukung. Memberikan bantuan terus menerus
untuk meningkatkan kesuksesan
hasil.
10 Identifikasi sumber - sumber yang tersedia di Pelayanan ini mendukung
masyarakat sesuai indikasi. pemberian ASI melalui pendidikan
klien.
(Doenges, 2002; 390 - 392)

c. Resiko tinggi cidera b.d trauma jaringan, kerusakan kulit

Hasil yang diharapkan :

1) Mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor - faktor resiko

atau pelindung diri

2) Bebas dari komplikasi

Tabel 2.4 Rencana asuhan keperawatan diagnosa resiko tinggi cidera


b.d biokimia, fungsi regulator

No Intervensi Rasional
1 Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb) Anemia atau kehilangan darah
darah dan kehilangan darah pada waktu mempredisposisikan pada sinkope
melahirkan, catat tanda - tanda anemis klien karena ketidakadekuatan
No Intervensi Rasional
(mis : kelelahan, pusing, pucat). pengiriman oksigen ke otak.
2 Anjurkan ambulasi dan latihandini Meningkatkan sirkulasi dan aliran
kecuali pada klien yang balik vena ke ekstremitas bawah,
mendapatkananesthesia subaraknoid, menurunkan resiko pembentukan
yang mungkin tetap berbaring selama 6 thrombus yang dihubungkan dengan
- 8 jam, tanpa penggunaan bantal atau statis.
meninggikan kepala, sesuai indikasi
protocol dari kembalinya serasa otot.
3 Berikan klien duduk di lantai atau kursi Membentuk memperhatikan atau
dengan kepala diantara kaki, atau meningkatkan sirkulasi dan
berbaring pada posisi datar, bila ia pengeriman oksigen ke otak.
merangsang pusing.
4 Kaji terhadap hiperreflaksia, nyeri Bahanya eklampsia karena HKK ada
kuadran kanan atas (KKaA) sakit diatas 72 jam pascapartum, meskipun
kepala, atau gangguan penglihatan literature menunjukkan kondisi
konvulsi mental terjadi selambat -
lambatnya hari kelima pasca partum.
5 Catat efek - efek magnesium sulfat Tidak adanya refleks patella dan
(MgSO4) bila diberikan kaji respon frekuensi pernapasan di bawah 12 x/
patella dan pantau status pernafasan. menit menandakan toksisitas dan
perlunya penurunan atau penghentian
terapi otot.
6 Inspeksi ekstremitas bawah terhadap Peningkatan produk split fibrin
tanda – tanda tromboflebitis. (kemungkinan pelepasan mobiltas,
trauma, sepsis dan aktivasi berlebihan
dari pembekuan darah setelah
kelahiran memberi kecenderungan
terjadinya tromboemoblisme pada
klien.
7 Berikan kompres panas lokal : tingkatan Merangsang sirkulasi dan menurunkan
tirah baring dengan meninggikan penumpukan pada vena di ekstremitas
tungkai yang sakit. bawah, merupakan edema dan
meningkatkan penyembuhan
No Intervensi Rasional
8 Evaluasi status rubella pada grafik Membantu mencegah efek – efek
prenatal (titer kurang dari 1 : 10 patogenik pada kehamilan selanjutnya.
menandakan kerentanan)
9 Concent untuk vaksinasi setelah Periode inkubasi 14 – 21 hari.
meninjau ulang efek samping, resiko – Anafilaktif alergi atau respon
resiko dan perlunya untuk mencegah hipersensitivitas dapat terjadi,
konsepsi selama 2 – 3 bulan setelah memerlukan pemberian epinefrin.
vaksinasi.
10 Kolaborasi Membantu menurunkan kepekaan
Berikan MgSO4 melalui pompa infuse, serebral pada adanya HKK atau
sesuai indikasi eklampsia. (Rujuk DK : kelebihan
volume cairan, resiko tinggi)
11 Berikan kaus kaki penyokong atau Menurunkan statis vena,
balutan elastis untuk kaki bila resiko – menggunakan aliran balik vena.
resiko atau gejala – gejala flebitis
terjadi.
12 Berikan antikoagulan : evaluasi faktor – Mesikipun biasanya tidak diperlukan
faktor koagulasi dan perhatikan tanda – anti koagulan dapat membantu
tanda kegagalan pembukaan mencengah terjadinya thrombus.
13 Berikan Rho (D) imum globul (RhIG) Dosis 300 g biasanya cukup untuk
I.M dalam 72 jam pascapartum, sesuai meningkatkan lisis sel – sel darah
indikasi merah (SDM) dari janin Rh – positif
yang dapat memasuki sirkulasi ibu
selama kelahiran.
(Doenges, 2002 : 392 – 394)

d. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit,

penurunan Hb, prosedur invasive dan atau peningkatan pemajanan

lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.

Hasil yang diharapkan :


1) Bebas dari infeksi tidak demam, urine jernih tidak pucat.

2) Mendemontrasikan teknik - teknik untuk menurunkan resiko dan

meningkatkan penyembuhan.

3) Menunjukkan luka bebas dari drainage perulen.

Tabel 2.5 Rencana asuhan keperawatan diagnosa resiko tinggi


infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit
No Intervensi Rasional
1 Kaji catatan parental dan intrapartal. Membantu mengidentifikasi fakto -
faktor psikologi yang dapat
mengganggu penyembuhan.
2 Pantau suhu dan nadi dengan rutin Peningkatan suhu sampai 1010 F
sesuai indikasi. (38,80 c) dalm 24 jam pertama sangat
menandakan infeksi
3 Kaji kontrasi uterus. Fundus yang pada awalnya 2 cm di
bawah umblikus, meningkat 1 – 2 cm/
hari
4 Catat jumlah dan bau lochea. Lochea normal mempunyai bau amis.
5 Evaluasi kondisi putting. Terjadi pecah – pecah pada putting
menimbulkan potensial resiko mastitis
6 Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap Diagnosis dini dari infeksi lokal dapat
8 jam. mencegah penyebaran pada jaringan
uterus.
7 Perhatikan frekuensi atau jumlah Statis uninarius meningkat resiko
berkemih. terhadap infeksi.
8 Kaji tanda – tanda infeksi saluran kemih Gejala ISK dapat pada tampak hari ke
2 – 3 pasca partum karena naiknya
infeksi.
9 Frekuensi, golongan atau di suria. Traktus dari utera ke kandung kemih
dan kemungkinan ke ginjal.
10 Anjurkan perawatan perineal dengan Pembersihan sering dari depan
menggunakan botol atau rendam duduk kebelakang membantu mencegah
No Intervensi Rasional
3 – 4x sehari atau setelah berkemih dan kontaminasi rectal memasuki vagina.
defekasi.
11 Anjurkan dan gunakan teknik mencuci Membantu mencegah atau
tangan cermat. menghalangi penyebaran infeksi
12 Kaji setatus nutrisi klien Klien yang berat badanya 20% di
bawah berat badan normal, lebih
rentan pada infeksi pasca partum.
13 Berikan informasi tentang makanan Protein membantu meningkatkan
pilih tinggi protein, vitamin c dan zat proses penyembuhan.
besi.
14 Tingkatan tidur dan istirahat. Menurunkan laju metabolisme dan
memungkinkan nutrisi dan oksigen
untuk proses pemulihan.
15 Kaji jumlah sel darah putih. Peningkatan jumlah sel pada 10 - 12
hari pertama pasca partum
16 Kolaborasi berikan bromokiptin mesilat Bekerja untuk menekan sekresi
2 x sehari dengan makan selama 2 - 3 prolaktin.
minggu.
17 Beriokan metilergonovin meleat setiap Membantu mengembalikan kontraksi
3 - 4 jam sesuai kebutuhan miometrium dan involusi uterus
18 Bantu dengan atau dapatkan kultur dan Untuk mengidentifikasi organisme
vagina. penyebab dan menentukan antibiotik
yang tepat.
19 Anjurkan klien menggunakan krim Memberantas organisme infeksius
antibiotik pada perineum. lokal.
20 Dapatkan spesimen urine bersih untuk Retensi urine, bakteri yang masuk
analisis urine. melalui kateterisasi atau trauma
kandung kemih selama kelahiran.
21 Berikan antipiretik setelah kultur di Bila di bersikan sebelum identifikasi
dapatkan. proses identiufikasi, antipiretik dapat
menutupi tanda - tanda dan gejala -
gejala yang perlu untuk membedakan
No Intervensi Rasional
diagnosa.
22 Berikan antibiotic spectrum luas sampai Mencegah infeksi dari penyebaran ke
laporan kulturdi kembalikan, kemudian aliran darah.
ubah terapi sesuai induksi.
23 Hubungi agensi-agensi komunitas yang Adanya infeksi pasca partum membuat
tepat seperti pelayanan perawat yang klien lemah sehingga membutuhkan
berkunjung, untuk evaluasi diet, banyak istirahat, pantauan yang ketat,
program antibiotic, kemungkinan dan bantuan perawatan diri.
komplikasi dan kembali untuk
memeriksa medis.
(Doenges: 2002: 394 - 397)

e. Perubahan eliminasi urine b.d efek - efek hormonal, trauma mekanis,

edema jaringan, efek - efek enasthesia.

Hasil yang di harapkan:

1) Mendemontrasikan kedekatan perilaku dan ikatan yang tepat.

2) Mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan baru lahir.

Tabel 2.6 Rencana asuhan keperawatan diagnosa perubahan eliminasi


urine b.d efek - efek hormonal, trauma mekanis, edema
jaringan, efek - efek anesthesia.
No Intervensi Rasional
1 Kaji masukan cairan dan urine terakhir. Pada periode pasca partal awal, kira -
kira 4 kg cairan hilang melalui urine.
2 Palpasi kandung kemih Aliran plasma ginjal, meningkatkan
25 - 50 % selama periode parental.
3 Perhatikan adanya edema atau Trauma kandung kemih atau edema
epiostemi. dapat mengganggu edema.
4 Tes urine terhadap albumin dan aseton. Proses katalitik di hubungkan dengan
infolusi uterus.
5 Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam Untuk merangsang dan memudahkan
No Intervensi Rasional
pasca partum. bekemih.
6 Intruksikan klien untuk melakukan Latihan kegel 100 x/ hari
latihan kegel setiap hari setelah efek meningkatkan sirkulasi perineum.
anastesia berkurang.
7 Anjurkan minum 6-8 gelas cairan/ hari. Membantu mencegah statis atau
dehidrasi.
8 Kaji tanda - tanda ISK Masuknya bakteri dapat memberi
kecenderungan klien terkena ISK
9 Katerisasi. Untuk mengurangi distensi kandung
kemih.
10 Dapat specimen urine. Adanya bakteri dan sentifitas positif
adalah diagnosis untuk ISK.
11 Pantau hasil tes laboratorium. Klien yang telah mengalami HKK
gangguan ginjal dapat menetap.
(Doenges, 2002 : 397 - 399)

f. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak

adekuat, kehilangan cairan kelebihan.

Hasil yang di harapkan:

1) Tetap nonmortensif dengan masukan cairan dan saluran urine

seimbang, dan Hb atau Ht dalam kadar normal.

Tabel 2.7 Rencana asuhan keperawatan diagnosa kekurangan volume


cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat,
kehilangan cairan berlebihan.
No Intervensi Rasional
1 Catat cairan pada waktu kelahiran. Kehilangan darah berlebihan
2 Evaluasi lokasi dan kontraktilitas fundus Diagnosa yang berbeda mungkin
uterus. di perlukan untuk menentukan
penyebab kekurangan cairan dan
protokol cairan.
3 Dengan perlahan masase fundus bila Merangsang kontraksi uterus.
No Intervensi Rasional
uterus menonjol.
4 Evaluasi status kandung kemih. Kandung kemih penuh
mengganggu kontraktilitas uterus.
5 Pantau suhu. Peningkatan suhu memperberat
dehidrasi
6 Pantau nadi. Taki kardi dapat terjadi.
7 Kaji tekanan darah. Peningkatan tekanan darah
mungkin karena efek - efek otot
vasopresor oksitosis.
8 Evaluasi masukan cairan. Membantu analisa keseimbangan
cairan.
9 Evaluasi kadar Hb atau Ht. Hb atau Ht kembali normal dalam
3 hari.
10 Pantau pengisian payudara dan suplai ASI Klien dihedrsi tidak mampu
bila menyusui. menghasilkan ASI adekuat.
11 Ganti cairan yang hilang dengan infus IV. Membantu menciptakan volume
darah sirkulasi.
12 Berikut produk ergot seperti ergonovine Untuk meningkatkan kontraksi.
maleate
13 Lekukan kecepatan cairan IV. Untuk menstimulasi miometrium
bila perdarahan berlebihan dan
uterus gagal untuk kontraksi.
(Doenges, 2002 : 399 - 401)
g. Kelebihan volume cairan b,d perpindahan cairan setelah kelahiran

plasenta, ketidak tepatan pergantian cairan, efek - efek infus oksitosis,

adanya HKK.

Hasil yang di harapkan:

1) Menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal, bebas dari edema

dan gangguan penglihatan dengan bunyi nafas bersih.


Tabel 2.8 Rencana asuhan keperawatan diagnosa kelebihan volume cairan
b,d perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidak
tepatan pergantian cairan, efek-efek infuse ositosin, adanya hkk
No Intervensi Rasional
1 Tinjau ulang riwayat HKK, prenatal dan Membantu menentukan
Interpratal. kemungkinan kompikasi supaya
yang menetap.
2 Pantau tekanan darah dan nadi Kelebihan beban sirkulasi
dimanevestasikan dengan
peningkatan tekanan darah dan
nadi.
3 Pantau masukan cairan. Menandakan kebutuhan cairan.
4 Kaji adanya lokasi dan adanya edema Bahaya eklamsia atau kejang
dapat terjadi secara aktual.
5 Tes terhadap adanya proteinuria. Proteinurea pasca partum 1 +
adalah normal.
6 Evaluasi keadaan neurologist klien. Intoksitsasi serbal.
7 Biarkan klien memantau berat badan setiap Klien kehilangan 5 kg saat
hari. melahirkan.
8 Catat tes hasil urat. Hasil normal, seperti peningkatan
asam urat.
9 Pasang kateter indwelling sesuai indikasi Untuk memantau urin setiap jam.
10 Evaluasi terhadap sindrom HELP. Sindrom HELLP dan akibat pasca
partum potensial.
11 Berikan monitol pada adanya HKK pada Untuk klien dengan HKK,
penurunan urine. ancaman gagal ginjal.
(Doenges, 2002: 401 - 403)

h. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi,

kelebihan analgesia, kurang masukan, nyeri perineal.

Hasil yang di harapkan :


1) Melakukan kembali kebiasaan defekasi yang biasanya atau optimal

dalam 4 hari setelah melahirkan.

Tabel 2.9 Rencana asuhan keperawatan diagnosa konstipasi b.d penurunan


tonus otot, efek - efek infuse progrestorone, kelebihan
analgesik, kurang masukan nyeri perineal.

No Intervensi Rasional
1 Auskaltasi adanya bising unsur. Mengevaluasi fungsi usus.
2 Kaji adanya hemoroid. Menurunkan ukuran hemoroid.
3 Berikan informasi diit yang cepat. Merangsang eliminasi
4 Anjurkan peningkatan tingkat aktifitas dan Membantu peningkatan
ambulasi . peristaltic.
5 Kaji episiotemi. Edema berlebihan.
6 Berikan laksatif, pelunak fases, enema Untuk kembali ke kebiasaan
difikasi normal dan mencegah
mengejan selama pengosongan.
(Doenges, 2002: 403 - 404)

i. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan di antara atau dari

orang terdekat, kurang pengetahuan, adanya sensor.

Hasil yang di harapkan:

1) Mengungkapkan masalah dan pernyataan menjadi orang tua.

2) Mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realitas

3) Cara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan

tepat

4) Mengidentifikasi ketersediaan sumber-sumber.


Tabel 2.10 Rencana asuhan keperawatan diagnosa resiko tinggi terhadap
perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan di antara
atau dari orang terdekat, kurang pengetahuan, adanya stressor
No Intervensi Rasional
1 Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status Mengidentifikasi faktor-faktor
perkawinan. resiko potensial.
2 Perhatikan respon klien atau pasangan Kemampuan klien untuk
terhadap kelahiran peran dan menjadi beradaptasi positif.
orang tua.
3 Mulai asuhan keperawatan primer untuk Meningkatkan keperawatan
ibu dan bayi saat di unit. berpusat kepada keluarga.
4 Evaluasi sifat dari menjadi orang tua Peran manjadi orang tua di
secara emosional. pelajari.
5 Kaji keterampilan komunikasi. Proteinurea pasca partum 1 +
adalah normal.
6 Evaluasi keadaan neurologis klien. Intoksikasi serebral
7 Biarkan klien memantau berat badan Klien kehilangan 5 kg saat
setiap hari. melahirkan.
8 Catat tes hasil urat. Hasil normal, seperti peningkatan
asam urat.
9 Pasang kateter indwelling sesuai indikasi. Untuk memantau urin setiap jam.
10 Evaluasi terhadap sindrom HELP. Sindrom HELLP dan akibat pasca
partum potensial.
11 Berikan monitol pada adanya HKK pada Untuk klien dengan HKK,
penurunan urine. ancaman gagal ginjal.
(Doenges, 2002: 404 - 407)

j. Gangguan pola tidur b.d respon harmonol dan psikologis, nyeri atau
ketidaknyaman, proses persalinan dan kelahiran melelahkan
Hasil yang diharapkan :
1) Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang
diperukan dengan ketiban terhadap anggota baru
2) Melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat
Tabel 2.11 Rencana asuhan keperawatan diagnosa gangguan pola tidur
b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau
ketidaknyamanan, proses persalinan

No Intervensi Rasional
1 Kaji tingkat kelelahan dan kebuthan Persalinan yang lama dan sulit.
untuk istirahat.
2 Kaji faktor - faktor yang mempengaruhi Membantu meningkatkan istirahat
istirahat. dan menurunkan rangsangan.
3 Berikan informasi tentang kebutuhan Rencana yang kreatif yang
istirahat. membolehkan untuk tidur dengan
bayi lebih awal serta tidur siang.
4 Beri informasi tentang efek-efek. Kelelahan dapat mempengaruhi
kelelahan dan ansietas pada suplai ASI. suplai ASI.
5 Kajian lingkungan rumah. Multipara dengan baik di rumah
memerlukan tidur lebih banyak.
6 Berikan obat - obatan. Memungkinkan diperlukan untuk
meningkatkan relaksasi tidur
sesuai kebutuhan.
(Doenges, 2002: 409- 410 )

k. Kurang pengetahuan b. d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan

interprestasi, tidak mengenal sumber-sumber

Hasil yang diharapkan :

1) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan belajar individu

2) Melaporkan aktivitas atau prosedur yang perlu dengan benar dan

menjelaskan alasan tersebut

Tabel 2.12 Rencana asuhan keperawatan diagnosa kurang pengetahuan b.d


kurang pemajanan atau mengingat kesalahan interprestasi,
tidak mengenal sumber-sumber

No Intervensi Rasional
1 Pastikan persepsi klien tentang persalinan Terdapat hubungan antara lama
dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat persalinan dan kemampuan untuk
No Intervensi Rasional
kelelahan klien. melakukan tanggung jawab, tugas
dan aktifitas-aktifitas perawatan
diri.
2 Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk Periode paksa natal merupakan
belajar. pengalaman positif bila
penyuluhan yang tepat diberikan
untuk membentu mengembangkan
pertumbuhan ibu, maturasi dan
kompetensi.
3 Mulai merencanakan penyuluhan tertulis Membantu menstadarisasi
dengan menggunakan format yang informasi yang diterima orang tua
distandarisasi atau ceklis. anggota staf.
4 Berikan informasi tentang peran program Latihan membantu tonus otot dan
latihan paska partum progersif. meningkatan sirkulasi.
5 Berikan informasi tentang keperawatan diri Membantu mencegah infeksi
6 Diskusi kebutuhan seksualitas dan rencana Pasangan mungkin memerlukan
untuk kontrasepsi. kejelasan mengenai ketersediaan
kontrasepsi.
7 Ketersediaan metode, termasuk keuntungan Kenyataan bahwa kehamilan dapat
dan kerugian. terjadi bahkan sebelum kunjungan
minggu keenam.
8 Beri penguatan pemeriksaan paska partum Kunjungan tindak lanjut pelru
minggu keenam dengan pemberian untuk mengevaluasi pemulihan
perawatan kesehatan. organ produktif.
9 Identifikasi masalah-masalah potensial yang Intervensi lanjut diperlukan
memerlukan evaluasi dokter sebelum jadwal sebelum kunjungan minggu
kunjungan minggu keenam. keenam untuk mencegah atau
meminimalkan potensial
komplikasi.
10 Diskusikan perubahan fisik dan psikologis Status emosional klien mungkin
yang normal. kadang-kadang labil pada saat ini
dan sering dipengaruhi oleh
No Intervensi Rasional
kesejahteraan fisik.
11 Identifikasi sumber-sumber yang tersedia. Meningkatkan kemandirian dan
memberikan dukungan untuk
adaptasi pada perubahan multiple.
(Doenges, 2002: 410 - 412)

l. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

Hasil yang diharapkan :

1) Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas

2) Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi

Tabel 2.13 Recanana asuhan keperawatan diagnosa intoleransi aktivitas


b.d kelemahan

No Intervensi Rasional
1 Kaji kemampuan klien untuk melakukan Mempengaruhi pilihan
tugas / AKS normal, catat laporan intervensi atau bantuan
kelelahan, keletihan, dan kesulitan
menyelesaikan tugas.
2 Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan Menunjukkan perubahan
gaya jalan kelemahan otot. neurologi karena devisiensi
vitamin B12 mempengaruhi
keamanan pasien/ resiko cidera
3 Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan Manifestasi kordioptumonal
sesudah aktivitas. Catat respon terhadap dari upaya jantung dan paru
tingkat aktifitas. untuk membawah jumlah
oksigen adekuat ke jaringan
3 Berikan lingkugan tenag. Pertahankan tirah Meningkatkan istirahat untuk
baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi menurunkan kebutuhan oksigen
pengunjung. tubuh dan menurunkan
No Intervensi Rasional
regangan jantung dan paru –
paru
5 Ubah posisi klien secara perlahan dan Hipotensi patural atau hipoksia
pantau terhadap pusing. serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut dan
peningkatan regangan pada
sistem jantung dan pernafasan.
6 Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan Membantu bila perlu, harga diri
untuk meningkatkan istirahat.Pilih periode di tingkatkan bila pasien
istirahat dengan periode aktivitas. melakuakan sesuatu sendiri
7 Berikan bantuan dalam aktivitas bila perlu, Meningkatkan secara bertahap
memungkinkan pasien untuk tingkat aktivitas sampai normal
melakukannya. dan memperbaiki tonus otot /
stamina tanpa kelemahan
meningkatkan harga diri dan
rasa terkontrol
8 Rencanakan kemajuan akvivitas dengan Mendorong pasien melakukan
pasien, termasuk aktivitas degan pasien, banyak dengan membatasi
yang pasien padang perlu. Tingkatkan penyimpangan energi dan
tingkat aktivitas sesuai toleransi mencegah kelemahan

9 Gunakan teknik penghematan Ketegangan atau stress


energi,mis..,mandi dengan duduk, duduk kordiopulmornal berlebihan
untuk melakukan tugas-tugas atau stress dapat menimbulkan
dekompensasi / kegagalan.
(Doenges, 2002: 574 – 575)

m. Potensial infeksi b.d pertahanan sekunder tidak (penurunan hemoglobin

leucopenia atau penurunan granulosit).

Hasil yang diharapkan :


1) Mengidentifikasi perlaku untuk mencegah atau menurunkan resiko

infeksi

2) Meningkatkan penyembuhan luka bebas drainase purulen atau eritema,

dan demam.

Tabel 2.14 Recanan asuhan keperawatan diagnosa Potensial infeksi b.d


tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan
hemoglobin leucopenia atau penurunan granulosit).

No Intervensi Rasional
1 Tingkatkan cuci tangan baik oleh Mencegah kontaminasi silang/
pemberi perawatan dan pasien kolonisasi bacterial. Catatan :
pasien dengan anemia berat/
aplastik dapat berisiko akibat flora
normal kulit
2 Pertahankan teknik aspetik ketat pada Menurunkan risiko kolonisasi/
prosedur/ perawat luka infeksi bakteri
3 Berikan perawatan kulit, perianal dan Menurunkan risiko kerusakan
oral dengan cermat. Dorongan perubahan kulit/ jaringan dan infeksi.
posisi/ ambulasi yang sering, latihan Meningkatkan ventilasi semua
batuk, dan napas dalam. segmen paru dan membantu
memobilisasi sekeresi untuk
mencegah pneumonia
4 Tingkatkan masukan cairan adekuat Membantu dalam pengeceran
sekret pernpasan untuk
mempermudah pengeluaran dan
mencegah statis cairan tubuh (mis :
pernapasan dan ginjal
5 Pantau/ batasi pengunjung. Berikan Membatasai pemajanan pada
isolasi bila memungkinkan. Batasan bakteri/ infeksi. Perlindungan
tumbuhan hidup/ bungka potong isolasi dapat dibutuhkan pada
anemia aplastik, bila respons imun
No Intervensi Rasional
sangat terganggu.
6 Pantau suhu. Catatan adanya mengggil Adanya proses inflamasi/ infeksi
dan takikradia dengan atau tanpa demam membutuhkan evaluasi/
pengobatan
7 Amati eritema/ cairan luka Indikator infeksi lokal. Catatan ;
pembentukan pus mungkin tidak
ada bila granulosit tertekan.
8 Kolaborasi : Membedakan adanya infeksi,
Ambil specimen untuk kultur/ mengidentifikasi pathogen khusus
sensitivitas sesuai indikasi. dan mempengaruhi pilihan
pengobatan
9 Berikan antiseptik topical : antibiotic Mungkin digunakan secara
sistematik propilaktik untuk menurunkan
kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi lokal.
(Doenges, 2002: 578 – 579)
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk dan Jansen. (2005). Buku Ajar Keprawatan Maternitas.


Edisi 4. Jakarta : EGC

Dekominfo. (2010). Perawatan pasca persalinan. Diunggah tanggal 20 Agustus


2010). http// Perawatan- pasca- persalinan. Co.

Doenges. M.E & Moorhouse.M.F. (2002). Rencana Keperawatan Maternal/Bayi.


(Edisi kedua). Jakarta : EGC.

Herdman dan Kamtsuru. (2015). Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC

Manuaba, IBG (2012). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan KB. Jakarta: EGC

Manuaba, IBG (1999). Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga Berencana


Untuk dokter Umum. Jakarta: EGC

Mimiku. (2013). Patofisiologi ketuban pecah dini. Diunggah pada tanggal 20 Juli
2013. http//patofisiologi-ketuban- pecah- dini. Co

Mitayani. (2011). Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba medika

Oxorn dan Forte. (2010). Ilmu kebidanan: Patologi dan Fisiologi persalinan.
Yogyakarta: YEM

Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Reeder, dkk (2013). Keperawatan Maternitas. Edisi 18. Jakarta: EGC

Rekam medik RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro. ( 2015). Sepuluh besar penyakit
yang ada di Ruang Kebidanan

Saifudin, dkk. (2002). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


SarwonoPrawirohardjo

Sofian, A. (2012). Synopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai