Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN PADA PERSALINAN PREMATUR POSTMATUR IUGR

DAN IUFD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan dalam lamanya kehamilan yang meliputi kelahiran prematur dan
postmatur masih banyak terjadi di Indonesia.Hal ini tentu saja disebabkan oleh
berbagai sebab, dan membawa dampak yang cukup serius bagi ibu dan janin yang ada
di dalam kandungan ibu.
Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi
preterm/prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas pada organ
– organ pada bayi baru lahir seperti, paru, otak, dan gastrointestinal.Begitu pula pada
kehamilan postterm, kehamilan postterm sangat berpengaruh terutama bagi janin, hal
ini berkaitan dengan kurangnya makanan dan oksigen untuk janin.
Kelainan lain yang juga terjadi di Indonesia adalah intra uterine fetal
growth retardation atau yang akrab disebut pertumbuhan janin terhambat.
Pertumbuhan janin terhambat kini merupakan suatu entitas penyakit yang
membutuhkan perhatian bagi kalangan luas, karena dapat menyebabkan kematian
.dalam jangka panjang terdapat dampak berupa hipertensi, stroke, diabetes, dan
berbagai macam penyakit yang dapat dialami oleh janin kelak. Hal ini disebut Barker
hipotesis yaitu penyakit pada orang dewasa telah terprogram sejak dalam uterus.
Dampak jangka pendek yang paling banyak ditemukan akibat dari kelainan
– kelainan di atas adalah kematian janin. Menurut WHO dan The American College
of Obstetricians and Gynecologist yang disebut kematian janin adalah janin yang
mati di dalam Rahim dengan berat 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
Rahim dalam usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
“Bagaimanakah defenisi, etiologi, diagnosis, patofisiologi, gejala, penanganan,
komplikasi dan asuhan kebidanan pada persalinan premature, postmatur, IUGR dan
IUFD?

1.3. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui defenisi, etiologi, diagnosis, patofisiologi, gejala,


penanganan, komplikasi dan asuhan kebidanan pada persalinan premature, postmatur,
IUGR dan IUFD

1.4. Manfaat Penulisan


Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswi tentang kelainan lamanya
kehamilan dan kematian janin.

1.3 Ruang Lingkup

Seperti yang kita ketahui Kelainan lamanya kehamilan dan kematian janin
adalah kejadian yang sering ditemui oleh karena itu penulis akan mencoba mengulas
tentang penyebab, pengelolaan, penanganan, dan pencegahan kelainan lamanya
kehamilan dan kematian janin.

1.4 Metode Penulisan


Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan dan
mengumpulkan bahan – bahan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan
kelainan lamanya kehamilan dan kematian janin.

BAB II
TINJAUAN MATERI

2.1 Kelainan lamanya kehamilan

2.1.1 Premature
A. Definisi
Persalinan prematur didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi sebelum
usia kehamilan lengkap 37 minggu atau 259 hari kehamilan (Beck, 2010).
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu (Goldenberg, 2008).
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu (antara 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu) atau dengan berat
janin kurang dari 2500 gram (Prawirohardjo, 2007).
Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi ketika usia kehamilan
belum mencapai 37 minggu. Persalinan prematur merupakan masalah yang selalu
menjadi perhatian karena menjadi salah satu penyebab utama kematian neonatal.
Persalinan prematur menjadi penyebab tingginya angka kematian bayi karena kondisi
bayi yang masih lemah. Bayi yang lahir prematur juga memiliki risiko tinggi
memiliki cacat neurologis bawaan, termasuk cerebral palsy, cacat penglihatan dan
gangguan kecerdasan, terutama bila usia kehamilan di bawah 32 minggu. Bayi
tersebut juga berisiko tinggi untuk masalah kesehatan jangka panjang, termasuk
penyakit kardiovaskular (serangan jantung, stroke, dan tekanan darah tinggi) dan
diabetes. (http://majalahkesehatan.com/sekilas-tentang-persalinan-prematur/)

B. Etiologi
1. Rahim yang berkembang terlalu cepat karena ada lebih dari satu janin di
dalamnya atau karena jumlah air ketuban terlalu banyak
2. Inkompetensi leher rahim (leher rahim tidak menutup dengan rapat)
3. Pecahnya membran yang menahan air ketuban (pecah ketuban) terlalu dini
4. Infeksi saluran kencing pada ibu
5. Ibu bekerja terlalu keras, mengalami stress, menderita anemia atau kurang gizi.
C. Patofisiologi
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor
atau minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dari 2 kali.
Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau
memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada
trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi
abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor
atau bila ada 2 atau lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya. (Kapita
selekta, 2000 : 274)
(http://prematurenicu.wordpress.com/2012/12/08/angka-kejadian-kelahiran-prematur-
di-indonesia-dan-dunia/)

D. Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan
preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar – benar
merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai
ancaman persalinan preterm, yaitu:
1. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 – 8 menit sekali atau 2 – 3 kali dalam
waktu 10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah ( low back pain )
3. Perdarahan bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan
penipisan 50 – 80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
8. Terjadi pada usia kehamilan 22 – 37 minggu.
(http://mahdalenaendang.blogspot.com/2012/06/makalah-prematur.html

E. Gejala
1. Kontraksi setiap 10 menit atau lebih sering dalam satu jam (lima atau lebih
kontraksi rahim dalam satu jam)
2. Kram seperti menstruasi yang dirasakan di perut bagian bawah yang terjadi terus-
menerus atau hilang-timbul. Kram perut ini bisa terjadi dengan atau tanpa diare
3. Nyeri punggung bawah yang terasa di bawah pinggang yang terjadi terus-menerus
atau hilang-timbul
4. Tekanan panggul yang terasa seperti bayi mendorong ke bawah
5. Cairan encer yang keluar dari vagina. Cairan vagina meningkat jumlahnya atau
berubah warna. (http://www.sayangbunda.com)

F. Penanganan
Menjadi pemikiran pertama pada pengelolaan persalinan preterm adalah :
apakah ini memenga persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebabnya dan
menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris, ataupun
ultrasonografi meliputi pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion,
presentasi dan keadaan janin/ kelainan kongenital. Bila proses persalinan kurang
bulan masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan segala upaya
pencegahan, maka dipertimbangkan :
1. Seberapa besar kemampuan (dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis kesehatan
anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi preterm atau berapa persen yang akan
hidup menurut berat dan usia gestasi tertentu.
2. Bagaiman persalinan berakhir
3. Komplikasi yang akan timbul, misalnya perdarahan otak, atau sindroma gawat
napas
4. Pendapat pasien dan keluarga
5. Dana yang diperlukan
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor :
1. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana
selaput ketuban sudah pecah.
2. Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan telah mencapai 4
cm.
3. Umur kehamilan. Makin muda kehamilan, upaya pencegahan makin perlu
dilakukan.
4. Penyebab atau komplikasi persalinan preterm
5. Kemampuan neonatal intensive care facilities
Beberapa langkah yag dapat dilakukan pada persalinan preterm, terutama mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah :
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan memberikan tokolisis
2. Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid, dan
3. Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.

G. Komplikasi
1. Sindroma gawat pernafasan (penyakit membran hialin).
Paru-paru yang matang sangat penting bagi bayi baru lahir.Agar bisa
bernafas dengan bebas, ketika lahir kantung udara (alveoli) harus dapat terisi oleh
udara dan tetap terbuka.Alveoli bisa membuka lebar karena adanya suatu bahan yang
disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh paru-paru dan berfungsi menurunkan
tegangan permukaan.
Bayi prematur seringkali tidak menghasilkan surfaktan dalam jumlah
yang memadai, sehingga alveolinya tidak tetap terbuka.Diantara saat-saat bernafas,
paru-paru benar-benar mengempis, akibatnya terjadi Sindroma Distres Pernafasan.
Sindroma ini bisa menyebabkan kelainan lainnya dan pada beberapa
kasus bisa berakibat fatal.Kepada bayi diberikan oksigen; jika penyakitnya berat,
mungkin mereka perlu ditempatkan dalam sebuah ventilator dan diberikan obat
surfaktan (bisa diteteskan secara langsung melalui sebuah selang yang dihubungkan
dengan trakea bayi).
2. Ketidakmatangan pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan gangguan refleks
menghisap atau menelan, rentan terhadap terjadinya perdarahan otak atau serangan
apneu.
Selain paru-paru yang belum berkembang, seorang bayi prematur juga
memiliki otak yang belum berkembang.Hal ini bisa menyebabkan apneu (henti
nafas), karena pusat pernafasan di otak mungkin belum matang.Untuk mengurangi
mengurangi frekuensi serangan apneu bisa digunakan obat-obatan.
Jika oksigen maupun aliran darahnya terganggu.otak yang sangat tidak
matang sangat rentan terhadap perdarahan (perdarahan intraventrikuler).atau cedera .
3. Ketidakmatangan sistem pencernaan menyebabkan intoleransi pemberian
makanan.Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil mungkin akan membatasi
jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga pemberian susu yang terlalu banyak
dapat menyebabkan bayi muntah.Pada awalnya, lambung yang berukuran kecil
mungkin akan membatasi jumlah makanan/cairan yang diberikan, sehingga
pemberian susu yang terlalu banyak dapat menyebabkan bayi muntah.
4. Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental).
5. Jaundice.
Setelah lahir, bayi memerlukan fungsi hati dan fungsi usus yang normal
untuk membuang bilirubin (suatu pigmen kuning hasil pemecahan sel darah merah)
dalam tinjanya. Kebanyakan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur, memiliki
kadar bilirubin darah yang meningkat (yang bersifat sementara), yang dapat
menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Peningkatan ini terjadi karena fungsi hatinya masih belum matang dan
karena kemampuan makan dan kemampuan mencernanya masih belum sempurna.
Jaundice kebanyakan bersifat ringan dan akan menghilang sejalan dengan perbaikan
fungsi pencernaan bayi.
6. Infeksi atau septikemia.
Sistem kekebalan pada bayi prematur belum berkembang
sempurna.Mereka belum menerima komplemen lengkap antibodi dari ibunya
melewati plasenta (ari-ari).
Resiko terjadinya infeksi yang serius (sepsis) pada bayi prematur lebih tinggi.Bayi
prematur juga lebih rentan terhadap enterokolitis nekrotisasi (peradangan pada usus).
7. Anemia
8. Bayi prematur cenderung memiliki kadar gula darah yang berubah-ubah, bisa tinggi
(hiperglikemia maupun rendah (hipoglikemia)
9. Perkembangan dan pertumbuhan yang lambat.
10. Keterbelakangan mental dan motorik.

H. Asuhan Kebidanan
 Memberi nutrisi. Memberi kebutuhan nutrisi pada ibu berupa makanan dan
minuman.
 Memantau dan mengukur tanda-tanda vital.
 Memberikan lingkungan yang baik agar bayi tetap hangat (suhu bayi harus
36°C – 37°C) dengan memasukkan bayi kedalam inkubator.
 Menjaga agar saluran nafas bagian atas tetap bebas dengan memperhatikan
posisi bayi dan pengisapan lendir jalan nafas secara berkala.
 Ajarkan dan anjurkan ibu untuk bergerak sedikit, miring ke kiri dan kanan,
duduk dan berjalan (mobilisasi dini).
 Anjurkan ibu untuk makan dan minum.
 Libatkan suami dan keluarga dalam perawatan ibu.

2.1.2 Kehamilan Postmatur


A. Definisi
Kehamilan post term adalah kehamilan yang berlangsung > 40 minggu
dihitung menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Kehamilan post
matur menurut Prof.Dr. dr. Sarwono Prawirohardjo adalah kehamilan yang melewati
294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap dihitung dari HPHT.

B. Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui. Beberapa teori yang dikemukakan:
I. Penurunan kadar estrogen
Pada kehamilan normal kadar estrogen umumnya tinggi,dan dengan usia
kehamilan yang makin bertambah menyebabkan membran janin khususnya menjadi
kaya akan dua jenis glikofosdfolipid yaitu fosfatililinosipol dan fosfatililetinolamin,
yang keduanya mengandung arakidonat pada posisi-sn-2. Janin manusia tampaknya
memicu persalinan melalui mekanisme tertentu yang belum dipahami dengan jelas,
sehingga terjadi pemecahan arakidonat dari kedua senyawa glikofosfolipid ini ,
dengan demikian arakidonat tersedia untuk konversi menjadi PGE-2 dan PGE-2 yang
selanjutnya akan menstimulasi penipisan serviks dan kontraksi ritmik uterus yang
menjadi ciri khas persalinan normal.
Kadar Progesteron yang tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan, sehingga uterus kurang peka terhadap oksitosin

II. Faktor stress


Nwosu dkk.menemukan perbedaan dalam rendahnya kadar kortisol dalam
darah bayi sehingga disimpulkan kerentanan terhadap steress merupakan faktor tidak
timbulnya his selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.

C. Patofisiologi
1) Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput,
mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan
maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali
pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biaanya cukup panjang. Biasanya
bayi postmatur tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang
turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi postmatur Clifford
mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa
bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak.
Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu
masing-masing belum dapat ditentukan dengan pasti. Syndrome ini terjadi pada
sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada
44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan
kemungkinan postmaturitas.
2) Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada
kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada apgar skor
dan gas darah tali pusat yang abnormal pada bayi ini,
bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang sudah posterm.
Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar
biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi
plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun
kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu.

3) Gawat janin dan Oligohidramnion


Alasan utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan
diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap
gawat janin intrapartum, terutama bila disertai dengan ologohidramnion.
Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati
42 minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan
amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental
yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.

4) Pertumbuhan janin terhambat


Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang
seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Divon dkk,. (1998) dan
Clausson., (1999) telah menganalisis kelahiran pada hampir 700.000 wanita antara
1987 sampai 1998 menggunakan akte kelahiran medis nasional swedia. Bahwa
pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia gestasi 42 minggu
atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.
Morniditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang
mengalami hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang
terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan
pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini.
5) Serviks yang tidak baik
Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang
karena pada wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang
belum berdilatasi. Dilatasi serviks adalah indicator prognostic yang penting untuk
keberhasilan induksi dalam persalinan.

D. Diagnosa
Dengan mengetahui hari pertama menstruasi maka kita akan dapat menentukan:
 Perhitungan kemungkinan waktu persalinan menurut Naegle
 Hasil pemeriksaan antenatal berupa :
 Janin besar untuk masa kehamilan (BMK)
 Janin kecil untuk masa kehamilan (KMK)
 Janin sama besarnya untuk masa kehamilan (SMK)
 Melalui perkiraan tahap aktivitas janin dalam rahim yang (sudah baku)
 Menggunakan ultrasonografi untuk memperkirakan berat, waktu persaliunan,
menentukan biofisik profil janin, kesejahteraan intraureti. USG, Ukuran diameter
bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban
 Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian
distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter bipariental 9,8 cm atau
lebih.
 Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan amniosentesis, baik
transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel
kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air
ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel yang mengandung
lemak akan berwarna jingga. Bila :
 Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu
 Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu
 Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena
dikeruhi mekonium.
 Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta
 Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin
terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin
janin akan berbahaya dalam kandungan.
 Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
 Pemeriksaan PH darah kepala janin
 Pemeriksaan sitologi vagina
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)
Kita sering kali sukar menetapkan diagnosis kehamilan
sirotinus,khususnya di Negara berkembang tetapi dapat di gunakan beberapa Kriteria
berikut:
1. Detak jantung Janin mulai terdengar
2. Fondoskop pada minggu 18
3. Dopller pada minggu 12
4. Quickening terasa mulai minggu 18
5. Fundus uteri setinggi pusat pada minggu 20
6. Dendang memeriksakan USG perkiraan usui kehamilan akan lebih tepat untuk
kehamilan trimester I dan II, sedangkan pada Trimester III sering kurang cepat.
Kenyataan ini sering terjadi oleh karena pertumbuhan janin dalam rahim tidak tetap
artinya bukan merupakan pertumbuhan linier.
Perubahan yang mendasar yang terjadi pada kehamilan sirotinus atau
postmatur bersumber dari kemampuan plasenta untuk memberikan nutrisi dan
oksigen serta kemampuan fungsi lainya, dan dapat menyebabkan keadaan sebagai
berikut:
1. Jika fungsi plasenta masih cukup baik dapat menyebabkan:
2. Tumbuh kembang janin berlangsung terus,sehingga berat badan terus bertambah
sekalipun lambat,dapt mencapai lebih dari 4000-4500gr yang di sebut dengan bayi
makrosomia.

E. Gejala
Gambaran fisik bayi post-matur:
 Panjangnya cukup umur, tetapi berat badannya rendah sehingga tampak kurus
 Matang, berada dalam keadaan siaga
 Lemak di bawah kulitnya sedikit sehingga kulit pada lengan dan tungkainya tampak
menggelambir
 Kulitnya kering dan mengelupas
 Kuku jari kaki dan kuku jari tangannya panjang
 Kuku jari kaki, kuku jari tangan dan pusarnya berwana kehijauan atau kecoklatan
karena mekonium (tinja pertama bayi).
(http://runtah.com/penyebab-dan-gejala-postmaturitas-kelahiran-janin-usia-tua/)

F. Penanganan
 Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-
baiknya.
 Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu
dengan pengawasan ketat
 Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang
boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.Bila :
 Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam Rahim
 Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
 Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
 Pada kehamilan > 40-42 minggu
Maka ibu dirawat di rumah sakit :
 Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada
 Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
 Pembukaan yang belum lengkap,
 persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau pada primigravida tua,
 kematian janin dalam kandungan,
 pre-eklampsia,
 hipertensi menahun,
 anak berharga (infertilitas) dan
 kesalahan letak janin.
Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat
merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan kemungkinan diproporsi
sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur
lebih peka terhadap sedatif dan narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi.

G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmatur hipoksia ;
1. Hipovolemia
2. Asidosis
3. Sindrom gawat napas
4. Hipoglikemia
5. Hipofungsi adrenal.
Persalinan janin makrosomia pervaginam akan menimbulkan trauma pada
bayi dan maternal yang makin tinggi
 Komplikasi trauma pada janin atau bayi
 Asfiksia karena terlalu lama terjepit
Truma akibat tindakan oprasi yang di lakukan pervaginam dengan bentuk
trias komplikasi:
 Infeksi
 Asfiksia
 Trauma langsung dan perdarahan
 Komplikasi maternal “trias komplikasi”
Trauma langsung persalinan pada jalan lahir:
 Robekan luas
 Fistula rekto-vasiko vaginal
 Ruptura perineum tingkat lanjut
 Infeksi karena terbukanya jalan halir secara luas senghingga mudah terjadi
kontaminasi bacterial.
Perdarahan:
 Trauma langsung jalan lahir
 Atonia uteri
 Retentio Plasenta

H. Asuhan Kebidanan
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu Supaya Ibu mengerti keadaannya.
2. Pasien tidur miring sebelah kiri
3. Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin
4. Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal
5. Perhatikan jalannya persalinan
6. Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan
hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi dan polisitemi
7. Anjurkan Ibu untuk melakukan persalinan di rumah sakit agar Ibu mendapatkan
pertolongan persalinan yang adekuat.
8. Rujuk Ibu ke Rumah Sakit agar Ibu mendapatkan pertolongan persalinan oleh
tenaga yang lebih ahli
(Dikutip dari Buku Maternal dan Neonatal, 2002)

1.1.3 Pertumbuhan Janin terhambat (IUGR)


A. Definisi
Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10%
dari berat yang harus dicapai paa usia kehamilan tertentu. Biasanya perkembangan
yang terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan.

B. Etiologi
 Faktor ibu, golongan faktor ibu merupakan penyebab yang terpenting
 Penyakit hipertensi (kelainan vaskular ibu).
 Kelainan uterus.
 Kehamilan kembar.
 Ketinggian tempat tinggal.
 Keadaan gizi.
 Perokok.

 Faktor anak.
 Kelainan kongenital.
 Kelainan genetic
 Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH (toksoplasma, rubela,
sitomegalovirus, dan herpes).
Infeksi intrauterin adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan intrauterin.
Banyak tipe seperti pada infeksi oleh TORCH (toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, dan herpes simplex) yang bisa menyebabkan hambatan
pertumbuhan intrauterin sampai 30% dari kejadian.
Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa mengurangi berat badan lahir
bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir sebelum terkena
infeksi itu. Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada
janin
tanpa kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga
pertumbuhan janin menjadi subnormal atau dismatur.

 Faktor plasenta
Penyebab faktor plasenta dikenal sebagai insufisiensi plasenta.Faktor
plasenta dapat dikembalikan pada faktor ibu, walaupun begitu ada beberapa kelainan
plasenta yang khas seperti tumor plasenta. Sindroma insufisiensi fungsi plasenta
umumnya berkaitan erat dengan aspek morfologi dari plasenta.
Pengertian dasar dari sindroma insufisiensi plasenta menunjukkan adanya
satu kondisi kegawatan janin yang bisa nyata selagi masih dalam masa kehamilan
(insufisiensi kronik) atau dalam masa persalinan (insufisiensi akut) sebagai akibat
gangguan pada fungsi plasenta. Dipandang dari sudut kepentingan janin sebuah
plasenta mempunyai fungsi-fungsi yaitu : respirasi, nutrisi, ekskresi, sebagai liver
sementara (transient fetal liver), endokrin dan sebagai gudang penyimpanan dan
pengatur fungsi metabolisme.
Dalam klinis fungsi ganda ini tidak dapat dipisah-pisahkan dengan nyata,
yang dapat dikenal hanyalah tanda-tanda kegagalan keseluruhannya yang bisa nyata
dalam masa hamil dan menyebabkan hambatan pertumbuhan intrauterin atau
kematian intrauterin, atau menjadi nyata dalam waktu persalinan dengan timbulnya
gawat janin atau hipoksia janin dengan segala akibatnya.

C. Patofisiologi
a. Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan
Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas dipengaruhi oleh
makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa kondisi kekurangan nutrisi
sebelum implantasi bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan
nutrisi pada awal kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang
simetris. Hal sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada kondisi
hiperglikemia pada kehamilan lanjut
b. Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan
Defisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta, tapi bisa juga
terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai kompensasi. Didapati ukuran
plasenta yang luas.
c. Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan
Terjdi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi interaksi antara
j anin dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung pada lamanya
kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan pertumbuhan dan kembali
meningkat jika nutrisi yang diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin telah
terjadi proses perlambatan pertumbuhan yang irreversibel.
(http://anotebookmidwifemcb.wordpress.com/iugr/)

D. Diagnosa
Identifikasi janin yang tumbuh tidak sesuai masih menjadi
tantangan.Masalah ini digarisbawahi oleh kenyataan bahwa identifikasi seperti itu
tidak selalu mungkin dilakukan bahkan di ruang perawatan sekalipun.Bagaimanapun
juga, ada teknik klinis sederhana dan teknologi yang lebih kompleks yang terbukti
bermanfaat untuk membantu menyingkirkan dan mendiagnosis pertumbuhan janin
terhambat. Beberapa teknik yang banyak digunakan serta yang potensial digunakan
sebagai berikut:
1. Pengukuran tinggi fundus uteri.
Pengukuran tinggi fundus uteri yang dilakukan secara serial dan cermat
selama kehamilan adalah metode penapisan yang sederhana, aman, tidak mahal, dan
cukup akurat untuk mendeteksi banyak janin yang kecil untuk masa kehamilan
(Gardosi dan Francis, 1999).1 Kekurangannya yang utama adalah ketidak
tepatannya.Jensen dan Larsen (1991) serta Walvaren dkk.(1995) menemukan bahwa
pengukuran simfisis-fundus membantu mengidentifikasi hanya 40 persen bayi-bayi
seperti itu.Jadi, bayi yang kecil untuk masa kehamilan dapat terlewatkan atau
terdiagnosis berlebihan. Meskipun demikian, hasil-hasil ini tidak mengurangi
pentingnya pengukuran fundus yang dilakukan secara cermat sebagai cara penapisan
sederhana.

2. Pemeriksaan dengan ultrasonografi


Bila terduga telah ada hambatan pertumbuhan janin misalnya karena pada
kehamilan itu terdapat faktor-faktor risiko seperti hipertensi, pertambahan berat
badan ibu hamil tidak mencukupi, atau tinggi fundus uteri jauh tertinggal atau ibu
hamil dengan diabetes melitus dengan komplikasi vaskuler, pemeriksaan lanjutan
dengan uji yang lebih sensitif perlu dilakukan untuk konfirmasi. Kriteria
ultrasonografi untuk pertumbuhan janin terhambat terutama peningkatan rasio
panjang femur dari lingkaran perut, peningkatan lingkar kepala dari lingkar perut dan
oligohidramnion. Telah diketahui ada korelasi yang baik antara pengukuran tinggi
fundus uteri dengan beberapa antropometri janin seperti diameter biparietal (DBP)
atau lingkaran perut (LP) janin (r = 0,8).
Pemeriksaan dengan ultrasound real-time akan bisa membedakan hambatan
pertumbuhan intrauterin asimetri dengan hambatan pertumbuhan intrauterin simetri,
selain dari itu dapat pula mengukur berat janin, gangguan pertumbuhan kepala (otak),
kelainan kongenital dan olighidramnion. Jika usia kehamilan dapat diketahui dengan
pasti, maka beberapa antropometri janin seperti DBP, lingkaran kepala (LK), panjang
femur, dan LP akan dapat memberikan kontribusi menguatkan diagnosis hambatan
pertumbuhan intrauterin dan menetapkan beratnya atau tingkat gangguan
pertumbuhan. DBP kepala janin baik sekali sebagai alat bantu menetapkan usia
kehamilan dalam trimester kedua karena kesalahannya relatif sangat kecil pada waktu
ini, dan terdapat korelasi yang dekat sekali antara DBP dengan usia kehamilan.
Bila diagnosis hambatan pertumbuhan intrauterin telah ditegakkan, maka
pengukuran DBP akan menolong memonitor pertumbuhan otak janin dan mencegah
disfungsi susunan saraf pusat yang terjadi bilamana pertumbuhan DBF tidak
bertambah lagi.

3. Penilaian volume cairan ketuban


Pada hambatan pertumbuhan intrauterin terutama pada kehamilan yang
berlatar belakang hipertensi sering disertai oligohidramnion.Oligohidramnion bisa
berakibat tali pusat terjepit dan kematian janin dapat terjadi dengan tiba-tiba.
Oleh sebab itu penilaian volume cairan ketuban perlu dipantau dari minggu
keminggu dengan pesawat ultrasonografi. Penilaian volume cairan ketuban dengan
ultrasonografi bisa dengan cara mengukur kedalaman cairan ketuban yang paling
panjang pada satu bidang vertikal atau bisa juga dengan cara menghitung indeks
cairan ketuban. Pada cara pertama, jika kedalaman cairan ketuban yang terpanjang
kurang dari pada 2 cm, adalah merupakan tanda telah ada oligohidramnion dan janin
yang sedang mengalami kegawatan, kehamilan perlu segera diterminasi.
Sebaliknya jika panjang kolom dari cairan ketuban berukuran > 8 cm
merupakan tanda telah ada polihidramnion. Pada cara kedua, uterus dibagi dalam 4
kuadran melalui bidang sagital dan vertikal yang dibuat keduanya melalui pusat.
Kolom cairan ketuban yang terpanjang dari tiap kuadran dijumlahkan.Bila
penjumlahan panjang kolom cairan ketuban itu < 5 cm, merupakan tanda telah ada
oligohidramnion.Bila panjangnya berjumlah antara 18 sampai 20 cm merupakan
tanda telah ada polihidramnion.

4. Pemeriksaan Doppler Velosimetri


Pemeriksaan Doppler velosimetri arteria umbilikalis bisa mengenal adanya
pengurangan aliran darah dalam tali pusat akibat resistensi vaskuler dari
plasenta.Ditandai dengan tidak ada atau berbaliknya aliran akhir diastolik yang
menunjukkan tahanan yang tinggi.Pada kelompok dengan rasio S/D (systolic and
diastolic ratio) yang tinggi > 3 terdapat angka kesakitan dan kematian perinatal yang
tinggi dan karenanya dianggap adalah indikasi untuk terminasi kehamilan.

5. Pemantauan kegiatan kerja jantung janin


Bila hambatan pertumbuhan intrauterin itu berlatar belakang kekurangan gizi
disebabkan kurang makan atau hambatan pertumbuhan intrauterin itu karena ibu
merokok jarang sekali bisa menyebabkan kematian janin. Untuk maksud ini
dilakukan pemeriksaan contraction stress test (CST) atau uji beban kontraksi setiap
minggu dengan menginfus oksitosin atau merangsang puting susu ibu untuk
membangkitkan kontraksi pada uterus. Pemeriksaan non-stress test (NST) atau uji
tanpa beban dua kali seminggu dikatakan lebih baik lagi untuk memantau kesehatan
janin terlebih bila bersama dengan pemeriksaan profil atau tampilan biofisik janin
yang dilakukan setiap minggu.

E. Gejala
 Gangguan pada uterus dan janin untuk tumbuh normal diatas periode 4 minggu.
 TFU paling sedikit kurang 2 cm dari harapan untuk jumlah terhadap usia
kehamilan dari pengukuran TFU sebelumnya.
 Kekurangan penambahan berat badan ibu.
 Gerakan janin yang kurang.
 Kekurangan volume cairan amnion.
 Lingkaran abdomen kecil (ukuran hepar yang kecil)
 Tungkai yang kurus (masa otot ↓)
 Kulit keriput ( lemak subkutis ↓)
(Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka.)
F. Penanganan
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang
mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah
membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah
ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-
pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.
Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung janin kecil,
diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu
dan riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan sebelumnya. Selain itu
diperlukan pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk
menegakkan taksiran usia gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang
didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia
gestasinya.Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut
mengandung janin PJT.
Tatalaksana kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada terapi yang paling
efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi
terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan
adalah :
1. PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera
dilahirkan
2. PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan
bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban)
atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan
a. Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom
serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan
nutrisi
yang baik. Tirah baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan
menambah 300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan
mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil dapat membantu
dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka
harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya
adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap
3-4 minggu
b. Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya
terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu
hamil
tidak adekuat maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat,
penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan
a. Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin
prematur.Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah
komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin
serta perawatan intensif neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan.
Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT karena
umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan
proses melahirkan.

G Komplikasi

1. Asfiksia perinatal
2. Persalinan operatif
3. Kematian perinatal
4. Hipoglikemia dan hipokalsemia neonatal
5. Peningkatan kejadian diabetes non-insulin dependent dan penyakit jantung
koroner

H. Asuhan Kebidanan
Pada Ibu :
a. setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi
dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik.
Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah
sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin
serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap 3-4minggu.

b. pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat


selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan.
Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif
neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan..

Pada Bayi :

1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin.


2. Memeriksa kadar gula darah dengan dextrostix jika hipoglikemi harus segera
diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibanding dengan bayi SMK
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi
mekonium.

1.1.4 Kematian Janin dalam kandungan (IUFD)


A. Definisi
keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan.Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau intra uterine fetal deadth
(IUFD), sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah
kehamilan 20 minggu.Sebelum 20 minggu :Kematian janin dapat terjadi dan biasanya
berakhir dengan abortus.
Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal
dalam rahim disebut missed abortion.Sesudah 20 minggu :Biasanya ibu telah
merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu dan seterusnya. Apabila wanita
tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian dalam rahim

B. Etiologi
 Perdarahan : plasenta previa dan solusio placenta
 Pre eklamsi dan eklamsi
 Penyakit-penyakit kelainan darah
 Penyakit-penyakit infeksi dan penyakit menular
 Penyakit-penyakit saluran kencing : bakteriuria, peelonefritis, glomerulonefritis
dan payah ginjal
 Penyakit endokrin : diabetes melitus, hipertiroid
 Kelainan kromosom
 Trauma saat hamil
 Kelainan bawaan janin
 Malnutrisi dan sebagainya.

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat
berkurang.Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil
atau kehamilan tidak seperti biasanya.Atau wanita belakangan ini merasakan
perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu
yang kurus.
3. Palpasi
Tinggi fundus > rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakanan
janin.Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala
janin.
4. Auskultasi
Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan Deptone akan terdengar DJJ.
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam
kandungan.
6. Rontgen Foto Abdomen
 Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin
 Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.
 Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
 Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
 Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
 Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
7. Ultrasonografi
Tidak terlihat DJJ dan gerakan-gerakan janin.

E. Gejala
1. Terhentinya pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
2. Terhentinya pergerakan janin

3. Terhentinya denyut jantung janin


4. Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
5. Perut tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin
6. Terhentinya perubahan payudara

F. Penanganan
 Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, tidak usah terburu-buru
bertindak, sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencapai kepastian
diagnosis.
 Biasanya selama masih menunggu ini, 70-90% akan terjadi persalinan yang
spontan.
 Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah
didiagnosis, partus belum mulai, maka wanita harus dirawat agar dapat dilakukan
induksi partus.
 Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian estrogen untuk mengurangi efek
progesteron atau langsung dengan pemberian oksitoxsin drip, dengan atau tanpa
amniotomi.

G. Komplikasi
 Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan
persalinan cukup bulan.
 Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
 Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung > 2 minggu.

H. Asuhan Kebidanan
- berikan dukungan mental dan spiritual pada ibu.
- berikan Penkes tentang pemberian makanan yang bergizi
- berikan Penkes tentang personal hygine.
- beri penjelasan kepada ibu kehamilan berikutnya untuk ANC yang teratur
- lakukan rujukan untuk kuretase
http://saswinblog3.blogspot.com/2012/04/016-akbid-asuhan-kebidanan-iufd.html

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Persalinan prematur didefinisikan sebagai persalinan dengan batas kehamilan
antara 26 minggu sampai 36 minggu
Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung > 40 minggu
dihitung menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.
Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10% dari
berat yang harus dicapai paa usia kehamilan tertentu.
Kematian Janin dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda
kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau
intra uterine fetal deadth (IUFD).

1.2 Saran
1. Para tenaga kesehatan terutama seorang bidan diharapkan memahami tentang
kelainan lamanya kehamilan dan kematian janin.
2. Bidan harus bisa mendeteksi kelainan lamanya kehamilan dan kematian janin, dan
merujuk pasien ke tempat yang benar.
3. Ibu hamil sebaiknya melakukan ANC rutin untuk dapat memantau adanya kelainan
pada kehamilannya sedini mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Dikutip dari Buku Maternal dan Neonatal, 2002


Manuaba, Ida Bagus Gde. 2000. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta: EGC
Arif Mansjoer Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Prawirohadjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka, Jakarta, Edisi keempat, 2008.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Chrisdiono M, Achadiat.2004.Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC
(http://majalahkesehatan.com/sekilas-tentang-persalinan-prematur/)
http://prematurenicu.wordpress.com/2012/12/08/angka-kejadian-kelahiran-prematur-
di-indonesia-dan-dunia/
http://www.sayangbunda.com
http://akbar-el-hamed.blogspot.com/2012/04/kelahiran-prematur.html)
http://www.g-excess.com/4603/kelahiran-postmatur-komplikasi-dan-penyulit-dalam-
kehamilan/
http://runtah.com/penyebab-dan-gejala-postmaturitas-kelahiran-janin-usia-tua/
http://fikriarista.blogspot.com/2010/10/pertumbuhan-janin-terhambat-pjt.html

Anda mungkin juga menyukai