Anda di halaman 1dari 12

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Perkembangan Hewan dengan Judul


“Perkembangan Embrio Katak” yang disusun oleh :
nama :
NIM :
kelas : Pendidikan Biologi A
kelompok : VI (Enam)
Setelah diperiksa dan disetujui oleh asisten dan kordinator asisten, laporan ini
diterima

Makassar, Desember 2018

Koordinator asisten, Asisten,

Suhardi Aldi Miftahul Jannah Arsyad


NIM:1614042011 NIM: 1614042017

Diketahui
Dosen Penanggungjawab

Dr. H. Adnan, M.S


NIP:19650201 198803 1 003
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Makhluk hidup mulai dari tingkat uniseluler sampai tingkat multiselular
memiliki kemampuan untuk mempertahankan jenisnya. Proses mempertahankan
jenis pada hewan dapat dikategorikan sebagai proses reproduksi. Tiap jenis
hewan memiliki cara reproduksi yang berbeda satu sama lain.
Telur merupakan suatu tempat penimbunan zat gizi yang diperlukan untuk
perkembangan suatu embrio hingga menetas. Embriologi dari ayam adalah
perkembangan ayam di dalam telur. Dalam proses perkembangannya terjadi di
dalam alat tubuh embrio yang disebut organogenesis. Pembelahan sudah
dimulai sewaktu telur melalui oviduk, di oviduk inilah telur mendapat albumen
dan selaput-selaput lainnya. Albumen kental yang berputar karena telur waktu
melalui oviduk jalannya berputar-putar sehingga albumennya turut berputar-
putar, yang berfungsi untuk menjaga agar sel telur tetap terletak sentral di dalam
albumen dan keping lembaganya selalu menghadap ke atas. Cangkang kapur
didapat pada bagin posterior dari oviduk, dan rongga udara di antara selaput
cangkang telur mula-mula sempit sekali, tetapi selama pertumbuhan embrio
rongga tersebut makin bertambah besar.
Dalam perkembangannya, embrio dibantu kantung oleh kuning telur,
amnion dan alantois. Kantung kuning telur yang dindingnya dapat menghasilkan
enzim. Enzim ini mengubah isi kuning telur sehingga mudah untuk diserap
embrio. Amnion berfungsi sebagai bantal, sedangkan alantois berfungsi
pembawa sebagai ke oksigen embrio, menyerap zat asam dari embrio,
mengambil yang sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam ginjal dan
menyimpannya dalam alantois, serta membantu alantois, serta membantu
mencerna albumen.
Telur ayam terdiri dari tiga lapisan, yaitu bungkus telur primer, yaitu
membran vitelin yang dihasilkan oleh ooplasma. Bungkus telur sekunder, yaitu
bungkus telur yang disusun oleh ovarium yang terdiri dari sel-sel folikel.
Bungkus telur tersier, yaitu bungkus telur yang dihasilkan dari sekresi kelenjar-
kelenjar pada dinding saluran genitalia betina (oviductus dan uterus) .

B. Tujuan Praktikum
1. Mempelajari tiap tahap pembentukan organ pada berbagai umur embrio
ayam
2. Mempelajari lapisan embrional yang membentuk bakal organ

C. Manfaat Praktikum
1. Agar kita dapat mengetahui tahap-tahap perkembangan atau pembentukan
organ pada berbagai umur embrio ayam.
2. Agar kita dapat mengetahui lapisan embrional yang membentuk bakal
organ.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan perunggasan di Indonesia sekarang ini sangat pesat. Salah


satu jenis unggas yang dibudidayakan adalah ayam kampung. Peternakan unggas
cenderung menghadapi banyak kendala seperti mudahnya terjangkit penyakit serta
memiliki faktor stres yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Sifat
bawaan tersebut mengakibatkan banyak dampak yang ditimbulkan seperti produksi
yang buruk dan tingginya angka mortalitas. Ayam kampung adalah ayam lokal
Indonesia yang berasal dari ayam buras merah yang telah berhasil dijinakkan. Akibat
dari proses evolusi dan domestikasi, maka terciptalah ayam kampung yang telah
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan
cuaca dibandingkan dengan ayam ras. Penyebaran ayam kampung hampir merata di
seluruh pelosok Indonesia (Hasnita dkk, 2017).
Telur merupakan bakal anak unggas yang dierami selama 21 hari untuk
ayam dan lebih untuk unggas lainnya. Selama masa tersebut hingga 2 hari setelah
menetas anak unggas itu memperoleh makanan dari dalam telur dan sisa kuning
telur didalam perutnya. Cadangan makanan yang ada didalam telur tersebut diambil
oleh sang induk dari makanan yang dimakan, sehingga apabila kurang, akan
mempengaruhi produksi telur. Jadi, sangat jelas bahwa makanan yang dimakan,
baik itu kuantitas dan kualitasnya akan mempengaruhi produksi telur
(Rasyaf, 1991).
Kehadiran sel sperma ketika yolk memasuki infundibulum dan sel sperma
dapat menembus bagian blastodis telur maka terjadilah fertilisasi, blastodis
kemudian menjadi blastoderma yang dapat berkembang menjadi 2,4,8, dan lebih
sel, berlanjut sampai telur tersebut terbentuk hingga diovoposisikan. Telur yang
dioviposisikan telah mencapai gastrula, temperatur dibawah 20O C menyebabkan
telur dorman. Embrio telur membutuhkan temperatur sekitar 38o C dan kelembaban
45% untuk kembali berkembang hingga menetas (Rusidah dkk, 2017).
Faktor yang dapat mengakibatkan kematian embrio atau embrio cacat
adalah faktor biologis yang menyebabkan spermatozoa tertinggi dalam oviduct
dalam waktu lama dan kapasitas sperma yang rendah fertilitasnya. Faktor
lingkungan antara lain temperature, kelembaban dan kosentrasi gas yang terdapat
didalam telur. Kelembaban berpengaruh terhadap kecepatan hilangnya air dari
dalam telur selama inkubasi. Kehilangan air yang banyak menyebabkan keringnya
chariot-allantoic untuk kemudian digantikan oleh gas-gas sehingga sering terjadi
kematian embrio dan telur menjadi busuk (Paputungan dkk, 2017).
Pola dasar perkembangan embrio aves sama dengan embrio katak, yaitu
melalui tahap pembelahan, blastula, gastrula, dan organogenesis. Pembelahan aves
merupakan pembelahan meroblastik, artinya pembelahan yang hanya berlangsung
di keeping lembaga saja. Dari hasil pembelahan diperoleh blastoderm sebanyak
3-4 lapisan sel (Adnan, 2016).
Pada beberapa jenis aves, rongga subgerminal juga merupakan rongga
blastula. Pada ayam dan bebek, blastocoel terbentuk setelah terjadi delaminasi
blastoderm membentuk lapisan sel bagian bawah yang disebut hipoblas primer, dan
lapisan sel bagian atas yang disebut epiblas. Celah diantara hipoblas dan epiblas
disebut blastocoel (Adnan dkk, 2015).
Pada industri peternakan ayam pemilihan bibit berkualitas didukung oleh
proses inkubasi telur ayam yang baik. Dalam proses inkubasi telur ayam hanya telur
subur yang berkualitas saja yang dapat menetas dengan baik. Untuk mengetahui
kualitas dan kesuburan dari telur untuk proses inkubasi dilakukan proses pemilihan
telur terlebih dahulu (Dijaya dkk, 2016).
Mesin tetas (Incubator)merupakan sebuah peti atau lemari dengan
konstruksi yang dibuat sedemikian rupa sehingga panas didalam tidak terbuang.
Suhu di dalam peti/lemari/box dapat diatur sesuai ukuran derajat panas yang
dibutuhkan selama periode penetasan. Prinsip penetasan telur dengan
menggunakan mesin tetas (incubator) adalah sama dengan penetasan menggunakan
induk, hanya berbeda pada jumlah telur yang ditetaskan. Semakin besar incubator
yang digunakan, semakin besar pula jumlah telur yang dapat ditetaskan. mesin tetas
berfungsi sebagai pengganti induk dalam penetasan telur untuk menghasilkan anak
ayam. Keunggulan penerapan teknologi mesin tetas adalah menghilangkan periode
mengeram pada induk, sehingga induk lebih produktif dan mampu menghasilkan
telur lebih banyak selama hidupnya. Selain itu anak ayam dapat diproduksi dalam
jumlah yang banyak pada waktu yang bersamaan (Sudrajat, 2017).
Menurut Moran (2007) dalam Rusidah dkk (2017), perkembangan
embrionik dapat dikatogorikan menjadi 3 fase utama yaitu :
1. Perkembangan embrio, fase ini terjadi pada minggu pertama inkubasi, terjadi
karakteristik bentuk telur (amnion, korion, alantois dan kantung yolk) dalam
mendukung kelangsungan perkembangan embrio.
2. Kesempurnaan embrio, fase perkembangan embrio total dari korio alantois yang
mampu menyediakan pertukaran O2 dan CO2 yang cukup untuk mendukung
perkembangan embrio
3. Penetasan, merupakan karakteristik fase akhir. Mekanisme prosesnya dari
amnion embrio, akumulasi cadangan glikogen dalam otot, penyempurnaan
jaringan hati dari glikoginolisis, iniasi dari respirasi paru-paru. Semua sisa yolk
masuk ke dalam abdomen, kemudian piping kerabang dan pelepasan dari
kerabang. Selama periode sangat rentan psikologis dan sedikit gangguan selama
periode ini, kemungkinan berefek terhadap kelangsungan embrionik dan
penampilan akhir.
Menurut Kartasudjana (2001) dalam Sudrajat (2017), Pada prinsipnya
penetasan telur dengan mesin tetas adalah menyediakan lingkungan yang sesuai
untuk perkembangan embrio (calon anak), yakni meniru sifat-sifat alamiah induk
ayam atau itik yang mengerami telur, yaitu menyesuaikan suhu, kelembaban, dan
membalik telur yang dierami. Penetasan buatan mampu menetaskan jumlah telur
dalam jumlah ratusan bahkan ribuan butir, tergantung kapasitas tampung mesin
tetas.
BAB III
METODE PRAKTIKUM

1. Waktu dan Tempat


Hari / Tanggal : Rabu, 28 November 2018
Waktu : Pukul 13.00 WITA sampai 14.10 WITA
Tempat : Kebun Percobaan Biologi UNM
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Cawan petri 2 buah
2) Mikroskop 1 buah
3) Pinset 1 buah
4) Inkubator 1 buah
5) Pipet 1 buah
6) Gunting 1 buah
7) Gelas objek 1 buah
8) Kaca objek 1 buah
9) Kaca preparat 1 buah
10) Sonde 1 buah
b. Bahan
1) Kertas saring 1 buah
2) NaCl fisologis Secukupnya
3) Telur ayam kampung 3 buah

3. Prosedur Kerja
Langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini berdasarkan telur fertil
yang dapat melakukan proses perkembangan dari pembelahan sel hingga
organogenesis. Telur yang dipilih telur fertil yang berhasil terbentuk bakal
embrionya.
Telur fertile yang Dibuka secara Kemudian melepaskan
telah diinkubagi perlahan sehingga isi telur dari cangkang
selama 72 jam lapisan tipis pada telur kemudian amati
kemudian dipecah telur tidak rusak bagain embrio yang
bagian atasnnya terbentuk
dengan menggunakan
pinset

Bakal embrio
yang sebelumnnya Bakal embrio yang telah
Setelah dipisahkan sudah dipisahkan didapat kemudian
kemudian dipindahkan menggunakan dipisahkan menggunakan
dikaca preparat dan kertas saring kertas saring yang telah
kemudian diamati. kemudian diperbulat
dipindahkan

Bakal embrio masih


dalam bentuk sel
darah merah Embrio yang berhasil
berkembang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

a) Hasil pengamatan
NO Gambar pengamatan Keterangan

1. 1) Kepala
1
2) Mata
2 3) Paruh / mulut
3 4) Bulu
4
5) Kaki
5
6 6) Kantung yolk

Gambar pengamatan 72 jam

2. 1) Yolk

Gambar pengamatan 48 jam

b) Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan, kelompok kami telah
berhasil mendapatkan embrio ayam. Pola dasar perkembangan embrio aves
(ayam) yaitu melalui tahapan pembelahan, blastula, grastula, neurula, dan
organogenesis. Pembelahan aves merupakan pembelahan meroblastik, artinya
pembelahan hanya berlangsung di keping lembaga saja. Blastula ayam memiliki
epiblast, hipoblast, dan blastosol. Epiblast bagian tengah yang lebih terang
disebut area pellusida, bagian tepi yang lebih gelap disebut daerah opaka.
Hipoblast merupakan bakal lapisan ekstra embrio. Gastrula ayam memiliki
epiblast, hipoblast, dan rongga ankhenteron. Grastrula ayam ditandai dengan
adanya penebalan di daerah posterior blastoderm di area pellusida, penebalan
ini kemudian memanjang ke arah anterior sehingga membentuk parit dengan
pematangan disebut daerah primitif.
Organogenesis merupakan proses lanjutan setelah terbentuk neurula.
Proses ini meliputi pembentukan bakal organ dari lapisan ectoderm, mesoderm,
dan endoderm. Perkembangan embrio ayam pada berbagai umur inkubasi
merupakan media yang jelas untuk memperlihatkan organogenesis.
Pada praktikum kali ini kami mengamati perkembangan organ pada
embrio ayam. Observasi dilakukan selama 3 hari yang dimasukkan kedalam
inkubator dengan waktu yang berbeda, yaitu selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.
Namun pada praktikum ini kami hanya mengamati perkembangan embrio ayam
selama 72 jam dan 48 jam.
1. Pada pengamatan yang kami lakukan, telur yang diinkubasi selama 72 jam
bentuk fisik ayamnya sudah mulai terlihat. Ayam tersebut telah memiliki
kepala, paru / mulut, mata, kaki, dan bulu. Akan tetapi fisik ayam tersebut
belum sempurna, dan juga kantung yolk nya masih terlihat.
2. Pada telur yang diinkubasi selama 48 jam ditemukan korpus luteum yang
berwarna kuning namun tampak terpisah. Pada usia ini telah terlihat sebuah
streake primitif berbentuk memanjang dari pusat blastoderm yang akan
berkembang menjadi embrio.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio
ayam antara lain, krena pengaruh suhu. Semakin tinggi suhu maka semakin
cepat proses perkembangan embrio ayam berlangsung. Namun, perkembangan
embrio ayam juga memiliki suhu optimal inkubasi. Keberhasilan gastrulasi
juga akan menentukan keberhasilan perkembangan embrio selanjutnya karena
gastrulasi merupakan proses yang paling menentukan dalam perkembangan
embrio. Dan yang paling mempengaruhi perkembangan embrio adalah kondisi
lungkungan. Kodisi lingkungan yang buruk dapat mengganggu terjadinya
perkembangan embrio pada ayam.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum sistem reproduksi dapat disimpulkan bahwa:
1. Tahap perkembangan embrio pada ayam terdiri atas 2 fase yaitu :
a. Fase perkembangan awal, dalam tubuh induk
b. Perkembangan selama masa pengeraman diluar tubuh induk
Perkembangan embrio pada hari kedua pengeraman, pertumbuhannya
melewati beberapa tahap, yaitu morulasi, blastulasi, dan gastrulasi.
2. Pertumbuhan embrio semakin mendekati kesempurnaan pada saat
albumin dan kuning telur menjadi sedikit, disebabkan oleh penyerapan
embrio sendiri sabagai cadangan makanan anak ayam yang baru
menetas. Albumin merupakan kantung udara bagi embrio sehingga ia
dicerna oleh allantois dan diserap oleh amnion yang menyebabkan udara
bisa digunakan oleh embrio.
B. Saran
1) Untuk praktikan, sebaiknya lebih berhati-hati dalam memecahkan
cangkang telur agar kuning telur tidak rusak sehingga dapat
mempermudah proses pengamatan.
2) Untuk asisten, senantiasa mendampingi praktikanya pada saat praktikum
berjalan agar praktikan dapat megajukan pertanyan pada asisten apabila
mereka menemui kesulitan.
3) Untuk laboran, sudah baik dalam memberikan alat- alat yang diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2016. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan


Pendidikan Biologi Fmipa UNM

Adnan., Arifin, N.A., Suryani, I.A., 2015. Perkembangan Hewan. Makassar:


Jurusan Biologi FMIPA UNM

Dijaya., R., Nanik., S., Darlis., H., 2016. Kombinasi Fitur Bentuk, Warna dan
Tekstur untuk Identifikasi Kesuburan Telur Ayam Kampung Sebelum
Inkubasi. Jurnal Buana Informatika. Vol 7. No 3

Hasnita. Dian., M., Hamdani., B., 2017. Gambaran Histologis Bursa Fabricius
Ayam Kampung (Gallus gallus domesticus) pada Umur Berbeda. Jimvet.
Vol 1. No 3

Paputungan., S., Lucia., J.L., Linda., S.T., Jaqualine. Laihad. 2017. Pengaruh
Bobot Telur Tetas Itik Terhadap Perkembangan Embrio, Fertilitas dan Bobot
Tetas. Jurnal Zootek. Vol 37. No 1

Rasyaf., M., 1991. Pengelolaan Produksi Telur. Yogyakarta: Kanisius

Rusidah., Y., Yulia., S., Ismoyowati. 2017. Fertilitas dan Viabilitas Embrio
Telur Itik yang Induknya Diberi Pakan Suplementasi Probiotik.
Jurnal Perawat. Vol 12. No 2

Sudrajat. 2017. Perepsi Petani Terhadap Penggunaan Mesin Tetas pada


Pembibitan Ternak Ayam Buras (Kasus di Desa Utama Kecamatan
Cijeungjing Kabupaten Ciamis). Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah
Berwawasan Agribisnis. Vol 3. No 1

Anda mungkin juga menyukai