MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas
matakuliah Ekologi Lanjut dibina oleh
Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati Al Muhdhar dan
Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si
Metode ini didasarkan pada hubungan yang erat antara jumlah klorofil
dengan jumlah fotosintesis. Metode ini dapat dilakukan baik pada tumbuhan di
daratan maupun tumbuhan akuatik (fitoplankton dan makrofita). Mula-mula
dilakukan pencuplikan daun dengan ukuran tertentu. Untuk sampling fitoplankton
dilakukan dengan pengambilan sampel air dalam volume tertentu. Organisme selain
fitoplankton harus dipisahkan dari sampel. Sampel selanjutnya di saring
menggunakan filter khusus fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan yang
rendah. Filter yang mengandung klorofil dialrutkan pada aseton 85%, kemudian
dibiarkan semalam, dan selanjutnya disentrifuse. Supernatannya dibuang dan pellet
yang mengandung klorofil dikeringkan dan ditimbang beratnya. Berat klorofil
diukur dalam mg klorofil/unit area. Pengukura kadar klorofil juga dapat dilakukan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelompbang 665 nm. Dengan data
hasil pengamatan tersebut kita dapat mencari efisiensi asimilasi komunitas, indeks
produktivitas dan efisiensi pemeliharan tubuh tumbuhan (Darmawan, 2005).
D. Produktivitas Sekunder
Hewan adalah organisme yang tidak dapat membuat makanan sendiri
(heterotof), oleh sebab itu kebutuhannya akan energy tergantung pada produksi
primer bersih. Produktivitas primer bersih merupakan sejumlah energi yang
tersedia bagi komponen heterotropik dalam ekosistem. Secara teoritis, paling tidak
semua produksi primer bersih tersedia bagi pemakan tumbuhan dan decomposer.
Sebagian dari produksi bersih juga dibawa ke rantai makanan di luar dari
ekosistemnya oleh manusia, air, atau angin.
Produktivitas sekunder adalah biomassa pada tubuh hewan heterotrop.
Hewan yang termasuk organisme heterotrop adalah hewan yang memperoleh
makanan dengan cara memakan tumbuhan atau hewan lain. Banyak produktivitas
sekunder dari suatu komunitas tergantung pada banyaknya produktivitas primer
pada komunitas yang bersangkutan. Artinya produktivitas sekunder tinggi jika
produktivitas premer tinggi. Brylinsky dan Mann (dalam Begon, 1990) menemukan
hubungan positif anatara produktivitas sekunder pada zooplankton dengan
produktivitas primer fitoplankton. Yang tersebar di telaga-telaga yang tersebar di
muka bumi.
Meskipun hubungan antara produktivitas sekunder dan produktivitas primer
bersifat positif, tetapi produktivitas sekunder di suatu ekosistem selalu lebih kecil
dari pada produktivitas primer. Sebabnya adalah: (1) tidak semua bagian tubuh
tumbuhan dimakan oleh hewan, (2) tidak semua bahan yang dimakan oleh hewan
dapat diserap oleh saluran pencernaan makanan, sebagian ada yang kelaur bersama
kotoran, (3) tidak semua zat makanan yang diserap oleh usus dapat disusun menjad
biomassa tubuh, karena sebagian dikeluarkan oleh tubuh sebagai sisa metabolism
(Susanto, 1999).
Produktivitas sekunder juga ditentukan oleh kecepatan reproduksi dari
hewan-hewan heterotrop. Jika kecepatan perkembangbiakan hewan cepat maka
produktivitas sekunder tinggi. Hewan-hewan tertentu berkembang biak pada
musim-musim tertentu. Hal ini tampak pada siput darat. Pada musim kemarau siput
melakukan dormnsi dengan beristirahat di tempat-tempat yang teduh dan lembab.
Menjelang musim penghujan siput bertelur, dan telurrnya menetas pada awal
musim penghujan. Dengan demikian dapat diperhitungkan bahwa pada musim
kemarau produktivitas energy pada populasi siput darat pada musim kemarau
rendah, dan pada musim penghujan tinggi (Susanto, 1999).
DAFTAR RUJUKAN