Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ekologi merupakan kajian tentang bagaimana tanaman, binatang, dan organisme lain
yang saling berhubungan satu sama lain dalam lingkungan atau “ rumah mereka”. Kata
ekologi “ berasal dari bahasa Yunani “ Oikos” yang berarti rumah. Ekologi juga berate
kajian tentang kelimpahan dan distribusi organisme. Ekologi dalam perkembangannya
menjadi semakin dibutuhkan kehadirannya hamper disetiap pemecahan permasalahan
lingkungan dan pembangunan. Kondisi ini sangat dimungkinkan karena ekologi menjadi
dasar yang harus dimiliki dalam menerapkan berbagai konsep, terutama penerapan
konsep lingkungan, maupun konsep-konsep tentang manusia dan mahluk hidup lain
dalam hubungannya dengan lingkungan.

Ahli ekologi populasi mempelajari apa yang membuat suatu populasi punah, apa
yang mengatur populasi berada pada kepadatan yang sedang (intermediate), dan apa
membuat suatu populasi mengalami peningkatan yang sangat besar. Ahli ekologi
komunitas mempelajari hubungan diantara spesies berbeda sebagai contoh, bagaimana
kelompok suatu pemangsa dan yang dimangsa saling mempengaruhi satu sama lain.
Kehadiran suatu populasi hewan disuatu tempat dan penyebaran spesies hewan itu
dimuka bumi, selalu berkaitan dengan habitat dan relung ekologi yang ditempatinya.
Secara umum, habitat menunjukan corak lingkungan yang ditempati hewan itu dalam
kaitan hubungannya dengan factor-faktor lingkungan biotic dan abiotik.

Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya merupakan totalitas sumberdaya


lingkungan baik berupa ruang termasuk, tipe substrat atau medium, cuaca dan iklimnya,
serta vegetasi yang terdapat di lingkungan yang menempati populasi hewan itu.

1|Page
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan tentang habitat dan mikro habitat hewan
2. Jelaskan relung ekologi
3. Bagaimana pemisahan relung ekologi

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui tentang habitat dan mikro habitat hewan
2. Untuk mengetahui tentang relung ekologi
3. Mengetahui bagaimana pemisahan relung ekologi

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Habitat dan mikro habitat hewan


 Habitat
Habitat adalah suatu komunitas biotik atau serangkaian komunitas-
komunitas biotik yang ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat
yang sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies selama
musim tertentu atau sepanjang tahun. Kelengkapan habitat terdiri dari berbagai
macam jenis termasuk makanan, perlindungan, dan faktor-faktor lainnya yang
diperlukan oleh spesies hidupan liar untuk bertahan hidup dan melangsungkan
reproduksinya secara berhasil. Habitat sebagai sumberdaya dan kondisi yang ada
di suatu kawasan yang berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat
merupakan penghubung kehadiran spesies, populasi, atau individu (satwa atau
tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dan karakteristik biologi.Habitat terdiri
lebih dari sekedar vegetasi atau struktur vegetasi yang merupakan jumlah
kebutuhan sumberdaya khusus suatu spesies.Dimanapun suatu organisme diberi
sumberdaya yang berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup, itulah yang
disebut dengan habitat.
Penggunaan habitat merupakan cara satwa menggunakan (atau
”mengkonsumsi” dalam suatu pandangan umum) suatu kumpulan komponen
fisik dan biologi (sumber daya) dalam suatu habitat.Penggunaan habitat
merupakan sebuah proses yang secara hierarkhi melibatkan suatu rangkaian
perilaku alami dan belajar suatu satwa dalam membuat keputusan habitat seperti
apa yang akan digunakan dalam skala lingkungan yang berbeda. Habitat sebagai
tempat yang spesifik dimana spesies dapat hidup, baik sementara maupun
selamanya. Setiap habitat diasumsikan memiliki kesesuaian untuk spesies
tertentu. Pada habitat yang sesuai, biasanya produktivitas betina lebih tinggi
dibandingkan produktivitas betina pada habitat yang kurang sesuai. Kesesuaian
habitat merupakan fungsi dari densitas individu populasi, sehingga kepadatan
yang berlebihan justru akan mengurangi kesesuaian habitat. Kesesuaian suatu
habitat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: suplai pakan, pelindung dan
pemangsa. Ketersediaan habitat menunjuk pada aksesibiltas komponen fisik dan

3|Page
biologi yang dibutuhkan oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya
yang hanya menunjukkan kuantitas habitat masing-masing organisme yang ada
dalam habitat tersebut.
Ada macam-macam habitat yaitu:
1. Habitat yang konstan
Habitat yang kondisinya terus-menerus relatif baik atau kurang baik.

2. Habitat yang bersifat memusim

Habitat yang kondisinya relatif teratur berganti-ganti antara baik


dan kurang baik.

3. Habitat yang tidak menentu

Habitat yang mengalami suatu periode dengan kondisi baik yang


lamanya bervariasi diselang-selingi oleh periode dengan kondisi
kurang baik yang lamanya juga bervariasi sehingga kondisinya tidak
dapat diramal.

4. Habitat yang efemeral

Habitat yang mengalami periode dengan kondisi baik yang


berlangsung relatif singkat diikuti oleh suatu periode dengan kondisi
yang kurang baik yang berlangsungnya lama sekali.

Hewan yang mendiami habitat itu akan terkonsentrasi ditempat-tempat


dengan kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan persyaratan hidupnya masing-
masing, dalam habitat yang sama, dan menempati mikrohabitatnya sehingga
interaksi spesies dengan lingkungannya sangat berpengaruh terhadap perilaku
spesies sebagai bentuk reaksi terhadap (perubahan) factor fisik dan biokimia
lingkungan

 Kualitas Habitat
Istilah kualitas habitat menunjukkan kemampuan lingkungan untuk
memberikan kondisi khusus tepat untuk individu dan populasi secara terus
menerus. Kualitas merupakan sebuah variabel kontinyu yang berkisar dari
rendah, menengah, hingga tinggi. Kualitas habitat berdasarkan kemampuan
untuk memberikan sumberdaya untuk bertahan hidup, reproduksi, dan

4|Page
kelangsungan hidup populasi secara terus menerus. Para peneliti umumnya
menyamakan kualitas habitat yang tinggi dengan menonjolkan vegetasi yang
memiliki kontribusi terhadap kehadiran (atau ketidak hadiran) suatu spesies
(seperti dalam Habitat Suitability Index Models dalam Laymon dan Barrett
1986 dan Morrison et al. 1991). Kualitas secara eksplisit harus dihubungkan
dengan ciri-ciri demografi jika diperlukan. Leopold (1933) dan Dasman et al.
(1973) menyatakan bahwa suatu habitat diaktakan memiliki kualitas yang
tinggi apabila kepadatan satwa seimbang dengan sumberdaya yang tersedia, di
lapangan pada umumnya habitat yang memiliki kualitas ditunjukkan dengan
besarnya kepadatan satwa (Laymon dan Barrett 1986). Van Horne (1983)
mengatakan bahwa kepadatan merupakan indikator yang keliru untuk kulitas
habitat. Oleh sebab itu daya dukung dapat disamakan dengan level kualitas
habitat tertentu, kualitasnya dapat berdasarkan tidak pada jumlah organisme
tetapi pada demografi populasi secara individual.
 Ada beberapa tipe-tipe habitat
1. Habitat Perairan Tawar
Habitat perairan tawar secara nisbi hanya bagian kecil permukaan
bumi di bandingkan dengan habitat daratan dan habitat perairan
lautan,tetapi kepentingannya  bagi kehidupan makhluk terutama  bagi
manusia jauh lebih besar.
2. Habitat Perairan Bahari/Laut
Lautan memiliki ciri yang penting secara ekologi sebagai berikut:
1)      Lautan itu luas, menutupi 70% permukaan bumi.
2)       Lautan itu dalam dan makhluk hidup terdapat disemua kedalaman.
3)      Lautan itu berkesinambungan. Habitat lautan itu tidak terpisah-pisah
seperti habitat daratan dan habitat perairan daratan. Semua lautan itu
berhubungan, suhu, salinitas, serta kedalaman merupakan barier utama untuk
gerakan bebas makhluk lautan.
4)      Lautan berada dalam situasi yang kontinyu. Perbedaan suhu udara diantara
kutub dan equator menimbulkan angin yang juat seperti kearah yang angin
pasat, yaitu angin bertiup kearah yang sama sepanjang tahun, yang bersama-
sama dengan rotasi bumi, menimbulkan lautan yang ditimbulkan oleh angin,
masih ditambah oleh adanya arus yang ada dilapisan air yang lebih dalam

5|Page
yang sebagai akibat adanya perbedaan suhu dan salinitas, yang menimbulkan
perbedaan kerapatan.
5)      Lautan didominasi oleh gelombang yang macamnya banyak dan oleh
pasang surut yang disebabkan oleh gaya tarik matahari. Proses pasang surt
terutama penting didalam zona yang terletak kearah pantai, yang merupakan
tempat hidup makhluk lautan yang sering berlain-lainan secara khusus pula.
6)      Lautan itu asin. Rerata salinitas atau kandungan garam dilautan adalah 35
bagian garam menurut berat perseribu bagian air lautan atau 3,5%.
7)      Konsentrasi zat hara yang terlarut rendah dan merupakan faktor pembatas
yang penting dalam menentukan besarnya populasi makhluk lautan.
8)      Bersifat paradoksik.Bahwa lautan dan beberapa makhluk yang hidup
didalamnya lebih tua dari pada dasar lautan yang secara konstan berubah dan
diperbaharui oleh proses tektonik dan proses sedimenter.
3. Habitat Perairan Payau/Estuaria
            Odum(1971 )suatu estuaria(dari kata aestus=pasang), yaitu takrif
yang di modifikasikan. Dari Pritcard(1967) menyebutkan bahwa estuaria
adalah suatu perairan pantai yang semi tertutup yang  memiliki hubungan
dengan lautan.
4. Habitat Darat/Terrestrial
            Odum(1971)menuliskan bahwa di dalam habitat terestrial terdapat
biomassa tumbuhannya.di dalam lingkungan terestrial maka kajian ekologik
cenderung memberi tekanan pada prinsip organisasi populasi dan organisasi
komunitas ,dan proses  perkembangan yang autogenik(ialah suksesi
ekologi).

 Mikro habitat hewan


Populasi beraneka jenis hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang
sama mempunyai keserupaan pula dalam kisaran toleransinya terhadap beberapa
faktor lingkungan dalam mikrohabitat. Batas antara mikrohabitat yang satu
dengan yang lainnya tiap kali tidak nyata. Namun demikian mikrohabitat

6|Page
memegang peranan penting dalam menentukan keanekaragaman jenis yang
mempengaruhi habitat itu. Mikrohabitat merupakan sebagian dari habitat yang
luas dapat mempunyai iklim yang berlainan dari iklim habitat. Didalam
mikrohabitat terdapat komunitas kecil-kecil dan di dalam mikrohabitat tertentu
mungkin terdapat mikroorganisme, yang tidak ada di tempat lain. Komunitas
kecil ini membentuk komunitas hutan.
Habitat-habitat di alam ini umumnya bersifat heterogen, dengan area-area
tertentu dalam habitat itu yang berbeda vegetasinya. Populasi-populasi hewan
yang mendiami habitat itu akan terkonsentrasi ditempat-tempat dengan kondisi
yang paling cocok bagi pemenuhan persyaratan hidupnya masing-masing. Bagian
dari habitat yang merupakan lingkungan  yang kondisinya paling cocok dan
paling akrab berhubungan dengan hewan dinamakan mikrohabitat. Sehubungan
dengan bagaimana kisaran-kisaran toleransinya terhadap berbagai faktor
lingkungannya, maka berbagaispesies hewan yang berkonsentrasi dalam habitat
yang sama (= berkohabitasi) akan menempati mikrohabitatnya masing-masing.
Antara makrohabitat dan mikrohabitat harus ditentukan untuk masing-masing
studi yang berkenaan dengan spesies spesifik. Secara umum, makrohabitat
merujuk pada ciri khas dengan skala yang luas seperti zona asosiasi vegetasi
(Block and Brennan, 1993) yang biasanya disamakan dengan level pertama
seleksi habitat menurut Johnson. Mikrohabitat biasanya menunjukkan kondisi
habitat yang sesuai, yang merupakan faktor penting pada level 2-4 dalam
hierarkhi Johnson. Oleh sebab itu merupakan hal yang tepat untuk menggunakan
istilah mikrohabitat dan makrohabitat dalam sebuah pandangan relatif, dan pada
skala penerapan yang ditetapkan secara eksplisit. Contoh makrohabitat dan
mikrohabitat : Organisme penghancur (pembusuk) daun hanya hidup pada
lingkungan sel-sel daun lapisan atas fotosintesis, sedangkan spesies organisme
penghancur lainnya hidup pada sel-sel daun bawah pada lembar daun yang sama
hingga mereka hidup bebas tidak saling mengganggu. Lingkungan sel-sel dalam
selembar daun di atas disebut mikrohabitat sedangkan keseluruhan daun dalam
lingkungan makro disebut makrohabitat.
Habitat dalam batas tertentu sesuai dengan persyaratan makhluk hidup
yang menghuninya. Batas bawah persyaratan hidup itu disebut titik minimum dan
batas atas disebut titik maksimum. Antara dua kisaran itu terdapat titik optimum.
Ketiga titik itu yaitu titik minimum, titik maksimum dan titik optimum disebut

7|Page
titik cardinal. Apabila sifat habitat berubah sampai diluar titik minimum atau
maksimum, makhluk hidup itu akan mati atau harus pindah ke tempat lain.
Misalnya jika terjadi arus terus-menerus di pantai habitat bakau, dapat dipastikan
bakau tersebut tidak akan bertahan hidup . Apabila perubahannya lambat,
misalnya terjadi selama beberapa generasi, makhluk hidup umumnya dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi baru di luar batas semula.Melalui proses
adaptasi itu sebenarnya telah terbentuk makhluk hidup yang mempunyai sifat lain
yang disebut varietas baru atau ras baru bahkan dapat terbentuk jenis baru.
Batas antara mikrohabitat yang satu dengan yang lainnya acapkali tidak
nyata/jelas. Namun demikian mikrohabitat memegang peranan penting  dalam
menentukan keanekaragaman spesies yang menempati habitat itu. Tiap spesies
akan berkonsentrasi pada mikrohabitat yang paling sesuai baginya. Sebagai
contoh, dalam suatu habitat perairan tawar yang mengalir (sungai) secara umum
dapat dibedakan menjadi bagian riam dan lubuk. Riam berarus deras dan
dasarnya berbatu-batu sedang lubuk hampir tidak berarus, relatif dalam dan
dasarnya berupa lumpur dan serasah. Ada beberapa populasi hewan air yang
lebih menyukai tinggal atau bermikrohabitat di riam dan ada beberapa populasi
yang lebih menyukai tinggal atau bermikrohabitat di lubuk. Pemilihan atas dasar
mikrohabitat utama ini dapat dipilah-pilah lagi lebih lanjut, seperti bagian
permukaan batu, di sel-sela batu, di bawah lapisan serasah dan sebagainya.
Pemilihan atas dasar mikrohabitat-mikrohabitat yang berbeda itu terkait dengan
masalah perbedaan status fungsional atau relung ekologi dari berbagai spesies
hewan yang manempati habitat perairan tersebut. 

2.2. Relung ekologi


Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927) ilmuwan Inggris,
dengan pengertian relung adalah “status fungsional suatu organisme dalam
komunitas tertentu”. Dalam penelaahan suatu organisme, kita harus mengetahui
kegiatannya, terutama mengenai sumber nutrisi dan energi, kecepatan metabolisme
dan tumbuhnya, pengaruh terhadap organisme lain bila berdampingan atau
bersentuhan, dan sampai seberapa jauh organisme yang kita selidiki itu
mempengaruhi atau mampu mengubah berbagai proses dalam ekosistem. Relung
menurut Resosoedarmo (1992) adalah profesi (status suatu organisme) dalam suatu

8|Page
komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan akibat adaptasi struktural,
fungsional serta perilaku spesifik organisme itu. Berdasarkan uraian diatas relung
ekologi merupakan istilah lebih inklusif yang meliputi tidak saja ruang secara fisik
yang didiami oleh suatu makhluk, tetapi juga peranan fungsional dalam komunitas
serta kedudukan makhluk itu di dalam kondisi lingkungan yang berbeda.
Relung ekologi merupakan suatu konsep abstrak mengenai keseluruhan
persyaratan hidup dan interaksi organisme dalam habitatnya. Dalam hal ini habitat
merupakan penyedia berbagai koondisi dan sumberdaya yang dapat digunakan oleh
organisme sesuai dengan persyaratan hidupnya. Merupakan konsep yang kompleks
yang berkaitan dengan konsep populasi dan komunitas. Relung ekologi merupakan
peranan total dari semua makhluk hidup dalam komunitasnya. Penendalian populasi
tergantung pada tempat makhluk hidup berfungsi di habitatnya, bagaimana cara
hidup, atau peran ekologi makhluk hidup tersebut. Jadi pada dasarnya makhluk
hidup secara alamiah akan memilih habitat dan relung ekologinya sesuai dengan
kebutuhannya, dalam arti bertempat tinggal, tumbuh berkembang dan melaksanakan
fungsi ekologi pada habitat yang sesuai dengan kondisi lingkungan (misalnya iklim),
nutrien, dan interaksi antara makhluk hidup yang ada.
Niche (relung) ekologi mencakup ruang fisik yang diduduki organisme , peranan
fungsionalnya di dalam masyarakatnya (misal: posisi trofik) serta posisinya dalam
kondisi lingkungan tempat tinggalnya dan keadaan lain dari keberadaannya itu.
Ketiga aspek relung ekologi itu dapat dikatakan sebagai relung atau ruangan habitat,
relung trofik dan relung multidimensi atau hypervolume. Oleh karena itu relung
ekologi sesuatu organisme tidak hanya tergantung pada dimana dia hidup tetapi juga
apa yang dia perbuat (bagaimana dia merubah energi, bersikap atau berkelakuan,
tanggap terhadap dan mengubah lingkungan fisik serta abiotiknya), dan bagaimana
jenis lain menjadi kendala baginya. Hutchinson (1957) telah membedakan antara
niche pokok (fundamental niche) dengan niche yang sesungguhnya (relized niche).
Niche pokok didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang
memungkinkan populasi masih dapat hidup. Sedangkan niche sesungguhnya
didefinisikan sebagai sekelompok kondisi-kondisi fisik yang ditempati oleh
organisme-organisme tertentu secara bersamaan. Setiap kisaran toleransi hewan
terhadap suatu faktor lingkungan, misalnya suhu merupakan suatu dimensi. Dalam
kehidupannya hewan dipengaruhi oleh bukan hanya satu faktor lingkungan saja,
melainkan bannyak faktor lingkungan secara simultan. Faktor ligkungan yang

9|Page
mempengaruhi atau membatasi kehidupan organisme bukan hanya kondisi
lingkungan seperti suhu, cahaya, kelembapan, salinitas tetapi juga ketersediaan
sumberdaya yang dibutuhkan hewan (makanan dan tempat untuk membuat sarang
bagi hewan).
Hutchinson (dalam Odum,1993) membedakan antara relung dasar (Fundamental
Niche) dengan relung nyata (Realized Niche). Relung dasar didefinisikan sebagai
sekelompok kondisi-kondisi fisik yang memungkinkan populasi masih dapat hidup,
tanpa kehadiran pesaing, relung nyata didefinisikan sebagai kondisi-kondisi fisik
yang ditempati oleh  organisme-organisme tertentu secara bersamaan sehingga
terjadi kompetisi. Keterbatasan suatu organisme pada suatu relung tergantung pada
adaptasinya terhadap kondisi lingkungan tersebut. Relung dasar (Fundamental
Niche) tidak dapat dengan mudah ditentukan karena dalam suatu komunitas
persaingan merupakan proses yang dinamis dan kondisi fisik lingkungan yang
beragam mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Dimensi-dimensi pada niche
pokok menentukan kondisi-kondisi yang menyebabkan organisme-organisme dapat
berinteraksi tetapi tidak menentukan bentuk, kekuatan atau arah interaksi. Dua faktor
utama yang menetukan bentuk interaksi dalam populasi adalah kebutuhan fisiologis
tiap-tiap individu dan ukuran relatifnya. Empat tipe pokok dari interaksi diantara
populasi sudah diketahui yaitu: kompetisi, predasi, parasitisme dan simbiosis. Agar
terjadi interaksi antar organisme yang meliputi kompetisi, predasi, parasitisme dan
simbiosis harusnya ada tumpang tindih dalam niche. Pada kasus simbion, satu atau
semua partisipan mengubah lingkungan dengan cara membuat kondisi dalam kisaran
kritis dari kisaran-kisaran kritis partisipan yang lain. Untuk kompetitor, predator dan
mangsanya harus mempunyai kecocokan dengan parameter niche agar terjadi
interaksi antar organisme, sedikitnya selama waktu interaksi.
Pengetahuan tentang relung suatu organisme sangat perlu sebagai landasan untuk
memahami berfungsinya suatu komunitas dan ekosistem dalam habitat utama. Untuk
dapat membedakan relung suatu organisme, maka perlu diketahui tentang kepadatan
populasi, metabolisme secara kolektif, pengaruh faktor abiotik terhadap organisme,
pengaruh organisme yang satu terhadap yang lainnya. Jika relung suatu jenis
bertumpang tindih sepenuhnya dengan jenis lain maka salah satu jenis akan
tersingkir sesuai dengan prinsip penyingkiran kompetitif.Jika relung-relu ng itu
bertumpang tindih maka salah satu jenis sepenuhnya menduduki relung dasarnya
sendiri dan menyingkirkan jenis kedua dari bagian relung dasar tersebut dan

10 | P a g e
membiarkannya menduduki relung nyata yang lebih kecil , atau kedua jenis itu
mempunyai relung nyata yang terbatas dan masing-masing memanfaatkan kisaran
yang lebih kecil dari dimensi relung yang dapat mereka peroleh seandainya tidak ada
jenis lain.

2.3. Pemisahan relung ekologi


Dengan adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang memiliki
relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies-spesies tersebut tidak
berkonsistensi dalam habitat yang samasecara terus-menerus. Hal ini menunjukkan
bahwa suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh
populasi stabil lebih dari satu spesies. Pernyataan ini dikenal sebagai ” Asas Eksklusi
Persaingan” atau ” Aturan Gause”. Sehubungan dengan asas tersebut di atas,
menurut ” asas koeksistensi’, beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng
dalam habitat yang sama ialah spesies-spesies yang relung ekologinya berbeda-beda.
Tentang pentingnya perbedaan-perbedaan diantara berbagai spesies telah lama
dikemukakan oleh Darwin (1859). Darwin menyatakan ahwa makin besar
perbedaan-perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup di suatu
tempat, makin besar pula jumlah spesies yang dapat hidup di suatu tempat itu.
Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai ” Asas Divergensi”.
Contoh dari kasusu pemisahan relung antara berbagai spesies yang berkohabitasi
dapat dilihat dari contoh berikut ini. Serumpun padi dapat menjadi sumberdaya
berbagai jenis spesies hewan. Orong-orong (Gryllotalpa africana) memekan
akarnya, walang sangit (Leptocorisa acuta) memakan buahnya, ulat tentara kelabu
(Spodoptera maurita) yang memakan daunnya, ulat penggerek batang (Chilo
supressalis) yang menyerang batangnya, hama ganjur (Pachydiplosis oryzae)
menyerang pucuknya, wereng coklat (Nilaparvata lugens) dan wereng hijau
(Nephotettix apicalis) yang menghisap cairan batangnya. Tiap jenis hama tersebut
masing-masing telah teradaptasi khusus untuk memanfaatkan tanaman padi sebagai
sumberdaya makanan pada bagian-bagian yang berbeda-beda.

11 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat
kemana seseorang harus pergi untuk menemukan organisme tersebut. Istilah
habitat banyak digunakan , tidak saja dalam ekologi tetapi dimana saja.
Sedangkan Makro habitat merupakan habitat bersifat global dengan kondisi
lingkungan yang bersifat umum dan luas, misalnya gurun pasir, pantai berbatu
karang, hutan hujan tropika, dan sebagainya. suatu relung ekologi tidak dapat
ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu
spesies. Jenis-jenis hewan yang menempati relung ekologi yang sama (ekivalen)
dalam habitat yang serupa di daerah zoogeografi yang berbeda disebut ekivalen-
ekivalen ekologi.

12 | P a g e
Daftar pustaka

Darmawan,Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang : Universitas Negeri Malang.


Ewusie, J. Y. 1990. Ekologi Tropika.ITB: Bandung.
Wirakusumah, Sambas, 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta. Penerbit UI Press.

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai