Anda di halaman 1dari 12

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Perkembangan Hewan dengan Judul “Induksi


Ovulasi Pada Katak” yang disusun oleh :
nama :
NIM :
kelas : Pendidikan Biologi A
kelompok : VI (Enam)
Setelah diperiksa dan disetujui oleh asisten dan kordinator asisten, laporan ini
diterima

Makassar, November 2018

Koordinator asisten, Asisten,

Suhardi Aldi Ghearika Sriwijatno


NIM:1614042011 NIM:1414442003

Diketahui
Dosen Penanggungjawab

Dr. H. Adnan, M.S


NIP:19650201 198803 1 003
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Makhluk hidup mulai dari tingkat uniseluler sampai tingkat multiselular
memiliki kemampuan untuk mempertahankan jenisnya. Proses mempertahankan
jenis pada hewan dapat dikategorikan sebagai proses reproduksi. Tiap jenis
hewan memiliki cara reproduksi yang berbeda satu sama lain. Seperti pada
hewan avertebrata yang memiliki proses reproduksi yang masih sederhana yakni
tidak melibatkan banyak organ reproduksi, sedangkan pada hewan vertebrata
memiliki proses reproduksi yang sangat kompleks dan pada prosesnya tersebut
banyak melibatkan organ reproduksi. Proses reproduksi didukung oleh sejumlah
hormon reproduksi.
Terlepasnya sel telur dari ovarium karena folikel sel telur telah pecah
disebut ovulasi. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya ovulasi.
Ovulasi pada katak terjadi setelah oosit melepaskan polar bodi I, dinding teka
eksterna dan folikel sel dari folikel pecah. Folikel ini mengenali
pertumbuhan karena pengaruh beberapa hormon yaitu FSH (Follicle Stimulating
Hormon) yang diperoleh dari kelenjar hipofisa anterior, maka sel-sel folikel
mampu menghasilkan hormone estrogen dan progesterone. Kedua hormon ini
dalam jumlah kecil memberi dorongan ke kelenjar hipofisa anterior
untuk menghasilkan hormon LH (Luteinizing Hormon). Hormon LH ini
berperan dalam menggertak terjadinya ovulasi.
Kelenjar hipofisa katak yang diambil melalui hiposektomi, merupakan
sumber FSH dan LH dapat dipakai untuk menginduksi ovulasi. Potensi kelenjar
akan turun apabilah berada dalam suhu kamar beberapa jam. Keberhasilan dalam
menginduksi ovulasi pada katak dapat diketahui dengan melakukan striping
setelah katak tersebut (yang sudah diinjeksi) dua puluh empat jam untuk
mengeluarkan sel telur.
B. Tujuan Praktikum
Untuk memperoleh telur dan proses pembuahan pada saat yang diinginkan
dalam jumlah yang banyak.

C. Manfaat Praktikum
Manfaat yang diperoleh dari pengamatan ini adalah kita dapat mengetahui
cara menginduksi ovulasi pada katak sehingga dapat memperoleh sel telur
ataupun proses pembuahan sesuai denagan keinginan kita dan dalam jumlah
yang banyak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Oogenesis adalah poses pembentukan sel telur, berlangsung di dalam gonad


betina (ovarium). Oogenesis juga dikendalikan oleh berbagai jenis hormon antara
lain FSH. FSH merangsang perkembangan folikel-folikel telur. Sel sel Folikel
menghasilkan hormon esterogen yang penting untuk pendewasaan telur. Sel telur
yang telah masak pada suatu saat akan bertemu dengan sel sperma
(Adnan dkk, 2015).
Oogenesis berakhir ditandai dengan keluarnya telur dari ovarium untuk
melanjutkan ke proses fertilisasi. Pada umumnya sel telur vertebrata mengalami
pembelahan meiosis pada waktu ovulasi. Ovulasi pada sel telur vertebrata
mengalami pembelahan meiosis pada waktu ovulasi. Ovulasi pada telur mamalia
terjadi Karena LH (luteinizing hormone), tekanan turgor rongga folikel dan
kontraksi otot halus pada teka folikel. Pada katak dan ikan ovulasi dapat terjadi
karena jepitan dinding perut karena kontraksi (Sumarmin, 2016).
Menurut Hardjopranotot (1980) dalam Adnan (2016), ovulasi adalah suatu
proses terlepasnya sel telur (ovum) dari ovarium sebagai akibat pecahnya folikel
yang telah masak. Mekanisme terjadinya ovulasi dipengaruhi oleh hormonal,
neural, dan periodisitas cahaya. Folikel mengalami pertumbuhan karena pengaruh
hormone FSH (follicle stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kelenjar hipogisa
anterior, maka sel folikel mampu menghasilkan hormon estrogen dan progesteron.
Ovulasi merupakan proses keluarnya telur ke rongga perut setelah pecahnya
folikel oosit, dan pemijahan merupakan proses keluarnya telur dari dalam tubuh
induk (rongga ovari) ke lingkungan. Dalam habitat alaminya, ovulasi dan
pemijahan akan terjadi secara alami setelah adanya stimulasi yang berasal dari
faktor lingkungan seperti suhu, fotoperiode, salinitas, pasang surut, dan beberapa
faktor lainnya (Nur dkk, 2017).
Ada dua cara ovulasi yaitu secara spontan dan secara stimulasi. Pada umumnya
terjadi secara spontan, telur keluar dengan sendirinya, misalnya pada ayam, katak,
dan ternak besar. Ovulasi pada rodensia terjadi karena rangsangan kopulasi yang
diteruskan lewat sistem saraf, akhirnya sekresi hormon LH memuncak sehingga
terjadi ovulasi. Contoh ovulasi sedemikian itu terjadi pada kelinci dan kucing. Ada
saatnya telur tidak mengalami ovulasi karena kelainan atau suatu ciri khas pada
hewan tertentu (Sumarmin, 2016).
Follicle stimulating hormone (FSH) adalah hormon yang bekerja lebih
dominan pada peluang berlangsungnya pematangan sel telur, sedangkan LH dapat
merangsang ovulasi. Hormon FSH yang disuntikkan dari luar akan bekerja pada sel
telur dengan mematangkan folikel yang sudah ada dengan merangsang
pertumbuhan sel-sel interstitial dan terbentuknya sel luteal (Fani dkk, 2015).
Menurut Devlin (2002) dalam Yudha dkk (2017), Seperti halnya vertebrata
lain, aktivitas reproduksi dan perubahan kelamin diatur oleh aktivitas hormonal.
Rangkaian stimulasi hormon diawali dengan pelepasan gonadotropin releasing
hormone (GnRH) yang dihasilkan hypothalamus, yang merangsang sekresi dua
jenis pituitary gonadotropins (GTHs), yaitu follicle stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH). FSH dan LH bekerja pada gonad untuk menghasilkan
steroid seks yang mengatur perkembangan gonad. FSH dan LH bekerja pada gonad
untuk menghasilkan steroid seks yang mengatur perkembangan gonad. Selama
proses perkembangan gonad, FSH disinyalir berperan untuk mengatur fase awal
gametogenesis, seperti vitellogenesis pada betina dan spermatogenesis pada jantan,
dan LH pada fase berikutnya dari gametogenesis, seperti pematangan oosit dan
ovulasi pada betina dan spermiasi dan produksi semen pada jantan.
Peran hormon hipofisa dalam injeksi khususnya terletak pada kandungan LH
untuk induksi ovulasi, sebab kondisi fisiologis sel telur katak telah melalui tahapan
pematangan sel folikel oleh FSH sehingga upaya pemberian injeksi hipofisa dalam
penelitian ini meningkatkan jumlah LH yang menyebabkan sintesis progesteron
yang berada di sel-sel folikel yang mengelilingi oosit, sehingga progesteron dapat
berikatan pada reseptor oosit untuk menginduksi terjadinya ovulasi
(Putri dkk, 2013).
Proses ovulasi terdiri atas beberapa tahapan. Pada tahap awal lapisan folikel
melepaskan diri dari oosit pada saat akan terjadi ovulasi, mikrofili pada kedua
permukaan tersebut sedikit demi sedikit terpisah. Hal tersebut dimungkinkan
dilakukan oleh enzim proteolitik. perkembangan antara satu fase ke fase yang
berikutnya membutuhkan waktu tertentu. Sebelum terjadi ovulasi, sel telur akan
mengalami pembesaran. Folikel membentuk semacam benjolan yang semakin
membesar sehingga menyebabkan dinding folikel pecah. Pecahnya dinding folikel
terjadi pada bagian yang paling lemah (bagian membran) dengan bantuan enzim.
Sel-sel teka secara faal bertindak sebagai otot halus yang dapat mendorong oosit
keluar dari folikel (Nur dkk, 2017).
Proses pematangan oosit terjadi karena rangsangan leutinizing hormone (LH)
pada folikel, kemudian terjadi proses pembentukan hormon steroid, pada sel teka
membentuk 17α hidroksi progesteron dan pada sel granulose terbentuk 17α, 20β
dihidroksi dan hormon steroid, hal inilah yang mempunyai peranan sebagai
mediator kematangan oosit lebih lanjut. Selanjutnya FSH akan merangsang sekresi
estrogen dari folikel yang menyebabkan folikel berkembang dan membesar dalam
ovari. Bila kadar estrogen meningkat optimum, produksi FSH akan menurun, dan
produksi LH meningkat yang menyebabkan folikel anti klimaks dan terjadilah
ovulasi (Mahdaliana dkk, 2016).
Pelepasan sel telur terjadi akibat adanya kontraksi aktif dari folikel yang
menekan sel telur keluar. Daerah tertentu pada folikel melemah pada waktu ovulasi
dan terbentuk suatu lubang. Faktor lain sebagai penyebab terjadinya ovulasi adalah
stimulan hormon terutama PGF2α yang berfungsi untuk menginduksi
(Jamlaay dkk, 2016).
Pemberian AI dapat mempercepat dan memicu terjadinya ovulasi. Hal ini
dikarenakan, AI berperan dalam menurunkan aktivitas aromatase dalam gonad
yang berakibat produksi estrogen-17β turun dan meningkatkan produksi
testosteron. Hal tersebut merupakan awal sinyal balik positif terhadap LH sehingga
proses pematangan oosit akan berlangsung lebih cepat (Mahdaliana dkk, 2016).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

1. Waktu dan Tempat


Hari / Tanggal : Rabu, 14 November 2018
Waktu : Pukul 13.00 WITA sampai 14.10 WITA
Tempat : Kebun Percobaan Biologi UNM
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Toples 1 buah
2. Pinset 1 buah
3. Cawan petri 1 buah
4. Gunting 1 buah
5. Alat suntik (Volume 2 cc) 1 buah
6. Mortar dan alu 1 buah
b. Bahan
1. Katak betina dewasa 1 ekor
2. Katak jantan dewasa 1 ekor
3. Alkohol 70% secukupnya
4. Kapas secukupnya
5. Aquades secukupnya
3. Prosedur Kerja

Siapkan alat dan Katak yang telah


Bius katak dengan
bahan. memasukkannya ke dibius diletakkan di
dalam botol bius atas papan bedah.
yang berisi kapas
dengan kloroform.
Kelenjar pituatari yang diangkat, Setelah rusak, ambil Rusak membrane
disimpan di cawan petri yang kelenjar pituatari tympani katak
berisikan aquades. Diamkan yang berciri warna dengan cara di tusuk
selama 10 menit orange kekuningan. dengan benda tajam

Gerus kelenjar Ambil ekstrak


pituatari dan aquades kelenjar pitutari dan
sampai mendapatkan disuntikkan pada
ekstrak kelenjar abdomen kodok
pituatari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

a) Hasil pengamatan
No Gambar pengamatan Keterangan
1. Pengamatan katak pada saat
dibius

2. Pengamatan pembedahan katak


jantan pada bagian kepala untuk
mengambil kelenjar pituitari

3. Menyuntikan kelenjar pituitari


yang telah dihaluskan ke tubuh
katak betina dibagian rongga
pritoneal

4. Pemijahan katak dan kataknya


tidak bertelur

b) Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dilakukan kegiatan yaitu
menginjeksi sel telur pada katak betina, menginjeksi sel telur pada katak betina
dengan ekstrak kelenjar pituatari. Pertama yang dilakukan ialah mengambil
kelenjar pituatari pada katak betina dengan merobek/merusak bagian membran
timpani katak, setelah ditemukannya kelenjar. Kelenjar tersebut berwarna
putih, dengan bentuk seperti ginjal dan ukurannya sangat kecil. kelenjar ini
sendiri berfungsi dalam menghasilkan hormon-hormon gonadotrophin yang
dirangsang oleh hipotalamus, termasuk disini hormon FSH yang merangsang
folikel menghasilkan estrogen dan hormon LH yang merangsang hormon
testosteron.
Pada tahap akhir, yakni mengeluarkan telur dengan cara memijat
punggung atak betina, dimana setelah dilakukan tidak terdapat telur-telur yang
siap untuk dibuahi, hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang kami lakukan
temasuk gagal. Ada beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya kegagalan
dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut :
1. Potensi kerja dari ekstrak atau suspensi hipofisis menjadi menurun akibat
lamanya suspensi tersebut berada di lingkungan terbuka.
2. Ada kemungkinan bahwa ketika melakukan injeksi pada katak betina, hanya
sampai pada daerah bawah kulit dan tidak sampai menembus otot.
3. Adanya pengaruh suhu terhadap aktifitas hormon.
4. Kemungkinan yang injeksikan pada katak terlalu sedikit, sehingga cairan
tersebut tidak dapat merangsang terjadinya ovulasi katak.
5. Kurang sterilnya alat-alat bedah ataupun ketika membuat suspensi, sehingga
kelenjar hipofisis menjadi tercemar mengakibatkan hormon FSH dan LH
terhambat dalam bekerja.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Katak akan menghasilkan telur yang banyak jika diinjeksikan dengan
menggunakan kelenjar pituitari, Karena kelenjar ini mampu mengeluarkan
FSH (Follicle stimulating hormone) yang akan merangsang pematangan
folikel di ovarium. Pematangan folikel ini meningkatkan produksi estrogen
yang merangsang sekresi LH (leutinizing hormone) yang mempercepat
ovulasi. Adapun faktor yang menyebabkan kegagalan dalam memperoleh
telur serta pembuahan pada katak betina, diantaranya adalah, pengaruh
suhu, sasaran pada saat diinjeksi tidak tepat, dan kurang sterilnya alat yang
digunakan.
B. Saran
Adapun saran saya setelah mengikuti praktikum ini yakni,
diharapkan kedepannya kepada praktikan agar lebih tertib dalam
menjalankan praktikum. Dan juga agar alat dan bahan yang digunakan
dalam laboratorium dalam keadaan yang baik agar pengamatan yang
dilakukan mendapatkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2016. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan


Pendidikan Biologi Fmipa UNM

Adnan., Arifin, N.A., Suryani, I.A., 2016. Perkembangan Hewan. Makassar:


Jurusan Biologi FMIPA UNM

Fani., A.R., Untung., B., Akhmad., M., 2015. Intervesiensi Folicle Stimulating
Hormone (FSH) Dalam Proses Rematurasi Induk Ikan Gabus Haruan
Channa Striata Blkr di Dalam Wadah Budidaya. Fish Scientiae. Vol 5.
No 9

Jamlaay., F., Maheno., S.W., Abd., R.F., 2016. Waktu ovulasi dan jumlah telur
diovulasikan pada induk ikan gabus Channa striata diinduksi dengan
prostaglandin 2α dosis berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol 15.
No 1

Mahdaliana. Agus., O.S., Dinar., T.S., 2016. Induksi ovulasi dan pemijahan semi
alami pada ikan patin siam, Pangasianodon hypopthalmus (Sauvage,
1878) menggunakan penghambat aromatase dan oksitosin. Jurnal Iktiologi
Indonesia. Vol 16. No 1

Nur., B., Asep., P., Agus., P., Siti., Z.M., Siti., M., 2017., Induksi Ovulasi dan
Pemijahan Ikan Agamysis (Agamyxis albomaculatus) Menggunakan
Hormon yang Berbeda. Jurnal Riset Akuakultur. Vol 12. No 2

Putri., A.R.I., Nia., K., Agung., P.W.M., 2013. Pengaruh Hormon Hipofisa dan
Ovaprim Terhadap Ovulasi Katak Serta Perbedaan Pakan Terhadap
Pertumbuhan Berudu Katak Fejervarya cancrivora. Jurnal Biotropika.
Vol 1. No 5

Sumarmin., R., 2016. Perkembangan Hewan. Jakarta: Kencana

Yudha., H.T., Agus., O.S., Haryanti. 2017. Pengaruh Rangsangan Hormon


Aromatase Inhibitor dan Oodev Terhadap Perubahan Kelamin dan
Perkembangan Gonad Ikan Kerapu Sunu Plectropomus leopardus. Jurnal
Riset Akuakultur. Vol 12. No 4

Anda mungkin juga menyukai