Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 – 37 minggu dihitung dari hari pertama menstuasi terakhir (HPMT)
(ACOG, 1995). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi premature
adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37minggu atau kurang.
Menurut Wibowo (1997), persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang
teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan interval
kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih tanda
berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2) dilatasi serviks 2 sentimeter atau
lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih. Menurut Mochtar (1998) partus
prematurus yaitu persalinan pada kehamilan 28 sampai 37 minggu, berat badan lahir
1000 sampai 2500 gram.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005
menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan 22-37 minggu.

2. EPIDEMIOLOGI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas
indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2)
PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini,
terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar
30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan
selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini (Harry dkk,
2010).
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada
wanita kulit putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh,
sedangkan pada wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini
sebelumnya. PPI juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada
usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada
usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan
32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36
minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian PPI, yang
sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran preterm atas indikasi
(Harry dkk, 2010).

1
3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO PARTUS PREMATURUS IMMINENS
(PPI)
Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
a) Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
b) Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks,
pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Namun menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus
prematurus yaitu :
a) Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
b) Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam
setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10
batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dari 2 kali.

4. PATOFISIOLOGI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI) (TERLAMPIR)


5. DIAGNOSIS PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010),
yaitu:
1) Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2) Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap
7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3) Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4) Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5) Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6) Selaput amnion seringkali telah pecah,
7) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis
PPI ialah sebagai berikut:

2
1) Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2) Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3) Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinik persalinan pretem adalah:
a. Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3 sampai 5 menit sekali selama 45
detik dalam waktu minimal 2 jam .
b. Pada fase aktif, intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien
melakukan aktivitas.
c. Tanya dan cari gejala yang termasuk faktor risiko mayor dan minor
d. Usia kehamilan antara 20 samapi 37 minggu
e. Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehamilan antara 20 sampai  37
minggu.
f. Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :
1. Laboratorium
 Pemeriksaan kultur urine
 Pemeriksaan gas dan pH darah janin
 Pemeriksaan darah tepi ibu
 Jumlah lekosit
C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang menderita infeksi akut
dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi
polisakarida somatik nonspesifik kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C.
CRP dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF.
2. Pemeriksaan ultrasonografi
Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks < 3 cm
(USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm. Sonografi serviks
transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi intravagina
terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta previa.

7. PENATALAKSANAAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1) Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :

3
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 μg/menit, sedangkan
per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis
per infus: 10-15 μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam sedangkan
dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari
golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,
takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya
ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi
prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup
kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac
memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan
klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi
aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual. Kontraindikasi
relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine terbukti tidak
baik, seperti:
a) Oligohidramnion
b) Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c) Preeklamsia berat
d) Hasil nonstrees test tidak reaktif
e) Hasil contraction stress test positif
f) Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan
pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
g) Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h) Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

4
2) Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS),
mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus
arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu
diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian
siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a) Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b) Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.

Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin


releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine
yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian
suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid
yang berperan dalam pembentukan surfaktan.

3) Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.


Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis
neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang
dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya
ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika
lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena
risiko necrotising enterocolitis.

8. KOMPLIKASI PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


1) Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi
preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi; Morales (1987)
menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita anmionitis
memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan,
sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali
lebih besar
2) Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).

5
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir. Agar bisa
bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi
oleh udara dan tetap terbuka. Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu
bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi
menurunkan tegangan permukaan. Bayi prematur seringkali tidak
menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang memadai, sehingga alveolinya
tidak tetap terbuka.
Diantara saat-saat bernafas, paru-paru benar-benar mengempis,
akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan. Sindroma ini bisa
menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa kasus bisa berakibat fatal.
Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat, mungkin mereka perlu
ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat surfaktan (bisa
diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang dihubungkan dengan
trakea bayi).
3) Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau
serangan apneu. Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi
prematur juga memiliki otak yang belum berkembang. Hal ini bisa
menyebabkan apneu (henti nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin
belum matang. Untuk mengurangi mengurangi frekuensi serangan apneu bisa
digunakan obat-obatan. Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu. otak
yang sangat tidak matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan
intraventrikuler) atau cedera .
4) Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan. Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan
membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu
yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah. Pada awalnya, lambung
yang berukuran kecil mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang
diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan
bayi muntah.
5) Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
6) Displasia bronkopulmoner.
7) Penyakit jantung.
8) Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal untuk
membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur,
memiliki kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang

6
dapat menyebabkan sakit kuning (jaundice). Peningkatan ini terjadi karena
fungsi hatinya masih belum matang dan karena kemampuan makan dan
kemampuan mencernanya masih belum sempurna. Jaundice kebanyakan
bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan fungsi
pencernaan bayi.
9) Infeksi atau septikemia.
10) Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang sempurna. Mereka
belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya melewati plasenta.
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.
Bayi prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan
pada usus).
11) Anemia .
12) Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa
tinggi (hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia).
13) Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
14) Keterbelakangan mental dan motorik.

9. PENCEGAHAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


a.   Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur
b.  Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan
dan persalinan preterm.
c.   Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian
KB-interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan sgera
melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga
secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi / diobati.
d.  Meningkatakan keadaan sosial – ekonomi keluarga dan kesehatan lingkungan
(Manuaba, 1998).
Partus prematurus menurut Mochtar (1998) dapat dicegah dengan mengambil
langkah-langkah berikut ini :
a.  Jangan kawin terlalu muda dan jangan pula terlalu tua (idealnya 20 sampai 30
tahun).
b.  Perbaiki keadaan sosial ekonomi
c.  Cegah infeksi saluran kencing
d.  Berikan makana ibu yang baik, cukup lemak , dan protein
e.   Cuti hamil
f.   Prenatal care yang baik dan teratur
g.   Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan anak

7
1. Pengkajian
PENGKAJIAN PRENATAL

Nama mahasiswa : IFMI NURUL HIDAYAH


Tanggal pengkajian : 23 Maret 2015
Ruangan/ RS/ PKM : Aster RSI Dinoyo

DATA UMUM
1. Inisial klien : Ny. DS
2. Usia : 19 th
3. Status pernikahan : menikah (usia 18 th)
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : dulu kerja di salon
6. Pendidikan terakhir : SD
7. Alamat : Tunggulwulung

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG LALU

No Tahun Jenis Penolong Jenis Keadaan Masalah


persalinan kelamin bayi keperawatan
waktu
lahir
1 2014 Normal Nakes P BB bayi Bayi
750 gr preterm,
plasenta
masih
tertinggal di
rahim
Pengalaman menyusui : tidak

Masalah saat menyusui : tidak ada

KELUHAN UTAMA : pasien mengeluh terjadi perdarahan pervaginam, tapi


tidak keluar cairan ketuban

RIWAYAT GINEKOLOGI : Menarche mulai kelas 5 sd ; Disminorrhe (+)

RIWAYAT KB :-

RIWAYAT KEHAMILAN SAAT INI

HPHT : 28 Agustus 2014 Taksiran partus : 5-6-2015

BB sebelum hamil : - TD sebelum hamil :-

Berapa kali periksa kehamilan : tiap bulan

DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI

Status obstetri : G2 P0101 A000 Usia kehamilan : 28- 30 minggu

Keadaan umum : Kesadaran : composmentis BB/ TB : 76 kg

TANDA TANDA VITAL

TD 100/ 70 mmHg T 36°C N : 156x/ mnt RR : 18x/ mnt

Kepala Leher

8
Mulut : rahang, gigi, gusi normal

Leher : distensi (-), pembesaran kelenjar (-)

Dada

Payudara : mammae simetris

Puting susu : aerola hiperpigmentasi

Abdomen

TFU 23 cm, kontraksi : ya

Leopold I

Leopold II : Kanan : punggung

Leopold III

Leopold IV

Pigmentasi : terdapat linea nigra dan striae

Masalah khusus : nyeri pada abdomen kanan

TBJ : 1000 gr

Pemeriksaan DJJ :

09.30 138x/mnt his (-) flek (+)

10.30 135x/mnt his -) flek (+)

12.00 149x/mnt his (+) flek (++)

13.00 145x/ mnt his (-) flek (++)

16.00 134x/mnt

Perineum dan genital

Kebersihan : tampak kotor karena bekas darah

Keputihan : -

Hemorroid : -

Masalah khusus : perdarahan antepartum (+)

Ekstremitas atas

Edema : -

Varises : -

Terpasang IV line di sebelah kiri

Eliminasi

Kebiasaan BAK : terpasang kateter 1300 cc

BAB :-

9
Masalah khusus : ketidaknyamanan karena terpasang kateter

Istirahat dan ketidaknyamanan

Pola tidur saat ini : tidur tapi susah karena adanya pemasangan kateter

Keluhan ketidaknyamanan : ya intensitas : sering

Mobilisasi dan latihan

Tingkat mobilisasi : bed rest dengan miring kiri, kalau capek telentang

Latihan/ senam : -

Masalah khusus : pasien merasa tidak nyaman karena kakinya tertindih dan
terpasang kateter

Nutrisi dan cairan

Asupan nutrisi : 3-4 kali/ hari nafsu makan : baik Diet : TKTP

Asupan cairan : 1300 cc

Masalah khusus : -

Keadaan mental

Adaptasi psikologis : klien mengatakan mereka takut pengalaman melahirkan preterm


terulang lagi

Penerimaan terhadap kehamilan : menerima

Pola hidup yang meningkatkan resiko kehamilan : -

Obat- obatan yang dipakai saat ini : dovadilon 2x1, asam mefenamat 3x1, RL 500cc

Hasil pemeriksaan penunjang

(18 Maret 2015)

Urinalisis : bakteri (-)

Hb : 11.2

Het : 34,3

Leukosit : 11, 79

Eosinofil : 7

Limfosit : 14,2

Monosit : 10,7

Foto thorax : NST reaktif

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN

Masalah : klien mengeluh tidak nyaman dengan terpasangnya kateter, klien juga takut
pengalaman melahirkan preterm terulang kembali

DX medis : PPI dan APB

10
2. ANALISA DATA
Analisa data etiologi Problem
DS : Usia kehamilan 28-30 Resiko Infeksi
 Usia Kehamilan antara minggu
28-30 minggu ↓
DO : Placenta Letak Rendah,
 Datang ke RS 4 Hari lalu Posisi kepala belum pada
dengan keluhan leopold I
perdarahan pada vagina ↓
 Sejak 4 hari lalu sampai PPI
saat ini pasien terpasang ↓
kateter ± 1300 cc Perdarahan vagina
 Placenta letak rendah ↓
 Posisi kepala belum di MRS 4 hari terpasang
leopold I kateter ±1300 cc

↑kontak dengan
mikroorganisme

Resiko Infeksi
DS : Usia kehamilan 28-30 Defisiensi pengetahuan
 Usia Kehamilan antara minggu
28-30 minggu ↓
 Mengeluh pegal dengan Placenta Letak Rendah,
posisi miring kiri Posisi kepala belum pada
 Menanyakan kenapa leopold I
harus miring ke arah kiri ↓
 Mengetahui tentang PPI
keadaan placenta letak ↓
rendah tetapi Mengaku Perdarahan vagina
tidak memahami keadaan ↓
tersebut MRS 4 hari terpasang
DO : kateter ±1300 cc
 Datang ke RS 4 Hari lalu ↓
dengan keluhan Posisi harus selalu miring
perdarahan pada vagina ke kiri
 Sejak 4 hari lalu sampai ↓
saat ini pasien terpasang Selalu menindih kaki kiri
kateter ± 1300 cc dengan BB di atas normal

 Placenta letak rendah
Mengeluh pegel, dan tidak
 Posisi kepala belum di
nyaman
leopold I

 Posisi harus selalu miring Terlihat sering tidak miring
ke kiri ke arah kiri
 Pasien mengeluh miring ↓
ke kiri tidak nyaman Defisiensi pengetahuan
karena kaki kiri terus
tertindih dengan faktor
pemberat BB diatas
normal
 Terlihat sering tidak
miring kiri
DS : Punya riwayat persalinan Ansietas
 Usia Kehamilan antara preterm pada anak
pertama, premature 6 bulan

11
28-30 minggu dan meninggal setelah
 Punya riwayat persalinan hidup 12 hari
preterm sebelumnya ↓
Saat ini Usia kehamilan
 Anak pertama premature 28-30 minggu
6 bulan, dan meninggal ↓
setelah hidup 12 hari. Placenta Letak Rendah,
 Mengatakan takut Posisi kepala belum pada
kehilangan pada leopold I
kehamilan saat ini karena ↓
PPI
riwayat pernah gagal pada

kehamilan pertama Perdarahan vagina

Menyatakan takut gagal
DO :
pada kehamilan saat ini
 Datang ke RS 4 Hari lalu

dengan keluhan
Ansietas
perdarahan pada vagina
 Sejak 4 hari lalu sampai
saat ini pasien terpasang
kateter ± 1300 cc
 Placenta letak rendah
 Posisi kepala belum di
leopold I

3. RENPRA SESUAI PRIORITAS

Resiko Infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan INFECTION CONTROL


dengan prosedur invasif keperawatan selama 1x24
jam resiko infeksi berkurang  beritahu klien tentang
dengan kriteria hasil: tanda dan gejala infeksi
dan segera melaporkan
RISK CONTROL ke tenaga kesehatan
 Monitor kebiasaan  memeriksa
pasien yang bisa TTV klien secara
menimbulkan resiko berkala
 membangun strategi
mengontrol resiko yang Perineal Care
efektif
 memahami faktor resiko  Mengutamakan
 TTV kebersihan
 membersihkan seluruh
area perineal secara
berkala
 menjaga
pasien selalu dalam
posisi yang nyaman

Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Anxiety reduction


perubahan dalam status keperawatan selama 1x 60 (penurunan kecemasan)
kesehatan menit diharapakan  Gunakan pendekatan
kecemasan klien dapat yang menenangkan
berkurang dengan kriteria  Jelaskan semua
hasil : prosedur dan apa yang

12
 Klien mampu dirasakan selama
mengidentifikasi dan prosedur
mengungkapkan gejala  Temani pasie untuk
cemas memberikan rasa aman
 Mengidentifikasi, dan mengurangi rasa
mengungkapkan dan takut.
menunjukkan teknik  Dorong keluarga untuk
untuk mengontrol selalu menemani
cemas pasien
 Vital sign dalam batas  Dengarkan keluhan
normal pasien dengan penuh
 Postur tubuh, ekspresi perhatian
wajah, bahasa tubuh dan  Dorong pasien untuk
tingkat aktifitas mengungkapkan
menunjukkan perasaan, ketakutan
berkurangnya dan persepsi
kecemasan.  Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
 Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Teaching Disease Process
keperawatan selama 2x24
jam pengetahuan klien  Kaji pengetahuan klien
meningkat dengan kriteria terkait penyakit nya
hasil:  Jelaskan etiologi dan
 mengetahu proses suatu faktor yang
penyakit berkontribusi
 Penyebab dan faktor  Jelaskan rasional dari
yang berkontribusi management
 Penanganan untuk pengobatan
penyakit  Berikan informasi ke
 Keuntungan dari keluarga terkait
manjemen pengobatan keadaan pasien
 Efek penyakit terhadap  Beritahukan ke pasien
psikososial klien atau keluarga untuk
segera melaporkan ke
tenaga kesehatanjika
ada tanda gejala yang
mucul

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
KEPERAWATAN MATERNITAS

Nama Ruangan RM.No


No Tgl &Jam IMPLEMENTASI EVALUASI
Dx
1 24 -03-2015  Menjelaskan ke klien untuk S:
13.30 menajaga kebersihan diri dan  Klien mengatakan akan menjaga
pakaian kebersihan diri dan pakaian
 Menanyakan ke klien tentang  Klien mengatakan merasa

13
Resiko BAK setelah kateter dilepas nyaman setelah kateter dilepas
Infeksi  memeriksa TTV klien O:
 menjelaskan ke klien tentang TTV : TD 110/80 mmHg, Nadi : 91
tanda dan gejala infeksi x/mnt, Suhu 36,4 C, BAK: 4x, Minum
(intervensi di hentikan karena 900 cc
kateter sudah dilepas dan klien
akan pulang) A:
Masalah teratasi seluruhnya

P:
Seluruh intervensi dihentikan
2 24-3-2015  Menjelaskan ke klien apa S:
13.30 maksud dari plasenta letak  klien mengatakan paham tentang
Ansietas rendah plasenta letak rendah
 menganjurkan pasien untuk  klien mengatakan paham dan
banyak beristirahat dan benyak harus banyak istirahat dan
berdoa serta tidak banyak mengurangi stress
pikiran  klien mengatakan paham tentang
 menjelaskan tentang makanan makanan sehat
sehat dan apa yang seharusnya  klien paham dan mengatakan
di konsumsi tidak akan melakukan pekerjaan
 menjelaskan ke pasien pola yang berat
aktivitas di rumah, dan tidak  klien mengatakan paham kapan
mengerkana pekerjaan yang harus kembali ke rumah sakit
berat  klien mengatakan akan selalu
 Menjelaskan pada klien kapan kontrol sesuai jadwal
harus kembali ke RS
 Menjelaskan ke klien untuk
kontrol sesuai jadwal O:
Klien tampak tenang, keluarga tampak
mendukung klien

A:
Masalah teratasi sebagian

P: Hentikan intervensi

3 24-3-2015  Menjelaskan ke ibu pentingnya S:


13.30 miring ke kiri  pasien paham tentang pentingnya
Defisiensi  menjelaskan efek jika tidak miring kiri
pengetahuan miring kiri  klien paham apa yang terjadi jika
 Mengionformasikan kondisi tidak miring kiri
umum janin  klien mengatakan lega tentang
 menjelaskan tentang persiapan kondisi janinnya
pulang  Klien mengatakan paham tentang
persiapan pulang

O:-

A:
Masalah teratasi seluruhnya

P:
Hentikan intervensi

14
Daftar Pustaka

Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th ed.Saunders.

Jafferson Rompas. 2004. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14511Persalinanpreterm.pdf/


145.30

Wiknjosastro, H. ;2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono


Prawirohardjo.

Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran


Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

15

Anda mungkin juga menyukai