Anda di halaman 1dari 4

Klasifikasi Lutung

Lutung Jawa

Lutung jawa Trachypithecus auratus (E. Geoffroy Saint-Hilaire, 1812) merupakan


primata yang dilindungi menurut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 733/
Kpts-II/1999 (jenis ini tidak disebutkan sebagai satwa dilindungi dalam Peraturan Pemerintah
No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa). Lutung jawa
(Trachypithecus auratus E. Geoffroy Saint-Hilaire, 1812) juga digolongkan dalam status
rentan (vulnerable) oleh IUCN karena populasinya terus mengalami penurunan akibat
perburuan dan degradasi habitat. Satwa ini juga termasuk dalam Appendix II CITES (IUCN,
2012).

Lutung (Trachypithecus auratus) adalah primata yang memiliki banyak sekali nama
atau sebutan yang berbeda di daerah maupun di tingkat internasional. Nama daerah dari
lutung yang banyak dikenal adalah Lutung Jawa (sunda), Lutung Budeng (jawa), petu,
hirengan (bali). Seringkali disebut lutung jawa, dan dalam bahasa Inggris seringkali disebut
Javan Langur atau Ebony Leaf Monkey.

Menurut Mace dan Balmford dalam the IUCN Red List of Threatened Species tahun
2000 serta Supriatna dan Wahyono (2000), klasifikasi dari Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus) adalah :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Primata

Family : Cercopithecidae

Genus : Trachypithecus

Spesies : Trachypithecus auratus

Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), keluarga besar lutung pada awalnya
dimasukan kedalam genus Presbytis, namun sekarang beberapa jenis dimasukan kedalam
genus Trachypithecus. Indonesia memiliki keluarga lutung (family Cercopithecidae) yang
terdiri dari sepuluh jenis Presbytis dan dua jenis Trachypithecus.

Biomorfologi Lutung

Lutung Jawa mempunyai panjang tubuh dari ujung kepala hingga tungging rata-rata
597 mm baik jantan maupun betina dewasa. Panjang rata-rata ekornya 742 mm, sedangkan
berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg. Warna rambut hitam diselingi dengan warna keperak-
perakan. Bagian ventral berwarna kelabu pucat dan kepala mempunyai jambul. Menurut
Napier (1967), wajah keluarga besar lutung pada umumnya berwarna hitam, begitu juga
dengan telapak tangan dan kaki.

Menurut Brandon-Jones dalam Susetyo (2004), lutung betina dewasa memiliki sedikit
perbedaan dengan lutung jantan dewasa pada daerah bagian pinggang atau pada bagian dalam
paha atas yang berwarna agak pucat atau putih kekuning-kuningan tidak beraturan, serta
memiliki bulu yang berwarna pucat pada bagian pantat dan punggung yang lebih hitam dari
punggung lutung jantan.

Anak lutung yang baru lahir berwarna kuning jingga dan tidak berambut. Setelah
meningkat dewasa warnanya akan berubah menjadi hitam kelabu. Warna lutung terang atau
oranye hanya muncul pada anakan yang masih bayi atau baru saja lahir, pada umur enam
bulan berubah jadi hitam, coklat atau abu-abu.

Susunan gigi dari lutung adalah 2 : 1 : 2 : 3 pada kedua bagian rahang atas dan bawah.
Jenis makanan lutung terdiri lebih dari 66 jenis tumbuhan yang berbeda. Komposisi
makanannya 50% berupa daun, 32% buah, 13% bunga dan sisanya bagian dari tumbuhan
atau serangga. Menurut Prayogo (2006) lutung lebih suka daun muda dibanding daun tua
karena strukturnya yang lunak dan warna yang cerah, serta berdasarkan kandungannya daun
muda lebih banyak mengandung nutrisi dibandingkan dengan daun tua.

Habitat dan Persebaran Lutung

Keluarga besar lutung hidup tersebar hampir di seluruh kawasan Asia, mulai dari
India, Pakistan, Neval hingga Kepulauan Ceylon. Sebaran geografis di Asia Tenggara
meliputi Thailand, Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan dan kepulauan lainnya. Genus ini
sebarannya tidak melewati garis Wallacea kecuali di Lombok yang merupakan satwa
introduksi oleh penduduk setempat (Napier dan Napier, 1967).

Lutung Jawa ditemukan di pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera dan Lombok.
Menurut Supriatna dan Wahyono (2000) penyebaran jenis ini dapat dikelompokan dengan
pembagian tiga sub spesies dari lutung. Persebarannya terbatas pada Jawa Barat bagian barat,
Jawa Barat bagian tenggara dan tersebar di Bangka, Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera bagian selatan dan termasuk juga Jawa Timur, Bali dan
Lombok.

Genus ini memiliki habitat yang luas, seringkali ditemukan pada ketinggian 3600 m di
Pegunungan Himalaya. Di India dan Ceylon ditemukan di daerah kering dan di Assam serta
Indochina ditemukan ditemukan di hutan hujan. Di Pilau Kalimantan dan Malaysia
ditemukan di daerah hutan mangrove (Napier dan Napier, 1967).

Lutung Jawa ditemukan di hutan dataran rendah campuran pada pertumbuhan


sekunder dengan tanaman jati, mahoni, dan akasia, sedangkan menurut Nijman dan Van
Balen serta Gurmaya et al dalam Susetyo (2004) spesies ini dapat hidup di hutan primer dan
sekunder baik di tengah maupun di tepi kawasan.
Supriatna dan Wahyono (2000) mengungkapkan bahwa Lutung Jawa hidup di
berbagai tipe ekosistem. Hutan bakau, hutan dataran rendah hingga hutan dataran tinggi, baik
di hutan primer maupun hutan sekunder. Seringkali spesies ini juga ditemukan di daerah-
daerah perkebunan dan hutan tanaman.

Komposisi Kelompok Lutung

Lutung Jawa dalam hidupnya membentuk kelompok dengan beberapa individu mulai
dari 6 hingga 23 ekor. Setiap kelompok teredapat jantan sebagai pemimpin kelompok, dan
beberapa betina serta anak-anak yang masih dalam asuhan induknya (Supriatna dan
Wahyono, 2000). Menurut Napier dan Napier (1967), jenis primata ini memiliki
kecenderungan lebih besar jika habitatnya terbuka dan di daerah kering.

Lutung jantan mendominasi anggota kelompok dalam hal perlindungan, pengamatan


dan pergerakan harian. Jantan selalu menjaga anggota kelompok dari berbagai gangguan
yang berasal dari luar atau dari kelompok lainnya. Jantan dominan berperan dalam
menggerakan atau mengarahkan pergerakan kelompoknya, baik dalam mencari makan,
tempat tidur atau tempat beristirahat (Napier dan Napier, 1967).

Perilaku Harian Lutung

Lutung merupakan satwa diurnal dan arboreal, yaitu satwa yang aktif disiang hari
sejak matahari terbit hingga matahari terbenam, dan menghabiskan lebih banyak waktunya di
atas pohon, dan kadang berjalan di atas cabang pohon (Supriatna dan Wahyono, 2000).

Menurut Napier dan Napier (1967), keluarga besar lutung melakukan pergerakan
harian seperti berjalan dan berlari menggunakan keempat tungkainya secara bersamaan atau
quadrupedal untuk mencapai pohon yang satu dengan yang lainnya, dilakukan dengan
meloncat di antara percabangan pohon. Sebagaimana jenis lutung lainnya, Lutung Jawa juga
makan dan beristirahat dengan posisi duduk di cabang, dengan ekor menggantung atau
berfungsi sebagai penyeimbang badan di atas pohon.

Lutung Jawa dalam melakukan pergerakan harian mampu mencapai radius 500
hingga 1500 meter. Daerah jelajah mereka mencapai 5 – 23 Ha (Supriatna dan Wahyono,
2000). Luas daerah jelajah mereka sangat tergantung dari kondisi habitat, begitu pula dengan
teritorinya (Napier dan Napier, 1967).

Luasnya daerah jelajah seringkali mengakibatkan daerah jelajah Lutung tumpang


tindih atau overlapping. Lutung soliter yang masuk ke dalam daerah jelajah atau daerah
kekuasaan suatu kelompok terkadang diserang oleh jantan dominan. Meskipun demikian,
seringkali dua kelompok Lutung dapat hidup berdampingan tanpa timbulnya perkelahian atar
kelompok.
Daftar Pustaka

IUCN. (2012). Trachypithecus auratus (E, Geoffroy Saint-Hilaire, 1812).


http://www.iucmredlist.org/aps/redlist/details/22034/0 diakses tanggal 5 Januari
2012.

Napier, J.R. and Napier, P.H. 1967.A Handbook of Living Primate Morphology Ecology and
Behaviour of Human Primates. Academic Press London. New York.

Prayogo H. 2006. Kajian tingkah laku dan analisis pakan Lutung Perak (Trachypithecus
cristatus) di Pusat Primata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan [Tesis]. [Bogor]:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Supriatna J dan EH Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta

Susetyo Budi. 2004. Penaksiran Populasi Lutung Budeng (Trachypithecus auratus) di Resort
Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Kehutanan
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai