Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan

proliferatif tidak terkendali darijaringan limfoid (limfosit B dan sistem

sellimfosit T).Jenis ini bisa dialami setiap usia pada masa kanak-kanak. Limfoma

non-Hodgkin menyerang sel dari sistem limfatik, yang dikenal sebagai sel darah

putih, atau limfosit.Kadang-kadang sulit membedakan antara limfoma non-Hodgkin

dan leukemia pada anak-anak.Anak laki-laki lebih sering menderita limfoma non-

Hodgkin dibandingkan anak perempuan. Gejala awal yang bisa dikenali adalah

pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)

atau di seluruh tubuh, pembesaran amandel, gangguan pernapasan, sembelit berat,

nyeri perut dan pembengkakan tungkai.3,4,5

B. EPIDEMIOLOGI

Limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang

bersifat padat yang cukup sering dijumpai pada anak dengan frekuensi 3% dari

seluruh kanker. Di Indonesia frekuensi relatif LNH jauh lebih tinggi di bandingkan

dengan limfoma Hodgkin. Pada tahun 2000 di Amerika Serikatdiperkirakan terdapat

54.900 kasus baru, dan 26.100 orang meninggal karena LNH. Di Amerika Serikat, 5

% kasus LNH baru terjadi pada anak laki-laki, dan 4 % pada anak perempuan per

tahunnya.. Lebih dari 45.000 anak-anak didiagnosis sebagai Limfoma non Hodgkin

3
(LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Sedangkan angka kejadian limfoma non

hodgkin di Indonesia belum diketahui dengan pasti.1

C. KLASIFIKASI

Limfoma non-Hodgkin pada anak-anak hampir selalu satu dari tiga jenis:3,8,9

 Limfoma limfoblastik non-Hodgkin : Limfoma non Hodgkin limfoblastik

menyumbang sekitar 30 persen kasus, biasanya melibatkan sel T (limfosit-t), dan

biasanya hadir dengan massa di dada, kelenjar getah bening bengkak, dengan

atau tanpa sumsum tulang dan pusat. Keterlibatan sistem saraf.

 Limfoma Burkitt atau non-burkitt : Limfoma Burkitt atau non-Burkitt adalah

penyakit non-Hodgkin dimana sel-selnya tidak berdiferensiasi dan berdifusi. Ini

juga disebut sebagai sel kecil yang tidak berbupas. Limfoma Burkitt dan non-

Burkitt menyumbang sekitar 40 sampai 50 persen kasus dan biasanya ditandai

oleh tumor perut yang besar dan mungkin memiliki sumsum tulang dan

keterlibatan sistem saraf pusat.

 Sel besar atau limfoma non-Hodgkin difus histiocytic : Sel besar atau

histiocytic non-Hodgkin yang menyebar melibatkan sel B atau sel T dan

menyumbang sekitar 25 persen kasus. Anak-anak dengan limfoma non-Hodgkin

jenis ini biasanya memiliki keterlibatan sistem limfatik, serta keterlibatan

struktur non-getah bening (seperti paru-paru, rahang, otak, kulit, dan tulang).Sel

besar limfoma anaplastik adalah jenis limfoma yang kurang umum pada anak-

anak. Pengobatan untuk jenis ini sama dengan limfoma sel besar.

4
D. ETIOLOGI

Etiologi NHL sebagian besar belum diketahui.Pada tipe NHL tertentu, infeksi

virus tampaknya memegang peran.Yang paling banyak diketahui adalah peran virus

Epstein-Barr (EBV).Kaitan langsung untuk terjadinya NHL terdapat pada limfoma

Burkitt (tipe endemik) pada anak-anak kecil di Afrika Tengah. Dalam hal ini terdapat

kerjasama infeksi EBV, infeksi malaria, dan deregulasi onkogen karena translokasi

kromosomal t(8; 14), yang menyebabkan berkembangnya limfoma Burkitt. Juga di

dunia Barat, EBV dapat ditunjukkan dalam berbagai tipe NHL (yaitu NHL sel-B

besar dan NHL sel-T). Tetapi, peran langsung EBV dalam genesis NHL ini jauh

kurang jelas daripada untuk limfoma Burkitt tipe endemik.5,7

HTLV-1 adalah virus yang ada hubungannya dengan HIV-I (AIDS).Ada

hubungan dengan terjadinya limfoma sel-T dan leukemia di Jepang dan daerah

Karibia. Di Eropa, virus ini tidak atau hampir sama sekali tidak terdapat. Di samping

infeksi virus imunosupresi yang lama merupakan faktor etiologi yang lain. Ini dapat

merupakan imunodefisiensi congenital, seperti misalnya pada ataksia, teleangiektasia,

atau kelainan akuisita, seperti pada AIDS atau pada terapi imunosupresif pada

penderita transplantasi.Pada umumnya penderita ini mendapat limfoma sel-B derajat

tinggi.Dibanding dengan tumor solid telah lebih banyak diketahui mengenai peran

onkogen dalam terjadinya NHL.Pada NHL terdapat translokasi kromosom. Yang

khas disini adalah bahwa bagian kromosom spesifik, yang di dalamnya terlokalisasi

gen reseptor immunoglobulin atau sel T terpindah ke kromosom lain, yaitu ke tempat

suatu onkogen. Bahwa disini justru terlibat gen reseptor immunoglobulin dan sel-T

5
bukanlah suatu kebetulan. Dalam perkembangan dini sel-B dan T gen-gen ini

mengalami proses pengaturan kembali pada niveau DNA, dengan penyusunan gen-

gen fungsional dari berbagai komponen gen pada kromosom. Pada proses ini terjadi

sementara patah kromosom. Alih-alih terjadi perbaikan patah dalam kromosom asli

malahan dapat juga terjadi penggabungan yang keliru ke kromosom lain. Hasilnya

adalah suatu translokasi.Onkogen yang bersangkutan karena itu dapat terderegulasi

dan teraktivasi. Sebagai prototype adalah translokasi t(8; 14) tersebut di atas, dimana

satu dari gen-gen rantai berat immunoglobulin kromosom 14 tergabung ke onkogen

c-myc pada kromosom 8. Aktivasi c-myc menyebabkan proliferasi hebat. Translokasi

t(8; 14) secara spesifik terdapat pada limfoma Burkitt (endemik dan sporadik) tetapi

juga pada lain-lain NHL sel-B derajat tinggi.1,2,5,6

Translokasi yang dapat disamakan adalah translokasi t(14; 18) yang terdapat

dalam kira-kira 85% NHL folikular sentroblastik/sentrositik (dan dalam tipe yang

berasal dari ini). Onkogen bcl-2 yang bersangkutan dengan ini menyebabkan sentrosit

dalam keadaan normal mempunyai jangka hidup sangat terbatas, dapat hidup lebih

lama karena blokade terhadap apa yang disebut kematian sel terprogram (apoptosis).

Efek ini memegang peran penting pada terjadinya tipe NHL ini. Jadi perlu dipahami

bahwa onkogen dapat menstimulasi proliferasi maupun menghambat kematian sel.

Kedua faktor itu dapat menimbulkan replikasi sel neoplastik.4,5,7

6
E. PATOFISIOLOGI

Hingga saat ini, proses terjadinya neoplasma seperti halnya pada limfoma

belum diketahui pasti; hanya merupakan suatu hipotesis dan adanya faktor

penyokong atau resiko terjadinya kanker.

a. Teori Asal Neoplasma pada Limfoma Non Hodgkin

Terdapat 2 tipe asal neoplasma yaitu:

1. Asal dari monoklonal

Menurut teori asal monoklonal, perubahan neoplastik awalnya mengenai satu

sel, yang kemudian memperbanyak diri dan menimbulkan neoplasma. Neoplasma

yang berasal dari monoklonal ini jelas terlihat pada neoplasma limfosit B (limfoma

sel B) yang menghasilkan imunoglobulin.13

7
Gambar 2.1 Neoplasma limfosit B. Distribusi immunoglobin rantai ringan dan
berat di dalam populasi limfosit B

2. Asal dari lapangan

Suatu agen karsinogenik yang bekerja padasejumlah besar sel yang serupa

dapat menimbulkan suatu lapangan yang berpotensi menjadi sel neoplasma.

Neoplasma kemudian dapat timbul dari satu sel atau lebih di dalam lapangan ini.

Perubahan pada lapangan ini dianggap sebagai langkah pertama dari dua atau lebih

langkah-langkah berurutan yang menimbulkan kanker (“multiple hit”). 13

Berbagai faktor dapat menyebabkan benturan ini dan setiap benturan

menghasilkan perubahan pada genom sel yang terkena yang diteruskan pada

keturunannya yaitu klon neoplastik. Periode antara benturan pertama dan timbulnya

kanker secara klinis disebut periode lag. Interaksi multi faktor digambarkan pada

terjadinya Limfoma Burkitt (jenis LNH derajat tinggi menurut klasifikasi WHO)

sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini.13,14

8
Gambar 2.2 Onkogenesis pada limfoma Burkitt

Kudson mengemukakan bahwa karsinogenesis memerlukan 2 benturan.

Benturan pertama adalah inisiasi dan karsinogen yang menyebabkannya adalah

inisiator. Benturan kedua yang menginduksi pertumbuhan neoplastik adalah promosi,

dan agen penyebabnya adalah promotor. Pendapat yang berkembang saat ini bahwa

terjadinya banyak benturan (lima atau lebih) berperan besar pada timbulnya

kanker.13,14

b. Teori Mutasi Genetik

Kelainan di dalam genom akibat faktor keturunan, mutasi spontan, atau kerja

agen eksternal dapat menyebabkan neoplasma jika perubahan terjadi pada gen

pengatur pertumbuhan. Gen ini yang disebut sebagai protoonkogen (onkogen selular),

mengkode berbagai faktor pertumbuhan dan reseptor faktor pertumbuhan.

Peningkatan produksi faktor perangsang pertumbuhan atau reseptornya atau

9
penurunan faktor (penghambat) penekan pertumbuhan atau produksi faktor yang

fungsinya abnormal dapat menimbulkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Sel

neoplastik kemudian dihasilkan oleh beberapa perubahan tersebut (benturan

multipel). Agen eksternal yang dapat mempengaruhi (mutagen) mencakup karsinogen

kimia, radiasi pengion, dan virus. Efek agen ini dieksaserbasi oleh mekanisme

perbaikan DNA yang tidak sempurna pada usia lanjut dan pada keadaan pewarisan

tertentu misalnya ataksia telangiektasia yang berhubungan dengan terjadinya

LNH.13,14

c. Teori Onkogen Virogen

Transformasi neoplastik dianggap sebagai aktivasi (atau depresi) rangkaian

DNA spesifik yang diketahui sebagai gen pengatur pertumbuhan atau protoonkogen.

Aktivasi onkogenesis dapat terjadi melalui beberapa mekanisme: (1) mutasi

protoonkogen; (2) translokasi ke bagian genom yang lebih aktif; (3) insersi virus

onkogenik pada daerah sekitarnya; (4) amplifikasi protoonkogen;(5) pengenalan

onkogen virus; (6) derepresi (kehilangan kendali penekan); Hasil gen teraktivasi

dikenal sebagai “onkogen teraktivasi” (atau onkogen mutan, dengan perubahan

struktur) atau hanya sebagai onkogen selular (c –onc). Dari mekanisme yang tersebut

diatas, peran onkogen melalui mekanisme translokasi dianggap paling berperan pada

terjadinya LNH.13,14

10
Gambar 2.3 Hubungan onkogen selular dengan pertumbuhan normal dan neoplasma
serta cara aktifasi onkogen

F. MANIFESTASI KLINIS

NHL kebanyakan menampakkan diri sebagai pembesaran kelenjar limfe.Ini

dapat terjadi pada semua stasiun kelenjar. Kelenjar limfe biasanya tidak nyeri dan

ukurannya dapat bervariasi dari 1-2 cm sampai paket yang lebih besar. Pada limfoma

folikular pembengkakan kelenjar limfe kadang-kadang sudah ada beberapa tahun

tanpa mengalami banyak perubahan dalam ukurannya.12

Gejala awal yang bisa dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di

suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh, pembesaran

amandel, gangguan pernapasan, sembelit berat, nyeri perut dan pembengkakan

tungkai.Sekitar 20-30% dari NHL mulai ekstranodal, keluhan bervariasi tergantung

11
pada organ yang terlibat.Limfoma ekstranodal antara lain dapat dijumpai di kulit,

traktus digestivus, tulang, kelenjar tiroid dan testis.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis ditetapkan dengan pemeriksaan material biopsi kelenjar

limfe.Pungsi histologik dapat mencurigakan untuk diagnosis, tetapi histologi

diperlukan untuk klasifikasi yang tepat dan menentukan subtipenya, yang mempunyai

konsekuensi terapeutik penting.Sesudah diagnosis NHL ditetapkan, perlu dijalankan

penetapan stadiumnya.Pembagian stadium yang digunakan identik dengan yang

digunakan pada penyakit Hodgkin. Di samping anamnesis dan pemeriksaan fisik,

dengan perhatian khusus untuk organ limfoid antara lain juga lingkaran Waldeyer,

pemeriksaan inisial ini juga meliputi analisis darah (gambaran darah, fungsi hepar,

fungsi ginjal dan spektrum protein). Jelas jika ada kelenjar di leher ikut serta dalam

proses itu diperlukan pemeriksaan THT. Pemeriksaan rontgen meliputi foto toraks

dan CT-scan perut. CT-scan pada NHL praktis menggantikan limfangiografi.6,7,9

Untuk penetapan stadium pengeboran tulang penting, terutama pada limfoma

folikular, hasilnya 60-70% dari kasus positif.Pada limfoma difus sel besar hasilnya

lebih rendah (30%).Karena itu pada limfoma folikular, penyakitnya dalam 70-80%

kasus telah berada dalam stadium III atau IV pada presentasi pertama.Limfoma

limfoblastik dan limfoma Burkitt seperti LLA, dapat menunjukkan perluasan

meningeal, pasti jika sumsum tulangnya positif.Untuk ini diperlukan pemeriksaan

liquor.Pada NHL dapat terjadi hemolisis autoimun dan trombositopenia. Pada anemia

12
atau trombositopenia yang tidak jelas sebabnya harus diingat akan hal ini. Kadang-

kadang terdapat juga paraproteinemia.1,3,4

Tabel 2. Penetapan diagnosis limfoma non-Hodgkin

Anamnesis Gejala-gejala B

Kelainan yang terasosiasi dalam keluarga

Pemeriksaan Kelenjar-kelenjar : lokalisasi dan besarnya

Pembesaran hepar, limpa

Pemeriksaan THT

Pemeriksaan laboratorium LED, Hb, leukosit, trombosit

Faal hati dan ginjal

SLDH

Spektrum protein

Pemeriksaan sumsum tulang Biopsi tulang Yamshidi

Pemeriksaan rontgen X-thorax

CT-scan toraks-abdomen

Dipertimbangkan/jika ada Pemeriksaan imunotipe darah perifer pada

indikasi lokalisasiekstranodal atau organ.Pemeriksaan

gambar organ bersangkutan dan

kelenjarkelenjar berbatasan. Pemeriksaan

lambung pada limfoma THTPemeriksaan

13
liquor pada sumsum tulang positif

padaNHLderajat intermedier

tinggiPemeriksaan trombositopenia

hemolisis/autoimun

Pada NHL yang primer terlokalisasi di organ dalam prinsipnya dilakukan

penetapan stadium yang sama, ditambah dengan pemeriksaan organ yang

bersangkutan. Pada limfoma lambung sering didapatkan lokalisasi tonsil, dan juga

kebalikannya. Jadi pemeriksaannya harus diarahkan ke sini.5,6

H. PATOLOGI

Patologi

1. Pembagian histologik2,7,9

Limfoma non-Hodgkin merupakan satu golongan penyakit yang heterogen

dengan spectrum yang bervariasi dari tumor yang sangat agresif sampai kelainan

indolen dengan perjalanan lama dan tidak aktif.Dalam perjalanan waktu

dikembangkan berbagai usaha untuk mendapatkan klasifikasi NHL yang dapat

diyakini dan dapat direproduksi.Semula klasifikasi ini didasarkan atas sifat-sifat

morfologik dan sitokimiawi.Kemudian bertambah dengan kriteria imunologik dan

biologi molekuler, yang dapat memberi gambaran yang lebih tepat mengenai tipe sel

dan stadium pertumbuhannya.Di Eropa pada umumnya digunakan klasifikasi Kiel, di

Amerika Serikat kebanyakan klasifikasi menurut Lukes dan Collins dan kadang-

14
kadang juga menurut Rappaport.Karena dengan ini perbandingan hasil terapi dan

prognosis mendapat banyak kesukaran, pada tahun 1982 dikembangkan Working

Formulation (WF).Ini bukanlah suatu sistem klasifikasi baru melainkan suatu

kompromi berdasarkan empiri klinik yang dapat membedakan entities dengan

implikasi prognostik.

Limfoma non-Hodgkin berdasarkan atas asal limfositnya dibagi menjadi 2,

yaitu NHL limfosit B yang nantinya akan berdeferensiasi menjadi sel plasma yang

membentuk antibodi (prevalensinya 70%) dan NHL limfosit T yang nantinya akan

berdeferensiasi menjadi bentuk aktif.Dibedakan 3 derajat malignitas klinis: rendah

(30%), intermedier (40%) dan tinggi (20%), dan dalam kategori ini digunakan

pengertian dari klasifikasi Dorfman, Lukes, dan Collins. Dua sistem klasifikasi

morfologik yang umum dipakai di Amerika Serikat ini didasarkan atas pola

pertumbuhan dan tipe sel. Kriteria imunologik, yang antara lain membedakan antara

tipe sel-B dan sel-T, belum dimasukkan disini. Tetapi, kepentingan besar WF adalah

dalam kenyataan bahwa WF ini mempunyai nilai prediktif yang baik untuk perilaku

klinis malignitas ini.Karena itu, sistem ini merupakan dasar untuk tindakan

terapeutik.

Konsep klasifikasi Kiel berdasar atas perbandingan dengan pertumbuhan sel-

B dan sel-T normal.Limfoma non-Hodgkin dianggap sebagai lawan maligna stadium

spesifik dalam pertumbuhan ini dan dengan itu mempunyai fenotipe yang cocok

(morfologi dan pola penanda).Terutama dalam hal NHL sel-B ini menyebabkan

pengenalan entities biologic yang disebut penyakit limfoma. Kepentingannya adalah

15
pertama bahwa dalam golongan NHL dengan derajat malignitas yang sama dapat

dibuat prediksi mengenai kelakuan tumornya dalam arti lokalisasi tumor yang

diharapkan (lien, sumsum tulang, ekstranodal, susunan saraf sentral) dan

kemungkinan terhadap relaps. Kedua, cara klasifikasi demikian merupakan dasar

yang baik untuk penelitian medik biologik dalam lapangan non-Hodgkin. Karena itu,

di Amerika Serikat makin besar antusiasme untuk penanganan demikian. Hal ini

belakangan ini menyebabkan usul bersama hematopatolog Eropa dan Amerika untuk

memodernisasi klasifikasi Kiel, berdasar atas kesatuan biologik yang didefinisikan

dengan menggunakan morfologi, imunohistologi, sitogenetika, dan biologi molekuler

(Harris, 1994). Klasifikasi baru ini berbeda dengan klasifikasi Kiel sedemikian rupa,

bahwa tekhnik pemeriksaan modern diimplementasikan dalam diagnostik NHL dan

bahwa juga NHL ekstranodal, yang dalam klasifikasi Kiel tidak dapat dimasukkan

dengan baik padahal kira-kira merupakan 40% semua NHL, secara eksplisit

diikutsertakan.

Pengenalan entities biologi diharapkan dapat menuntun ke pengembangan

terapi yang ditujukan pada perilaku klinis spesifik penyakit limfoma individual.

16
2. Teknik tambahan pada pemeriksaan histologik10,11

Di samping kriteria morfologik untuk menentukan diagnosis NHL, banyak

digunakan pemeriksaan imunohistokimiawi.Kenyataan bahwa malignitas itu sifatnya

klonal, artinya terjadi dari satu sel yang tertransformasi, dapat digunakan untuk

diferensiasi antara proliferasi reaktif dan NHL.Pada limfoma sel B dalam hal ini

dapat diperhatikan restriksi rantai ringan.Artinya bahwa satu NHL sel B hanya

memproduksi satu tipe rantai ringan, kappa, atau lambda.Ini ditunjukkan dengan

tekhnik imunohistokimiawi.Dengan penggunaan panel zat penanda yang karakteristik

untuk berbagai stadium perkembangan sel B dan sel T lebih lanjut dapat dibedakan

antara NHL sel B dan sel T dan antara berbagai subtipe NHL.

17
Pemeriksaan imunohistokimiawi, dalam banyak hal harus dikerjakan atas

vriescoupe.Jadi sangatlah penting bahwa patolog anatomi menerima material yang

dikirim (kelenjar limfe, material biopsi lambung, dan lain-lain) tidak terfiksasi, jadi

tidak dalam formalin.Juga dengan menggunakan teknik biologi molecular dapat

ditunjukkan monoklonalitas, tipe sel-B dan sel-T dari proliferasi limfoid.Disini

diperhatikan penyusunan (kembali) gen-gen reseptor immunoglobulin dan sel-T.juga

dengan cara ini dapat diperiksa translokasi yang terdapat pada berbagai tipe NHL.

I. STADIUM

Stadium adalah proses menentukan apakah kanker telah menyebar. Ada

berbagai gejala stadium yang digunakan untuk limfoma non-Hodgkin. Untuk

informasi tentang stadium. Salah satu metode stadium limfoma non-Hodgkin

MENURUT St. Jude children’s hospital adalah sebagai berikut:6,7

1. Stadium I - melibatkan tumor di satu lokasi, baik nodal atau di tempat lain di

tubuh.

2. Stadium II - melibatkan tumor di dua atau lebih situs pada sisi tubuh yang sama

(di atas atau di bawah diafragma).

3. Stadium III - melibatkan tumor yang dimulai di dada atau tulang belakang, atau

tumor dalam jumlah apapun yang terjadi pada kedua sisi tubuh, namun tidak

melibatkan sumsum tulang atau sistem saraf pusat.

4. Stadium IV - setiap tahap tumor yang juga memiliki sumsum tulang dan / atau

keterlibatan sistem saraf pusat. Tahap IV juga terbagi tergantung pada jumlah

ledakan (sel kanker) yang ada di sumsum tulang.

18
J. TATALAKSANA

Pada pemilihan terapi limfoma non-Hodgkin yang penting adalah stadium,

derajat malignitas, dan umur.4,8,10

1. Terapi limfoma derajat malignitas rendah

Sekitar 25-30% NHL termasuk limfoma derajat malignitas rendah.Dari

golongan ini limfoma folikular sentroblastik-sentrositik merupakan bagian

terbesar.Sebagian besar limfoma ini berada dalam stadium III dan IV.Yang

dibicarakan di bawah terutama mengenai tipe ini (Horning, 1994).Untuk stadium I

dan II yang frekuensinya kecil, radioterapi adalah terapi yang diperlukan.Dengan ini,

70% penderita dalam stadium I dan 50% dalam stadium II sembuh.Penelitian

mengenai nilai kemoterapi ajuvant sesudah radioterapi tidak menunjukkan perbaikan

ketahanan hidup.

Terdapat problem mengenai terapi stadium III dan IV.Limfoma folikular

mempunyai perjalanan yang sedikit agresif, tetapi kemungkinan penyembuhannya

terbatas. Prosesnya mudah didesak kembali, tetapi tidak dapat dihilangkan karena

masih ada sarang-sarang yang ketinggalan, antara lain di dalam sumsum tulang. Jika

tercapai remisi masih dapat timbul residif.Di samping itu, penderita kebanyakan lebih

tua. Bisa dipilih “tunggu dan amati”, artinya baru dimulai terapi jika jelas ada

progresi. Juga dapat dipilih monokemoterapi yang tidak banyak memberatkan dalam

bentuk klorambusil, atau untuk kemoterapi kombinasi dalam bentuk seri

CVP.Penyinaran tubuh total, dengan menyinari seluruh tubuh dengan dosis rendah,

juga merupakan suatu alternatif.

19
Derajat rendah (folikular) Difus (derajat

intermedier/tinggi)

Stadium I RT RT

Pada tumor >5cm CT, kemudian

RT

Stadium II RT Sebagai stadium III atau IV

Stadium III- Mungkin : Kemoterapi CHOP

IV - Wait and see

- Mono-CT

- Kombinasi CT : CVP

- TBI

- Terapi ajuvan interferon

Residif Sebagai III-IV Sebagai III-IV

- Setelah RT Tergantung interval Pada umumnya CT tidak resisten

- Setelah CT Jika singkat : CT lebih silang

intensif Jika remisi : CT dosis tinggi

Jika lama : CT yang sama dengan ABMT atau PSCT

Jika lokal : RT lokal

- Fludarabin

- Dalam penelitian : CT dosis

20
tinggi dengan ABMT/PSCT

Tabel 3. Pilihan terapi limfoma non-Hodgkin

RT : radioterapi ABMT : transplantasi sumsum tulang autolog

CT : kemoterapi PSCT : transplantasi sel induk perifer

TBI : total body irradiation

Tabel 4. Beberapa kombinasi kemoterapi yang banyak dipakai pada limfoma non-

Hodgkin

Dosis Hari ke- 1 2 3 4 5 8 15

(mg/m2)

CVP

Vinkristin 1,4 p.o. +

Siklofosfamid 300 p.o. ——————

Prednisone 50-100 p.o. ——————

CHOP

Siklofosfamid 750 i.v. +

Prednisone 50 i.v. +

Vinkristin 1,4 i.v. +

Prednisone 60-100 p.o. ——————

CHVmP/VCR

21
bleo

Siklofosfamid 600 i.v. +

Adriamisin 50 i.v. +

VM 26 60 i.v. +

Prednisone 60 p.o. —————–

Vinkristin 1,4 i.v. +

Bleomisin 10 i.v. +

Keterangan : + dosis sekali

— diminum tiap hari berkelanjutan

Pemilihan terapi tidak berpengaruh terhadap ketahanan hidup pasien.Dengan

kombinasi kemoterapi kemungkinan mencapai remisi yang baik lebih besar. Saat

mulai dan macamnya terapi karena itu akan ditentukan oleh umur dan massa

tumornya, dan ada atau tidaknya keluhan.Pada massa tumor yang kecil dapat

diadakan periode observasi, yang pasti pada penderita yang lebih tua, dan bila terjadi

progresi dapat dimulai dengan klorambusil. Tetapi jika yang dihadapi paket kelenjar

limfe yang besar yang memberi keluhan, maka akan diinginkan regresi yang lebih

cepat dan akan dipilih CVP. Lama terapi ditentukan oleh saat dicapainya remisi baik,

kemudian ditunggu. Pada residif, terapi diulang.

Peran intereferon pada terapi primer pada tahun-tahun akhir ini

diteliti.Sebagai adjuvant yang diberikan pada waktu terapi primer interferon memberi

22
perbaikan ketahanan hidup bebas penyakit, tetapi tidak untuk lamanya ketahanan

hidup.Tetapi, hasilnya belum sedemikian sehingga penambahan interferon dapat

menjadi standar.Efek samping adalah rasa lelah dan batuk pilek.

Pada NHL derajat malignitas rendah lama remisi pada umumnya tidak

panjang.Sesudah 5 tahun 40% penderita masih dalam remisi. Ketahanan hidup adalah

70% sesudah 5 tahun, dan 50% sesudah 10 tahun.Kalau residif terjadi lama sesudah

terapi pertama dan bersifat lokal, dapat dipertimbangkan radioterapi lokal.Pada residif

yang lebih tergeneralisasi, kebijaksanaan tergantung pada intervalnya. Pada interval

yang lebih lama (lebih dari 1-2 tahun) dapat dipilih terapi yang sama seperti pada

penanganan pertama, pada interval yang singkat akan dipilih terapi yang lebih berat,

misalnya CVP sesudah leukeran, atau CHOP sesudah CVP.5,6,8

Tahun-tahun terakhir ini telah dikembangkan beberapa obat baru yang pada

NHL derajat rendah memberi hasil yang lebih baik. Fludarabin, suatu antimetabolit

dalam lini kedua memberi 30% remisi baik dan dalam lini pertama bahkan 60%.

Dapat diharapkan bahwa obat ini akan menduduki tempat yang penting dalam terapi

limfoma tipe ini. Jika digunakan dalam lini kedua atau ketiga, ada kemungkinan

infeksi oportunistik, karena limfosit normal juga turun jumlahnya.Prognosis tipe

limfoma ini dalam tahun-tahun terakhir tidak tampak adanya kemajuan.Introduksi

dosis tinggi kemoterapi dengan transplantasi sumsum tulang atau sel induk pada

limfoma derajat intermedier atau derajat tinggi menimbulkan pertanyaan apakah ini

juga pada limfoma derajat rendah dapat memberikan hasil. Penelitian untuk ini

sedang dilakukan.2

23
2. Limfoma derajat malignitas intermedier dan tinggi

Pada terapi limfoma derajat melignitas intermedier dan tinggi akhir-akhir ini

tampaknya ada perkembangan penting, tetapi ternyata harapan tidak menjadi

kenyataan. Jika disebutkan limfoma derajat intermedier dan tinggi perlu dijelaskan

bahwa di dalam kebanyakan publikasi, dan juga apa yang disebutkan di bawah ini

limfoma limfoblastik tidak termasuk dalam kategori ini. Limfoma ini biasanya

ditangani sebagai LLA.Saat ini, mengenai terapi tidak ada perbedaan antara tipe sel-T

dan sel-B.

Mengenai stadium I, terdapat perbedaan pendapat.Sebagian berpendapat

bahwa dengan radioterapi saja dalam 60-70% kasus dapat diperoleh kesembuhan.Jika

dalam stadium I limfoma lebih besar dari 5 cm maka radioterapi saja tidak cukup.

Sebagian lain cenderung semua limfoma intermedier dan derajat tinggi diterapi

dengan kemoterapi, tetapi radioterapi saja untuk stadium I dengan massa kelenjar

yang kecil dapat dipertahankan.Dalam stadium II, III, dan IV, kemoterapi merupakan

tindakan terpilih.Terapi standar masih tetap kemoterapi CHOP (siklofosfamid,

adriamisin, vinkristin, prednisone). Dengan ini kira-kira 60% kasus dapat mencapai

remisi komplit, dengan 30% ketahanan hidup lebih lama, atau dalam hal ini

kesembuhan.

Sejumlah besar studi dari berbagai institut dengan menggunakan skema

kemoterapi yang lebih baru dan lebih intensif, belakangan ini menunjukkan hasil

lebih baik dibandingkan dengan terapi CHOP.Kemoterapi baru ini berbeda dengan

seri CHOP karena diberikan lebih banyak obat sebagian besar dalam dosis yang lebih

24
tinggi dan juga dengan interval yang lebih pendek.Contoh adalah m-BACOD dan

pro-MACE-MOPP.Terobosan yang paling konsekuen dalam lapangan ini adalah

kombinasi MACOP-B. Pada cara ini kemoterapi diberikan 12 minggu kontinyu, tanpa

terputus dan hampir sama sekali tanpa memperhitungkan angka-angka darah. Di

samping itu, diberikan profilaktik antibiotik dan kadang-kadang pemberian trombosit

berkali-kali.Persentase remisi komplit adalah 84 dan persentase ketahanan hidup lama

adalah 69. Tetapi ini merupakan penelitian yang tidak dirandomisasi, berasal dari satu

institut.4,5,6

Belakangan dapat dibaca hasil penelitian besar di Amerika yang dirandom

terhadap 899 penderita, yang di dalamnya dibandingkan beberapa skema baru dengan

terapi standar CHOP.Tidak didapat perbedaan, baik dalam kemungkinan remisi,

maupun dalam ketahanan hidup bebas sakit, atau dalam ketahanan hidup.Ketahanan

hidup bebas penyakit yang panjang adalah antara 40-45% untuk semua skema yang

diteliti.Yang jelas adalah justru adanya lebih banyak morbiditas dan mortalitas yang

lebih tinggi sebagai akibat efek samping.Selanjutnya ternyata bahwa prognosis pada

tipe limfoma ini tergantung pada beberapa cirri inisial, yang disebut faktor

prognostik.Telah dibuat analisis luas mengenai faktor-faktor prognostik ini pada

limfoma derajat intermedier dan derajat tinggi. Faktor prognostik yang terepenting

adalah umur (di atas atau di bawah 60 tahun), stadium (I-II versus III-IV), jumlah

lokalisasi ekstranodal (0-1 terhadap lebih dari 2), performance status (0-1 versus 2-3)

dan kadar SLDH (normal dibandingkan dengan abnormal). Ketahanan hidup jangka

panjang dapat bervariasi dari 70% pada faktor tidak menguntungkan 0-1, sampai 20-

25
30% pada adanya faktor tidak menguntungkan 4 atau 5, tidak tergantung pada terapi.

Jadi, sangat mungkin bahwa hasil baik yang pertama disebutkan dari skema yang

lebih intensif itu berdasar atas kriteria seleksi. Jadi, sementara terapi CHOP yang

lama tetap dipertahankan.2,3

Juga pada NHL diterapkan kemoterapi dosis tinggi dengan pemberian

kembali sumsum tulang atau sel induk perifer.Dengan ini dapat dicapai remisi pada

keadaan yang dengan terapi konservatif tidak dapat diharapkan.Kemoterapi dosis

tinggi dengan ABMT dengan reinfusi sel induk perifer antara lain diterapkan pada

penderita dengan ciri-ciri yang tidak menguntungkan (volume besar, LDH tinggi),

sebagai konsolidasi lini pertama, dan pada penderita dengan residif pertama atau

kedua sesudah mereka dikembalikan lagi di dalam remisi sebaik mungkin. Ternyata

bahwa tidak ada artinya menerapkan terapi ini pada penderita yang telah diobati

dengan segala cara atau pada penderita dengan progresi selama kemoterapi standar.

Indikasi tepat untuk cara penanganan ini belum seluruhnya pasti dan studi lebih lanjut

sedang dilakukan.3

Pada penderita lebih tua (1/3 adalah lebih tua daripada 70 tahun) pada waktu

ini sedang diteliti apakah dengan varian terapi CHOP yang lebih dapat ditoleransi

dapat dicapai hasil yang sama: kurang toksisitas, tanpa kehilangan keberhasilan.

Yang digunakan adalah skema CNOP, yang di dalamnya adriamisin dari CHOP

diganti dengan mitoksantron (Novantrone) yang kurang toksisitasnya, meskipun

dalam beberapa studi hasilnya tampak kurang dibandingkan dengan CHOP.

26
Tempat radioterapi pada penanganan stadium II, III, dan IV limfoma derajat

intermedier dan tinggi tidak jelas.Tidak tampak bahwa radioterapi membantu

perbaikan ketahanan hidup, tetapi residif lokal dapat dicegah.Dalam publikasi yang

paling akhir, radioterapi tidak diberikan sebagai bagian tetap dari terapi.Jika penyakit

ini sesudah kemoterapi lini pertama kembali lagi, sulit mencapai remisi baru untuk

jangka panjang dengan bentuk lain standar kemoterapi. Pada golongan penderita

dengan residif pertama atau kedua yang sensitif untuk kemoterapi, sementara dapat

ditunjukkan bahwa kemoterapi dosis tinggi dengan bantuan sumsum tulang

memperbaiki prognosis dibanding dengan terapi standar.

K. PROGNOSIS

Prognosis sangat tergantung pada:

 Tingkat penyakitnya.

 Ada tidaknya metastasis

 Respon terhadap terapi.

 Usia dan kesehatan anak secara keseluruhan.

 Toleransi terhadap obat, prosedur, atau terapi spesifik anak Anda.

 Perkembangan baru dalam perawatan

Seperti halnya kanker, prognosis dan kelangsungan hidup jangka panjang dapat

sangat bervariasi dari anak ke anak. Setiap anak unik dan pengobatan dan prognosis

terstruktur di sekitar anak. Perhatian medis segera dan terapi agresif penting untuk

prognosis terbaik. Perawatan tindak lanjut yang terus-menerus sangat penting bagi

anak yang didiagnosis dengan limfoma non-Hodgkin. Efek samping radiasi dan

27
kemoterapi, serta keganasan kedua, dapat terjadi pada orang yang selamat dari

limfoma non-Hodgkin. Metode baru terus ditemukan untuk memperbaiki pengobatan

dan mengurangi efek samping.4,6,7

28

Anda mungkin juga menyukai