Proses ini
merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi.Embrio
adalah sebuah eukariota diploid multisel dalam tahap paling awal dari
perkembangan. Pada hewan, perkembangan zigot menjadi embrio terjadi melalui tahapan yang
dikenal sebagai blastula, gastrula, dan organogenesis.
Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Selama berkembang, embrio
memperoleh makanan dan perlindungan yang dari telur berupa kuning telur, albumen,
dankerabang telur. Dalam perkembangannya, embrio dibantu kantung oleh kuning telur,
amnion, dan alantois. Kantung kuning yang telur dindingnya dapat menghasilkan enzim. Enzim
ini mengubah isi kuning telur sehingga mudah diserap embrio. Amnion berfungsi sebagai bantal,
sedangkan alantois berfungsi pembawa sebagai ke oksigen embrio,menyerap zat asam dari
embrio, mengambil yang sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam ginjal dan menyimpannya
dalam alantois, serta membantu alantois, serta membantu mencerna albumen.
Perkembangan Organ
Tahap-tahap perkembangan organ pada embrio ayam dimulai sejak terbentuknya
notochord dan primitive streak. Setelah primitive streak mengalami regresi, kemudian disusul
dengan pertumbuhan bagian caudal dan chepalic embrio. Pertumbuhan entoderm membentuk
primitive gut dan diikuti dengan diferensiasi awal mesoderm. Ectoderm akhirnya membentuk
neural plate. Diferensiasi dilanjutkan dan membentuk embryonal area.
Untuk membuka kerabang ini, ayam menggunakan paruhnya dengan cara mematuk.
Semakin lama, kerabang akan semakin besar membuka, sehingga ayam dapat bernafas. Pada saat
ini kelembaban sangat penting agar pengeringan selaput kerabang dan penempelan perut pada
kerabang dapat dicegah.
Temperatur adalah salah satu komponen yang terpenting dalam proses penetasan,
pembentukan dan perkembangan embrio telur. Faktor keberhasilan penetasan ditentukan oleh
tatalaksana pengaturan temperatur yang tepat, kelembaban dan ventilasi udara (Romanoff, 1960;
Lundy,1969).
Suhu embrio dianggap sebagai faktor penting mempengaruhi perkembangan embrio, daya
tetas, dan performa setelah menetas (Lourens dkk., 2005). Embrio sangat sensitif terhadap suhu
penetasan yang lebih rendah atau lebih tinggi, suhu penetasan yang lebih rendah akan memperlambat
dan semakin tinggi suhu inkubasi akan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan embrio
(Ricklefs, 1987 dalam Elsayed, 2009).
Pembentukan embrio yang optimal terjadi saat suhu 37,2 - 39,4C (Ensminger, dkk., 2004).
Pada masa embrio terjadi proses glukoneogenesis, yang penting semasa embrio untuk menyediakan
energi bagi morfogenesis sampai menetas (Abbas, 2009). Tingkat metabolisme meningkat seiring
dengan peningkatan suhu inkubasi (Nichelmann dkk., 1998). Setiap perubahan suhu inkubasi dapat
mempengaruhi ukuran embrio, pertumbuhan organ, tingkat metabolisme, perkembangan fisiologis
dan keberhasilan penetasan (Yalcin dan Siegel, 2003).
Sadiah, I. N. D. Garnida & A. Mushawwir. 2015. Mortalitas Embrio Dan Daya Tetas Itik
Lokal (Anas Sp.) Berdasarkan Pola Pengaturan Temperatur Mesin Tetas. Unpad, Bandung.