Anda di halaman 1dari 21

tuink tuink

Selasa, 26 Juni 2012

IVF
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI REPRODUKSI HEWAN
FERTILISASI IN VITRO

Oleh :
nama
nim

: Ervin Jumiatin
: 0910913018
kelompok
:1

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
IN VITRO FERTILIZATION
Ervin J.,Animal Physiology Laboratory, Biology Department, Mathematics and Science Faculty, Brawijaya
University, Malang.
ABSTRACT

The aim of this practical was to knowing of affected goat serum supplementation on oocyte
maturation medium by measuring expansion of cumulus cell and nuclei transformation. The methods of this
practical was, preparation of goat oocyte, and then preparation of in vitro fertilization medium, sperm preparation,
oocyte preparation, semen insemination, embryo development.
Key words : IVF, oocyte, TCM 199

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LatarBelakang
Suatu peristiwa pembelahan sel secara meiosis, dimana pembelahan sel gamet dari dua sel atau
bersifat diploid menjadi satu sel atau haploid, dinamakan dengan pematangan oosit.fertilisasi in vitro (IVF) yaitu
suatu
teknikdenganmenyatukanseltelurdariwanitadan
spermatozoa
padacawan
petri di
laboratorium.
Teknikinidilakukanbilakeadaanjumlahsperma yang kurangdanadanyahambatanpada tuba falopii.Inseminasi buatan
dan transfer embrio merupakan bioteknologi yang mulaivbanyak diterapkan di Indonesia untuk beberapa spesies
tertentu. Penerapantransfer embrio membutuhkan embrio dalam jumlah banyak yang dapat dipenuhivdari embrio
hasil in vitro. In Vitro Fertilisasi (IFV) meliputi proses pematanganoosit, kapasitasi spermatozoa, fertilisasi dan
perkembangan embrio (Greveet al,1993).
Penyebab utama hasil maturasi oosit yang tidak sempurna adalah ukuranpopulasi oosit yang dimaturasi
secara in vitro sangat heterogen sehingga prosesmaturasi akhir tidak berjalan secara sempurna (Barenson dkk.,
1988). Oosit yang dipanen untuk produksi embrio in vitro dari folikel dominansebelum lonjakan LH menghasilkan
blastosis sekitar 50 %. Hal ini disebabkanoosit tidak memiliki potensi atau kapasitasnya penuh untuk
mendukungperkembangan embrio (Greveet al,1993). Oleh karena itu, maka perlu dilakukan praktikum infertilisasi
in vitro.

1.2

Permasalahan
Rumusan masalah yaang dapat diambil berdasarkan latar belakang diatas adalah bagaimana teknik ivf pada
kambing.
1.3
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari pengaruh suplementasi serum kambing estrus pada medium
maturasi oosit kambing dengan mengukur ekspansi sel-sel kumulus dan transformasi nukleus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ovarium adalah organ generatif hewan betina yang terdiri dari sepasangterletak dikiri dan kanan uterus
dalam rongga pelvis (Toelihere, 1985). Tiapovarium terdiri dari dua bagian yaitu bagian tengah yang disebut
medulla, dansebuah lapisan yang tebal mengelilingi yang disebut kortex. Pematangan oosit in vitro adalah
pematangan oosit pada medium di luartubuh dan dikultur secara in vitro. Adanya tehnik pematanganin
vitro dimungkinkan untuk memperoleh oosit matang dalam jumlah besardengan cara menanam telur yang belum
diovulasikan dalam medium pematangan(Bavister et al, 1992). Pematanganoosit primer dapat berkembang menjadi
oosit sekunder yang akan melakukanproses pembelahan meiosis dengan normal dan sempurna sehigga
menghasilkansel telur yang siap untuk dibuahi.Oosit yang matang in vivo dan in vitro tidak ada perbedaan yang

nyata dalam tingkat pematangan inti, fertilisasi atau pembelahan, tetapi bagaimanapuntergantung dari perkembangan
kemampuan pada oosit itu sendiri (Greve et al, 1993).
IVF
adalahteknikmempertemukanseltelurdanspermadalamcawan
petri.IVF
adalah
proses
untukmenstimulasiovariumsupayamenghasilkansebanyakmungkintelur,
mengambiltelurtelurtersebutuntukdapatdibuahiolehsperma
di
cawanpatri,
danmengembalikanhasilpembuahantersebutkedalamrahimdenganharapandapatmenempelsehinggaterjadilahkebuntin
gan. IVF bukan merupakan langkah pertama untuk terapi infertilitas. Sebaliknya, IVF digunakan pada kasus
infertilitas yang tidak dapat diatasi dengan terapi lain seperti obat fertilitas, pembedahan, dan inseminasi buatan.IVF
merupakan terapi yang efektif untuk infertilitas kecuali pada infertilitas yang disebabkan oleh kelainan anatomi
uterus seperti perlengketan didalam uterus (rahim)yang berat(Bavister, 1992).
Indikasi IVF adalah pada infertilitas menurut Trounson (1992)disebabkan oleh:
1. Faktor tuba
2. Disfungsi ovulasi ( setelah gagal dengan terapi lain)
3. Ovarian reserve yang sedikit: jumlah telur yang sedikit
4. Endometriosis ( setelah gagal dengan terapi lain)
5. Infertilitas dari faktor pria yang berat
6. Ovarian failure
7. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya (setelah gagal dengan terapi lain)
Proses meiosis
Tahapan dari pembelahan meiosis yaitu diawali pada tahap profase, metafase I, anafase I, telofase I, dan
metafase II. Pada tahap ini merupakan tahap terjadinya ovulasi secara alamiah. Salah satu kondisi yang sangat
penting pada tahap pematangan oosit adalah kondisi fisiologi dari pematang oosit sampai terjadinya proses ovulasi,
dengan hadirnya beberapa sinyal biokimiawi berupa hormon-hormon(Boediono dkk.,, 1999). Hormonhormon
tersebut antara lain FSH, LH, dan estradiol. Ketiga jenis hormon tersebut bekerja sama dengan IGF- atau insuline
like growth factor I, yang memiliki fungsi merangsang granulosa untuk mensekresi hormon estrogen. Sedangkan
fungsi dan peran dari hormon gonadotropin dapat digantikan oleh hormon-hormon sejenis lainnya seperti PMSG
atau Pregnant mare serum gonadotropin serta HCG atau human chorionic gonadotropin. Kedua jenis hormon ini,
yaitu PMSG dan HCG memiliki kemiripan bioaktifitas dengan FSH dan LH, sehingga dengan suplementasi PMSG
dan HCG pada medium kultur akan memengaruhi proses transformasi nukleus oosit (Gibbons et al, 1994).
Sel-sel kumulus merupakan bagian dari folikel, pada saat ovulasi sel ini selalu terbawa oleh oosit dan menempel
pada oosit(Cole dkk., 1997). Fungsi sel kumulus adalah sebagai agen komunikasi antar sel dan penghubung
mekanisme hormonal menuju oosit, karena pada sel-sel kumulus terdapat banyak reseptor FSH dan LH, yang juga
berfungsi sebagai reseptor PMSG dan HCG. Sel kumulus juga berperan sebagai pemasok nutrisi untuk oosit. Selain
itu, sel kumulus mengalami ekspansi atau mengembang jika terstimulasi oleh adanya peningkatan aktifitas peran
hormon gonadotropin dan metabolisme seluler(Gibbonset al, 1994).
Sel kumulus mampu mensekresikan progesteron, estradiol dan prostaglandin. Selain itu, sel kumulus juga
berperan penting dalam proses pematangan oosit dan melalui pengamatan tingkat ekspansinya dapat dievaluasi
tingkat kematangan oosit tersebut(Gordonet al, 1994). Peran lain dari sel kumulus yaitu pada saat proses fertilisasi.
Lebih tepatnya pada saat kapasitasi dan reaksi akrosom dari spermatozoa. Hal ini dikarenakan sel kumulus banyak
mengandung asam hyaluronat. Digunakan oosit kambing pada penelitian ini mengingat produksi embrioin vitro baik
di tingkat nasional maupun internasional masih sangat rendahdibandingkan hewan ruminansia lain seperti sapi. Dari
beberapa hasil penelitianproduksi embrio blastosis pada sapi sekitar 30 40%, domba 36% dan kambing11%
(Boediono, Suzuki, Li and Godke, 1999).
Pelaksanaan pematangan oosit memerlukan kualitas oosit yang baik danpelaksanaan pembuahan diatur seperti
keadaan alami pada saluran reproduksiternak betina. Proses pematangan oosit in vitroberguna untuk menyediakan
oosityang berkembang baik pada sel kumulusnya, pematangan komponen sitoplasmikdan pematangan inti pada
tahap metafase II, yang selanjutnya diperlukan untukproses fertilisasi (Trounson, 1992). Oosit yang berkualitas baik
dalam jumlahyang cukup dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pematangan oosit secara invitro. Kebutuhan oosit
ini dapat dipenuhi dari limbah ovarium hewan betina tanpamemperhatikan siklus berahinya (Bavister, Rose,
Hallakent and Piyopumminter,1992).
In Vitro Maturation adalah pematangan oosit pada medium di luar tubuhdan dikultur secara in vitro (Gordon
dkk., 1994). Adanya tehnik in vitro maturation dimungkinkanuntuk memperoleh oosit matang dalam jumlah besar
dengan cara menanam teluryang belum diovulasikan dalam medium pematan.gan. Pematangan oosit primer dapat
berkembang menjadi oositsekunder yang akan melakukan proses pembelahan meiosis dengan normal dansempurna
sehigga menghasilkan sel telur yang siap untuk dibuahi(Trounson, 1992)

Hormon-hormon reproduksi pada wanita yang berperanan yaitu, pertama adalah estrogen.Estrogen dihasilkan
oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen
berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh,
rambut kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan endometrium,
menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma. Kedua yaitu,
progesteron. Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan endometrium
sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama trimester awal
kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon HCG (Greveet al, 199).
Gonadotropin Releasing Hormone atau GnRH. GnRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus
diotak. GnRH akan merangsang pelepasan FSH (folikel stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen
tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GnRH akan menjadi rendah,
begitupun sebaliknya.FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone). Kedua hormon ini
dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan
menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan
menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH(Trounson, 1992).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada pukul 08.00 WIB - selesai, Kamis 03 Mei 2012. Di laboratorium Fisiologi
Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain laminar aie flow, sentrifuge, incubator CO2,
termos, water bath, culture dish 35 mm steril, spuit 5 cc, jarum 18 g, tisu, aluminium foil, hot plate, tabung reaksi
steril. Bahan yang digunakan yaitu ovarium kambing, TCM 199, serum, penicilin dan streptomisin, parafin oil, NaCl
0.9 N, BO medium, PBS, BSA.
3.2 Cara kerja
3.2.1 Pematangan oosit
Preparasi medium maturasi oosit dilakukan satu malam sebelum maturasi, yaitu dengan membuat medium
TCM 199 yang telah diantibiotik penicilin dan streptomisin. Medium tersebut dibuat tetesan sebesar 100l sebanyak
5 tetes pada culture dish dan masing-masing 2,5 cc pada 2 culture dish yang lain, 50 cc pada erlenmeyer sebagai
medium pencuci oosit, medium-medium tersebut diinkubasikan kedalam inkubator CO2 semalam. Selanjutnya
ovarium kambing diambil dari rumah potong kambing di pasar Sukun Malang, dengan dibawa dalam termos nasi
ukuran kecil yang diberi air dengan suhu 23-35 o C didalam termos dimasukkan botol berisi NaCl 0.9 N yang telah
diberi penisilin streptomisin. Lalu botol ovarium sesampainya di laboratorium diambil dari termos dan dimasukkan
dalam water bath dengan suhu 35oC. Disiapkan rak tabung reaksi dan 3 buah tabung reaksi steril. Ovarium diambil
dengan pinset dan dan dipegang dengan tisu, ovariu yang lain tetap ditinggal dalam botol yang diletakkan dalam
water bath. Ovarium diaspirasi dengan menggunakan spuit dengan jarum suntik 18 g untuk mengambil oosit. Oosit
diambil dari folikel sekunder dan tersier saja, melalui penyuntikan dibawah folikel, setelah jarum memasuki antrum
folikuli, dilakukan penyedotan cairan folikel, diharapkan oosit dan cairan folikelnya memasuki spuit, lakukan ini
pada semua ovarium yang diperoleh dari rph. Pada saat kerja jarum tidak boleh menyentuh bagian lain selain tempat

penyuntikan dan penyedotan, hal ini untuk menghindari kontaminasi. Setelah spuit penuh dengan cairan folikel,
jarum dibuka dengan cara tutup jarum dengan penutup jarum, agar jarum tidak menyentuh benda lain selain
ovarium, setelah dibuka, masukkan cairan folikel kedalam tabung reaksi dan dibiarkan sampai 10 menit, yaitu
sampai terjadi endapan, endapan tersebut merupakan endapan oosit dan beberapa sel yang tersedot pada saat
aspirasi. Supernatan dibuang dan dimasukkan lagi medium pencuci oosit, dibiarkan beberapa saat sampai terjadi
endapan lagi. Diletakkan yang sudah dicuci kedalam cawan petri kaca dan diletakkan dibawah mikroskop, diamati
dan diseleksi oosit dengan melakukan pemipetan denga pipet pastur yang di modifikasi ujung sesuai dengan ukuran
oosit. Oosit diseleksi dan diklasifikasi berdasar susunan sel-sel cumulus yang menempel pada oosit yaitu, klas A
adalah oosit yang ditutup penuh dengan sel-sel kumulus, kelas B adlah oosit yang sebagian besr tertutup oleh sel-sel
kumulus, kelas C adalah oosit yang sedikit tertutup dengan sel-sel kumulus, dan kelas D adalah oosit gundul. Lalu
dipindahkan oosit kelas A dan B kedalam kultur dish yang mengandung 2,5 mm medium maturasi oosit, diulangi
sekali lagi pada culture dish yang lain, sehingga oosit sudah tidak mengandung cairan folikel lagi. Oosit terseleksi
dipindah ke tetesan kultur 100 l masing-masing drop maksimum berisi 25 oosit terpilih. Diinkubasi oosit dalam
inkubator CO2 selama 24 jam. Sisa-sisa sel kumulus seperti pada langkah sebelumnya dipindahkan, pada culture
dish lain yang berisi TCM 199 FCS 10% untuk digunakan sebagai medium perkembangan embrio yaitu dengan
menggunakan sistem kokultur.
3.3.2 Fertilisasi in vitro
3.3.2.1 preparasi medium fertilisasi in vitro
Disiapkan medium fertilisasi in vitro dengan TCM 199 dengan FCS 10% dengan membuat masing-masing
10 cc yang dimasukkan dalam spuit yang diinkubasikan minimal 1 jam sebelum fertilisasi. Disiapkan medium TCM
199 dengan FCS 10% dalam bentuk, 2 buah culture dish dengan volume 2,5 ml, 2 culture dish dengan tetesantetesan 25 l dan culture dish dengan tetesan 50 l masing-masing ditutup dengan paraffin oil, dan diinkubasikan
minimal 1 jam sebelum digunakan. Medium ini digunakan sebagai medium fertilisasi in vitro.Tissue Culture
Medium atauTCM-199 adalah suatumedia yang bagus untuk pematangan oosit secara normal. Pemilihan TCM-199
inisebagai medium dasar untuk in vitro maturation, karena di dalamnyamengandung biokimia seperti asam amino,
vitamin, glukosa dan garam anorganikyang berperan dalam perkembangan oosit selamain vitro maturation. Diantara
cairan biologis yang terbukti dapat menunjang pertumbuhandiluar tubuh adalah serum.
Serum merupakan suatucampuran yang komplek dari berbagai biomolekul yang kecil maupun yang
besardan memiliki bermacam-macam aktifitas pendorong dan penghambatpertumbuhan yang berada dalam
keseimbangan fisiologis. Fungsi utama serumadalah untuk menyediakan faktor hormonal, mineral dan lemak
(Smith, 1990).
3.3.2.2 Preparasi sperma
Ejakulat sperma segar dengan pengencer yang disimpan dalam refrigerator diencerkan dengan menggunakan
TCM 199. Dilihat viabilitas dan mortilitas. Dimasukkan dalam tabung sentrifugasi. Dilakukan sentrifugasi 2X, 3200
rpm selama 5 menit. Tabung divortex dan diambil supernatan, dipindahkan ketabung lain. Konsentrasi sperma
dihitung dengan diletakkan semen dalam inkubator CO2. Dilakukan perhitungan sperma. Cairan semen yang sperma
dengan konsentrasi fertilisasi disimpan untuk menunggu preparasi oosit.

3.3.2.3 preparasi oosit


Kompleks sel kumulus-oosit yang telah dikultur selama 24 jam diamati perkembangan sel-sel kumulusnya
dan diklasifikasikan menjadi,
Grade 2, yaitu kompleks sel kumulus-oosit yang berkembang sempurna
Grade 1, yaitu kompleks sel kumulus yang berkembang sebagian
Grade 0, yaitu kompleks sel kumulus yang tidak mengalami perkembangan sama sekali.
Hanya kompleks sel kumulus-oosit grade 2 yang digunakan untuk fertilisasi in vitro. Kompleks sel-kumulus oosit
terseleksi dipindah secara bertahap kemedium fertilisasi in vitro dengan 2,5 ml dua kali kemudian dipindahkan ke
medium fertilisasi in vitro 250 l dan terakhir dimasukkan kedalam medium fertilisasi in vitro 50 l siap
diinseminasikan.
3.3.2.4 inseminasi semen
50 l cairan semen dengan konsentrasi 1 juta sperma/ ml dimasukkan kedalam medium 50 l yang telah
berisi kompleks sel kumulus-oosit yang berkembang sempurna. Hasil inseminasi diinkubasikan minimal 6 jam.
3.3.2.5 perkembangan embrio

Menyiapkan 3 buah culture dish yang berisi 2,5 ml TCM 199 dengan FCS 10% yang telah diinkubasi selama
minimal 1 jam sebelum digunakan. Kultur dish berfungsi untuk medium pencuci oosit. Fungsi inkubasi minimal 1
jam adalah untuk mengkondisikan dari embrio yang telah tumbuh agar tidak mati. Pencucian dilakukan 3X, supaya
diperoleh hasil yang optimal. Selanjutnya memasukkan oosit ke dalam medium perkembangan embrio TCM 199
dengan FCS 10% dengan menggunakan sistem kokultur. Diamati setiap 24 jam dan 48 jam dilakuan pertukaran
medium. Pengamatan setiap 24 jam sekali dilakukan karena waktu tersebut meruapakan waktu yang paling tepat
untuk mengamati perkembangan embrio.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisa Prosedur
3.1.1 Pematangan oosit
Ovarium kambing yang diambil dari rumah potong hewan segera ditempatkan pada wadah tremos yang
telah berisi air dengan suhu 25-35oC. Dan didalam termos dimasukkan botol berisi NaCl 0.9 N yang telah diberi
penisilin streptomisin. Fungsi dari penyimpanan ovarium dalam tremos dengan suhu 25-35 oC adalah untuk
mengkondisikan dengan suhu didalam ovarium tubuh kambing. Sedangkan fungsi larutan NaCl 0.9 N yang telah
diberi penisilin streptomisin adalah untuk menjaga kondisi fisiologis ovarium kambing agar oosit tidak mati serta
berfungsi sebagai antibiotik.. Selanjutnya tujuan perlakuan memasukkan botol ovarium ke dalam water bath adalah
supaya suhu ovarium didalam botol tersebut tetap stabil dan sel oosit tidak mengalami kematian atau
kerusakan(Trounson, 1992).
Penambahan glutaminpada medium kultur dalam penelitian inibertujuan untuk meningkatkan
angkakeberhasilan fertilisasi. Penambahanglutamin ke dalam medium kultur dapatmenggantikan peran Bovine
SerumAlbumin yang mendukung proses perkembangan embrio secara in vitro. Pencucian spermatozoa
denganmetode sentrifugasi dan penambahankaffein benzoat dalam medium BO adalahdengan tujuan untuk
meningkatkanmotilitas spermatozoa dalam menembussel-sel granulosa oosit untuk mencapai zona pelusida dan
selanjutnya masuk ke dalam sitoplasma oosit(Malole, 1990). Selama proses fusi iniberlangsung selubung inti akan
berintegrasisampai terjadinya proses pembelahanmitosis yang pertama (cleavage)membentuk 2 sel. Kondisi fusi
danpembelahan pertama ini akan berlangsungpada temperatur medium yangdipertahankan pada 30-40 0C dan kadar
CO25%. Temperatur inkubator yang tidak stabilakan mempengaruhi hasil fertilisasi in vitro(Mogas dkk., 1996).
Pada
tahap
ini,
LAF digunakansebagairuanganuntukpengerjaansecaraeseptis. Prinsip
pengaseptisansuaturuanganberdasarkanaliranudarakeluardengankontaminasiudaradapatdiminimalkan. Fungsi untuk
mensterilkan alat alat seperti gelas dan dalam batas batastertentu dapat juga digunakan untuk mensterilkan bahan
bahan seperti kapas, kertas,dan kain. Pada umumnya suhu yang digunakan adalah 170 180 oC selama dua
jam(Lindsay, 1982).
Sentrifuse
berfungsi
untukmempercepat
proses

pengendapandenganmemberikangayasentrifugasipadapartikel-partikelnya.Selanjutnya menyiapkan rak tabung reaksi


dan 3 buah tabung reaksi steril. Ovarium diambil dengan pinset dan dan dipegang dengan tisu, ovarium yang lain
tetap ditinggal dalam botol yang diletakkan dalam water bath. Penggunaan spuit dengan jarum suntik 18 g untuk
mengambil oosit, bertujuan agar oosit dalam ovarium kambing dapat terambil dengan maksimal. Pada saat kerja
jarum tidak boleh menyentuh bagian lain selain tempat penyuntikan dan penyedotan, hal ini untuk menghindari
kontaminasi. Setelah spuit penuh dengan cairan folikel, jarum dibuka dengan cara tutup jarum dengan penutup
jarum, agar jarum tidak menyentuh benda lain selain ovarium, setelah dibuka, masukkan cairan folikel kedalam
tabung reaksi dan dibiarkan sampai 10 menit, yaitu sampai terjadi endapan, endapan tersebut merupakan endapan
berfungsi untuk mengamati dan menyeleksi oosit dengan melakukan pemipetan dengan pipet pastur yang di
modifikasi ujung sesuai dengan ukuran oosit. Lalu dipindahkan oosit kelas A dan B kedalam kultur dish yang
mengandung 2,5 mm medium maturasi oosit. TCM 199 FCS 10%, fungsinya adalah sebagai medium perkembangan
embrio yaitu dengan menggunakan sistem kokultur(Hyttel dkk., 1997).
3.1.2 Preparasi medium IVF
Medium fertilisasi in vitro dengan TCM 199 dengan FCS 10% dengan membuat masing-masing 10 cc yang
dimasukkan dalam spuit yang diinkubasikan minimal 1 jam sebelum fertilisasi. Medium tersebut digunakan untuk
perkembangan embrio, melalui sistem kokultur. Disiapkan medium TCM 199 dengan FCS 10% dalam bentuk, 2
buah culture dish dengan volume 2,5 ml, 2 culture dish dengan tetesan-tetesan 25 l dan culture dish dengan tetesan
50 l masing-masing ditutup dengan paraffin oil, dan diinkubasikan minimal 1 jam sebelum digunakan. Tujuan
inkubasi adalah untuk mengoptimalkan proses perkembangan embrio atau teknik IVF. Selanjutnya medium tersebut
siap digunakan sebagai medium fertilisasi in vitro(Lindsay, 1982).
3.1.3 Preparasi sperma
Larutan sperma dengan TCM 199 dilakukan sentrifugasi 2X, 3200 rpm selama 5 menit. Hal ini bertujuan
untuk menghomogenkan antara sel sperma dengan TCM 199 sehingga partikel yang bermuatan lebih besar akan
mengendap pada dasar tabung. Pengambilan supernatan dilakukan karena sel sperma merupakan partikel atau
protein yang bermuatan lebih ringan dibanding TCM 199. Konsentrasi sperma dihitung dengan diletakkan semen
dalam inkubator CO2. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah sel sperma yang masih hidup dan fungsi inkubator
untuk menjamin kemampuan hidup sperma atau agar tidak segera mati sperma yang diamati. Sehingga akan
diperoleh sel sperma hidup yang selnjutnya dapat digunakan untuk IVF.
3.3.2.3 preparasi oosit
Kompleks sel kumulus-oosit yang telah dikultur selama 24 jam diamati perkembangan sel-sel kumulusnya
dan diklasifikasikan. Kultur tersebut bertujuan untuk menumbuhkan dan dari sel kumulus untuk prose IVF
selanjutnya. Hanya kompleks sel kumulus-oosit grade 2 yang digunakan untuk fertilisasi in vitro. Hal ini dilakukan
karena pada sel kumulus grade2, memiliki perkembangan yang sempurna. Dimana terdapat kompleks
perkembangan sel kumulus dan oosit dengan baik. Kompleks sel-kumulus oosit terseleksi dipindah secara bertahap
kemedium fertilisasi in vitro dengan 2,5 ml dua kali kemudian dipindahkan ke medium fertilisasi in vitro 250 l dan
terakhir dimasukkan kedalam medium fertilisasi in vitro 50 l siap diinseminasikan. Hal ini dilakukan untuk
memaksimalkan proses keberhasilan IVF.
3.3.2.4 inseminasi semen
50 l cairan semen dengan konsentrasi 1 juta sperma/ ml dimasukkan kedalam medium 50 l yang telah
berisi kompleks sel kumulus-oosit yang berkembang sempurna. Konsentrasi sperma merupakan salah satu faktor
keberhasilan IVF, apabila konsentrasi yang digunakan kurang dari standar yang ditetapkan. Maka dapat
mempengaruhi keberhasilan IVF. Hasil inseminasi diinkubasikan minimal 6 jam. Waktu 6 jam cukup untuk
membuat sperma dan kumulus-oosit untuk segera berproliferasi hingga terbentuk embrio.
3.3.2.5 perkembangan embrio
Disiapkan medium untuk pencuci oosit yang telah difertilisasi yaitu dengan menyiapkan 3 buah culture dish
yang berisi 2,5 ml TCM 199 dengan FCS 10% yang telah diinkubasi selama minimal 1 jam sebelum digunakan.
Oosit yang telah diinseminasi dipindahkan kemedium pencuci, pencucian dilakukan 3X. Oosit yang telah dicuci
dimasukkan kedalam medium yang telah disiapkan sehari sebelumnya yaitu medium perkembangan embrio TCM
199 dengan FCS 10% dengan menggunakan sistem kokultur. Diamati setiap 24 jam dan 48 jam dilakuan pertukaran
medium yaitu dengan cara,

Dibuang sekitar 1 ml medium perkembangan embrio dengan mikropipet pembuangan dilakukan dibawah
mikroskop dengan mengamati embrio, embrio sudah melekat pada dasar culture dish, kalau tidak melekat maka ada
indikasi terjadi kontaminasi.
Stelah itu dimasukkan kedalam culture dish tersebut dengan medium baru yang sama
Pergantian dilakukan setiap 48 jam.
3.2 Analisa Hasil
Kemampuandalam
IVM
tergantungpadaseberapamatangfolikelsudahadasekarang.Ada
beberapatahapdalamfolliculogenesis, dimulaidenganfolikel primordial, yang kemudianmenjadi primer, sekunder,
tersierawal
(antral),
akhirtersierdanakhirnyafolikelpraovulasi.Padasiklusovulasi,
seltelur
yang
tidakdibuahiharusdikeluarkandaridalamtubuhbersamaandenganpendukungimplantasibayi
di
dindingrahim,
yaituendometrium.
Proses
peluruhandindingrahimdandibuangnyaseltelur
yang
tidakdibuahiini,
disebutmenstruasi(Cole et al, 1997). Secara hormonal, proses inidiawalidengandiproduksinyahormon gonadotropin
(gonadotropin releasing hormone) yang akanmemerintahkanpituitariuntukmenghasilkanhormon FSH (folikel
stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone). FSH dan LH iniakanmenginisiasi (merangsang)
pembentukanfolikeltempatpematanganseltelur
di
dalamovarium.
Folikel
yang
berkembangakanmenghasilkanhormon
estrogen.
FSH,
LH,
danhormon
estrogen
akanberpengaruhterhadappematanganseltelurselamalebihkurangduamingguhinggatibawaktuovulasi. Estrogen yang
dihasilkanakanberpengaruhpadaperkembanganfolikel,
merangsangpembentukan
endometrium,
sertamerangsangdiproduksinya FSH dan LH lebihbanyak(Trounson, 1992).
Hormon FSH dan LH yang melimpah di hari ke-12 siklusmenstruasiakanmemengaruhimasameiosis II
hinggaterjadiovulasi.
Ovulasiterjadi
di
hari
ke-14
danpadawaktuiniseorangwanitadikatakanberadadalamkeadaansubur.Masasuburtersebutberlangsungselamalebihkuran
g 24 jam saja(Toelihere, 1992).
Folikel yang telah ditinggalkan oleh sel telur disebut badan kuning atau corpus luteum yang menghasilkan
hormon estrogen serta progesteron. Kedua hormon ini bekerja menghambat sintesis FSH dan LH sehingga
jumlahnya menjadi lebih sedikit. Selain itu, mengakibatkan penghambatan pematangan folikel lain di ovarium.
Estrogen dan progesteron bersama-sama mempersiapkan kehamilan dengan mempertebal dinding endometrium
hingga mencapai ketebalan 5 mm. Jika tidak terjadi kehamilan atau fertilisasi, corpus luteum akan berdegenerasi
sehingga produksi estrogen dan progesteron menurun. Jika kedua hormon ini menurun, tidak ada lagi yang
mempertahankan keberadaan endometrium sehingga endometrium mengalami degenerasi(Bavister dkk., 1992).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan IVF antara lain pengaruhumur, beratbadan, kadarprolaktin,
endometriosis, sertakadar gonadotropin endogen daneksogen. Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang tak kalah
penting,
yaitu usia
maternal,
ovarian
reserve,
sertaperformansreproduksiterakhir. Faktor
lainnya
yaitu Riwayatobstetrikreproduksisebelumnya,studi menunjukkan adanya hidrosalfing menurunkan keberhasilan
IVF; angka kelahiran hidup satu setengah kali lebih rendah dibandingkan dengan wanita tanpa
hidrosalfing(Trounson, 1992). Selanjutnya, pada penelitian menunjukkan salfingektomi yang dilakukan pada wanita
dengan hidrosalfing sebelum dilakukan IVF memperbaiki angka kehamilan. Cairan hidrosalfing dapat mengganggu
keberhasilan kehamilan melalui efek negatif terhadap embrio yang ditransfer dan keadaan endometrium untuk
implantasi.Selain itu, efek adanya mioma terhadap IVF tergantung pada letak mioma. Mioma submukosa
menurunkan kemungkinan kesuksesan IVF dan sebaliknya mioma subserosa tidak memberikan efek terhadap
kesuksesan IVF.Merokok dapat menurunkan kesuksesan IVF dan berkaitan dengan banyak efek samping dalam
kesehatan. Kami menyarankan perokok untuk berhenti merokok.Adanya riwayat kelahiran hidup sebelumnya
meningkatkan kemungkinan keberhasilan IVF, namun riwayat keguguran satu atau lebih menurunkan kemungkinan
keberhasilan(Gordon, 1994).
Faktor terpenting yang berkaitan dengan prosedur IVF adalah jumlah telur yang diambil dan jumlah embrio
berkualitas baik yang berhasil dilakukan di laboratorium, kematangan dari oosit, sehinga proses fertilisasi akan
berhasil apabila didukungoleh kematangan inti pada tahap metafase II.Padawanitausiamudadanpadamerekadengan
ovarian reserve normal, akanlebihmungkinmencapaikehamilandaripadawanitausialebihtuadanmerekadengan ovarian
reserve
yang
menurun(Malole, 1990).
Wanitadenganriwayatpersalinansebelumnyaakanlebihbesarpeluangkeberhasilankehamilandaripadawanita yang
sebelumnya belum pernah hamil. Factor yang memengaruhi keberhasilan IVF menurut Greve (1993)antara lain,
1. Usia
2. Kualitas ovum dan sperma
3. Durasi infertilitas

4. Kesehatan uterus
5. Keahlian tim medis
Pembahasan lebih lanjut mengenai Usia sebagai salah satu faktor yang mempengaruhiPregnancy
Rate adalah sebagai berikut :
Data hubungan usia dengan tingkat keberhasilan kehamilan.

Usia
<>
36 - 39 tahun
> 40 tahun
> 44 tahun

Tingkat keberhasilan
37%
28%
13%
Jarang terjadi

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan IVF, diantaranyaadalahsystem maturasi oosit, system
kapasitasi spermatozoa dam pertumbuhanembrio hasil IVF. In Vitro Maturation (IVM) dapat dipakai untuk
memperolehoosit yang mature dalam jumlah besar dengan cara mengkultur oosit dalammedium IVM tertentu.
Medium merupakan faktor penting dalam proses IVMtertentu. Medium merupakan faktor penting dalam proses
IVM yaitu sebagaipenyedia kebutuhan nutrisi, hormon maupun faktor bahan biokimia lainnya untukperkembangan
kumulus oophorus (Mogas dkk., 1996).
Keuntungan yang ditawarkanoleh IVF bisaluarbiasa. Pasanganinfertil yang sedangberjuanguntukhamilatau
yang frustrasiolehfaktabahwamerekatidakmampuuntukmenyusunalamiuntukalasanapa pun mungkinmengalamistres,
kecemasanataudepresi. IVF menawarkanmerekaruteuntukmencapaitujuanmereka(Barenson, 1988).
Kelemahan terbesar dari IVF adalah bahwa itu tidak dijamin. Peluang keberhasilan sangat bervariasi
tergantung pada berbagai faktor termasuk usia wanita. Wanita yang berusia lebih dari usia 35 mungkin tidak
memiliki peluang sama sukses seperti wanita yang berada di bawah usia 35. Selain itu IVF memerlukan biaya yang
tinggi. Karena keberhasilan tidak dijamin, lebih dari satu embrio sering ditransfer ke rahim untuk implantasi dengan
harapan bahwa satu dari embrio akan berhasil implan di dinding rahim dan mengembangkan(Trounson, 1992).
Dalam beberapa kasus, lebih dari satu embrio mungkin implan dan kehamilan jamak mungkin hadir. Juga, risiko
kehamilan ektopik (kehamilan terjadi di luar rahim) atau heterotrof kehamilan (kehamilan kembar, yang satu
didalam rahim dan yang lain di luar rahim). Resiko tersebut lebih besar terjadi dibandingkan dengan kehamilan
normal(Barenson, 1988).

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
IVF adalah suatu teknologi dengan carapembuahansecara manual menggabungkantelurdansperma di cawan
petrilaboratorium. Faktor yang memepengaruhi keberhasilan IVF antara lain usia. Semakin muda, maka angka
keberhasilannyasemakinbesar.Faktor lain yang berpengaruh yaitu kualitas ovum dan sperma, durasi
infertilitas, kesehatan uterus, keahlian tim medis. Keuntungan dari metode IVF yaitu peluang keberhasilan untuk

hamil sangat besar bagi pasangan yang infertil. Sedangkan kelemahan yang dialami yaitu, membutuhkan biaya yang
relatif tinggi.
4.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya, pelaksanaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah tertulis
pada modul praktikum, sehingga dapatdiketahui uji apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas spermatozoa.

DAFTAR PUSTAKA
Barenson, M.L, D.M, Levine, and D. Rindskopf, 1988. Applied Statistics A FirstCourse Prentice Hall. Ney Jersey.
Bavister, B.D, Rose-Hallakent and T. Pinyopumminter, 1992. Development ofMatured In Vitro Fertilized Bovine Embryo Into
Morulae and Blastocyts.Theriogenology, 37:127-146
Boediono. A., T. Suzuki, L. Y. Li and R. A. Godke. 1999. Off spring born fromchimeras Reconstructed from parthenogenetic
bovine embryos. J.Reprod.Fertil. Dev. 7 : 1073 1079.
Cole,H.H and P.T. Cupps. 1997. Reproduction In Domestic Animals. ThirdEdition. Academic press Inc London.
Gibbons, J.R, W.E. Beal, R.L. Krisher, E.G Faber, R.E. Pearson, and F.C.Gwazdauskas, 1994. Effects of Once-Versus Twice
Weekly TransvaginalFollicularAspiration of Bovine Oocyte Recovery and EmbryoDevelopment. Theorigenology
42:405-419.
Gordon, I. (1994). Laboratory Production of Cattle Embryos. Department ofAnimal Science and Production. University
College. Dublin. Ireland.
Greve, T, V. Madison, B. Avery, H. Callsen, and P. Hyteel, 1993. Production ofBovine Embryos, A Progess Report and
Conseguences on the GeneticUpgrading of Catlle Population. J. Anim. Reprod. Sci. 33:51-69.
Hyttel. P., I. Fair, H. Callsen and I. Greve. 1997. Oocyte growth, capacitation andfinal maturation in cattle. J.
Theriogenelogy. 47 : 23 32.
Lindsay, D.R, K.W. Entwistle, dan A. Winantea, 1982. Reproduksi Ternak diIndonesia. Universitas Brawijaya. Fakultas
Petrnakan. Malang.
Malole, M.B M., 1990 Kultur Sel dan Hewan. Depdikbud Dirjen Dikti. PusatAntar Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor.
Mogas, T.M.J., M.D Izquerdo dan Paramio. 1996. Development Capacity of InVitro Maturated and Fertilized Oocytes from
Prepubertal and AdultGoats. Departement de Patologia de Produlecio. Animal UniversityAutonoma de Barcelona.
Spain.
Toelihere, M.R, 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung
Trounson, A. 1992. The Production of Ruminant Embryos In Vitro. Anim Reprod.Sci. 28:125-137.

MAY

Invitro Maturasi peternakan unhalu


PENDAHULUAN

Latar
Belakang
Memiliki keturunan merupakan salah satu ciri mahluk hidup. Untuk dapat memiliki keturunan
diperlukan sel gamet (ovum dan sperma) serta seperangkat alat reproduksi yang memprasaranai
proses pembentukan, pematangan sel gamet, proses fertilisasi, hingga terjadinya kehamilan
sampai akhirnya fetus dilahirkan. Pada organ yang terlibat dan proses yang berjalan seringkali
terjadi hambatan atau permasalahan. Salah satu permasalahan yang menyebabkan seseorang
maupun ternak sulit atau tidak bisa memiliki keturunan secara alami adalah tidak terjadinya
fertilisasi antara sel telur dan sperma. Untuk mengatasi masalah tersebut maka berkembanglah
teknologi reproduksi berbantu (assisted reproduction technology)yang bertujuan untuk
menghasilkan zigot dari fertilisasi antara sel telur dan sel sperma secara in vitro.

Dalam upaya menjaga, sekaligus membantu upaya peningkatan


peran dan pengembangan jenis ternak, melalui teknik fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah
satu alternatif. Fertilisasi in vitro merupakan suatu teknologi untuk memproduksi embrio dengan
memanfaatkan oosit-oosit dari ovarium yang diperoleh dari manusia maupun hewan. Fertilisasi
in vitro merupakan tiruan dari proses fertilisasi in vivo yang menghasilkan penggabungan dua
gamet, restorasi jumlah kromosom tubuh dan mulainya perkembangan individu baru yang
dilakukan di luar saluran reproduksi induk (Sirard, 1988). Teknologi FIV terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu koleksi oosit, pematangan oosit, preparasi sperma, kapasitasi sperma, proses
fertilisasi dan biakan embrio hasil fertilisasi, dilanjutkan dengan transfer embrio kepada resipien.

Proses pematangan oosit in vitro, diperlukan oosit yang dikumpulkan dalam keadaan oosit
primer atau masih dalam stadium pre-anthrum untuk berkembang menjadi oosit tertier.
IVM oosit manusia pertama ditunjukkan tahun 1965 oleh Edwards RG. Kelahiran
manusia pertama yang dihasilkan dari suatu oosit matang in vitro terjadi pada tahun 1991. Sejak
saat itu, banyak modifikasi dan perbaikan telah dilakukan untuk proses IVM dalam upaya untuk
meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya hasil dari teknik ini. Sampai saat ini, telah ada sekitar
500 kelahiran hidup di seluruh dunia sebagai akibat dari IVM.
Sampai saat ini keberhasilan teknologi FIV, khususnya di Indonesia masih berbeda antar
berbagai laboratorium. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan beberapa faktor yang
membentuk lingkungan yang sesuai untuk pematangan oosit yaitu kandungan gonadotropin,
faktor penumbuh, hormon steroid, media pematangan, kualitas oosit dan faktor yang
disekresikan oosit dan molekul-molekul yang belum diketahui (Lorenzo,et al., 1994). Dalam
proses pematangan oosit maupun perkembangan embrio in vitro, media yang digunakan harus
mempunyai fungsi mekanis, fisik dan kimiawi artinya media dapat memberikan lingkungan yang
optimum untuk menjamin kelangsungan hidup oosit. Penggunaan media kultur lengkap TCM199 dan bicarbonate atau HEPES dan tambahan berbagai macam serum, dan atau gonadotropin
(FSH dan LH) dan steroid (Estradiol -17 B) telah banyak digunakan untuk mempelajari maturasi
oosit in-vitro sapi (Brackett dan Zuelke, 1993).
Kualitas embrio yang dihasilkan secara in vitro sangat dipengaruhi oleh kualitas oosit yang
dihasilkan melalui proses maturasi in vitro. Pematangan oosit sempurna adalah indikasi dari kualitas
embrio yang mempunyai viabilitas yangtinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pematangan
oosit in vitro, selainfaktor hormonal ternyata ada faktor-faktor lokal dalam oosit yang dikenal
dengan cytokine lokal yang secara molekuler mempengaruhi proses pematangan oosit .
(Karp,
2005;
Nebreda
and
Ferby,
2000).
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mekanisme fertilisasi
secara in vitro dan untuk mengetahui mekanisme in vitro maturasi yang terjadi pada proses
fertilisasi
Mamfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui mekanisme fertilisasi
secara in vitro dan dan dapat mengetahui mekanisme in vitro maturasi yang terjadi pada proses
fertilisasi
PEMBAHASAN
Sejarah Pengenalan Fertilisasi In Vitro
Fertilisasi in vitro (IVF) sudah dikenal, sejak kelahiran Louise Brown pada tahun
1978, dan telah maju pesat serta telah terbukti menjadi pengobatan yang sangat sukses untuk
pasangan infertil. Namun, ada beberapa kelemahan mode ini pengobatan: biaya tinggi yang
terlibat, ketidaknyamanan suntikan gonadotropin harian, efek samping obat, dan persyaratan
untuk kunjungan beberapa pemantauan; risiko yang paling penting adalah sindrom ovarium
hyperstimulation (OHSS), dengan kejadian hingga 6% pada pasien berisiko tinggi menjalani
perawatan IVF, bisa berakibat fatal dan lebih mungkin untuk dikembangkan pada wanita muda

dengan ovarium polikistik (PCO). Ada juga yang mengkhawatirkan (tetapi belum terbukti)
hubungan antara program berulang suntikan gonadotropin dan kanker ovarium yang
menghalangi banyak perempuan.
Keberhasilan IVF didukung karena beberapa penciptaan embrio yang telah tersedia untuk
transfer, sehingga solusi logis untuk melawan kelemahan IVF adalah dengan mengambil oosit
matang dari ovarium yang distimulasi,sehingga memungkinkan pematangan oosit in vitro
sebelum dewasa, dan membuahi oosit matang yang dihasilkan untuk membuat beberapa embrio.
Penelitian pematangan oosit imatur dilaporkan pada tahun 1935 oleh Pincus dan dilanjutkan oleh
Edwards pada tahun 1965 dan 1969. Pada tahun 1991 dilaporkan bahwa anak dari hasil IVF
dikandung untuk pertama kalinya oleh manusia. Penelitian dilanjutkan sesudah itu dan kemajuan
yang dibuat oleh Trounson et al membantu memasukkan dalam pematangan oosit in vitro (IVM)
sebagai bentuk perlakuan yang akan ditawarkan kepada pasien yang memenuhi syarat.
(Edwards RG. Edwards RG. Maturation in vitro of human ovarian oocytes. Lancet
1965;2:926929).http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://ivfflorida.com/ivf.asp

Pematangan In Vitro
Biasanya proses IVM memerlukan minimal atau tanpa rangsangan hormon ovarium.
USG awal dilakukan untuk menentukan apakah kista ovarium yang hadir di awal siklus alami
wanita.
USG
tindak
lanjut
akan
dilakukan
untuk
menilai
folikel
dan
perkembangan endometrium. Setelah folikel mencapai ukuran yang sesuai, pasien mengalami
prosedur dimana telur matang yang akan diambil dan kemudian matang di laboratorium hanya
dalam satu atau dua hari. Telur tersebut kemudian dibuahi dengan sperma Intracytoplasmic
spermusing Injection (ICSI). Setelah telur dibuahi, embrio yang tumbuh di laboratorium selama
dua hingga lima hari sebelum dipindahkan ke rahim ibu.
Proses In Vitro Maturasi
Untuk melakukan kegiatan IVF, salah sam persyaratan yang harus dipenub adalah
komposisi campuran gas C02 , 02 dan N2. Penggunaan campuran ketiga macam gas tersebut
telah dicoba untuk mengkultur oosit domba dan sapi yang telah dibuahi (fertilized ova) untuk
dikembangkan ke tahap moaila atau blastosis (Tervit et al., 1972; Tervit dan Rowson 1974;
Thompson et al., 1990). Secara khusus konsentrasi O, juga telah diuji pada kultur in vitroembrio
domba dan sapi (Thompson et al., 1990). Whitten (1971) dan Tervit et cl. (1S72) melaporkan
bahwa konsentrasi oksigen merupakan salah satu faklor penting untuk perkembangan normal
embrio mencit, domba dan sapi yang dikultur secara in vitro, namun C dengan konsentrasi tinggi
akan menghambat perkembangan oosit yang telah dibuat ke tahap morula maupun blastosis. O,
dengan konsentrasi 0, 5, dan 10% (Tervit et al., 1972) serta lebih rendah dari 5% (Thompson et
a!., 1990) di dalam udara dianggap sesuai untuk perkembangan embrio domba maupun sapi.

Selama maturasi in vitro, konsentrasi C02 sebanyak 5% di dalarn inkubat adalah yang
sering digunakan untuk mematangkan oosit yang dikoleksi dari RP1 Namun demikian, tidak ada
bukti atau laporan mengenai perlunya keberanian selama maturasi oosit in vitro. Adanya
informasi ini sangat diperlukan terutama untuk menanggulangi persoalan lokal seperti di
Indonesia atau mendatangkan oosit dari manca negara yang transportasinya memakan waktu
sangat lama sampai dengan diproses di dalam laboratorium IVF. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mengembangkan suatu metode maturasi in vitro tanpa C02 untuk oosit domba dan
kemungkinan besar dapat diterapkan pada hewan ruminant lain.
Medium IVM yang digunakan yaitu Bikarbonat-199 + 10% FCS + 10 ng/'ml Follicle
Stimulating Hormone (FSH) + 10 ng/ml human Chorionic Gonadotropin (hCG) + 1 ng/ml
Estradiol (E2). Tiga metode maturasi in vitrotelah digui^akan sebagai perlakuan dalam penelitian
ini. T1 = oosit dikuJtur di dalam medium IVM (di dalam eppendorf, di atas medium ditutup
mineral oil) yang sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam inkubator dengan 5% C02 selama 2
jam, kemudian oosit dimaturasikan d(dalam inkubator tanpa COj. T2= oosit dikultur di dalam
drop medium IVM yang ditutup dengan mineral oil pada cawan petri (10 oosit per drop; 50 per
drop) tanpa ekuilibrasi dengan C02 sebelumnya. T3= oosit dikuJtur oidaiam drop medium IVM
(seperti T2), sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam inkubator 5% C02 selama + 2 jam
kemudian dimaturasikan di dalam inkubator 5% CO:. Lama maturasi (intuk semua perlakuan
yaitu 24 jam pada suhu 38C dan humiditas tinggi.
Fiksasi dan Pewamaan Oosit
Maturasi dihentikan setelah 24 jam pioses pematangan di dalam inkubator. Oosit dicuci
dengan larutan pencuci Phosphate Buffered Saline (PBS), dibersihkan dari sel cumulus yang
menempel dan dicetak di atas objek gelas dan ditutup dengan gelas penutup. Antara objek dan
gelas penutup direkatkan dengan cat kuku pada kedua sisi, kemudian direndam di dalam larutan
fiksasi (asam asetat:ethanol = 1:3) selama 48 jam. Pengecatan oosit dilakukan dengan Lacmoid
1% selama 1-2 menit setelah perendaman 48 jam dan dicuci dengan 45% larutan asam asetat.
Keempat sisi gelas penutup dan gelas objek ditutup dengan cat kuku. Pengariatan tiap pemasakan
oosit (meiosis division) dilakukan di bawah mikroskop terbalik {inverted microscope) dengan
pembesaran 300 kali. Tahap maturasi yang diamati yaitu metaphase 1, anaphase I, telophase 1,
dan metaphase 11, menurut kriteria yang digarnbarkan oleh Tsafriri (1978).
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://ivfflorida.com/ivf.asp
Koleksi Oosit
Dalam pematangan in vitro (IVM) pasien menjalani prosedur dimana telur yang belum
matang diambil dari indung telur dan matang di laboratorium hanya dalam satu atau dua hari. Telur
yang mencapai kematangan di laboratorium kemudian dibuahi dengan sperma menggunakan Injeksi
Sperma Intracytoplasmic (ICSI) prosedur. Setelah telur dibuahi, embrio yang tumbuh di laboratorium
selama dua hingga lima hari sebelum dipindahkan ke rahim ibu. Saat ini, ada tiga kategori pasien
yang luas untuk IVM mungkin merupakan alternatif untuk stimulasi hormonal tradisional dari ovarium
dan selanjutnya fertilisasi in vitro (IVF). Wanita dengan sindrom ovarium polikistik, (PCOS), yang
berada pada risiko yang signifikan hiperstimulasi ovarium sindrom berat (OHSS) - wanita-wanita ini
mewakili populasi yang cenderung sangat peka terhadap obat-obatan yang diperlukan untuk

stimulasi ovarium dalam protokol IVF khas. Karena IVM memerlukan mengambil oosit matang,
sedikit atau tidak ada stimulasi ovarium dibutuhkan yang hampir menghilangkan risiko OHSS.
Kategori pasien kedua yang berdiri untuk mendapatkan keuntungan dari IVM untuk alasan
yang disebutkan di atas adalah kelompok perempuan yang telah menjalani IVF sebelumnya dan
dikembangkan ovarium sindrom hiperstimulasi (OHSS). Akhirnya, wanita yang telah menerima
diagnosa kanker dan perlu pelestarian kesuburan sebelum menerima kemoterapi adalah kandidat
untuk IVM. Pasien-pasien ini bisa mendapatkan manfaat dari teknologi ini karena akan menurunkan
jumlah hormon yang mereka hadapi serta mengurangi jumlah waktu yang diperlukan antara
diagnosis dan inisiasi pengobatan.

http://www.scribd.com/doc/61568313/9/Maturasi-Oosit-Secara-In-Vitro
Maturasi Oosit

Oosit yang diperoleh dicuci dengan modified phosphat bufferd saline (M-PBS) dan
medium maturasi masing-masing sebanyak dua kali.Berdasarkan fakta dalam studi literatur,
dimungkinkan oosit yang dimaturasi secara in vivo memiliki kemampuan berkembang yang lebih
dibandingkan dimaturasi secara in vitro. Oosit mengalami modulasi yang signifikan pada folikel
dominan sehingga memegang peranan dalam peningkatan kemampuan berkembang. Jumlah
ultrastruktur dan molekuler mengalami perubahan selama perkembangan oosit telah
dihubungkan dengan kemampuan berkembang (5, 34). Selain itu, maturasi in vitro telah
diasosiasikan dengan berbagai abnormalitas pada oosit (31-33).
Assey et al. (4) melaporkan bahwa oosit sapi yang diaspirasi dari dominan folikel
sebelum gelombang LH, akan memperlihatkan perubahan nukleus dan morfologi sitoplasma,
menurut Assey keduanya adalah syarat untuk peningkatan kemampuan berkembang. Hal ini akan
mengindikasikan bahwa tidak hanya oosit akhir maturasi (proses yang terjadi antara gelombang
LH dan ovulasi) yang signifikan, namun juga periode sebelum gelombang LH mungkin penting
untuk membentuk kemampuan berkembang. Tidak terdapat perbedaan pada tingkat pembelahan
oosit selama IVF, namun secara signifikan lebih banyak blastosist terbentuk dari oosit yang
dimaturasi secara in vivo(58,2%) dibandingkan oosit yang diambil sebelum gelombang LH
(39,2%) atau yang berasal dari folikel berukuran 2-6 mm (38,9%). Oosit yang berasal dari folikel
besar (>6 mm) menghasilkan intermediet blastosist (46,5%). Kualitas blastosist (Gambar 1),
mampu bertahan hidup selama vitrifikasi relatif rendah berkisar <40% style="">post warming
hingga <20% style="">post warming.
Hasil ini secara nyata memperlihatkan bahwa oosit yang dimaturasi in vivo lebih
berkembang dibandingkan dimaturasi in vitro. Hal in merupakan kesepakatan dengan studi
sebelumnya (11, 26, 45, 52, 80). Data yang didapat juga mendukung dugaan bahwa oosit yang
didapat dari folikel besar lebih berkembang dibandingkan dari folikel kecil selama IVP (46, 61).
Akan tetapi, data yang menunjukkan kualitas blastosist tidak berhubungan dengan sumber
oosit. Hasil yang berbeda telah dilaporkan antara maturasi oosit in vivo dan in vitro yang
mungkin menjelaskan perbedaan kemampuan berkembang. Ekspansi cumulus biasanya lebih
ekstensif selama maturasi in vivo (75). Selain itu, terdapat tingkat homogeneity yang tinggi pada
oosit yang dimaturasi in vivo pada level ultrastruktur; hal ini jauh berbeda

dengan heterogeneity ultrastruktur yang ditunjukkan oosit dimaturasi in vitro, meskipun pada
populasi sama akhirnya diseleksi sebelum maturasi in vitro (17).
Sumber : http://biologi-news.blogspot.com/2011/02/kualitas-oosit-dan embrio.htmllxs

1.
2.
3.
4.
5.

Maturasi Spermatozoa
Beberapa faktor menentukan apakah sperma seorang pria dapat membuahi sel telur:
Volume air mani
Jumlah sperma atau kepadatan
Motilitas sperma
Perkembangan
Bentuk sperma
Sperma yang diperoleh dari semen beku (yang kemudian dicairkan) maupun cair.
Beberapa hal yang mendukung pengaruh yang baik dari penambahan -merkaptoetanol pada
medium maturasi berhubungan dengan peningkatan sintesa glutation di dalam sel oosit pada
waktu maturasi, sintesa glutation selama maturasi merupakan faktor penting untuk terjadinya
dekondensasi kromatin spermatozoa yang merupakan prasyarat untuk pembentukan pronukleus
jantan.
fitur penyimpanan sperma epididimis berbeda dari mereka yang terlibat dalam
pematangan, yang penting dari aspek fungsi epididimis jelas pemeliharaan kelangsungan hidup
spermatozoa pada konsentrasi tinggi. Dalam spesies laboratorium seperti tikus atau kelinci,
daerah saluran mana sperma kapasitas pemupukan pertama diperoleh telah didefinisikan oleh
baik dalam vivo atau in vitro fertilization.
Pada pasien yang kurangnya vas deferens atau saluran epididimis diblokir, dan bahkan
pada pria normal, sebagian kecil dari spermatozoa di proksimal daerah saluran excurrent
(kadang-kadang dalam dapat menampilkan beberapa motilitas progresif. Micro-aspirasi teknik
dan protokol telah mencuci fertilization digunakan untuk mengambil spermatozoa untuk sukses
fertilisasi in vitro dan transfer embrio perawatan (Silber et al, 1988.). Ini dibantu-konsepsi
teknik menunjukkan bahwa pada manusia manusia spermatozoa mungkin memerlukan sedikit,
jika ada, kontribusi dari saluran, untuk menjalani pematangan cukup untuk fertilisasi in vitro.
http://www.scribd.com/doc/6175813/9/Maturasi-Speratozoa-Secara-In-Vitro
Pematangan spermatozoa in vitro mamalia
Saat transit epididimis, spermatozoa mamalia mengalami pematangan dan mendapatkan
kapasitas fertilisasi penuh. Kontribusi faktor dari epitel epididimis tampaknya penting untuk
proses ini. Meskipun in vitro lengkapdalam pematangan spermatozoa epididimis belum tercapai,
tahap pematangan dapat diinduksi dalam berbagai kondisi. Yang paling sukses telah diperoleh
dengan menginkubasi spermatozoa epididimis dengan primer budaya epitel epididimis. Ini cometode inkubasi mempromosikan motilitas sperma dan kapasitas spermatozoa untuk mengikat
dan membuahi oosit, dan memperpanjang kelangsungan hidup spermatozoa in vitro. Protein
spesifik sekresi androgen tergantung dari sel kepala epididimis yang mungkin terlibat dalam
proses pematangan telah diidentifikasi dengan menggunakan pulsa-label teknik juga membatasi

jenis penelitian pada pria. Dalam upaya untuk meniru lingkungan mikro epididimis, sejumlah
penelitian kelompok, telah digunakan teknik secara in vitroculture. Metode ini memberikan
wawasan berharga peristiwa pematangan sperma, dan akhirnya mungkin memiliki praktis
aplikasi dalam kedokteran klinis, untuk mengembangkan metode kontrasepsi baru, dan untuk
menilai efek toxicants pada kesuburan. Di sini, kita meninjau kemajuan yang dibuat dengan
sperma Maturation in vitro dan menjelaskan beberapa eksperimen terbaru dari kami laboratorium
sendiri. Komprehensif review dari sperma epididimis pematangan disediakan tempat lain
(Cooper, 1986; Bedford dan Hoskins, 1990; Moore, 1990b, 1995).
http://www.scribd.com/doc/6175813/9/Maturasi-Speratozoa-Secara-In-Vitro

Inkubasi atau Pengobatan Spermatozoa Epididimis dengan Sekresi Epididimis dan zat-zat
lain in vitro
Hal ini jelas bahwa ada serangkaian interaksi yang rumit antara sekresi dan spermatozoa
epididimis saat mereka bermigrasi sepanjang epididimis sehingga mungkin mengejutkan bahwa
bahkan sederhana dalam spermatozoa epididimis cubation matang in vitro dengan ekstrak protein
epididymal atau bahan lainnya telah bertemu. Meskipun terbatas) penuaan dewasa epididymal
spermatozoa in vitro saja tidak akan mempromosikan pemupukan kapasitas. Tingkat pematangan
sperma yang telah dicapai oleh incubations sederhana atau lebih kompleks co-budaya metode
tergantung untuk sebagian besar jatuh tempo pada awal spermatozoa yang sedang dirawat. For
example, in the first clear Sebagai contoh, di jelas pertama demonstrasi pematangan sperma in
vitro,dan menambahkan ekstrak kasar dari sperma sitoplasmik bebas epididimis kelinci dari
daerah distal corpus spermatozoa kelinci pulih dari daerah korpus proksimal yang ebelumnya
telah diinkubasi secara in vitro selama 24 jam meningkatkan kapasitas pemupukan dari
epididimis spermatozoa. Karena, pada kelinci, kapasitas pemupukan spermatozoa meningkat
secara substansial ketika mereka bergerak dari proksimal ke daerah distal corpus, faktor-faktor
dalam ekstrak epididimis itu mungkin mampu menginduksi proses pematangan akhir.
Percobaan serupa pada hamster telah menunjukkan bahwa epididimis ekstrak diinkubasi
dengan spermatozoa yang belum matang dapat meningkatkan kapasitas pemupukan in
vivo dan in vitro. Dalam kasus ini, ekstrak itu disaring untuk menghapus androgen atau steroid
lain yang mungkin punya pengaruh langsung pada spermatozoa. Dengan spermatozoa diambil
dari daerah yang lebih proksimal dari epididimis hewan laboratorium, pengembangan kapasitas
pemupukan penuh dengan incubations sederhana secara in vitro belum dilaporkan. Namun,
perubahan dalam pola motilitas spermatozoa matang telah diamati dengan menambahkan
berbagai epididimis persiapan atau zat-zat tertentu diketahui hadir di dalam epididimis.
Misalnya, konsentrasi carnitine dalam cairan epididimis meningkat secara substansial di daerah
korpus spermatozoa dan, ketika ditambahkan in vitro untuk spermatozoa pulih dari epididymidis
caput, akan meningkatkan motilitas progresif. Apakah ini pengaruh zat khusus perkembangan
motilitas sperma in vitro atau hanya untuk spermatozoa belum memuaskan diselesaikan. Dalam

menghasilkan Spermatozoa, yang mengarah ke motilitas progessive, dapat diinduksi oleh agen
oksidasi sulphydrylin vitro.
Pengamatan ini konsisten dengan peningkatan umum dalam sulfida obligasi pada
spermatozoa pada saat jatuh tempo kondisi inkubasi maka yang mengizinkan atau
mempromosikan oksidasi sulphydryl dapat bertindak oleh sperma meningkatkan pematangan
non-khusus. Proses pematangan juga dapat melibatkan penghapusan atau undeterminan dari
permukaan spermatozoa. Sebuah contoh dari ini adalah induksi akrosom reaksi fisiologis
(dengan dilarutkan zona) pada mouse spermatozoa saat mereka dicuci setelah inkubasi dalam
kondisi capacitating.
Ketika spermatozoa epididimis yang diinkubasi dengan epididimis mereka dapat
mengalami pematangan yang dalam beberapa kasus mengarah ke pengembangan kapasitas
sperma pemupukan. Namun, belum terbukti belum layak untuk membawa tentang semua
perubahan pada spermatozoa yang diperlukan untuk akuisisi kesuburan penuh oleh. Mungkin
contoh yang baik dari hal ini adalah vitro dalam mengembangkan kemampuan dari pemupukan
hamster epididimis spermatozoa. Jika spermatozoa diambil dari daerah distal corpus, mereka
masih menunjukkan lemah telah miskin zona mengikat dan dengan demikian rendah dalam
kemampuan pembuahan dalam vitro. Namun, ketika co-diinkubasi selama 6 jam dengan kultur
sel epitel dari epididymidis cauda, pengikatan spermatozoa terhadap telur nyata meningkatkan
dan di bawah kondisi capasitasi, spermatozoa menunjukkan karakteristik aglutinasi,
menunjukkan bahwa permukaan sel mereka telah dimodifikasi. Hanya ketika spermatozoa
secara artifisial berlangsung selama tiga hari dalam korpus distal wilayah epididimis dengan
ligasi duktus. Toxicants seperti etana dimethanesulphonate (EDS) dapat antar pematangan
sperma dengan in vitro dengan bertindak pada epididimis dan mencegah sekresi normal
androgen-dependent protein. EDS adalah mungkin karena alkilasi sitoplasma protein yang
membuat mereka tidak mampu yang dikeluarkan.
http://www.scribd.com/doc/6175813/9/Maturasi-Speratozoa-Secara-In-Vitro

Interaksi Epitel Sperma Selama di Pematangan In Vitro


Segudang perubahan yang terjadi selama maturasi spermatozoa. Karena sekresi epitel
epididimis protein dapat mengalami proses tambahan pada permukaan sperma mengikuti nasib
suatu determinan tertentu dengan pengamatan yang mungkin sulit untuk menafsirkan. Salah satu
yang paling penting adalah bahwa interaksi intim antara spermatozoa dan sel epitel dapat
diperiksa di detail. Sementara sistem ini masih jauh dari yang sebenarnya kondisi yang berlaku
dalam lumen epididymidis, faktanya yang dapat mengalami perubahan spermatozoa pematangan
yang kembali tergantung androgen sel epitel menunjukkan bahwa kondisi baik setidaknya
menirukan sampai batas tertentu in vitro. Oleh karena itu, terutama teknik pelabelan
immunolocalization atau pulsa dengan metionin atau timidin telah digunakan untuk
mengkorelasikan akuisisi penentu pada spermatozoa selama inkubasi dengan cara pematangan
epididimis.

( Edwards RG, Bavister BD, Steptoe PC. Edwards RG, Bavister BD, Steptoe PC. Early stages of
fertilization in vitro of human oocytes matured in vitro. Nature 1969;221:632635)
Maturation Promoting Factor (MPF)
Maturation Promoting Factor (MPF) yang juga disebut M-phasePromoting Factor merupakan
suatu protein heterodimerik yang terdiri atas ikatan kompleks dari Cyclin B 45 kDa dan Cyclin
Dependent Kinase (CDK1, ataudisebut p34 cdc2 ) yang terlibat dalam siklus sel meiosis maupun
mitosis. MPFbertanggung jawab atas transisi sel-sel dari fase G2 ke fase M dari siklus sel.Protein
ini diaktifkan pada akhir fase G2 oleh enzim phosphatase. Kedua unit dariMPF ini bergabung untuk
membentuk pre-MPF inaktif yang kemudian diaktifkanhanya setelah pengangkatan (pembuangan) fosfat
dari tyrosine 15 p34 cdc2 , yangdiregulasi oleh protein tyrosine phosphatase khusus dan kinase
yang homologdengan produk-produk protein cdc25 .
(Kong et al.,2000; Schmitt and Nebreda,2002).
Protein cyclin termasuk golongan protein yang ikut bekerja untuk perkembangan sel di
dalam siklus sel. Cyclin sangat kompleks, berbentuk Cyclin-Dependent Kinase (CDK), yang
mengaktivasi fungsi protein kinase. Cyclindiproduksi untuk mengantarkan sel ke dalam stadium
yang berbeda pada siklussel. Ketika konsentrasi cyclin dalam sel menurun, cyclin dilepaskan dari
CDK,menghambat aktivitas enzim. Cyclin B adalah mitotic cyclin Jumlah dari cyclin B(yang
mengikat CD1) dan aktivitas dari cyclin B-CDK kompleks meningkat saatterjadi mitosis
(Fung et al ., 2005; Dekel, 2005; Mehlmann, 2005).Kedua komponen pembentuk MPF harus ada
untuk maturasi meiosis,akan tetapi komponen tersebut tidak disintesis secara bersamaan. Kadar
cyclin Bmencapai angka maksimal sebelum suatu sel mampu melakukan maturasi ,walaupun teramati adanya
perbedaan pada spesies yang berbeda, sedangkan kadarp34 cdc2 tetap konstan, walaupun aktivitas MPF
berubah.
(Hurk and Zhao, 2005).
Cytokine lokal dalam oosit yang mempunyai peran besar dalam proses pematangan oosit adalah
maturation Promoting Factor (MPF). MPF secaramolekuler mengontrol pematangan oosit
melalui pengeluaran Ca intraselulerberhubungan dengan tahap perkembangan inti oosit.
Pengeluaran Ca intraselulerakan menurunkan cAMP sehingga proses meiosis akan berjalan, oosit
akanmatang dan siap untuk dibuahi. cAMP yang tinggi akan menghalangi oositmemasuki tahap
meiosis (Dekel, 2005; Schmitt and Nebreda, 2002; Mrazek andFulka, 2003).Oleh karena itu,
penting mengetahui peran MPF dalam mekanismemolekuler proses pematangan oosit secara in
vitro, sehingga dapat diatasi faktoryang menyebabkan penurunan kualitas oosit yang
dimaturasi secara in vitro dalam upaya meningkatkan kualitas produksi embrio in vitro.
Serum selain banyak mengandung kelengkapan protein, asam lemak, zat organik, enzym,
imunoglobulin juga banyak mengandung hormon dan faktor penumbuh (growth factor) dalam
konsentrasi tertentu yang penting untuk pematangan oosit. Serum betina birahi merupakan satu
bahan supplementasi yg berperan penting untuk pematangan oosit, karena serum betina birahi
banyak mengandung protein dan glukosa yang penting untuk metabolisme oosit. Di samping itu
juga banyak mengandung hormon gonadotropin dan estrogen untuk penyempurnaan pematangan
oosit dan perkembangan embrio selanjutnya. Namun informasi penambahan berbagai macam

serum hewan betina berahi untuk meningkatkan pematangan oosit in vitro pada sapi belum
pernah dilakukan.
Evaluasi tingkat pematangan oosit dilakukan dengan pengamatan transformasi inti dan
pemekaran (ekspansi) sel-sel kumulus. Pada tingkat seluler, pematangan oosit diawali dengan
terjadinya diferensiasi pada inti, sitoplasma dan membran yang kemudian diikuti dengan
terjadinya perubahan struktur protein inti dan membran inti. Pada saat yang sama terjadi
pembengkakan kromosom yang dinamakan Germinal Vesicle Break Down (GVBD). Setelah
terjadinya peleburan membran inti, kromosom menyusun diri pada suatu equator diperifer
sitoplasma untuk memulai pembentukan metafase I, Anafase I, dan telofase I yang selanjutnya
diikuti dengan pelepasan polar bodi dari sitoplasma oosit. Setelah pelepasan polar bodi
kromosom akan bergerak untuk menyusun diri di daerah perifer sitoplasma dan equator untuk
menyelesaikan tahap metafase II. Dengan demikian proses pematangan oosit berakhir setelah
tercapainya pembelahan meiosis sampai tahap metafase II dan terbentuknya polar bodi I.
Secara visual berbagai pengembangan kumulus oophorus dapat diamati. Pada oosit yang
belum matang nampak kumulus oophorus tidak mengembang dan mengembang sebagian, karena
pematangan sitoplasma kurang sempurna dan pembelahan inti tidak berlanjut sampai metafase II.
Kumulus oophorus yang tidak mengembang menunjukkan bahwa pembelahan sel hanya sampai
pada tahap Germinal Vesikel (GV), sedangkan kumulus yang berkembang sebagian
menunjukkan bahwa pembelahan sel sampai pada fase GVBD, metafase I dan anafase, telofase
pada
meiosis
I.
Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamid Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)
SDS-PAGE adalah salah satu cara elektroforesis yang digunakan untuk memisahkan
protein. Pemisahan dengan menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) yaitu suatu detergen
bermuatan negatif yang dapat mengikat protein (Davis, et al. , 1994). Prinsip dasarnya adalah
denaturasi protein oleh Sodium Dodecyl Sulphate dilanjutkan dengan separasi molekul berdasarkan
beratmolekulnya dengan metode elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid.SDS merupakan
detergen ionik yang digunakan untuk mengikat residuhidrofobik dari bagian belakang peptida,
salah satu dari setiap asam amino,sehingga dapat membuka rantai peptida secara lengkap.
Poliakrilamid adalahmatrik pilihan untuk memisahkan protein yang mempunyai berat molekul
antara500 - 250.000 Dalton. Protein SDS komplek migrasi melalui poliakrilamidtergantung dari
berat molekulnya tetapi tidak spesifik terhadap jenis proteintertentu (Rantam, 2003).
( Edwards RG. Edwards RG. Maturation in vitro of human ovarian oocytes.. Lancet
1965;2:926929 )
Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil pembahasan makalah ini adalah :
1. Fertilisasi in vitro merupakan suatu teknologi untuk memproduksi embrio dengan memanfaatkan
oosit-oosit dari ovarium yang diperoleh dari manusia maupun hewan
2. Fertilisasi in vitro merupakan tiruan dari proses fertilisasi in vivo yang menghasilkan
penggabungan dua gamet, restorasi jumlah kromosom tubuh dan mulainya perkembangan
individu baru yang dilakukan di luar saluran reproduksi induk

3. Teknologi FIV terdiri dari beberapa tahapan, yaitu koleksi oosit, pematangan oosit, preparasi
sperma, kapasitasi sperma, proses fertilisasi dan biakan embrio hasil fertilisasi, dilanjutkan
dengan transfer embrio kepada resipien.
4. Kualitas embrio yang dihasilkan secara in vitro sangat dipengaruhi oleh kualitas oosit yang
dihasilkan melalui proses maturasi in vitro.
5. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pematangan oosit in vitro, selainfaktor hormonal ternyata ada
faktor-faktor lokal dalam oosit yang dikenal dengan cytokine lokal yang secara molekuler
mempengaruhi proses pematangan oosit
6. Medium IVM yang digunakan yaitu Bikarbonat-199 + 10% FCS + 10 ng/'ml Follicle
Stimulating Hormone (FSH) + 10 ng/ml human Chorionic Gonadotropin (hCG) + 1 ng/ml
Estradiol (E2).
7. Dalam pematangan in vitro (IVM) pasien menjalani prosedur dimana telur yang belum matang
diambil dari indung telur dan matang di laboratorium hanya dalam satu atau dua hari.

Anda mungkin juga menyukai