Jawaban : kulit dapat melakukan fungsinya sebagai sistem pertahanan tubuh dengan beberapa
proses. Dalam kulit itu sendiri, sudah terdapat suatu sel menjaga kulit dari serangan benda asing.
Sel itu dikenal dengan nama sel langerhans yang terdapat di lapisan epidermis. Kemudian,
adapula suatu proses pada kulit yang senantiasa berjalan terus-menerus dengan siklus yang tetap
(kecuali pada psoriasis) setiap 28 hari sekali. Proses ini disebut sebagai deskuamasi. Deskuamasi
adalah proses terlepasnya stratum korneum yang telah mati dan akan digantikan dengan kulit
yang baru. Proses ini dimaksudkan untuk membuang mikroorganisme patogen yang biasa
menempel pada kulit (stratum korneum), dikenal pula dengan nama keratinisasi. Selain itu,
terdapat juga suatu substansi antijamur, yaitu unsatturated transferin dan alfa2 makroglobulin
keratinase inhibitor yang mencegah invasi jamur dermatofita dan mencegah pertumbuhan
organisme pada lapisan yang lebih dalam. Jika sel langerhans dan keratinisasi ini gagal dalam
menghadapi mikroorganisme patogen, maka selanjutnya akan datang banntuan dari mediator
inflamasi seperti netrofil, limfosit, komplemen, PMN, dan aktivasi faktor penghambat serum
(serum inhibitory factor) yang disebut proliferasi epidermis. Proliferasi epidermis inilah yang
termasuk sistem imun non spesifik dari kelompok selular.
Jika, sampai pada sistem imun non spesifik jenis selular ini belum berhasil mengatasi serangang
patogen, maka akan dilanjutkan oleh sistem imun spesifik, pada kulit aktivitasnya dilakukan oleh
sel limfosit T dan B.
SISTEM IMUN
Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama dalam mempertahankan
tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti bakteri,jamur dan virus. Kesehatan
tubuh bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan serangan ini.
Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai:
Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan komponen tubuh yang telah
tua
Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi atau ganas, serta menghancurkannya.
Sistem imun menyediakan kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon imun
adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap masuknya patogen atau antigen
tertentu ke dalam tubuh.
Sistem pertahanan tubuh terbagi atas 2 bagian yaitu:
Pertahanan non spesifik, merupakan garis pertahan pertama terhadap masuknya serangan dari
luar. Pertahanan non spesifik terbagi atas 3 bagian yaitu :
Limfosit B
Limfosit T
Menyerang antigen yang ada di cairan antar Menyerang antigen yang berada di dalam
sel
sel
pecah. Sel darah putih jenis neutrofil,acidofil dan monosit keluar dari pembuluh darah akibat gerak yang
dipicu oleh senyawa kimia(kemokinesis dan kemotaksis). Karena sifatnya fagosit,sel-sel darah putih ini
akan langsung memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda
padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja
membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan pseudopodianya dan
membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan bantuan lisosom bisa melalui 2 cara
yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal
yang mencerna bagian tubuh mikroba. Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak
berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain : paru-paru(alveolar macrophage), hati(sel-sel
Kupffer), ginjal(sel-sel mesangial), otak(selsel microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada
nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besar. Sel ini akan
menempatkan diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim penghancur dari granul-granul
sitoplasma yang dimiliki. Selain leukosit, protein antimikroba juga berperan dalam menghancurkan
patogen. Protein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem
komplemen yang berperan penting dalam proses pertahan non spesifik dan spesifik serta interferon.
Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus
pada sel-sel tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen
tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.
PERTAHANAN SPESIFIK: IMUNITAS DIPERANTARAI ANTIBODI
Untuk respon imun yang diperantarai antibodi, limfosit B berperan dalam proses ini, dimana limfosit B
akan melalui 2 proses yaitu respon imun primer dan respon imun sekunder.
Jika sel limfosit B bertemu dengan antigen dan cocok, maka limfosit B membelah secara mitosis dan
menghasilkan beberapa sel limfosit B. Semua Limfosit b segera melepaskan antibodi yang mereka punya
dan merangsang sel Mast untuk menghancurkan antigen atau sel yang sudah terserang antigen untuk
mengeluarkan histamin. 1 sel limfosit B dibiarkan tetap hidup untuk menyimpan antibodi yang sama
sebelum penyerang terjadi. Limfosit B yang tersisa ini disebut limfosit B memori. Inilah proses respon
imun primer. Jika suatu saat, antigen yang sama menyerang kembali, Limfosit B dengan cepat
menghasilkan lebih banyak sel Limfosit B daripada sebelumnya. Semuanya melepaskan antibodi dan
merangsang sel Mast mengeluarkan histamin untuk membunuh antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B
dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan kenapa
respon imun sekunder jauh lebih cepat daripada respon imun primer.
Suatu saat, jika suatu individu lama tidak terkena antigen yang sama dengan yang menyerang
sebelumnya, maka bisa saja ia akan sakit yang disebabkan oleh antigen yang sama karena limfosit B
yang mengingat antigen tersebut sudah mati. Limfosit B memori
biasanya berumur panjang dan tidak memproduksi antibodi kecuali dikenai antigen spesifik. Jika tidak
ada antigen yang sama yang menyerang dalam waktu yang sangat lama, maka Limfosit b bisa saja mati,
dan individu yang seharusnya bisa resisten terhadap antigen tersebut bisa sakit lagi jika antogen itu
menyerang, maka seluruh proses respon imun harus diulang dari awal.
komplek antigen-antibodi sementara fiksasi komplemen memicu proses lisis dati protein komplemen pada
bakteri atau virus.
KELAINAN SISTEM IMUN:ALERGI
Alergi, kadang disebut hipersensitivitas, disebabkan respon imun terhadap antigen. Antigen yang memicu
alergi disebut allergen. Reaksi alregi terbagi atas 2 jenus yaitu:reaksi alergi langsung dan reaksi alergi
tertunda.
Reaksi alergi langsung disebabkan mekanisme imunitas humoral. Reaksi ini disebabkan oleh prosuksi
antibodi IgE berlebihan saat seseorang terkena antigen. Antibodi IgE tertempel pada sel Mast,leukosit
yang memiliki senyawa histamin. Sel mAst banyak terdapat pada paru-paru sehingga saat antibodi IgE
menempel pada sel Mast, Histamin dikeluarkan dan menyebabkan bersin-bersin dan mata berair.
Reaksi alergi tertunda disebabkan oleh perantara sel. Contoh yang ekstrim adalah saat makrofag tidak
dapat menelan antigen atau menghancurkannya. Akhirnya Limfosit T segera memicu pembengkakan
pada jaringan.
KELAINAN SISTEM IMUN:PENOLAKAN ORGAN TRANSPLANTASI
Sistem imun menyerang sesuatu yang dianggap asing di dalam tubuh individu normal, yang diserang
adalah organ transplantasi. Saat organ ditransplantasikan, MHC organ donor dikenali sebagai senyawa
sing dan kemudian diserang. Untuk mengatasi hal ini, ilmuwan mencari donor transplantasi yang MHC
punya banyak kesamaan dengan milik si resipien. Resipien organ tranplantasi juga diberi obat untuk
menekan sistem imun mereka dan menghindarkan penolakan dari organ transplantasi.
Jika organ tranplantasi mengandung Limfosit T yang berbeda jenisnya dengan Limfosit T milik donor
seperti pada cangkok sumsum tulang, Limfosit T dari organ tranplantasi ini bisa saja menyerang organ
dan jaringan donor. Unutk mengatasi hal ini, ilmuwan meminimalisir reaksi graft versus host(GVH)
dengan cara menghilangkan semua Limfosit T dewasa sebelum dilakukan tranplantasi.
KELAINAN SITEM IMUN:DEFISIENSI IMUN
Salah satu penyakit defisiensi sistem imun yaitu AIDS(Acquired Immune deficiency Syndrome) yang
disebabkan oleh HIV(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyerang Limfosit T pembantu karena
Limfosit T pembantu mengatur jalannya kontrol sistem imun. Dengan diserangkan Limfosit T pembantu,
maka pertahanan tubuh akan menjadi lemah. Defisiensi sistem imun dapata terjadi karena radiasi yang
menyebabkan turunnya produksi limfosit. Sindrom DiGeorge adalah kelainan sistem imun yang
disebabkan karena penderita tidak punya timus dan tidak dapat memproduksi Limfosit T dewasa. Orang
dengan kelainan ini hanya bisa mengandalkan imunitas humoralnya secara terbatas dan imunitas
diperantarai selnya sangat terbatas. Contoh ekstrim penyakit defisiensi sistem imun yang diturunkan
secara genetika adalah Severe Combined Immuno Deficiency(SCIED). Penderita SCID tidak punya
Limfosit B dan T maka ia harus diisolasi dari lingkungan luar dan hidup dengan betul-betul steril karena
mereka bisa saja mati disebabkan oleh infeksi.
Thymus
Thymus merupakan organ yang terletak dalam mediastinum di depan
pembuluh-pembuluh darah besar yang meninggalkan jantung, yang
termasuk dalam organ limfoid primer. Thymus merupakan satu-satunya
organ limfoid primer pada mamalia yang tampak dan merupakan jaringan
limfoid pertama pada embrio sesudah mendapat sel induk dari saccus
vitellinus. Limfosit yang terbentuk mengalami proliferasi tetapi sebagian
akan mengalami kematian, yang hidup akan masuk ke dalam peredaran
darah sampai ke organ limfoid sekunder dan mengalami diferensiasi menjadi
limfosit T. Limfosit ini akan mampu mengadakan reaksi imunologis humoral.
Thymus mengalami involusi secara fisiologis dengan perlahan-lahan. Cortex
Limfonodus
Nodus limfa terbagi menjadi ruangan yang lebih kecil yang disebut nodulus. Nodulus
terbagi menjadi ruangan yang lebih kecil lagi yang disebut sinus. Di dalam sinus terdapat
limfosit dan makrofag. Fungsi nodus limfa adalah untuk menyaring mikroorganisme yang
ada di dalam limfa. Nodus lymphaticus merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret
sepanjang pembuluh limfe. Jaringan parenkimnya merupakan kumpulan yang mampu
mengenal antigen yang masuk dan memberi reaksi imunologis secara spesifik. Organ ini
berbentuk seperti ginjal atau oval dengan ukuran 1-2,5 mm. Bagian yang melekuk ke dalam
disebut hillus, yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah. Pembuluh limfe
aferen masuk melalui permukaan konveks dan pembuluh limfe eferen keluar melalui hillus.
Nodus lymphaticus tersebar pada ekstrimitas, leher, ruang retroperitoneal di pelvis dan
abdomen dan daerah mediastinum.
Jaringan Limfoid Mukosal (MALT)
Terletak di tunika mukosa terutama lamina propria, traktus digestivus, respiratorius
dangenitourinarius. Terdiri dari sel T terutama CD8, sel B dan APC. Pada traktus
digestivusterdiri dari limfosit difus, limfonoduli soliter dan berkelompok (tonsila, plaque
Peyeri). Sedangkan pada traktus respiratorius dan genitourinarius terdiri dari limfosit
difus,limfonoduli soliter. Sistem imun mukosa pada jaringan limfoid mukosa
merupakankomponen terbesar sistem limfoid melebihi lien dan limfonodus
Kekebalan adaptasi.
Kekebalan adaptasi disebut juga kekebalan spesifik. Kekebalan ini dilakukan oleh sel,
molekul dan organ dari sistem imun, menghasilkan suatu imun yang spesifik untuk melawan
agen asing atau antigen atau penyakit.
2.
Interferon adalah protein yang membantu untuk melindungi sel-sel tubuh yang sehat di
sekitarnya terhadap virus. Interferon yang dihasilkan sebagai respon terhadap suatu virus,
memberikan perlindungan kepada sel-sel terhadap invasi yang sama atau virus lainnya.
Interferon berfungsi untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus, meningkatkan sistem
kekebalan, efektif untuk melawan melanoma (kanker kulit), leukemia, membantu
menyembuhkan rematik tulang.
3. Antibodi.
Antibodi adalah suatu protein (immunoglobulin) yang diproduksi oleh sel. Antibodi
terdiri dari empat rantai polipeptida, yaitu satu pasang rantai panjang (rantai berat) dan satu
pasang rantai pendek (rantai ringan). Keempat polipeptida disatukan membentuk struktur
quartener. Setiap antibodi memberikan tanggapan yang berbeda terhadap benda asing yang
memasuki tubuh. Perbedaan masing-masing molekul antibodi terutama ditentukan oleh urutan
asam amino yang menyusun bagian yang berfungsi mengikat antigen (benda asing).
Immunoglobulin adalah protein penyusun antibodi yang dibedakan menjadi 5 kelas berdasarkan
keanekaragaman antigenetiknya. Kelima kelas immunoglobulin adalah: immunoglobulin
G, immunoglobulin A, immunoglobulin M,immunoglobulin E, immunoglobulin D.
Kerja antibodi dalam upaya melenyapkan antigen/penyakit, adalah:
a.
b.
c.
Netralisasi, yaitu upaya pengikatan antibodi terhadap zat toksin atau pengikatan antigen.
Aglutinasi, yaitu proses penggumpalan antigen oleh antibody.
Presipitasi, yaitu proses yang terjadi apabila suatu zat terpisah dari larutannya.
Makrofag adalah sel leukosit yang menjalankan fungsinya secara fagosit terhadap bahanbahan asing atau bakteri yang masuk kedalam tubuh. Makrofag dapat meninggalkan sistem
peredaran darah dan masuk ke dalam jaringan dan rongga tubuh. (Losyana dkk,2007)
5. Netrofil
Netrofil berfungsi fagosit terhadap antigen/benda asing yang masuk kedalam tubuh.
6. Limfosit
Limfosit, yaitu sel-sel kecil dengan bentuk berubah-ubah yang mengenali antigen,
menghasilkan antibodi dan mengontrol respon kebal. Limfosit beredar keseluruh bagian tubuh,
dari aliran darah ke limfe dan kembali ke dalam darah. Limfosit mempunyai dua bentuk utama,
yaitu T limfosit dan B limfosit. Keduanya berasal dari sumsum tulang. T limfosit (T sel)
bergerak menuju ke kelenjar timus (suatu kelenjar limfe yang terdapat pada dasar leher di bawah
tulang dada) dan mengalami sebagaian dari perkembangannya. B limfosit (B sel) mengalami
proses yang serupa di dalam sumsum tulang. Keduanya mempunyai sel-sel dengan molekulmolekul di permukaannya yang sangat serupa yang dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat
mengenal antigen yang spesifik dan mengikatnya. Reaksi pengenalan ini memacu limfosit
untuk memulai suatu respon kebal yang membinasakan antigen.
7. Sel Natural Killer
Sel natural killer merupakan sel mirip dengan limfosit. Sel ini akan menghancurkan sel
yang terinfeksi virus dan sel kanker dengan jalan melisiskan/menghancurkan membran sel-sel
tersebut pada saat bertemu pertama kali. Jadi sel natural killer membentuk pertahanan yang
bersifat segera.
8. Sistem Komplemen.
Sistem komplemen ialah seri (lebih dari 18 macam) protein plasma yang dihasilkan oleh
hati dan beredar di dalam pembuluh darah dalam keadaan inaktif. Apabila ada mikroorganisme
tersebut akan mengaktifkan sistem komplemen. Hal lain yang dapat mengaktifkan sistem
komplemen, yaitu jika terdapat kompleks antibodi yang telah melekat pada antigen. Sistem
komplemen yang telah aktif ini berupa suatu seri reaksi kimia. Adapun akibat reaksi kimia
adalah sebagai berikut:
Menghasilkan opsonin, yaitu zat yang melekatkan mikroorganisme dengan leukosit
sehingga memudahkan terjadinya fagositosis.
b.
Menyebabkan pelepasan histamin oleh mastosit (sel mast). Histamin menyebabkan
vasodilitas dan meningkatnya permeabilitas kapiler terhadap protein.
c.
Menghasilkan hemotoksin yang akan menarik leukosit menuju daerah infeksi.
a.
Menghasilkan kinin yang mempunyai fungsi seperti histamin, dan juga merangsang
reseptor saraf (rasa sakit, gatal).
e.
Membentuk Membran Attack Complex (MAC) yang menyerang membran permukaan
mikroorganisme dengan jalan membenamkan dirinya sehingga terbentuk saluran besar pada
membran mikroba. Dengan adanya saluran tersebut, membran bocor, sel membengkak dan
pecah.
C. Mekanisme Respon Kebal
d.
Patogen seperti virus, bakteri atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dapat
menyebabkan seseorang sakit. Suatu penyakit yang khusus dapat menyebabkan sistem
kekebalan, dapat meningkatkan respon kebal yang pertama dan menghasilkan sel-sel memori (sel
imun yang mengingat peristiwa imunologik tertentu) yang siap memicu respon kebal kedua pada
perlawanan tubuh yang pertama terhadap antigen penyakit. Sistem kekebalan adalah sangat vital
dalam melindungi tubuh dari penyakit. Bila sesuatu berjalan salah dengan sistem kekebalan
tubuh, maka akibatnya bisa fatal. Misalnya, bila kelenjar timus tidak normal kerjanya, maka T
limfosit gagal untuk berkembang. Tanpa T limfosit penolong, B limfosit tidak dapat membentuk
klon. Klon adalah keturunan aseksual dari suatu sel tunggal. Seorang bayi yang dilahirkan tanpa
T limfosit akan gagal dalam memprodusir klon B sel yang berperan untuk melawan
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Dengan demikian biasanya akan terbunuh oleh
patogen pertama yang dijumpainya. (Losyana dkk, 2007).
D. Macam-macam Mekanisme Pertahanan Tubuh
Mekanisme pertahanan tubuh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan tubuh yang diperoleh dari dalam tubuh, karena
tubuh membuat antibodi sendiri. Jenis kekebalan ini dapat terbentuk baik secara alami ataupun
buatan.
Kekebalan Aktif Alami (naturan immunity)
Kekebalan aktif alami adalah kekebalan tubuh yang diperoleh tubuh setelah seseorang
sembuh dari serangan suatu penyakit. Contoh: orang yang pernah terserang penyakit seperti
cacar air, campak, dan gondongan tidak akan terserang penyakit yang sama untuk kedua kalinya.
Sebab tubuh yang terserang sudah kenal dengan antigen yang menyerang. Akibatnya darah
membentuk antibodi untuk melawan antigen tersebut.
a.
2. Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh bukan dari antibodi yang disintesis
dalam tubuh, melainkan tinggal memakainya saja. Kekebalan Pasif dibedakan menjadi dua,
yaitu:
Kekebalan pasif alami
Kekebalan pasif alami adalah kekebalan yang diperoleh bukan dari tubuhnya sendiri,
melainkan dari tubuh orang lain. Misalnya kekebalan bayi yang diperoleh dari ibunya pada
waktu dalam kandungan dan ASI yang pertama kali.
a.
E. Macam-macam Immunisasi
Immunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
Macam-macam immunisasi adalah:
1. Immunisasi BCG
Immunisasi ini memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC),
vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan.
2. Immunisasi DPT
Immunisasi DPT adalah immunisasi yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan
tetanus. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang tenggorokan.
Pertusis adalah penyakit batuk rejan yang menyerang saluran udara yang disebabkan oleh
bakteri. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta
kejang.
3. Immunisasi DT
Immunisasi DT memberi kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman
penyebab difteri dan tetanus.
4. Immunisasi TT
Immunisasi tetanus (tetanus toksoid) memberi kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus.
Dengan menggunakan ATS (anti tetanus serum).
5. Immunisasi Campak
Immunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
6. Immunisasi MMR
Immunisasi MMR adalah memberi perlindungan terhadap campak, gondong, dan campak
jerman (rubella).
7. Immunisasi Hib
transfusi darah. Virus HIV dapat berada pada darah penderita, cairan vagina, air susu, air mani,
air ludah, air mata dan tinja. Virus HIV adalah retrovirus (virus dengan suatu gen ARN) yang
menyerang sel-sel di dalam otak, sehingga banyak penderita AIDS mengalami kerusakan otak
atau gila. Virus HIV membunuh limfosit dan mengurangi kemampuan sistem kekebalan tubuh
untuk melawan patogen. Penderita AIDS mempunyai sejumlah makrofag dan B limfosit (B sel),
tetapi sejumlah T limfosit penolong (T sel) secara drastis berkurang. Dengan sistem imun yang
cacat ini, penderita AIDS jatuh menjadi mangsa diare, kanker, pnumonia atau tuberkolosis,
tergantung pada patogen lokal, dan biasanya meninggal karena salah satu infeksi ini. Orang yang
terjangkit AIDS/HIV, dalam beberapa bulan atau tahun pertama akan mengalami peradangan
pada kelenjar-kelenjar limfe (biasanya di ketiak dan di leher belakang) yang disebut Persistent
Generalized Lympha demopathy (PGL). Perkembangan infeksi virus HIV menjadi AIDS dapat
dijelaskan sebagai berikut: (1) Infeksi kronis dapat mengakibatkan peradangan pada kelenjar
limfe sehingga menimbulkan gejala demam, berat badan menurun drastis, berkeringat, sariawan,
dan jumlah eritrosit dan leukosit menurun. (2) Infeksi akut dapat menyebabkan peradangan pada
kelenjar-kelenjar tubuh. (3) AIDS dapat mengakibatkan pnumonia pneumositik, sarkoma kaposi
(tumor kulit) dan limfoma (4) AIDS dapat pula menyerang sistem saraf, misalnya peradangan
otak sub akut. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat melawan virus HIV. Antibiotika
yang membantu sistem kekebalan tubuh melawan infeksi, tidak mempunyai pengaruh terhadap
virus HIV. Obatazidothymidine (AZT) menyerupai timidin nukleotida (nucleotidae thymidine)
dapat memperpanjang hidup sebagian besar penderita AIDS. Obat ini dapat membunuh virus
HIV yang melaukan replikasi. Masa inkubasi penyakit AIDS adalah bervariasi antara 6 bulan
sampai dengan 6 tahun.
Pencegahan virus HIV atau penyakit AIDS dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain sebagai berikut:
Dengan memberikan pendidikan atau penyuluhan di sekolah, masyarakat, dan keluarga,
khususnya tentang pendidikan seks (pendidikan kehidupan keluarga), Pendidikan seks bertujuan
untuk: (1) Menjelaskan bagaimana virus HIV ditularkan. (2) Mempromosikan kesucian,
kebersihan dan keserhanaan dalam pola hidup, terutama dalam kehidupan perilaku seks.
b.
Dengan menganjurkan agar mereka yang termasuk kelompok beresiko tinggi, hendaknya
jangan menyumbangkan darah atau oegan-organ tubuhnya.
c.
Dengan menganjurkan agar para pemakai jarum suntik jangan menggunakan
jarum/tebung suntik bekas.
d.
Dengan melakukan pemeriksaan darah dan produk-produk darah secara periodik dan
kontinyu.
e.
Dengan melalui dukungan psikis atau emosional (sikap positif) dari penderita AIDS.
f.
Para petugas kesehatan, perawat, dokter dan organisasi-organisasi sukarelawan dan lainlainnya hendaknya selalu berusaha memberi dukungan sebanyak mungkin kepada penderita
AIDS.
a.
Sistem kekebalan tubuh yang sehat merupakan kekebalan yang dapat membedakan antara bagian
tubuh dari sistem itu sendiri dan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Secara garis besar, sistem
imun menurut sel tubuh dibagi menjadi sistem imun humoral dan sistem imun seluler. Sistem imun
humoral terdiri atas antibodi dan cairan yang disekresikan organ tubuh tubuh (saliva, air mata, serum,
keringat, asam lambung, pepsin, dan lain-lain). Sedangkan sistem imun dalam bentuk seluler berupa
makrofag, limfosit, dan neutrofil yang berada di dalam sel.
Tubuh manusia mempunyai banyak sekali mekanisme pertahanan yang terdiri dari berbagai macam
sistem imun yaitu organ limfoid (thymus, lien, sumsum tulang) beserta sistem limfatiknya. Jantung,
hati, ginjal, dan paru-paru juga termasuk dalam mekanisme pertahanan tubuh. Sistem limfatik baru
akan dikatakan mengalami gangguan jika muncul tonjolan yang membesar dibandingkan keadaan
biasanya. Hal ini dikarenakan kelenjar limfe sedang berpasangan melawan kuman yang masuk dalam
tubuh. Organ limfoid seperti thymus sendiri mempunyai tanggungjawab dalam pembentukan sel T.
Kelenjar thymus sangat penting bagi bayi yang baru lahir, karena bayi yang tidak memiliki
kelenjarthymus akan mempunyai sistem imun yang buruk.
Leukosit (sel darah putih) dihasilkan oleh thymus, lien dan sumsum tulang belakang. Leukosit
bersirkulasi di dalam tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah, sehingga sistem imun
bekerja terkoordinasi baik memonitor tubuh dari kuman maupun substansi lain yang bisa
menyebabkan permasalahan dalam tubuh. Leukosit pada umumnya memiliki dua tipe, yaitu fagosit
yang bertugas memakan organisme yang masuk ke dalam tubuh dan limfosit yang bertugas
mengingat dan mengenali yang masuk ke dalam tubuh serta membantu tubuh menghancurkan benda
asing tersebut. Sel lainnya adalah netrofil, yang bertugas melawan bakteri. Kadar netrofil bisa
dijadikan indikator adanya infeksi dari bakteri.
Limfosit terdiri dari dua tipe, yaitu limfosit B dan Limfosit T. Limfosit dihasilkan oleh sumsum tulang
belakang. Limfosit yang berada di dalam sumsum tulang belakang jika matang menjadi limfosit sel B,
atau jika meninggalkan sumsum tulang belakang menuju kelenjar thymus menjadi limfosit T.
Limfosit B dan T mempunyai fungsi yang berbeda dimana limfosit B berfungsi untuk mencari target
dan mengirimkan tentara untuk mengunci keberadaan benda asing. Benda asing yang telah
diidentifikasi oleh sel B kemudian akan dihancurkan oleh sel T. Jika terdapat antigen (benda asing yang
masuk ke dalam tubuh) terdeteksi, maka beberapa tipe sel bekerjasama untuk mencari tahu sel yang
akan memberikan respon. Sel-sel ini memicu limfosit B untuk memproduksi antibodi, suatu protein
khusus yang mengarahkan kepada suatu antigen spesifik. Antibodi sendiri bisa menetralisir toksin
yang diproduksi dari berbagai macam organisme, dan juga antibodi bisa mengaktivasi kelompok
protein protein yang disebut komplemen yang merupakan bagian dari sistem imun dan membantu
menghancurkan bakteri, virus, mikroorganisme patogen, ataupun sel yang terinfeksi.
Beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya di lingkungannya
yaitu:
1.
Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui kelenjar
keringat dan sebasea (kelenjar berbentuk kantong kecil yang terletak di dermis), sekresi lendir,
pergerakan silia, sekresi air mata, air liur, urin, asam lambung serta lisozim dalam air mata.
2.
Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah invasi
mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitel organ.
3.
Innate immunity
4.
Respon ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik yang mencegah masuk dan
menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Ada
beberapa komponen innate immunity, yaitu :
1.
2.
3.
4.
Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat mikroorganisme, selanjutnya terjadi
aktivasi komplemen melalui jalur klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme.
5.
Produksi interferon alfa (IFN-) oleh leukosit dan interferon beta (IFN-) oleh fibroblast yang
mempunyai efek antivirus.
6.
Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK) melalui pelepasan
granula yang mengandung perforin.
7.
Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan protein kationik yang
dapat merusak membran parasit.
Respon Imunitas Spesifik
Bila mikroorganisme dapat melewati pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan
membentuk mekanisme pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini
memerlukan pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri dari
imunitas humoral, yaitu produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (Tdependent dan non
T dependent) dan mekanisme Cell mediated immunity (CMI). Sel limfosit T berperan pada mekanisme
imunitas ini melalui produksi sitokin serta jaringan interaksinya dan sel sitotoksik matang di bawah
pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6).
Presentasi Antigen
Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen/mikroorganisme ke dalam tubuh dan dihadapi oleh
sel makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai antigen presenting cell (APC). Sel itu akan
menangkap sejumlah kecil antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel
limfosit Th atau T helper. Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th ini) akan mengaktivasi
limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik ini kemudian
berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk mengeliminasi antigen. Sel limfosit dan sel APC
bekerja sama melalui kontak langsung atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat juga
berinteraksi secara simultan dengan sel tipe lain atau dengan komponen komplemen, kinin atau
sistem fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit, pembekuan darah atau penyembuhan luka.
Respon imun dapat bersifat lokal atau sistemik dan akan berhenti bila antigen sudah berhasil
dieliminasi melalui mekanisme kontrol.
Respon imun sebagian besar antigen hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta
dipresentasikan oleh sel APC. Oleh karena itu, sel T hanya mengenal imunogen yang terikat pada
protein MHC pada permukaan sel lain. terdapat 2 kelas MHC yaitu:
1.
Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel somatik dan digunakan untuk
presentasi antigen kepada sel TCD8 yang sebagian besar adalah sel sitotoksik. Hampir sebagian
besar sel mempresentasikan antigen ke sel T sitotoksik (sel Tc) serta merupakan target/sasaran dari
sel Tc tersebut. MHC kelas I digunakan ketika merepson infeksi virus.
2.
Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag dan beberapa sel lain untuk
presentasi antigen kepada sel TCD4 yang sebagian besar adalah sel T helper (Th). Aktivasi sel Th ini
diperlukan untuk respon imun yang sesungguhnya dan sel APC dengan MHC kelas II merupakan
poros penting dalam mengontrol respon imun tersebut. MHC kelas II digunakan ketika merespon
infeksi bakteri.
T Helper 1 (Th1) dan T Helper 2 (Th2)
Sel-sel T berperan sebagai penghantar imunitas yang dimediasi sel dalam respon imun adaptif yang
digunakan untuk mengontrol patogen intraseluler serta meregulasi respon sel B, termasuk aktivasi sel
imun lainnya dengan pelepasan sitokin (Uzel 2000). Terdapat dua subset utama limfosit yang
dibedakan dengan keberadaan molekul (petanda) permukaan CD4 dan CD8. Limfosit T yang
mengekspresikan CD4 juga dikenal sebagai sel T helper, penghasil sitokin terbanyak. Subset ini dibagi
lagi menjadi Th1 dan Th2, dan sitokin yang dihasilkan disebut sebagai sitokin tipe Th1 dan sitokin tipe
Th2. Sitokin tipe Th1 cenderung menghasilkan respon proinflamatori yang bertanggung jawab
terhadapkilling parasit intraseluler dan mengabadikan respon autoimun. Sitokin tipe Th1 terdiri dari
interferon gamma, interleukin-2, serta limfotoksin- yang merangsang imunitas tipe 1, ditandai
aktivitas fagositik yang kuat.
Respon proinflamatori yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang tidak terkontrol.
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk menetralkan aksi mikrobisidal berlebih yang dimediasi
Th1 ini, yaitu dengan respon Th2. Sitokin yang termasuk dalam mekanisme Th2 ini adalah interleukin
4, 5, 9, dan 13, yang disertai IgE dan respon eosinofilik dalam atopi, dan juga interleukin-10, dengan
respon yang lebih bersifat anti-inflamatori. Imunitas tipe 2 yang distimulasi Th2 ditandai dengan kadar
antibodi tinggi (Berger 2000). Bagi kebanyakan infeksi, imunitas tipe 1 bersifat protektif, sedang
respon tipe 2 membantu resolusi inflamasi yang dimediasi sel. Stres sistemik yang berat,
imunosupresi, atau inokulasi mikrobial yang berlebihan (overwhelming) mengakibatkan sistem imun
meningkatkan respon tipe 2 terhadap infeksi yang seharusnya dikendalikan oleh imunitas tipe 1
(Spellberg 2001). Kemungkinan prekursor sel-T penolong akan menjadi sel tipe 1 atau tipe 2
tergantung pada beberapa faktor, yaitu dilihat dari sudut pandang patogen seperti sifat dan kuantitas
patogen, route infeksi, pengaruh komponen imunomodulator dan infeksi bersamaan, serta faktor
pejamu termasuk predisposisi genetik, jumlah sel-T yang merespon, kompleks histokompatiliti mayor
haplotype individu, sifat sel yang mempresentasikan antigen, serta lingkungan sitokin sel-T selama
dan pasca aktivasi (Nahid 1999).
Respons tubuh terhadap serangan mikroba dapat terjadi dalam beberapa jenjang tahapan. Tahapan
pertama bersifat nonspesifik atau innate, yaitu berupa respons inflamasi. Tahapan kedua bersifat
spesifik dan adaptif, yang diinduksi oleh komponen antigenik mikroba. Tahapan terakhir adalah respon
peningkatan dan koordinasi sinergistik antara sel spesifik dan nonspesifik yang diatur oleh berbagai
produk komponen respon inflamasi, seperti mediator kimia. Sistem kekebalan adalah sistem
pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan
organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan dalam tubuh juga
berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada
autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor.
Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari komponen patogen asing
akan menopang amanat yang diembannya guna merespon infeksi patogen, baik yang berkembang
biak di dalam sel tubuh (intraseluler) seperti misalnya virus, maupun yang berkembang biak di luar sel
tubuh (ekstraseluler) sebelum berkembang menjadi penyakit. Meskipun demikian, sistem kekebalan
mempunyai sisi yang kurang menguntungkan. Pada proses peradangan, penderita dapat merasa tidak
nyaman oleh karena efek samping yang dapat ditimbulkan sifat toksik senyawa organik yang
dikeluarkan sepanjang proses perlawanan berlangsung. Pertahanan awal terhadap organisme asing
adalah jaringan terluar dari tubuh yaitu kulit, yang memiliki banyak sel termasuk makrofag dan
neutrofil yang siap memfagosit organisme lain pada saat terjadi penetrasi pada permukaan kulit,
dengan tidak dilengkapi oleh antibodi. Pertahanan yang kedua adalah kekebalan tiruan.
Walaupun sistem pada kedua pertahanan mempunyai fungsi yang sama, terdapat beberapa
perbedaan yang nyata, antara lain :
sistem kekebalan tiruan tidak dapat terpicu secepat sistem kekebalan turunan
o
sistem kekebalan tiruan hanya merespon imunogen tertentu, sedangkan sistem yang
lain merespon nyaris seluruh antigen.
Toleransi adalah properti dari host dimana ada pengurangan imunologis spesifik dalam respon imun
terhadap antigen tertentu. Toleransi ke Antigen bakteri tidak melibatkan kegagalan umum dalam
respon imun tetapi kekurangan tertentu dalam kaitannya dengan antigen dari bakteri tertentu. Jika
ada respon kekebalan yang tertekan terhadap antigen yang relevan dari parasit, proses infeksi
difasilitasi. Toleransi dapat melibatkan baik AMI (Antibody-Mediated Immunity) atau CMI (Cell Mediated
Immunity) atau kedua lengan dari respon imunologi. Toleransi terhadap suatu Antigen dapat timbul
dalam berbagai cara, tetapi tiga yang mungkin relevan dengan infeksi bakteri.
1. Paparan Antigen Janin terpapar Antigen. Jika janin terinfeksi pada tahap tertentu dari
perkembangan imunologi, mikroba Antigen dapat dilihat sebagai diri, dengan demikian
menyebabkan toleransi (kegagalan untuk menjalani respon imunologi) ke Antigen yang dapat bertahan
bahkan setelah kelahiran.
2. High persistent doses of circulating Antigen. Toleransi terhadap bakteri atau salah satu produknya
mungkin timbul ketika sejumlah besar antigen bakteri yang beredar dalam darah menyebabkan sistem
kekebalan menjadi kewalahan.
3. Molecular mimicry. Jika Antigen bakteri sangat mirip dengan antigen host normal, respon kebal
terhadap Antigen ini mungkin lemah memberikan tingkat toleransi. Kemiripan antara Antigen bakteri
dan host Antigen disebut sebagai mimikri molekuler. Dalam hal ini determinan antigenik dari bakteri
sangat erat terkait kimiawi untuk host komponen jaringan yang sel-sel imunologi tidak dapat
membedakan antara dua dan respon imunologi tidak dapat ditingkatkan. Beberapa kapsul bakteri
tersusun dari polisakarida (hyaluronic acid, asam sialic) sehingga mirip dengan host polisakarida
jaringan yang tidak imunogenik.
Beberapa bakteri dapat membebaskan komponen antigen permukaan dalam bentuk yang larut ke
dalam cairan jaringan. Antigen ini larut dan dapat menggabungkan dengan menetralisir antibodi
sebelum mereka mencapai sel-sel bakteri. Misalnya, sejumlah kecil endotoksin (LPS) dapat dilepaskan
ke cairan sekitarnya oleh bakteri Gram-negatif. Otolisis bakteri Gram-negatif atau Gram-positif dapat
melepaskan komponen antigen permukaan dalam bentuk yang larut.Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitidis diketahui melepaskan polisakarida kapsuler selama
pertumbuhan dalam jaringan. Bakteri ini ditemukan dalam serum pasien dengan pneumonia
pneumokokus dan dalam cairan serebrospinal pasien dengan meningitis. Komponen-komponen sel
bakteri yang larut dalam dinding adalah antigen yang kuat dan melengkapi aktivator sehingga mereka
berkontribusi dengan cara utama untuk patologi yang diamati pada penderita meningitis dan
pneumonia.
Secara umum tahapan sistem kekebalan tubuh terhadap mikroba adalah sebagai berikut:
Tahap pertama
Respons inflamasi tubuh merupakan salah satu sel tubuh yang timbul sebagai akibat invasi mikroba
pada jaringan. Respons ini terdiri dari aktivitas sel-sel inflamasi, antara lain sel leukosit
(polimorfonuklear, limfosit, monosit), sel makrofag, sel mast, sel natural killer, serta suatu sistem
mediator kimia yang kompleks baik yang dihasilkan oleh sel (sitokin) maupun yang terdapat dalam
plasma. Sel fagosit, mononuklear maupun polimorfonuklear berfungsi pada proses awal untuk
membunuh mikroba, dan mediator kimia dapat meningkatkan fungsi ini. Mediator kimia akan
berinteraksi satu dengan lainnya, juga dengan sel radang seperti komponen sistem imun serta fagosit,
baik mononuklear maupun polimorfonuklear untuk memfagosit dan melisis mikroba. Mediator tersebut
antara lain adalah histamin, kinin/bradikinin, komplemen, prostaglandin, leukotrien dan limfokin.
Respons inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi dan menghambat penyebaran mikroba.
Histamin yang dilepaskan sel mast akibat stimulasi anafilatoksin akan menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular untuk memfasilitasi peningkatan aliran darah dan keluarnya sel
radang intravaskular ke jaringan tempat mikroba berada. Kinin/bradikinin adalah peptida yang
diproduksi sebagai hasil kerja enzim protease kalikrein pada kininogen. Mediator ini juga menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Faktor Hageman yang diaktifkan oleh
karena adanya kerusakan pembuluh darah serta endotoksin bakteri gram negatif, juga sel dalam
menginduksi mediator kimia lainnya.
Produk aktivasi komplemen yang pada mulanya melalui jalur alternatif dapat meningkatkan aliran
darah, permeabilitas pembuluh darah, keinotaksis dan fagositosis, serta hasil akhir aktivasi
komplemen adalah lisis mikroba. Prostaglandin, leukotrien dan fosfolipid lainnya yaitu mediator yang
merupakan hasil metabolit asam arakidonat dapat menstimulasi motilitas leukosit yang dibutuhkan
untuk memfagosit mikroba dan merangsang agregasi trombosit untuk memperbaiki kerusakan
pembuluh darah yang ada. Prostaglandin juga dapat bekerja sebagai pirogen melalui pusat
termoregulator di hipotalamus. Dikatakan bahwa panas juga merupakan mekanisme sel tubuh, tetapi
sukar dibuktikan. Mikroba tertentu memang tidak dapat hidup pada suhu panas tetapi suhu tubuh
yang tinggi akan memberikan dampak yang buruk pada pejamu.
Protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), protein yang mengikat lipopolisakarida, protein
amiloid A, transferin dan 1-antitripsin akan dilepaskan oleh hati sebagai respons terhadap inflamasi.
Peranannya dapat sebagai stimulator atau inhibisi. Protein 1-antitripsin misalnya akan menghambat
protease yang merangsang produksi kinin. Transferin yang mempunyai daya ikat terhadap besi, akan
menghambat proliferasi dan pertumbuhan mikroba. Protein yang mengikat lipopolisakarida akan
menginaktifkan endotoksin bakteri Gram negatif.
Limfokin, yaitu sitokin yang dihasilkan limfosit, merupakan mediator yang kuat dalam respons
inflamasi. Limfokin ini dan sebagian diantaranya juga disekresi oleh makrofag akan meningkatkan
permeabilitas vaskular dan koagulasi, merangsang produksi prostaglandin dan faktor kemotaksis,
merangsang diferensiasi sel induk hematopoietik dan meningkatkan pertumbuhan serta diferensiasi
sel hematopoietik, serta mengaktivasi neutrofil dan sel endotel. Sel radang yang ada akan memfagosit
mikroba, sedangkan monosit dan makrofag juga akan memfagosit debris pejamu dan patogen yang
tinggal sebagai hasil penyerangan enzim neutrofil dan enzim lainnya. Fungsi makrofag akan
ditingkatkan oleh faktor aktivasi makrofag seperti komponen C3b, interferon dan faktor aktivasi
makrofag yang disekresi limfosit.
Tahapan kedua
Jika mikroba berhasil melampaui mekanisme sel nonspesifik, terjadi tahapan kedua berupa pertahanan
spesifik yang dirangsang oleh antigen mikroba itu sendiri, atau oleh antigen yang dipresentasikan
makrofag. Tahapan ini terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular.
Imunitas humoral yang diperankan oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai hasil aktivasi
antigen mikroba terhadap limfosit B, akan menetralkan toksin yang dilepaskan mikroba sehingga tidak
menjadi toksik lagi. Antibodi juga akan menetralkan mikroba sehingga tidak infeksius lagi. Antibodi
juga bersifat sebagai opsonin, sehingga memudahkan proses fagositosis mikroba. Antibodi juga
berperan dalam proses ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) baik oleh sel Tc maupun sel NK
sehingga terjadi lisis sel yang telah dihuni mikroba. Antibodi juga dapat mengaktifkan komplemen
untuk melisis mikroba. Imunitas selular yang diperankan oleh limfosit T melalui limfokin yang dilepas
sel T akan meningkatkan produksi antibodi oleh sel plasma, fungsi sel fagosit untuk memfagosit
mikroba; dan sel NK untuk melisis sel yang dihuni virus (lihat Bab 3). Limfokin juga meningkatkan
proliferasi dan diferensiasi sel prekursor Tc serta fungsi sel Tc untuk melisis sel yang dihuni mikroba.
Inteleukin (IL)- 2, IL-12 dan IFN- meningkatkan imunitas selular. Imunitas selular adalah mekanisme
utama tubuh untuk terminasi infeksi mikroba intraselular seperti infeksi virus, parasit dan bakteri
intraselular.
Tahapan Akhir
Tahapan terakhir ini terdiri atas peningkatan respons imun baik melalui aktivasi komplemen
jalur klasik maupun peningkatan kemotaksis, opsonisasi dan fagositosis. Sel makrofag dan limfosit T
terus memproduksi faktor yang selanjutnya akan meningkatkan lagi respons inflamasi melalui
ekspresi molekul adesi pada endotel serta merangsang kemotaksis, pemrosesan antigen,
pemusnahan intraselular, fagositosis dan lisis, sehingga infeksi dapat teratasi.
Respons imun yang terkoordinasi yang melibatkan sel T, antibodi, sel makrofag, sel PMN,
komplemen dan pertahanan nonspesifik lainnya akan terjadi pada kebanyakan penyakit infeksi.
Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Virus
Virus berbeda dengan agen penyebab infeksi lainnya dalam hal struktur dan biologi, khususnya
reproduksi. Walaupun virus membawa informasi genetik didalam DNA atau RNA, tetapi ada
kekurangan sistem sintesis yang diperlukan untuk memproses informasi ini kedalam materi virus baru.
Replikasi baru terjadi setelah virus menginfeksi sel inang yang kemudian mengendalikan sel inang
untuk melakukan transkripsi dan/atau translasi informasi genetik demi kelangsungan hidup virus. Virus
dapat menginfeksi setiap bentuk kehidupan sehingga sering menyebabkan penyakit yang diantaranya
berakibat cukup serius. Beberapa virus dapat memasukkan informasi genetiknya kedalam genom
manusia kemudian menyebabkan kanker. Permukaan luar partikel virus adalah bagian yang
pertamakali mengadakan kontak dengan membran dari sel inang. Hal yang penting untuk diketahui
untuk dapat mengerti bagaimana proses virus dapat menginfeksi sel inang adalah dengan
mempelajari struktur dan fungsi dari permukaan luar partikel virus. Secara umum, virus yang tidak
beramplop (virus yang telanjang) resisten hidup dialam bebas, bahkan mereka tahan terhadap asam
empedu saat menginfeksi saluran cerna. Virus yang beramplop lebih rentan terhadap dipengaruhi oleh
lingkungan seperti kekeringan, asiditas cairan lambung dan empedu. Perbedaan dalam hal kerentanan
ini yang mempengaruhi cara penularan virus.
Infeksi virus terhadap sel inang melewati beberapa tahap, yaitu virus menyerang sel inang, lalu
melakukan penetrasi yang merupakan proses pemasukan materi genetik virus kedalam sel inang dan
selanjutnya tahap uncoating yang ditunjukan pada gambar 1.
Siklus hidup yang dialami virus saat menginfeksi sel inang, yaitu sekali virus berada didalam
sitoplasma sel inang maka dia tidak infeksius lagi. Setelah terjadi fusi antara virus dan membramn sel
inang, atau difagosit dalam bentuk fagosom, maka partikel virus dibawa ke sitoplasma melalui plasma
membran. Pada tahap ini amplop dan/atau kapsid akan terkuak nukleus virus akan terurai. Sekarang
virus tidak infeksius lagi dan ini disebut eclipse phase. Keadaan ini menetap sampai terbentuk partikel
virus baru melalui replikasi. Asam nukleat sendiri yang menentukan bagaimana cara replikasi
berlangsung. Pertama-tama virus harus membentuk messenger RNA (mRNA). Virus hanya mempunyai
salah satu asam nukleat yaitu RNA atau DNA dan tidak pernah kedua-duanya. Asam nukleat tampil
sebagai single atau double strandad dalam bentuk linier (DNA dan RNA) atau sirkuler (DNA). Genom
dari virus terdapat dalam satu atau beberapa molekul dari asam nukleat. Dengan diversitas ini maka
tidak heran bila proses replikasi dari tiap virus berbeda. Pada virus DNA, mRNA dapat dibentuk sendiri
oleh virus dengan cara menggunakan RNA polimerase dari sel inang, kemudian langsung mentranskrip
kode genetik yang berada pada DNA virus. Sedangkan virus RNA tidak dapat dengan cara ini, karena
tidak ada polymerase dari sel inang yang sesuai. Oleh karena itu untuk melakukan transkripsi maka
virus harus menyediakan sendiri polimerasenya yang dapat diperoleh dari nukleokapsid atau disintesa
setelah infeksi.
Virus RNA memproduksi mRNA dengan beberapa cara yang berbeda. Pada virus dsRNA,
satu strand yang pertama ditranskrip oleh polimerase virus menjadi mRNA. Pada ssRNA terdapat tiga
rute yang jelas berbeda dalam pembentukan mRNA yaitu:
1.
Bila single strand mempunyai konfigurasi positive sense (misalnya mempunyai sekuen basa
yang sama seperti yang dibutuhkan pada saat translasi), maka konfigurasi ini dapat langsung
dipergunakan sebagai mRNA.
2.
3.
Retrovirus mempunyai pola yang berbeda. Pertama-tama positive sense ssRNA oleh reverse
transcriptase (enzim dari virus, terdapat dalam nukleokapsid) diubah menjadi negative sense ssDNA.
Setelah terbentuk dsDNA kemudian akan memasuki nukleus dan kemudian berintegrasi dengan
genom sel inang dan selanjutnya sel inang membentuk mRNA virus.
Tahapan selanjutnya yaitu, mRNA virus kemudian ditranslasi kedalam sitoplasma sel inang untuk
menghasilkan protein yang dibutuhkan virus. Sekali mRNA virus terbentuk maka akan ditanslasi
dengan memanfaatkan ribosom dari sel inang untuk mensintesa protein yang dibutuhkan virus dan
ditunjukkan pada Gambar 3. RNA virus biasanya monocistronic(mempunyai single coding region)
dapat mengubah mRNA dari ribosom sel inang untuk menghasilkan protein yang lebih disukai. Pada
fase awal diproduksi protein yang diperlukan untuk replikasi asam nukleat virus seperti enzim dan
molekul regulator. Pada fase selanjutnya diproduksi protein yang penting unutk pembentukan kapsid.
Virus dengan genom single nucleic acid molecule mentranslasi poli protein yang multifungsi, kemudian
akan dipecah secara enzimatik. Sedangkan virus yang genomnya tersebar didalam beberapa molekul,
maka akan terbentuk beberapa macam mRNA yang masing-masing akan membuat protein. Setelah
translasi protein dapat diglikosilasi kembali dengan menggunakan enzim sel inang.
Virus juga harus mereplikasi asam nukleatnya untuk pembentukan kapsid baru berarti memerlukan
produksi molekul tambahan. Oleh karena itu virus harus mereplikasi asam nukleat sehingga dapat
menyediakan materi genetik yang kemudian akan dibungkus oleh kapsid tersebut. Pada virus positive
sense ssRNA seperti poliovirus, polimerase yang ditranslasi dari template mRNA virus
menghasilkan negative sense RNA yang selanjutnya ditranskripsi lebih banyak positif ssRNA. Siklus
transkripsi ini terus berlangsung menghasilkan strand positif dalam jumlah yang besar, yang kemudian
dikemas dengan menggunakan protein yang telah dibentuk sebelumnya dari mRNA untuk membentuk
partikel virus yang baru. Untuk virus negative sense ssRNA (misalnya virus rabies) transkripsi oleh
polimerase virus akan menghasilkan positive sense ssRNA yang kemudian akan
meghasilkan negative sense mRNA yang baru.
Replikasi ini terjadi dalam sitoplasma sel inang, sedangkan pada virus lainnya seperti campak dan
influensa replikasi terjadi di inti sel sehingga sejumlah besar negative sense RNA akan ditranskripsi
membentuk partikel baru. Replikasi pada inti sel inang juga terjadi pada virus dsRNA seperti rotavirus
yang kemudian akan memproduksi positive sense RNA seperti diatas. Yang kemudian akan bertindak
sebagai template pada partikel subviral untuk memsintesa negative senseRNA yang baru guna
memperbaiki kondisi double stranded. Replikasi virus DNA terjadi di inti sel inang kecuali poxvirus
yang terjadi di sitoplasma Virus DNA membentuk kompleks dengan histon dari sel inang untuk
menghasilkan struktur yang stabil. Pada virus herpes, mRNA ditranslasi dalam sitoplasma
menghasilkan polymerase DNA yang penting untuk sintesa DNA yang baru. Adenovirus menggunakan
baik enzim dari sel inang maupun virus untuk kepentingan ini. Sedangkan retrovirus mensintesa RNA
virus baru di inti sel inang. Polimerase RNA sel inang ditranskrip dari DNA virus yang sudah
berintegrasi dengan genom sel inang. Virus hepatitis B (suatu virus dsDNA) secara unik menggunakan
ssRNA (sebagai perantara) yang kemudian ditranskrip untuk menghasilkan DNA baru. Retrovirus dan
virus hepatitis B merupakan virus-virus yang mempunyai aktifitas reverse transkriptase.
Stadium akhir dari replikasi adalah penyusunan dan pelepasan parikel virus baru. Penyusunan virus
baru melibatkan gabungan dari asam nukleat yang telah direplikasi dengan kapsomer yang baru
disintesa untuk kemudian membentuk nukleokapsid baru. Aktifitas ini terjadi di sitoplasma atau di inti
sel inang. Amplop dari virus melalui beberapa tahapan sebelum dilepaskan. Protein amplop dan
glikoprotein yang ditranslasi dari mRNA virus didisipkan pada membran sel inang (biasanya membrana
plasma). Nukleokapsid yang muda ini bergabung dengan membran secara spesifik melalui glikoprotein
dan menbentuk tonjolan. Virus baru memerlukan membran dari sel inang ditambah dengan molekul
dari virus untuk membentuk amplop. Enzim dari virus seperti muraminidase pada virus influensa ikut
berperan dalam proses ini. Enzim dari sel inang (seperti protease seluler) dapat memecah protein
amplop yang besar, suatu proses yang diperlukan dimana virus muda sangat infeksius. Pada virus
herpes terjadi proses yang sama. Pelepasan virus yang sudah beramplop tidak harus disertai dengan
kematian sel, jadi sel inang yang sudah terinfeksi dapat terus menghasilkan protein virus dalam waktu
yang lama. Insersi molekul virus kedalam membran sel inang membuat sel inang berbeda secara
antigenik. Respon imun ekspresi antigen ini yang menjadi dasar perkembangan terapi anti virus.
Pada respon innate terhadap patogen intraseluler, seperti virus, sasaran utama adalah sel-sel yang
sudah terinfeksi. Sel terinfeksi virus tertentu dikenali oleh limfosit non-spesifik, disebut sel natural
killer (NK). Sesuai dengan namanya, sel NK mengakibatkan kematian sel yang terinfeksi dengan
menginduksi sel terinfeksi menuju apoptosis. Sel NK juga membunuh sel kanker tertentu (in vitro) dan
melengkapi dengan mekanisme menghancurkan sel sebelum sel berkembang menjadi tumor. Sel
normal (tidak terinfeksi dan tidak ganas) mengandung molekul permukaan yang melindungi terhadap
serangan sel NK. Respon antivirus lain dimulai dalam sel yang terinfeksi sendiri. Sel terinfeksi virus ini
memproduksi interferon- (IFN-) yang disekresi ke dalam ruang ekstraseluler, dimana akan terikat
pada permukaan sel yang tidak terinfeksi sehingga kebal terhadap infeksi berikutnya. Cara kerja
interferon ini adalah dengan cara mengaktivasi suatu sinyal transduction pathway dengan akibat
phosphorilasi yang diikuti translasi faktor elF2. Sel yang mengalami respons ini tidak dapat mensintesa
protein virus yang diperlukan untuk replikasi virus.
Respon imun terhadap serangan virus melibatkan interferon. Interferon merupakan sitokin yang
mengatur aktivitas semua komponen sistem imun, merupakan bagian dari sistem imun nonspesifik yang timbul pada tahap awal infeksi virus sebelum timbulnya reaksi dari sistem imun
spesifik. Interferon gamma (IFN-) dihasilkan oleh sel T yang telah teraktivasi dan sel NK,
sebagai reaksi terhadap antigen (termasuk antigen virus dalam derajat rendah) atau sebagai
akibat stimulasi limfosit oleh mitogen. IFN- meningkatkan ekspresi molekul MHC-II pada Antigen
Presenting Cell (APC) yang kemudian akan meningkatkan presentasi antigen pada sel T helper.
IFN- juga dapat mengaktifkan kemampuan makrofag untuk melawan infeksi virus (aktivitas virus
intrinsik) dan membunuh sel lain yang telah terinfeksi (aktivitas virus ekstrinsik) (Ianaro 2000).
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti. Beberapa kelompok bakteri
dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit. Bakteri dapat ditemukan di hampir semua
tempat seperti di tanah, air, udara, dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen
parasit (patogen), bahkan dalam tubuh manusia. Respon imun terhadap sebagian besar antigen
seperti bakteri ini hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh
sel APC (Antigen Presenting Cell).
Keberhasilan bakteri masuk ke dalam sitoplasma sel bergantung pada kemampuannya untuk
menghindar dari respon imun. Infeksi bakteri akan berbeda sesuai dengan sistem kerja dari bakteri
tersebut. Dimana dalam hal ini dipaparkan infeksi bakteri ekstraseluler dan interaseluler beserta
mekanisme pertahanan tubuh manusia (Munasir 2001).
Infeksi bakteri berbeda dengan infeksi virus. Respons imun terhadap bakteri ada dua yaitu,
ekstraselular dan intraselular.
1.
1.
1.
Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi. Sebagai
contoh misalnya kokus piogenik yang sering menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.
2.
Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat berupa endotoksin
dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida
yang merupakan stimulator produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta aktifator poliklonal sel
limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan mekanisme yang belum
jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri menghambat sintesis protein secara enzimatik serta
menghambat faktor elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera
merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang menyebabkan sekresi aktif klorida,
kehilangan cairan serta diare yang hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat
motor endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot persisten yang
sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin Clostridium dapat menyebabkan nekrosis
jaringan yang dapat menghasilkan gas gangren. Respon imun terhadap bakteri ekstraselular
ditujukan untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin
Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi
bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Banyak fungsi
sitokin yang sama yaitu sebagai co-stimulator sel limfosit T dan B yang menghasilkan mekanisme
amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol
dapat membahayakan tubuh serta berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular.
Yang paling berat adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri gram negatif yang
menyebabkan disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta shockseptik
atau shock endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling berperan pada shock endotoksin ini.
Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respon kekebalan spesifik terhadap bakteri
ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau
kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent. Antigen ini dapat
langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain
itu produksi IgG juga dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype
switching rantai berat oleh sitokin. Respon sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular
melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah
dijelaskan sebelumnya. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang pembentukan
antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag. Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang
oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan bakteri, yaitu:
1.
Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat reseptor Fc
pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik
yang menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan
selanjutnya terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi
piogenik yang hebat.
2.
Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan terhadap sel
target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin tersebut.
3.
Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC serta
pelepasan mediator inflamasi akut.
1.
1.
Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi di dalam sel
pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap degradasi dalam makrofag.
Respon imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell mediated
immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk
eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T
terutama interferon- (IFN-). Respon imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri
mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan. Misalnya
muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah disebutkan sebelumnya bahwa fungsi sel
limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin terutama IFN-. Sitokin IFN- ini akan mengaktivasi
makrofag termasuk makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang
resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan
pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling
mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya.
Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang
menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh
respon imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini
adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang secara
langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap Mycobacterium
tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel
fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian ada yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada
individu yang terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi
granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi
imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan kerusakan jaringan adalah
manifestasi dalam respon imun spesifik yang sama.
Netralisasi toksin
Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan menstimulasi
makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan sejumlah sitokin seperti
IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan
kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan
kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam
menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.
Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan eksotoksin
lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua
cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung
menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh
dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat
bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi
sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi
komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.
Opsonisasi
Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi untuk
memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak tergantung antibodi dan
yang ditingkatkan oleh antibodi. Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat
manose dapat terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r
dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur
klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS)
merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas
molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang resisten
terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh
antibodi. Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai
oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan fagosit, sehingga
meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen berasal dari molekul IgG yang
dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus
effect of multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun
merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.
Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke dalam
lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi komplemen melalui
penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang
berujung pada transudasi luas dari komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga
faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.
Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi infeksi lebih
cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel
PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat
peka terhadap semua faktor kemotaktik. Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan
melakukan adesi pada dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan
adesi PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada
proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga
akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.
Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia yang
berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri akan terperangkap di
dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim dan
protein untuk merusak dan menghancurkan bakteri tersebut.
Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun nonoksidasi,
tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat berlangsung
dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan
H2O2 dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzimsubtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam
hipoklorat (HOCl).
Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H 2O2 dengan superoksida dan radikal
hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan
berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan
difensin. Pada proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi
karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik dan dapat
merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada
saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi
antibakteri yang dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).
Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik.
Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan
epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan
membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus
bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara
melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa.
Reseptor Fc dari kelas Ig mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses
fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah
IgE.
Adanya kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen
respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular
yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan
faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk
mengatasi organisme penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan
kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat
permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik. Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar
untuk difagosit, maka fagosit dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler,
yaitu Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).
Terminologi Sitokin
Sitokin merupakan protein-protein kecil yang berfungsi sebagai mediator dan pengatur
immunitas, inflamasi dan hematopoesis. Sitokin disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem
kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel lokal sehingga memiliki efek pada sel lain.
Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap stimulus sistem imun. Sitokin bekerja dengan mengikat
reseptor-reseptor membran spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel melalui tirosine kinase
(second messanger). Sitokina berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur hampir semua
proses biologi penting seperti halnya aktivasi, pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi, proses inflamasi
sel, imunitas, serta pertahanan jaringan ataupun morfogenesis. Sitokina mempunyai berat molekul
rendah sekitar 8-40 kilo dalton, di samping kadarnya juga sangat rendah.
Sitokin adalah nama umum dari hasil sekresi sel tertentu, nama yang lain diantaranya limfokin
(dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit), kemokin (sitokin dengan aktivitas
kemotaktik), dan interkulin (sitokin yang dihasilkan oleh satu leukosit dan bereaksi pada leukosit
lain). Sitokina biasanya diproduksi oleh sel sebagai respon terhadap rangsangan. Sitokina yang
dibentuk segera dilepas dan tidak disimpan di dalam sel. Satu sitokina dapat bekerja terhadap
beberapa jenis sel dan dapat menimbulkan efek melalui berbagai mekanisme. Setiap jenis sitokin
dihasilkan oleh sel berbeda dan digunakan pada sel target yang berbeda juga sehingga fungsinya
pun akan berbeda.
Beri peringkat: