Anda di halaman 1dari 27

RANGKUMAN MATERI ASKEB PERSALINAN DAN BBL

1. Penjahitan Tingkat 2
2. Penanganan kegawatdaruratan (persalinan)
3. Pemberian uterotonika

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
2017
PEMBERIAN UTEROTONIKA
Pengertian Uterotonika
Uterotonik adalah  zat yang meningkatkan kontraksi uterus. Uterotonik banyak
digunakan untuk induksi, penguatan persalinan, pencegahan serta penanganan perdarahan
post partum, pengendapan perdarahan akibat abortus inkompletikus dan penanganan aktif
pada Kala persalinan.Pemberian obat uterotonik adalah salah satu upaya  untuk mengatasi
pendarahan pasca persalinan atau setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama
sekali tidak dibolehkan sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah
untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu,
pemberian pencegahan dapat diberikan pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu. 
Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca
persalina. riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1.         Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2.         Grande multipara (lebih dari empat anak).
3.         Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4.         Bekas operasi Caesar.
5.         Pernah abortus sebelumnya.
Uterotonika adalah obat yang dapat meningkatkan kontraksi otot polos uterus. Banyak
obat memeperlihatkan efek oksitosik, tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup selektif
dab dapat berguna dalam praktek keperawatan. Obat yanng bermanfaat itu ialah
oxytocin(oksitosin) dan derivatnya, alkaloid ergot dan derivatnya, dan beberapa
prostaglandin semisintetik. Obat- obat tersebut memperlihatkan respons bertingkat (graded
respons) pada kehamilan, mulai dari kontraksi uterus spontan, ritmis sampai kontraksi tetani.
Meskipun obat ini mempunyai efek farmakodinamik lain, tetapi manfaat dan bahayanya
terutama terhadap uterus. Derivat prostaglandin merupakan obat yang baru dikembangkan
tahun tujuh puluhan. Pembicaraan di sini terbatas pada efek Prostaglandin E dan F terhadap
uterus serta penggunaannya sebagai abortivum, dan oksitosin untuk induksi partus. Bila
terjadi riwayat persalinan kurang baik,ibu sebaiknya melahirkan dirumah sakit,dan jangan di
rumah sendiri. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan atau kala II yang terlalu cepat, (ekstraksi vakum, atau forsep).
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, dan anak
besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inersia uteri primer dan sekunder.

Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin. Caranya,
disuntikkan intra muskuler atau intravena ( bila diinginkan kerja cepat ), setelah anak lahir.

B.       Macam-Macam Obat Uterotonika:

1. Alkaloid Ergot
Sumber alkaloid ergot ialah claviceps purpurea suatu jamur yang hidup sebagai parasit
dalam butir rye dan gandum, banyak terdapat di Eropa dan Amerika. Penyebaran penularan
terjadi melalui perantaraan serangga dan angin yang memindahkan spora ke kepala putik
yang sudah di buahi. Selanjutnya spora mengeluarkan miselium yang akan menembus putik,
kemudian membentuk jaringan padat berwarna ungu dan menjadi keras. Substansi ini
dinamai sklerosium. Sklerosium inilah yang merupakan sumber ergot. Zat- zat dalam ergot.
Ergot mengandung zat yang penting yaitu alkohol ergot dan zat lain seperti zat organik,
karbohidrat, gliserida, steroid, asam amino, amin dan basa amonium kuatener. Beberapa amin
dan basa memiliki efek farmakologi penting, misalnya histamin, tiramin, kolin, dan
asetilkolin. Jamur Claviceps purpurea dibiak in vitro, seperti jamur penghasil antibiotik.
Alkaloid ergot terdapat sebagai isomer 1 dan d.Isomer 1 merupakan zat aktif (penamaan
dengan akhiran -in), sedangkan isomer d tidak aktif sama sekali (penamaan dengan akhiran
-inin). Yang pertama merupakan alkaloid alam, sedangkan yang kedua merupakan hasil
perubahan oleh pengaruh zat kimia sewaktu isolasi. Alkaloid pertama yang berhasil di isolasi
dalam bentuk kristal dan aktif ialah ergotoksin, yang waktu itu dianggap sebagai alkaloid
murni. Sekarang terbukti bahwa ergotoksin merupakan campuran 4 zat, yaitu
ergokristin,ergokornin,α- ergokriptin, dan β- ergokriptin. Ergotamin. Ergotamin yang paling
kuat dari kelompok alkaloid asam amino yang aktif, dan ergotamin yang tidak aktif
merupakan alkaloid ergot murni yang pertama ditemukan.
Kemudian ditemukan zat uterotonik larut air dinamakan ergonovin (ergometrin.
Ergonovin dan turunannya menghasilkan asam lisergat dan amin pada hidrolisis, maka
disebut juga alkaloid amin. Alkaloid dengan berat molekul tinggi yang mengandung asam
lisergal, amonia, asam piruvat, prolin dan asam amino lainnya dikenal juga sebagai alkaloid
asam amino atau ergopeptin. Salah satu derivat ergopeptin adalah bromokriptin
          
  Farmakodinamik
Berdasarkan efek dan struktur kimianya alkaloid ergot dibagi menjadi 3 kelompok :
1.         Alkaloid asam amino dengan prototip ergotamin
2.         Derivat dihidro alkaloid asam amino dengan prototip dihidro-Ergotamin.
3.         Alkaloid amin dengan prototip ergonovin
Farmakokinetik
Alkaloid asam amino, yaitu ergotamin di absorpsi secara lambat dan tidak sempurna
melalui saluran cerna. Obat ini mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga kadarnya
dalam darah sangat rendah. Kadar puncak plasma dicapai dalam 2 jam. Pemberian 1 mg
ergotamin bersama 100 mg kafein akan meningkatkan kecepatan absorpsi dan kadar puncak
plasma ergotamin sebesar dua kali, namun biovailibitasnya tetap di bawah 1 persent.
            Indikasi
Oksitosik : Sebagai stimultan uterus pada perdarahan paska persalinan atau paska abortus,
yaitu :
1.         Induksi partus aterm
2.         Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan.
3.         Merangsang konstraksi setelah operasi Caesar/operasi uterus lainnya
4.         Induksi abortus terapeutik
5.         Uji oksitoksin
Kontra Indikasi
Persalinan kala I dan II :
1.         Hipersensitif
2.         Penyakit vascular
3.         Penyakit jantung parah
4.         Fungsi paru menurun
5.         Fungsi hati dan ginjal menurun
6.         Hipertensi yang parah
7.         Eklampsi
            Pada Uterus
Semua alkaloid ergot alam meningkatkan kontraksi uterus dengan nyata. Dosis kecil
menyebabkan peninggian amplitudo dan frekuensi, kemudian diikuti relaksasi. Dosis besar
menimbulkan kontraksi tetanik, dan peninggian tonus otot dalam keadaan istirahat. Dosis
yang sangat besar menimbulkan kontraktur yang berlangsung lama. Sediaan ergot alam yang
paling kuat adalah ergonovin.
Cara Pakai Dan Dosis
a.         Oral: mulai kerja setelah sepuluh menit
b.         Injeksi: intravena mulai kerja 40 detik
c.         IM : mulai kerja 7-8 menit. Hal ini lebih menguntungkan karena efek samping
lebih sedikit.
 Dosis :
Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari
IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat.
Contoh obat
Nama generic : metal ergometrin, metal ergometrina, hydrogen maleat
Nama paten : methergin, met6hernial, methorin, metilat, myomergin.
            Epek samping
1.         Ergotamine merupakan ergotamin merupakan alkaloid yang paling toksik.
2.         Dosis besar dapat menyebabkan : mual, muntah, diare, gatal, kulit dingin, nadi
lemah dan cepat, bingung dan tidak sadar
3.          Dosis keracunan fatal: 26 mg per oral selama beberapa hari, atau dosis tunggal
0,5-1,5 mg parenteral
4.         Gejala keracunan kronik: perubahan peredaran darah ( tungkai bawah, paha,
lengan dan tangan jadi pucat), nyeri otot, denyut nadi melemah, gangren, angina
pectoris, bradikardi, penurunan atau kenaikan tekanan darah
5.         Keracunan biasanya disebabkan: takar lajak dan peningkatan sensitivitas

2. Oksitosin
Oksitosin merupakan hormone peptide yang disekresi olah pituitary posterior yang
menyebabkan ejeksi air susu pada wanita dalam masa laktasi. Oksitosin diduga berperan pada
awal kelahiran. (Ismania.2001). Oksitosin merangsang otot polos uterus dan kelenjar mama.
Fungsi perangsangan ini bersifat selektif dan cukup kuat. sehingga pada akhir kehamilan
kadar oksitosin meninggi dimana berikatan dg reseptor oksitosin yg terletak di dlm
miometrium yaitu dlm membran plasma sel otot polos uterus , oksitosin adalah golongan obat
yang digunakan untuk merangsang kontraksi otot polos uterus dalam membantu proses
persalinan, pencegahan perdarahan pasca persalinan (P3) serta penguatan persalinan ,
Oksitosin merangsang otot polos uterus dan mammae → selektif dan cukup kuat Stimulus
sensoris pada serviks, vagina dan payudara → merangsang hipofisis posterior melepaskan
oksitosin. Sensitivitas uterus meningkat dng pertambahan usia kehamilan.  Stimulus sensoris
pada serviks, vagina, dan payudara secara refleks melepaskan oksitosin dari hipofisis
posterior. Sensitivitas uterus terhadap oksitosin meninggi bersamaan dengan bertambahnya
umur kehamilan.
Pada kehamilan tua dan persalinan spontan, pemberian oksitosin meningkatkan kontraksi
fundus uteri meliputi peningkatan frekuensi, amplitudo dan lamanya kontraksi. Partus dan
laktasi masih tetap berlangsung meskipun tidak ada oksitosin, tetapi persalinan menjadi lebih
lama dan refleks ejeksi susu (milk ejection) menghilang. Oksitosin dianggap memberikan
kemudahan dalam persalinan serta memegang peranan penting dalam refleks ejeksi susu.
            Mekanisme Cara Kerja
Oksitosin diabsorsi denagn cepat melalui mukosa mulut sehingga memungknkan
oksitosin diberkan secara tablet hisap. Cara pemberian nasal atau tablet hisap did / cadangan
untuk penggunaan pasca persalinan, selama kehamilan kadar amino peptidase dalam plama
( oksitosin atau vasopresinase ) meniongkat 10x dan menurun setelah persalinan. Enzim
mengaktifkan oksitosin dan ADH melalui pemecahan ikatan peptida enzim meregulasi
kosentrasi oksitosin.
 Meskipun sudah lazim di gunakan di banyak klinik bersalin atau bagian obstetric rumah
sakit, namun potensi oksitoksin dalam mengganggu keseimbangan cairan dan tekana darah
membuat obat ini tidak tepat untuk digunakan pada ibu hamil dengan pre-eklamsia aau
penyakit kardiovaskuler atau pada ibu hamil yang berusia di atas 3 tahun. Pemberian infuse
oksitoksin merupakan kontraindikasi pada ibu hamil yang menghadapi resiko karena
melahirkan pervaginam, misalnya kasus dengan melpresentasi atau solosio plasenta atau
denagn resiko rupture uteri yang tinggi. Pemberian infuse oksitoksin yang terus-menerus
pada kasus dengan resistensi dan inersia uterus merupakan kontraindikasi.
Uterus yang starvasi. Kontraksi otot uterus memerlukan glukosa maupun oksigen. Jika
pasokan keduanya tidak terdapat pada otot yang berkontraksi tersebut dan keadaan ini
mungkin terjadi karena starvasi atau pemberian oksitoksin tidak akan adekuat sehingga
pemberian oksitoksin secara sedikit demi sedikit tidak akan efektif. Situasi ini lebih
cenderung di jumpai pada persalinan yang lama. lokal di uterus tetapi sedikit pengaruhn ya
terhadap eliminasi kadar oksitosin dalam plasma.
Farmakologi
a. Uterus
Oksitosin merangasang frekuensi dan kekuatan kontraksi otot polos uterus. Efek ini
tergantung pada konsentrasi estrogen. Pada konsentrasi estrogen yang rendah, efek
oksitosin terhadap uterus juga berkurang. Progestin digunakan secara luas di klinik untuk
mengurangi aktivitas uterus pada kasus abortus habitualis meskipun efektivitasnya tidak
jelas. Pada kehamilan trimester I dan II aktivitas motorik uterus sangat rendah, dan aktivitas
ini secara spontan akan meningkat dengan cepat pada trimester III dan mencapai puncaknya
pada saat persalinan. Oksitosin dapat memulai atau meningkatkan ritme kontraksi uterus
pada setiap saat, namun pada kehamilan muda diperlukan dosis yang tinggi. Oksitosin
menyebabkan pengelepasan prostaglandin pada beberapa spesies, tetapi tidak jelas apakah
ini merupakan efek primernya atau berhubungan dengan kontraksi uterus.
b.      Kelenjar Mama
Bagian alveolar kelenjar mama dikelilingi oleh jaringan otot polos, yaitu
mioepitel. Kontraksi mioepitel menyebabkan susu mengalir dari saluran alveolar ke
dalam sinus yanng besar, sehingga mudah dihisap bayi. Fungsi ini di namakan ejeksi
susu. Mioepitel sangat peka terhadap oksitosin. Sediaan oksitosin berguna untuk
memperlancar ejeksi susu, bila oksitosin endogen tidak mencukupi. Juga berguna untuk
mengurangi pembengkakan payudara pasca persalinan.
c.       Sistem Kardiovaskuler
Apabila oksitosin diberikan dalam dosis besar akan terlihat relaksasi otot polos
pembuluh darah secara langsung. Terjadi penurunan tekanan sistolik dan terutama
penurunan tekanan sistolik dan terutama penurunan tekanan diastolik, warna kulit
menjadi merah, dan aliran darah ke ekstermitas bertambah. Bila dosis besar diberikan
terus menerus secara infus, maka penurunan tekanan darah akan diikuti sedikit
penggian tekanan darah tetapi menetap. Dosis oksitosin untuk indikasi obstetrik, tidak
jelas menimbulkan penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah jelas terjadi
pada penderita yang mendapat dosis besar, yang diberikan selama anestesia dalam.
Otot polos yang sensitif terhadap oksitosin hanyalah uterus, pembuluh darah dan
miopitel kelenjar payudara.
Fafrmakokinetik
Oksitosin memberikan hasil baik pada pemberian parenteral. Pemberian oksitosin
intranasal, meskipun kurang efisien lebih disukai daripada pemberian parenteral.
Oksitosin diabsorpsi dengan cepat melalui mukosa mulut dan bukal sehingga
memungkinkan oksitosin diberikan sebagai tablet hisap. Cara pemberian nasal atau tablet
hisap dicadangkan untuk penggunaan pasca-persalinan.
Selama kehamilan, kadar aminopeptidase dalam plasma(oksitosinase atau sistil
aminopeptidase) meningkat sepuluh kali dan menurun setelah persalinan. Enzim ini
menginaktifkan oksitosin dan ADH melalui pemecahan ikatan peptida. Enzim ini
diduaga meregulasi konsentrasi oksitosin lokal di uterus tetapi sedikit pengaruhnya
terhadap eliminasi kadar oksitosin dalam plasma. Di duga sumber oksitosinase ini adalah
plasenta. Waktu paruh oksitosin sangat singkat, antara 12-17 menit. Penurunan kadar
plasma sebagian besar disebabkan ekskresi oleh ginjal dan hati. Penggunaan klinik
adalah :
1. Untuk diagnosa janin mengalami gangguan atau tidak, terjadinya sirkulasi pada placenta.
2. Untuk terapi; Mempercepat proses persalinan, tidak mungkinnya keluar janin secara
sempurna, meningkatkan pancaran air susu ibu, perdarahan setelah melahirkan,dan
sulitnya air susu keluar.
Mempunyai efek samping,yaitu kematian janin karena adanya hipertensi , sobeknya uterus
karena kontraksi kuat, afibrinogeremia ( menurunnya fibrin dalam darah). Dan mempunyai
kontra indikasi,prematur dan keadaan janin abnormal. Pada janin yang tidak normal tdk boleh
diberi oxytocin.
Indikasi dan Kontraindikasi
a.       Indikasi
1.      Indikasi oksitosik.
2.      Induksi partus aterm
3.      Mengontrol perdarahan dan atuni uteri pasca persalinan
4.      Merangsang konstraksi uterus setelah operasi Caesar
5.      Uji oksitoksik
6.      Menghilangkan pembengkakan payudara.
b.      Kontra Indikasi
1.      Kontraksi uterus hipertonik
2.      Distress janin
3.      Prematurisasi dan gawat janin
4.      Letak bati tidak normal
5.      Disporposi sepalo pelvis
6.      Predisposisi lain untuk pecahnya rahim
7.      Obstruksi mekanik pada jalan lahir
8.      Peeklamsi atu pemnyakit kardiovaskuler atu pada ibu hamil yang berusia 35
tahun
9.      Resistensi dan mersia uterus
10.  Uterus yang starvasi
11.  Cara pakai dan dosis

Penggunaan Dan Dosis


Untuk induksi persalinan intravena 1-4 m U permenit dinaikkan menjadi 5-20 m U /
menit sampai terjadi pola kontraksi secara fisiologis. Untuk perdarahan uteri pasca partus,
ditambahkan 10-40 unit pada 1 L dari 5 % dextrose, dan kecepatan infuse dititrasi untuk
mengawasi terjadinya atonia uterus. Kemungkinan lain adalah, 10 unit dapat diberikan secara
intramuskuler setelah lahirnya plasenta. Untuk menginduksi pengaliran susu, 1satu tiupan
( puff ) disemprotkan ke dalam tiap lubang hidung ibu dalam posisi duduk 2-3 menit sebelum
menyusui.
Contoh obat
Tablet oksitosina Pitosin tablet (PD)
Efek Samping :
adapun Efeksamping dari pemakaian Oksitosin yaitu :
1. Spasme uterus ( pada dosis rendah )
2. Hiper stimulasi uterus 9 membahayan janin : kerusakan jaringan lunak /uterus
Keracunan cairan dan hiporatremia ( pada dosis besar)
3. Mual,muntah, aritmia, anafilaksis, ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion.
4. Kontraksipembuluh darah tali pusat
5. Kerja antidiuretik
6. Reaksi hipersensitifitas
7. Reaksi anafilaktik
8. Hiper stimulasi uterus yang membahayakan janin : kerusakan jaringan lunak /
rupture uterus
9. Keracunan cairan dan hiporatremia ( pada dosis besar )
10. Mual, muntah,ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion.
11. Kontraksi pembuluh darah tali pusat
12. Aritmia jantung
13. Hematoma panggul

3.     Misoprostol / Prostagladin
Prostaglandin pertama kali diketemukan dari cairan semen manusia pada sekitar tahun
1930 oleh Ulf von Euler dari Swedia. Oleh karena diduga berasal dari kelenjar prostat, sang
penemu memberinya nama prostaglandin. Prostaglandin, seperti hormon, berfungsi layaknya
senyawa sinyal tetapi hanya bekerja di dalam sel tempat mereka tersintesis. Rumus bangun
prostaglandin adalah asam alkanoat tak jenuh yang terdiri dari 20 atom karbon yang
membentuk 5 cincin. Prostaglandin tersintesis dari asam lemak dan asam arakidonat.
Prostaglandin F2α memberi efek peningkatan MMP-1 dan MMP-3.
Di dalam tubuh terdapat berbagai jenis prostaglandin (PG) dan tempat kerjanya berbeda-
beda, serta saling mengadakan interaksi dengan autakoid lain, neurotransmitor, hormon serta
obat- obatan. Prostaglandin ditemukan pada ovarium, miometrim dan cairan menstrual
dengan konsentrasi berbeda selama siklus haid. Sesudah senggama ditemukan PG yang
berasal dari semer; dalam sistem produksi wanita. PG (prostaglandin) ini diserap dari vagina
dan cukup untuk menghasilkan kadar dalam darah, yang menimbulkan efek fisiologis.
Walaupun PG (prostaglandin) ini sudah dipastikan sebagai oksitosik, namun status peranan
fisiologiknya pada saat menstruasi dan kehamilan masih diperdebatkan.
Dalam hal ini haruslah dibedakan antara efek fisiologik dan efek farmakologik; dosis
farmakologik relatif tinggi dan lebih nyata. Pada manusia PG berperan penting dalam
peristiwa persalinan. Berlainan dengan oksitosin, PG dapat merangsang terjadinya persalinan,
pada setiap usia kehamilan. Pada saat persalinan spontan, konsentrasi PG dalam darah perifer
dan cairan amnion meningkat.

Farmakologi
Prostaglandin dapat dianggap sebagai hormon lokal, karena kerjanya terbatas pada organ
penghasil dan segera diinaktifkan di tempat yang sama. Prostaglandin yang terdapat pada
uterus, cairan menstrual dan cairan amnion ialah PGE dan PGF. Di bidang keperawatan
penggunaan PG terbatas pada PGE2 dan PGF2α . Semua PGF merangsang kontraksi uterus
baik hamil maupun tidak. Sebaliknya PGE2 merelaksasi jaringan uterus tidak hamil in vitro,
tetapi memperlihatkan efek oksitosik lebih kuat dari PGF2α . Prostaglandin memperlihatkan
kisaran dosis- respons yang sempit dalam menimbulkan kontraksi fisiologik, dan ini
memudahkan terjadinya hipertoni uterus yang membahayakan.bahaya ini dapat dicegah
dengan pengamatan yang cermat dan meningkatkan kecepatan infus secara sedikit demi
sedikit.
Untuk mengakhiri kehamilan pada trimester II pemberian PGE2 DAN PGF2α ke dalam
rongga uterus dengan menggunakan kateter atau suntikan memberikan hasil yang baik,
disertai efek samping yang ringan. Sebaliknya untuk menghentikan kehamilan
muda(menstruasi yang telat beberapa minggu); diperlukan dosis yang sangat besa, sehingga
menyebabkan efek samping yang berat, dan derajat keberhasilan yang rendah.
PGE2 dan 15- metil PGF2α meningkatkan suhu tubuh sekilas dan diduga kerjanya
melalui pusat pengatur suhu di hipotalamus. Dosis besar PGF2α menyebabkan hipertensi
melalui kontraksi pembuluh darah, sebaliknya PGE2 menimbulkan vasodilatasi.
Prostaglandin terdapat merata di dalam miometrium dan bekerja secara sinergis dengan
oksitosin terhadap kontraksi uterus. Pemberian prostaglandin lokal pada serviks,
menyebabkan serviks matang tanpa mempengaruhi motilitas uterus.
      Indikasi Dan Kontra Indikasi
a.       Indikasi
1.      Induksi partus aterm
2.      Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan
3.      Merangsang kontraksi uterus post sc atau operasi uterus lainya
4.      Induksi abortus terapeutik
5.      Uji oksitosin
6.      Menghilangkan pembengkakan mamae
b.      Kontra Indikasi
1. Terdapat ruptura membran amnion
2. Adanya riwayat sikatris
3. Apabila telah ada perdarahan antepartum yang signifikan (perdarahan vagina
selama kehamilan) atau dimana terdapat plasenta previa dengan atau tanpa
perdarahan, prostaglandin tidak digunakan
4. Dalam kondosi mata yang dikenal sobagai glaukoma
5. jika ada infeksi pada jalan lahir
6. Pada kehmilan melintang sungsang atau miring
Mekanisme Cara Kerja
Prostaglandin bekerja pada sejumlah reseptor prostaglandin yang berlainan. Substansi ini
mempengaruhi banyak sistem dan menyebabkan berbagai efek samping
      Dosis Dan Cara Pakai
1.         Karbopros trometamin: Injeksi 250 ug/ml
2.         Dinoproston (PGE): Supositoria vaginal 20 mg
3.         Gemeprost: Pesari 1mg ( melunakan uterus)
4.         Sulpreston: Injeksi 25, 50, 100 ug/ml IM atau IV
Efek samping
1.      Hiperstimulasai uterus
2.      Pireksia
3.      Infalamasi
4.      Sensitisasi terhaap rasa nyeri
5.      Diuresis+kehilangan elektrolit
6.      Efek pada sistem syaraf pusat( tremor merupakan efek samping yang jarang terjadi )
7.      Pelepasan hormon hipofise renin steroid adrenal
8.      Sakit persisten pada punggung bwah dan perut

C.      Cara Menghindari Efek Samping Obat


Sebagai konsumen kesehatan, Anda sendirilah yang harus waspada terhadap potensi
efek samping obat. Beberapa tips berikut dapat menjadi panduan Anda :

1. Baca dosis dan aturan pakainya.


2. Lihat tanda peringatan.
3. Ketahui efek samping obat.
4. Jangan sembarangan memberikan obat bebas kepada anak.
5. Bacalah kandungan isi dan tanggal daluwarsa obat.
6. Beritahu dokter bila ada gejala komplikasi
7. Mintalah dokter mengevaluasi pengobatan jangka panjang Anda.
8. Yang paling Utama belilah obat ke Apotik yang resmi.
PENJAHITAN TINGKAT 2
Robekan perineum bisa terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan selanjutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga
jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.Tujuan menjahit laserasi
atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostasis). Ingat bahwa setiap
kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang
potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi
gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai
tujuan pendekatan dan hemostasis.

Memeriksa laserasi jalan lahir


Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum,
vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan
edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva
bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet. Untuk mengetahui ada tidaknya
trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher.

Laserasi dapat dikategorikan dalam


1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu
dijahit).
3. Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan
spinkter ani.
4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan
spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Bila laserasi jalan lahir berada pada
derajat III dan IV: Rujuk segera
5. Menjahit Luka Episiotomi Menurut Derajat Luka

Luka derajat I dapat dilakukan hanya dengan catgut yang dijahitkan secara jelujur. Menjahit
luka episiotomi (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure out eight).
Menjahit luka II,sebelum di lakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun
tingkat III, jika di jumpai pinggir robekan yang atau bergerigi maka pinggir yang bergerigi
tersebut harus diratakan terlebih dahulu,pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-
masing diklem terlebih dahulu, kemudian di gunting.Setelah pinggir robekan rata, baru di
lakukan penjaitan luka robekan, mula-mula otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput
vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur, penjahitan lender vagina
dimulai dari puncak robekan, terakhir kulit perineum dijahit denagn benang sutera secara
terputus-putus.

Tingkat III mula-mula dinding vagina bagian depan rektum yang robek dijahit. Kemudian
perineal dan fasia septum retrovaginal dijahit dengan catgut chromic, sehingga bertemu
kembali. Ujung-ujung otot spingter ani yang yang terpisah oleh karena robekan di klem
dengan pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahit catgut chromic, sehingga bertemu
kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti robekan perineum tingkat II.

Tujuan dari penjahitan perlukaan perineum atau akibat episiotomi adalah :


1. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan perlukaan sehingga proses penyembuhan bisa
terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi
hasil dari pertumbuhan jaringan.
2. Untuk menghentikan perdarahan yang terjadi akibat perlukaan yang menyebabkan
pembuluh darah terbuka.

Langkah-langkah penjahitan robekan perineum 


A. Persiapan Alat
1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan: Wadah berisi : Sarung tangan,
pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril, pincet, Kapas DTT, Buka spuit
sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT, Patahkan ampul
lidokain
2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur
3. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
4. Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva / perineum ibu
5. Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun pada air
mengalir
6. Pakai satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
7. Ambil spuit dengan tangan yang berasarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain
dan
8. letakkan kembali ke dalam wadah DTT
9. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada tangan sebelah kiri
10. Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari
vulva ke perineum
11. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya
merupakan derajat satu atau dua.
B. Anestesi Lokal Keuntungan Anestesi Lokal
1. Ibu lebih merasa nyaman (sayang ibu).
2. Bidan lebih leluasa dalam penjahitan.
3. Lebih cepat dalam menjahit perlukaannya (mengurangi kehilangan darah).
4. Trauma pada jaringan lebih sedikit (mengurangi infeksi).
5. Cairan yang digunakan: Lidocain 1 %. Tidak Dianjurkan Penggunaan
6. Lidocain 2 % (konsentrasinya terlalu tinggi dan menimbulkan nekrosis jaringan).
Lidocain dengan epinephrine (memperlambat penyerapan lidocain dan
memperpanjang efek kerjanya).
Tindakan Anastesi Lokal
1. Beritahu ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bahwa
vulva.
3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4. Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka
pada mukosa vagina
6. Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan
C. Penjahitan Laserasi pada Perineum
1. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina.
Setelah itu buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek. Sisakan
benang kira-kira 1 cm.
2. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin himen
3. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke
belakang cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik keluar
pada luka perineum
4. Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka untuk
mengetahui letak ototnya.
5. Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah menjahit kearah
vagina dengan menggunakan jahitan subkutikuler
6. Pindahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang cincin
himen untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya
7. Masukkan jari ke dalam rektum
8. Periksa ulang kembali pasa luka
9. Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi
yang diinginkan
10. Beri ibu informasi kesehatan tentang :
 Menjaga perineum selalu bersih dan kering
 Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
 Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
 Kembali dalam seminggu untuk memeriksa luka
MACAM – MACAM JAHITAN
   A. Jahitan Kulit
  1. Jahitan interrupted :
a. Jahitan simple interrupted (Jahitan satu demi satu)
Merupakan jenis jahitan yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Jarak antara
jahitan sebanyak 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin
dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.
b. Jahitan Matras 
1) Jahitan matras vertikal
Jahitan jenis ini digunakan jika tepi luka tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan
jahitan satu demi satu. Misalnya di daerah yang tipis lemak subkutisnya dan tepi satu demi
satu. Misalnya di daerah yang tipis lunak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk ke
dalam. 
2) Jahitan matras horizontal
Jahitan ini digunakan untuk menautkan fasia dan aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh
digunakan untuk menjahit lemak subkutis karena membuat kulit diatasnya terlihat
bergelombang
c. Jahitan Continous  
1) Jahitan jelujur :
Mudah dipelajari, tidak nyeri, sedikit jahitan, lebih cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian
tekanannya lebih rata bila dibandingkan dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika
benang putus / simpul terurai seluruh tepi luka akan terbuka.
2) Jahitan interlocking, feston
3) Jahitan kantung tembakau (tabl sac)
2. Jahitan Subkutis  
a. Jahitan continous : jahitan terusan subkutikuler atau intrademal. Digunakan jika ingin
dihasilkan hasil yang baik setelah luka sembuh. Juga untuk menurunkan tengan pad aluka
yang lebar sebelum dilakukan penjahitan satu demi satu.
b. Jahitan interrupted dermal stitch
3. Jahitan Dalam
Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat dibuat dari guntingan
sarunga tangan fungsi dren adalah mengelirkan cairan keluar berupa darah atau serum.
Hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan, tidak perlu dilakukan
penjahitan.
2. Menggunakan sedikit jahitan.
3. Menggunakan selalu teknik aseptik.
4. Menggunakan anestesi lokal, untuk memberikan kenyamanan ibu.
PERAWATAN LUKA HEATING PERINEUM 
Penanganan Komplikasi
1. Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidak ada tanda infeksi dan
perdarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan.
2. Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka- Lalu berikan terapi ampisilin 500 mg per
oral 4 x sehari selama 5 hari
3. Dan metronidazol 400 mg per oral 3 x sehari selama 5 hari
b. Perawatan Pasca Tindakan
1. Apabila terjadi robekan tingkat IV (Robekan sampai mukosa rektum), berikan anti
biotik profilaksis dosis tunggal, Ampisilin 500 mg per oral dan metronidazol 500 mg
per oral
2. Observasi tanda-tanda infeksi
3. Jangan lakukan pemeriksaan rektal selama 2 minggu
4. Berikan pelembut feses selama seminggu per oral
Informasi kesehatan untuk ibu
Setelah dilakukan penjahitan, bidan hendaklah memberikan nasehat kepada ibu. Hal ini
berguna agar ibu selalu menjaga dan merawat luka jahitannya. Adapun nasehat yang
diberikan diantaranya :
1. Menjaga daerah vulva dan perineum ibu selalu dalam keadaan kering dan bersih.
2. Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada lukanya.
3. Mencuci perineum dengan air sabun dan air bersih sesering mungkin.
4. Menyarankan ibu mengkonsumsi nutrisi dan makanan bernilai gizi tinggi.
5. Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh, atau sedikitnya
minum 8 gelas sehari.
6. Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang 1 minggu setelah melahirkan
untuk memeriksa luka jahitan
Referensi
Dep.Kes RI. Asuhan Persalinan Normal, Jakarta; 2004
Mochtar, R. Sinopsis Obstetri, Edisi 2 Jilid 1, EGC, Jakarta; 1998
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN

PERTOLONGAN PERTAMA KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN


NEONATUS

A. KEGAWATDARURATAN OBSTETRI
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup
bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu
akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur
uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/
plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari
20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan,
perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian
janin.
Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang, demam
(menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok. Terapi
untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel,
Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan
perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok
hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika
kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih keretase tanpa anestesi
kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan
penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.
2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)
Penyebab gangguan ini adalah pembengkakan/ edematosa pada vili (degenerasi
hidrofik) dan proliferasi trofoblast. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang
ditemukan amenore, keluhan kehamilan yang berlebihan, perdarahan tidak teratur,
sekret per vagina berlebihan. Pada hasil pemeriksaan, biasanya uterus lebih besar dari
pada usia kehamilannya Karen ada pengeluaran kista. Kista ovarium tidak selalu dapat
dideteksi. Pada mola kistik, hanya perdarahan mengancam yang boleh dianggap
kedaruratan akut, akibatnya tindakan berikut tidak dapat dilakukan pada kejadian
gawat-darurat.
Terapi untuk gangguan ini adalah segera merawat pasien di rumah sakit, dan
pasien diberi terapi oksitosin dosis tinggi, pembersihan uterus dengan hati-hati, atau
histerektomi untuk wanita tua atau yang tidak menginginkan menambah anak lagi,
transfuse darah, dan antibiotika.
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Penyebab gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi
mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula,
jarang terjadi kehamilan di ovarium. Diagnosis ditegakkan melalui adanya amenore 3-
10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus
tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar.
Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-
abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen bagian atas.
2. Abdomen tegang.
3. Mual.
4. Nyeri bahu.
5. Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah
100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat
dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel,
Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Plasenta previa
Plasenta previa adalah tertanamnya bagian plasenta ke dalam segmen bawah
uterus. Penyebab gangguan ini adalah terjadi fase pergeseran/ tumpang tindihnya
plasenta di atas ostium uteri internum yang menyebabkan pelepasan plasenta. Diagnosis
ditegakkan dengan menemukan gejala utama. Pasien ini mungkin tidak mengalami
nyeri, perdarahan berulang atau kontinu dalam trimester tiga atau selama persalinan
tanpa penyebab yang jelas.juga ditemukan uterus selalu lunak, abdomen tidak tegang,
umumnya tanpa kontraksi persalina atau hanya sedikit. Keadaan umum pasien
berhubungan dengan kehilangan darah. Sebagian besar bunyi jantung janin tetap baik,
bunyi jantung yang tidak memuaskan atau tidak ada hanya pada kasus rupture plasenta
atau pelepasan yang luas.
Tindakan pada plasenta previa
1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan
hemoglobin, memberi oksigen, memasang infuse, member
ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan
pemberian darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah
mencukupi.
2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera
dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta
previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena
plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut
serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan
infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan
pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum; jika perdarahan
tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4. Tindakan setelah melahirkan.
a. Cegah syok (syok hemoragik)
b. Pantau urin dengan kateter menetap
c. Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
d. Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada
kasus perdarahn yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex,
Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10
mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
5. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta yang tertanam normal pada dinding
uterus baik lengkap mauppun parsial, pada usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
Penyebabnya adalah hematoma retroplasenta akibat perdarahan dari uteri (perubahan
dinding pembuluh darah), peningkatan tekanan di dalam ruangan intervillus
ditingkatkan oleh hipertensi atau toksemia. Diagnosis ditegakkan melalui temuan nyeri
(akibat kontraksi peralinan sering ada sebagai nyeri kontinu, uterus tetanik), perdarahan
per vagina (jarang ada dan dalam kasus berat, perdarahan eksternal bervariasi), bunyi
jantung jani berfluktuasi (hampir selalu melebihi batas-batas norma, umumnya tidak
ada pada kasus berat), syok (nadi lemah, cepat, tekanan darah rendah, pucat,
berkeringat dingin, ekstremitas dingin, kuku biru).
Penderita yang disangka menderita solusio plasenta dengan pendarahan
genetalia selama kehamilan lanjut, persalinan harus di rumah sakit. Selama solusio
plasenta, dapat terjadi hal-hal berikut:
1. Perdarahan yang mengancam nyawa dan syok.
2. Tromboplasti yang diikuti oleh apopleksi uteroplasenta.
3. Gagal ginjal akut, pada kasus anuria atau oligouria yang lebih ringan, pada kasus ginjal
syok yang berat dan nekrosis korteks ginjal.
4. Infuse amnion (sangat jarang).
Tindakan yang dilakukan di tempat praktik dokter harus hati-hati ketika
melakukan pemeriksaan luar, harus menghindari pemeriksaan vagina. Di tempat praktik
dokter, biasanya sangat sulit membedakan dengan jelas solusio plasenta dari plasenta
previa. Pasien diberi infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, dan
Plasmafudin, serta petidin (Dolantin) 100 mg IM. Tindakan di rumah sakit meliputi
pemeriksaan umum yang teliti (nadi, tekanan darah, jumlah perdarahan per vagina,
penentuan hemoglobin, hematokrit dan pemantauan pengeluaran urin).
Profilaksis untuk syok dengan mulai memberi infuse, menyediakan darah
lengkap yang diawetkan, pemeriksaan golongan darah dan profil koagulasi.
Pemeriksaan vagina, pada perdarahan hebat pecahkan selaput ketuban tanpa
memandang keadaan serviks dan nyeri persalinan. Tindakan ini harus diikuti dengan
infuse oksitosin (Syntocinon) 3 unit per 500 ml. Penghilangan nyeri dan sedative untuk
profilaksis syok menggunakan dolantin (Petidin), novalgin (Noraminodopirin) IV,
talwin (Pentazosin) IV dan IM.
Tindakan tambahan pada janin yang hidup dan dapat hidup adalah dengan
seksio sesaria. Pada janin yang mati, usahakan persalinan spontan. Jika perlu, ekstraksi
vakum atau kraniotomi pada perdarahan yang mengancam nyawa (juga pada janin yang
mati atau tidak dapat hidup).
6. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Penyebab gangguan ini adalah retensio (nyeri lahir yang kurang kuat atau
perlengkapan patologi) dan inkarserasi (spasme pada daerah isthmus serviks, sering
disebabkan oleh kelebihan dosis analgesik). Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya
plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV
yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika
plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada
keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.
7. Ruptur Uteri
Penyebab rupture uteri meliputi tindakan obstetric (versi), ketidakseimbangan
fetopelvik, letak lintang yang diabaikan kelebihan dosis obat untuk nyeri persalinan
atau induksi persalinan, jaringan parut pada uterus (keadaan setelah seksio sesaria,
meomenukleasi, operasi Strassman, eksisi baji suetu tuba), kecelakaan (kecelakaan lalu
lintas), sangat jarang.
Rupture Uteri mengancam (hampir lahir) diagnosis melalui temuan peningkatan
aktifitas kontraksi persalinan (gejolak nyeri persalinan), terhentinya persalinan,
regangan berlebihan disertai nyeri pada segmen bawah rahim (sering gejala utama),
pergerakan cincin Bandl ke atas, tegangan pada ligament rotundum, dan kegelisahan
wanita yang akan bersalin.
Rupture yang sebenarnya didiagnosis melalui temuan adanya kontraksi
persalinan menurun atau berhenti mendadak (munculnya sebagian atau seluruh janin
kedalam rongga abdomen yang bebas), berhentinya bunyi jantung atau pergerakannya
atau keduanya, peningkatan tekanan akibat arah janin, gejala rangsangan peritoneal
(nyeri difus, muscular defence, dan nyeri tekan) keadaan syok peritoneal, perdarahan
eksternal (hanya pada 25% kasus), perdarahan internal (anemia, tumor yang tumbuh
cepat disamping rahim yang menunjukkan hematoma karena rupture inkompletus/
terselubung).
Rupture tenang didiagnosis melalui temuan setiap keadaan syok yang tidak
dapat dijelaskan pada inpartum atau pasca partum dan harus dicurigai dibsebabkan oleh
ruptur uteri.
Terapi untuk gangguan ini meliputi hal-hal berikut.
1. Histerektomi total, umumnya rupture meluas ke segmen bawah uteri, sering ke dalam
serviks.
2. Hesterektomi supra vagina hanya dalam kasus gawat darurat.
3. Membersihkan uterus dan menjahit rupture, bahaya rupture baru pada kehamilan
berikutnya sangat tinggi.
4. Pada hematoma parametrium dan angioreksis (ruptur pembuluh darah). Buang hematoma
hingga bersih, jika perlu ikat arteri iliaka hipogastrikum.
5. Pengobatan antisyok harus dimulai bahkan sebelum dilakukan operasi.
8. Perdarahan Pascapersalinan
Penyebab gangguan ini adalah kelainan pelepasan dan kontraksi, rupture serviks
dan vagina (lebih jarang laserasi perineum), retensio sisa plasenta, dan koagulopati.
Perdarahan pascapersalinan tidak lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama, kehilangan
darah 500 ml atau lebih berarti bahaya syok. Perdarahan yang terjadi bersifat mendadak
sangat parah (jarang), perdarahan sedang (pada kebanyakan kasus), dan perdarahan
sedang menetap (terutama pada ruptur). Peningkatan anemia akan mengancam
terjadinya syok, kegelisahan, mual, peningkatan frekuensi nadi, dan penurunan tekanan
darah.
Terapinya bergantung penyebab perdarahan, tetapi selalu dimulai dengan
pemberian infuse dengan ekspander plasma, sediakan darah yang cukup untuk
mengganti yang hilang, dan jangan memindahkan penderita dalam keadaan syok yang
dalam. Pada perdarahan sekunder atonik:
1. Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan dosis 20 unit atau
lebih dalam larutan glukosa 500 ml.
2. Pegang dari luar dan gerakkan uterus ke arah atas.
3. Kompresi uterus bimanual.
4. Kompresi aorta abdominalis.
5. Lakukan hiserektomi sebagai tindakan akhir.
9. Syok Hemoragik
Penyebab gangguan ini.
1. Perdarahan eksterna atau interna yang menyebabkan hiposekmia atau ataksia
vasomotor akut.
2. Ketidakcocokan antara kebutuhan metabolit perifer dan peningkatan transpor
gangguan metabolic, kekurangan oksigen jaringan dan penimbunan hasil sisa
metabolik yang menyebabkan cidera sel yang semula reversibel kemudian tidak
reversibel lagi.
3. Gangguan mikrosirkulasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tekanan darah dan nadi; pemeriksaan suhu,
warna kulit, dan membrane mukosa perbedaab suhu antara bagian pusat dan perifer
badan; evaluasi keadaan pengisian (kontraksi) vena dan evaluasi palung kuku;
keterlambatan pengisian daerah kapiler setelah kuku ditekan; dan ekskresi urin tiap
jam.
Setiap penderita syok hemoragik di rawat di rumah sakit. Terapi awal syok
bertujuan mengembalikan hubungan normal antara volume kecepatan denyutjantung
dan kebutuhan perifer yang sebenarnya.
10. Syok Septik (Bakteri, Endotoksin)
Penyebab gangguan ini adalah masuknya endotoksin bakteri gram negative
(coli, proteus, pseudomonas, aerobakter, enterokokus). Toksin bakteri gram positif
(streptokokus, Clostridium welchii) lebih jarang terjadi. Pada abortus septic, sering
terjadi amnionitis atau pielonefritis. Adanya demam sering didahului dengan menggigil,
yang diikuti penurunan suhu dalam beberapa jam, jarang terjadi hipotermi. Tanda lain
adalah takikardia dan hipotensi yang jika tidak diobati hamper selalu berlanjut ke syok
yang tidak reversible. Gangguan pikiran sementara (disorientasi) sering tidak
diperhatikan. Nyeri pada abdomen (obstruksi portal dan ekstremitas yang tidak tegas).
Ketidakcocokan antara gambaran setempat dan keparahan keadaan umum. Jika ada
gagal ginjal akut dapat berlanjut ke anuria. Trobopenia sering terjadi hanya sementara.
Terapi untuk gangguan ini adalah tindakan segera selama fase awal. Terapi
tambahan untuk pengobatan syok septic (bakteri) selalu bersifat syok hipovolemik
(hipovolemia relatif) adalah terapi infuse secepat mungkin yang diarahkan pada
asidosis metabolik. Terapi untuk infeksi adalah antibiotika (Leucomycin, kloramfenikol
2-3 mg/hari, penisilin sampai 80 juta satuan/ hari). Pengobatan insufisiensi ginjal
dengan pengenalan dini bagi perkembangan insufisiensi ginjal, manitol (Osmofundin).
Jika insufisiensi ginjal berlanjut 24 jam setelah kegagalan sirkulasi, diperlukan dialysis
peritoneal.
11. Preeklamsia Berat
Istilah eklamsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “halilintar”. Kata
tersebut dipakai karena seolah-olah gejala eklamsia terjadi dengan tiba-tiba tanpa
didahului tanda-tanda lain. Pada wanita yang menderita eklamsia timbul serangan
kejang yang diikuti oleh koma. Bergantung pada saat timbulnya, eklamsia dibedakan
menjadi eklamsia gravidarum, eklamsia parturientum, dan eklamsia puerperalis.
Jika salah satu diantara gejala atau tanda berikut ditemukan pada ibu hamil,
dapat diduga ibu tersebut mengalami preeklamsia berat.
1. Tekanan darah 160/110 mmHg.
2. Oligouria, urin kurang dari 400 cc/ 24 jam.
3. Proteinuria, lebih dari 3g/ liter.
4. Keluhan subyektif (nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, edema
paru, sianosis, gangguan kesadaran).
5. Pada pemeriksaan, ditemukan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus,
perdarahan pada retina, dan trombosit kurang dari 100.000/ mm.
Diagnosis eklamsia harus dapat dibedakan dari epilepsy, kejang karena obat
anesthesia, atau koma karena sebab lain seperti diabetes. Komplikasi yang terberat
adalah kematian ibu dan janin.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan :
1. Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan intra muskulus
pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap
jam menurut keadaan. Obat tersebut selain menenangkan juga menurunkan tekanan
darah dan meningkatkan dieresis.
2. Klorpomazin 50 mg intramuskulus.
3. Diazepam 20 mg intramuskulus.
Penanganan kejang dengan memberi obat anti-konvulsan, menyediakan
perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan napas, masker,dan balon oksigen),
memberi oksigen 6 liter/menit, melindungi pasien dari kemungkinan trauma tetapi
jangan diikat terlalu keras, membaringkan pasien posisi miring kiri untuk mengurangi
resiko respirasi. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorok jika perlu.
Penanganan umum meliputi :
1. Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti hipertensi
sampai tekanan diastolik di antara 90-100mmHg.
2. Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
3. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
4. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
5. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan berikan cairan
IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan pantau kemungkinan edema paru.
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.
9. Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis: furosemid 40 mg IV sekali saja
jika ada edema paru).
10. Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit (kemungkinan
terdapat koagulopati).

Anda mungkin juga menyukai