Anda di halaman 1dari 33

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hubungan antara atau interaksi hewan dan lingkungannya dapat terjadi
kapan saja dan dimana saja. Hal ini menunjukkan adanya interaksi yang
dilakukan oleh hewan dan lingkungannya. Terlepas dari hal tersebut perubahan
kondisi yang terjadi pada lingkungan dapat berpengaruh pada hewan. Adanya
perubahan yang terjadi pada lingkungannya, maka hewan juga dapat merespon
perubahan tersebut dengan suatu perubahan berupa perubahan secara fisik,
fisiologis, serta tingkah laku untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Hewan merupakan mahluk hidup perlu melakukan aktivitas dalam
kesehariannya yaitu bergerak, mencari makan, mencari tempat untuknya
berlindung, serta untuk hewan yang telah memasuki masa dewasa juga butuh
berkembang biak dengan cara kawin, beranak atau bertelur hewan juga
membutuhkan istirahat guna memulihkan tenaga yang ada dalam dirinya setelah
beraktivitas penuh
Di alam ini, semua mahluk hidup mengambil pola-pola perilaku yang
membutuhkan kecerdasan agar bisa bertahan hidup. Pola-pola perilaku ini, yang
mendasari kecakapan, kepiawaian dan kemampuan-kemampuan perencanaan
unggul memiliki satu kesamaan. Masing-masing perilaku ini mensyaratkan
adanya kemampuan. Kecakapan yang hanya dapat dikuasai manusia dengan
cara belajar, latihan ulang dan pengalaman ini, telah ada pada mahluk-mahluk
hidup sejak pertama kali mereka lahir. Pertumbuhan dan perkembangan mahluk
hidup sangat dipengaruhi oleh lingkungan sebagai tempat hidupnya. Perubahan
lingkungan sehari-hari yang ditentukan oleh perputaran bumi mengelilingi
matahari mengakibatkan mahluk hidup akan beradaptasi untuk
mengoptimalkan daya hidupnya dengan jalan mengorganisasi aktivitasnya
dalam siklus 24 jam.
Organisme-organisme mempunyai mekanisme secara fisiologi untuk
mengukur waktu, yang dikenal dengan jam biologi (biological clock).
Manisfestasi yang paling umum adalah yang disebut ritme circadian (cyrcadian
rythme), atau kemampuan untuk menentukan waktu dan mengulangi fungsi-

1
fungsi pada sekitar interval-interval 24 jam sekalipun dalam keadaan tanpa
adanya tanda-tanda siang yang nyata. Keuntungan ekologi atau selektif dari jam
biologi ini yaitu merangkaikan ritme-ritme lingkungan dengan fisiologi serta
memungkinkan makhluk- makhluk itu mengetahui lebih dahulu atau merasakan
lebih dahulu periodisitas harian, musiman, dan lain-lainnya dari sinar, suhu,
pasang dan sebagainya.
Selama sehari dan dari hari ke hari, suatu hewan menjalani waktu itu dengan
berbagai aktivitas yang diperlukan bagi keberhasilan hidupnya. Hewan yang
mobil akan bergerak untuk mencari makan, dan mencari tempat berlindung agar
terhindar dari kondisi lingkungan yang kurang baik baginya. Pada hewan
dewasa, seksual yang sudah siap kawin, aktivitas hariannya akan mencakup
berbagai kegiatan perkembangbiakan seperti menemukan pasangan,
berkopulasi, bertelur dan sebagainya. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut
hewan juga memerlukan istirahat (inaktif).
Dengan mengambil bekicot (keong racun, Achatina fulica) sebagai hewan
objek pengamatan dalam praktikum ini, kami ingin mengetahui bagaimana pola
aktivitas harian dari Achatina fulica sehubungan dengan fluktuasi kondisi
faktor-faktor lingkungannya dan keperluan hidupnya. Selain itu kami juga
membuat suatu estimasi mengenai berapa jauh jarak yang ditempuh hewan
tersebut dalam melakukan aktivitas hidupnya, serta mengetahui korelasi antara
jarak edar dengan ukuran tubuh. Hal tersebut dilakukan karena adanya variasi
individual dari Achatina fulica meliputi berat, panjang, dan cangkang
Faktor abiotik lingkungan tempat hidup suatu hewan tidaklah konstan,
melainkan dalam rentang sehari itu fluktuasi dari waktu ke waktu. Suhu udara
misalnya, pada pagi hari rendah dan makin siang makin naik hingga mencapai
tingkat suhu maksimum untuk hari itu. Pada sore dan malam hari, suhu terus
menurun sampai tingkat suhu minimum sekitar subuh, dan begitu seterusnya.
Akibat adanya faktor abiotik lingkungan tempat hidup suatu hewan yang
tidak konstan maka kami melakukan secara berkala menurut selang waktu
tertentu dan meliputi rentang waktu yang relatif lebih lama di lapangan sehingga
akan didapatkan time series data. Rentang waktu yang diperlukan dalam
pengamatan ini adalah sehari (24 jam) dengan interval waktu 2 jam.

2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Berapa rata-rata jarak yang ditempuh Achatina fulica dalam melakukan
aktivitas hidupnya dan pola aktivitas harian Achatina fulica?
1.2.2 Apakah jarak edar harian Achatina fulica berkorelasi dengan ukuran
tubuh?
1.2.3 Apa sajakah faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi jarak edar dan
pola aktivitas harian Achatina fulica?

1.2 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pola aktivitas dan jarak edar harian Achatina fulica.
1.3.2 Untuk mengetahui hubungan jarak edar harian Achatina fulica dengan
ukuran tubuh
1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap aktivitas
Achatina fulica.

1.4 Manfaat
1.4.1 Mengetahui pola aktivitas dan jarak edar harian Achatina fulica.
1.4.2 Mengetahui hubungan jarak edar harian Achatina fulica dengan ukuran
tubuh
1.4.3 Mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap aktivitas Achatina
fulica

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Jarak edar adalah sebuah gerakan periodik hewan dari tempat di mana ia telah
tinggal ke daerah yang baru dan kemudian melakukan perjalanan kembali ke habitat asli.
Jarak edar pergerakan binatang dipengaruhi oleh distribusi dan sumber daya seperti
makanan atau habitat pemeliharaan keturunannya, dan dengan struktur fisik bentang lahan
(Aprianto, 2010).
Ruang lingkup jarak edar hewan bisa menjadi luas seperti migrasi. Migrasi
hewan umumnya menggunakan rute yang sama dari tahun ke tahun – dari generasi
ke generasi. Tanah lintas hewan bisa berupa gunung, sungai, dan padang tanahyang
luas. Burung, kelelawar, dan serangga terbang dalam jangkauan jarak yang panjang,
kadang-kadang melampaui seluruh benua atau lautan. hewan yang berenang sering
kali bermigrasi hampit meliputi jarak setengah dari seluruh dunia (Kusumaningsih,
2004).
Bumi ini dihuni oleh berjuta jenis hewan yang berbeda dan setiap jenis
memiliki perbedaan sendiri. Demikian juga dengan perilaku, hewan memiliki
perilaku umum yang dimiliki oleh banyak jenis dan sedikit pola perilaku yang
dimiliki oleh banyak jenis. Ketika semua jenis hewan memerlukan reproduksi,
makan dan juga mencoba untuk tidam menjadi santapan oleh makhluk apapun,
semua jenis hewan memiliki beberapa jenis tipe perilaku reproduksi, perilaku
mencari makan dan perilaku bertahan. Untuk sekian lama, seleksi alam juga
memungkinkan jenis hewan tertentu memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan-
tujuan perilaku termasuk perilaku komunikasi, perilaku penguasaan wilayah,
perilaku penyebaran dan perilaku sosial (Tomiyama, 1996).
Gerakan berpindah hewan biasanya terkait dengan perubahan musim. Banyak
hewan bermigrasi ke daerah utara selama bulan-bulan dalam musim panas. karena
pada hari musim panas yang panjang di bagian paling utara dunia dapat menjamin
pemberian pasokan makanan yang baik. Seperti pada pendekatan ramalan cuaca
musim gugur dan dingin, banyak hewan bermigrasi ke selatan untuk mencari cuaca
yang hangat pada musim dingin dan tersedianya makanan (Browidjojo, 1989:92).
Perilaku adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara
organisme dan lingkungannya. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat stimulus dari

4
luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus, saraf diperlukan untuk
mengkoordinasikan respon dan efektor untuk melaksanakan aksi.Perilaku dapat
pula terjadi sebagai stimulus dari dalam. Stimulus dari dalam, misalnya rasa lapar,
memberikan motivasi akan aksi yang akan diambil bila makanan benar-benar
terlihat atau tercium.Umumnya perilaku suatu organisme merupakan akibat
gabungan stimulus dari dalam dan dari luar (Struthers, 2002).
Hewan memiliki perilaku umum yang dimiliki oleh banyak jenis dan sedikit
pola perilaku yang dimiliki oleh banyak jenis. Ketika semua jenis hewan
memerlukan reproduksi, makan dan juga mencoba untuk tidam menjadi santapan
oleh makhluk apapun, semua jenis hewan memiliki beberapa jenis tipe perilaku
reproduksi, perilaku mencari makan dan perilaku bertahan. Untuk sekian lama,
seleksi alam juga memungkinkan jenis hewan tertentu memiliki kemampuan untuk
mencapai tujuan-tujuan perilaku termasuk perilaku komunikasi, perilaku
penguasaan wilayah, perilaku penyebaran dan perilaku sosial (Sukarsono,
2009:63).
Perilaku hewan dibedakan menjadi beberapa bagian, diataranya:
1. Perilaku reproduksi, kebanyakan hewan harus menemukan pasangan untuk
bereproduksi. Umumnya jantan, mencoba untuk berperilaku atraktif untuk
menarik lawan jenisnya.
2. Perilaku mencari makan, hewan memperlihatkan beberapa tipe perilaku
mencari makan yang berbeda. Beberapa jenis hewan sangat selektif terhadap
apa yang mereka makan.
3. Perilaku bertahan, beberapa jenis hewan memiliki kemampuan perilaku untuk
melepaskan diri dari pemangsa.
4. Perilaku komunikasi, memegang peran penting bagi hewan dengan
menggunakan tanda (signal) dan suara, beberapa jenis hewan melakukan
komunikasi dengan menggunakan baha-bahan kimia.
5. Perilaku territorial, perancangan dan pemeliharaan kawasanmerupakan
perilaku yang diperlihatkan oleh hewan. Pemilik hewan pada umumnya
mencoba mengusir individu lain yang memasuki kawasannya.
6. Perilaku sosial, temasuk perilaku penyebaran yang diperlihatkan oleh individu
hewan dengan menjauhi area dimana mereka dilahirkan. Perilaku sosial

5
didefinisikan sebagai interaksi diantara individu, secara normal di dalam
spesies yang sama yang saling mempengaruhi satu sama lain
7. Perilaku migrasi, banyak jenis hewan melakukan perjalanan untuk bersarang
atau berpinda dari suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk melakukan hal ini,
hewan harus melakukan sendiri jalur terbang dengan stimulus lingkungan.
Perjalanan sekelompok hewan dalam jarak jauh disebut migrasi. Tujuan atau
orientasi pergerakan sudah jelas untuk menghindari kondisi lingkungan yang
sangat tidak menguntungkan bagi kelangsungan hidup populasinya atau untuk
kegiatan bereproduksi (Sukarsono, 2009:82).
Kehidupan hewan sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan
kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan
keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi
suatu jenis hewan tanah disuatu daerah tergantung dari faktor lingkungan, yaitu
lingkungan abiotik dn lingkungan biotik. Dalam studi ekologi hewan, pengukuran
faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya pengaruh faktor
abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok hewan ini.
Dengan dilakukan pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat
diketahui faktor besar yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi hewan yang diteliti. Pada studi tentang cacing tanah, misalnya,
pengukuran pH tanah akan dapat memberikan gambaran tentang penyebaran suatu
jenis cacing tanah (Wirahadikusumah, 2003:101).
Bekicot (Achatina fulica) merupakan hewan yang paling banyak ditemukan
diberbagai daerah di Indonesia, meskipun demikian hewan ini bukan spesies
pribumi Indonesia melainkan merupakan pendatang dari benua Afrika yang telah
menetap ± 50 tahun lamanya. Bekicot bersifat hermaprodit namun perkawinan tidak
dapat dilakukan oleh satu individu saja melainkan membutuhkan individu lain pada
proses kawinnya. Pada waktu kopulasi penis masing-masing individu yang
berwarna keputih-putihan dan lembab, akan masuk ke dalam lubang genital
individu pasangan kawinnya. Bekicot dikenal sebagai hewan nokturnal dan
herbivora, karena kebiasaan makannya itu, sehingga bekicot digolongkan dalam
sebagai kelompok hewan yang berpotensi sebagai hama bagi kebun sayuran dan
bunga-bungaan. Bekicot termasuk dalam golongan hewan lunak dan biasanya

6
disebut Molusca. Anggota bekicot ini sangat banyak hidup di bebagai alam (darat,
air tawar, air payau dan di laut) misalnya cumi-cumi, gurita dan kerang-kerangan.
Bekicot termasuk ke dalam kelas Gastropoda atau berkaki perut. Di Indonesia
dikenal ada dua jenis (spesies) bekicot yaitu Achatina fulica dan Achatina
fariegata. Secara garis besar tubuh bekicot terdiri atas dua bagian yaitu cangkang
bekicot; berfungsi sebagai alat untuk melindungi tubuhnya dari mangsanya.
Cangkang bekicot dewasa dapat mencapai 7,5 – 11,5 cm diukur dari ujung
cangkang sampai kedasar cangkang. Achatina fulica mempunyai cangkang
bergaris-garis semar, ramping dan runcing, sedangkan Achatina fariegata memiliki
cangkang bergaris tebal, lebih gemuk, dan membulat, dan badan bekicot; yang
sederhana terdiri atas kepala dan perut (Majidsyahreza, 2012).
Faktor yang berpengaruh dalam interaksi populasi adalah faktor biotik
lingkungan yang pada dasarnya bersifat acak tidak langsung terkait dengan
perubahan komunitas, terutama faktor iklim dan curah hujan. Banyak data
mengarahkan perubahan acak iklim itulah yang pertama-tama menentukan
kerapatan populasi. Perubahan yang cocok dapat meningkatkan kerapatan populasi,
sebaliknya poipulasi dapat mati kalau tidak cocok. Pada dasarnya pengaruh yang
baru diuraikan berlaku bagi kebanyakan organisme tetapi pengaruh yang
sebenarnya malah dapat memicu perubahan mendasar sampai kepada variasai.
Persaingan dalam komunitas dalam artian yang luas persaingan ditunjukan pada
interaksi antara dua organisme yang memperebutkan sesuatu yang sama.
Persaingan ini dapat terjadi antara indifidu yang sejenis ataupun antara indifidu
yang berbeda jenis. Persaingan yang terjadi antara individu yang sejenis disebut
dengan persaingan intraspesifik sedangkan persaingan yang terjadi antara individu
yang berbeda jenisnya disebut sebagai persaingan interspesifik (Herliani, 2013).
Molusca adalah hewan lunak dan tidak memiliki ruas. Tubuh hewamn
triploblastik, bilateral simetri, umummnya memiliki mantel yang dapat
mengahsilkan bahan cangkok berupa kalsium karbonat. Cangkok tersebut
berfungsi sebagai rumah (rangka luar) yang terbuat dari zat kapur misalnya kerang,
tiram, siput dan bekicot. Namun ada pula molusca yang tidak memiliki cangkok
seperti cumi-cumi sotong, gurita,. Molusca memilki struktur berotot yang disebut
kaki yang bentuk dan fungsinya berbeda untuk setiap kelasya. Molllusca

7
merupakan filum Arthropoda. Saat ini diperkirakan ada 75 ribu jenis, serta 35 ribu
jenis kedalam bentuk fosil. Mollusca hidup dilaut, air tawar, payau dan darat
(Gembong, 2004:89).
Gastropoda merupakan hewan jenis mollusca yang menggunakan perut,
tubuh memiliki cangkang yang melintir, kepala dibagian depan, pada bagian kepala
terdapat tentakel panjang yang terdapat bintik mata dan tentakel pendek berfungsi
untuk indera pembau dan peraba. Hidup didarat, air tawar, air laut. Bersifat
hermafrodit, perkawinan silanng. Pembuahan terjadi ditubuh betina. Contoh
Achatina fulica atau bekicot, Lymnea atau siput sawah, Melania atau sumpil
(Pechenik, 2000:156).
Bekicot menggunakan perutnya untuk bergerak. Sebagian dari badannya
digunakan sebagai alat gerak yang disebut dengan kaki. Pada bekicot sewaktu
bergerak pada ujung depan kaki terdapat suatu kelenjar yang mengeluarkan lendir
untuk memudahkan pergerakannya. Anus terletak disebelah sisi kanan kepala,
sebagai tempat pengeluaran sisa makanan. Biasanya anus terbuka pada rongga
tersebut. Sedang lubang genital terdapat di dekat kepala. Bekicot memiliki dua
macam tentakel berupa sepasang tentakel panjang dengan mata untuk menerima
rangsang gelap – terang dan sepasang tentakel pendek sebagai alat peraba dan alat
pembau, bagian tubuh yang peka terhadap rangsangan-rangsangan luar adalah kaki
dan tentakel yang panjang, yang peka terhadap sinar dengan intensitas tertentu.
Kaki dan kepala dapat disimpan dalam cangkang bila keadaan tidak mengijinkan.
bila keadaan aman tubuh dijulurkan keluar dan yang nampak pertama kali adalah
kakinya. Kebanyakan hewan mencari makanan pada malam hari (Campbell,
2000:235).

8
BAB 3. METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan


Tempat : Halaman Depan Gedung Pendidikan Biologi (Parkiran
Mobil) FKIP Gedung 3, Universitas Jember
Hari/Tanggal : Sabtu dan Minggu, 2-3 Mei 2015
Waktu Percobaan : Pukul 09.00 WIB - 09.00 WIB ( 24 Jam)

3.2 Alat dan Bahan Percobaan


Alat :
o Neraca analitik/ ohaus
o Jangka sorong
o Penggaris
o Thermohigrometer
o Soil tester
o Lux meter
o Meteran
o Patok bambu
o Bendera
o Senter
o Tali rafia
Bahan :
o Bekicot (Achatina fulica)
o Penanda (cat putih/ tipe-ex) Bambu atau Kayu
o Bendera untuk menandai jarak edar bekicot (untuk kelompok 4C Biru)

9
3.3 Desain percobaan
36 m

86 m

1m

2m

3.4 Prosedur Percobaan


3.3.1 Tahap Persiapan
Persiapan dilakukan dengan menentukan tempat/daerah yang akan
dijadikan area percobaan jarak edar bekicot.
3.3.2 Tahap Koleksi
Berikut ini adalah prosedur pengambilan data :
1. Mengambil bekicot sebanyak 10 buah dengan panjang cangkang
kurang lebih 40 mm
2. Mencuci bekicot dengan air yang mengalir (dari kran) keringkan
dengan menggunakan tissu

10
3. Melakukan penimbangan terhadap berat dan pengukuran panjang
cangkang bekicot sebagai berat awal dan panjang awal
4. Memilih bekicot yang memiliki berat yang seragam
5. Memberi tanda berupa nomor kelompok dan nomor bekicot pada
cangkang bekicot dengan menggunakan cat putih atau tip-x
6. Meletakkan bekicot di tempat yang ternaung cahaya (di bawah
pohon) Setelah bekicot diberi tanda.
7. Memberi pasak yang telah diberi tanda (bendera) sebagai lokasi awal
bekicot
8. Melakukan pengukuran terhadap faktor – faktor fisik (pH tanah,
suhu, kelembaban udara, kelembaban tanah)
9. Melakukan pengamatan tiap 2 jam sekali dengan interval 24 jam
10. Memberikan tanda dengan menggunakan pasak pada bekicot yang
ditemukan di tempat tertentu
11. Mengukur jarak edar bekicot dari titik awal ke titik dimana bekicot
ditemukan.
12. Melakukan pengukuran faktor fisik (suhu, kelembaban udara,
kelembaban tanah dan pH tanah), begitu seterusnya dengan interval
13. Mencatat data pengamatan dalam tabel yang di sediakan, membuat
peta jarak edar bekicot pada kertas millimeter blok
14. Mencatat data pengamatan dalam tabel yang di sediakan, membuat
peta jarak edar bekicot pada kertas millimeter blok

3.5 Skema Alur Percobaan


Mengambil bekicot sebanyak 10 buah dengan panjang cangkang kurang
lebih 40 mm

Mencuci bekicot dengan air yang mengalir (dari kran) keringkan dengan
menggunakan tissu

Melakukan penimbangan terhadap berat dan pengukuran panjang


cangkang bekicot sebagai berat awal dan panjang awal
11
Memilih bekicot yang memiliki berat yang seragam

Memberi tanda berupa nomor kelompok dan nomor bekicot pada


cangkang bekicot dengan menggunakan cat putih atau tip-x

Meletakkan bekicot di tempat yang ternaung cahaya (di bawah pohon)


Setelah bekicot diberi tanda.

Memberi pasak yang telah diberi tanda (bendera) sebagai lokasi awal
bekicot

Melakukan pengukuran terhadap faktor – faktor fisik (pH tanah, suhu,


kelembaban udara, kelembaban tanah)

Melakukan pengamatan tiap 2 jam sekali dengan interval 24 jam

Memberikan tanda dengan menggunakan pasak pada bekicot yang


ditemukan di tempat tertentu

Mengukur jarak edar bekicot dari titik awal ke titik dimana bekicot
ditemukan.

Melakukan pengukuran faktor fisik (suhu, kelembaban udara, kelembaban


tanah dan pH tanah), begitu seterusnya dengan interval

12
Mencatat data pengamatan dalam tabel yang di sediakan, membuat peta
jarak edar bekicot pada kertas millimeter blok

Mencatat data pengamatan dalam tabel yang di sediakan, membuat peta


jarak edar bekicot pada kertas millimeter blok

13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Analisis Data Regresi
Tabel 4.1 Descriptive Statistics
Std.
Mean Deviation N
Jarak Edar 137.6154 182.29971 130
Berat Awal 28.5410 .83620 130
Panjang Awal 6.7160 .24127 130
PH 5.6200 1.32887 130
Kelembapan Udara 82.8846 20.30762 130
Suhu 24.2592 13.98844 130
Kelembapan Tanah 2.7138 1.45734 130
Kecepatan Angin 9.1915 15.07541 130
Intensitas Cahaya 574.6800 680.53845 130

Tabel 4.1 Descriptive Statistics diatas, menjelaskan hasil Rata-rata (Mean) dan
Simpangan baku (Std.Deviation) serta Jumlah Siput, yaitu 10 siput dikalikan 13 kali
waktu pengamatan. Jadi untuk N diperoleh angka 130.

1) Jarak Edar dari 10 siput pada 13 kali waktu pengamatan, memiliki rata-rata
137,62 cm dengan Simpangan baku yaitu 182,30.
2) Berat awal siput memiliki rata-rata 28,54 gram dengan simpangan baku
yaitu 0,84.
3) Panjang awal siput memiliki rata-rata 6,72 cm dengan simpangan baku yaitu
0,24.
4) PH tanah yang merupakan faktor lingkungan, memiliki rata-rata 5,62 yang
berarti memiliki rata-rata PH basa, dengan simpangan baku yaitu 1,33.
5) Kelembapan udara yang juga merupakan faktor lingkungan, memiliki rata-
rata 82,89% dengan simpangan baku yaitu 20,3.

14
6) Suhu yang merupakan faktor lingkungan, memiliki rata-rata suhu yaitu
24,260C, dengan simpangan baku 13,99.
7) Kelembapan tanah yang merupakan faktor luar, memiliki rata-rata sebesar
2,72 m/hg, dengan simpangan baku 1,46.
8) Kecepatan angin yang juga merupakan faktor luar, memiliki rata-rata
keceparan angin sebesar 9,19 m/s, dengan simpangan baku yaitu 15,07.
9) Intensitas cahaya yang merupakan faktor luar, memiliki rata-rata sebesar
574,68 cd, dengan simpangan baku 680,54.

Tabel 4.2 Correlations


Panja Kelem Kelem Kecepa Intensit
Jarak Berat ng bapan bapan tan as
Edar Awal Awal PH Udara Suhu Tanah Angin Cahaya
Pearson Jarak Edar 1.000 .277 .044 -.083 .061 .041 -.186 -.247 -.316
Correlatio Berat Awal .277 1.000 -.079 .000 .000 .000 .000 .000 .000
n
Panjang .044 -.079 1.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Awal
PH -.083 .000 .000 1.000 -.423 .047 .374 .194 .386
Kelembapan .061 .000 .000 -.423 1.000 .074 -.160 .003 -.068
Udara
Suhu .041 .000 .000 .047 .074 1.00 -.202 .118 .296
0
Kelembapan -.186 .000 .000 .374 -.160 -.202 1.000 .681 .614
Tanah
Kecepatan -.247 .000 .000 .194 .003 .118 .681 1.000 .586
Angin
Intensitas -.316 .000 .000 .386 -.068 .296 .614 .586 1.000
Cahaya

Tabel 4.2 Correlation menjelaskan adanya hubungan antara semua variabel.


Hasil yang diperoleh dari tabel correlation yaitu:

15
1) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Jarak Edar Bekicot (faktor
dependent) terhadap dirinya sendiri (Jarak Edar) adalah sebesar 1,000,
karena diproyeksikan terhadap dirinya sendiri.
2) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Berat Awal Bekicot (faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar 0,277,
artinya Berat Awal Bekicot berkorelasi sebesar 27% terhadap Jarak Edar
Bekicot.
3) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Panjang Cangkang Awal
Bekicot (faktor independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor
dependent) sebesar 0,044, artinya Panjang Cangkang Awal Bekicot
berkorelasi sebesar 4,4% terhadap Jarak Edar Bekicot.
4) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara pH Tanah (faktor independent)
terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar -0,083, artinya pH
Tanah berkorelasi sebesar 8,3% terhadap Jarak Edar Bekicot.
5) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Kelembaban Udara (faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar 0,061,
artinya Kelembaban Udara berkorelasi sebesar 6,1% terhadap Jarak Edar
Bekicot.
6) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Suhu (faktor independent)
terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar 0,041, artinya Suhu
berkorelasi sebesar 4,1% terhadap Jarak Edar Bekicot.
7) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Kelembaban Tanah (faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar -
0,186, artinya Kelembaban Tanah berkorelasi sebesar 18,6% terhadap Jarak
Edar Bekicot.
8) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Kecepatan Angin (faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar -
0,247, artinya Kecepatan Angin berkorelasi sebesar 24,7% terhadap Jarak
Edar Bekicot.
9) Besar korelasi (Pearson Correlation) antara Intensitas Cahaya (faktor
independent) terhadap Jarak Edar Bekicot (faktor dependent) sebesar -

16
0,316, artinya Intensitas Cahaya berkorelasi sebesar 32,6% terhadap Jarak
Edar Bekicot.

Tabel 4.3 Coefficientsa


Standardize
Unstandardized d
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) -2132.481 676.407 -3.153 .002
Berat Awal (X1) 61.598 17.394 .283 3.541 .001
Panjang Awal (X2) 50.108 60.286 .066 .831 .408
PH (X3) 6.750 13.347 .049 .506 .614
Kelembapan Udara (X4) .698 .799 .078 .874 .384
Suhu (X5) 3.218 1.304 .247 2.469 .015
Kelembapan Tanah (X6) 34.753 18.019 .278 1.929 .056
Kecepatan Angin (X7) -2.561 1.444 -.212 -1.773 .079
Intensitas Cahaya (X8) -.120 .033 -.449 -3.632 .000
a. Dependent Variable: Jarak Edar

 Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:


Y = -2132,481 + 61,598 X1 + 50,108 X2 + 6,750 X3 + 0,698 X4 + 3,218 X5
+ 34,753 X6 – 2,561 X7 – 0,12 X8
 Konstanta sebesar – 2132,48, artinya jika X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8
nilainya adalah 0, maka Jarak Edar Y nilainya adalah – 544.577.

1) Koefisien regresi dengan variable independen Berat Awal Bekicot (X1)


adalah sebesar 61,598. Koefisien bernilai positif, artinya kenaikan Berat
Awal Bekicot (X1) diikuti dengan kenaikan Jarak Edar Bekicot.
2) Koefisien regresi dengan variable independen Panjang Cangkang Awal
Bekicot (X2) adalah sebesar 50,108. Koefisien bernilai positif, artinya
kenaikan Panjang Cangkang Awal Bekicot (X2) diikuti dengan kenaikan
Jarak Edar Bekicot.

17
3) Koefisien regresi dengan variable independen pH Tanah (X3) adalah
sebesar 6,750. Koefisien bernilai positif, artinya kenaikan pH Tanah (X3)
diikuti dengan kenaikan Jarak Edar Bekicot.
4) Koefisien regresi dengan variable independen Kelembaban Udara (X4)
adalah sebesar 0,698. Koefisien bernilai positif, artinya kenaikan
Kelembaban Udara (X4) diikuti dengan kenaikan Jarak Edar Bekicot.
5) Koefisien regresi dengan variable independen Suhu (X5) adalah sebesar
3,218. Koefisien bernilai positif, artinya kenaikan Suhu (X5) diikuti
dengan kenaikan Jarak Edar Bekicot.
6) Koefisien regresi dengan variable independen Kelembaban Tanah (X6)
adalah sebesar 34,753. Koefisien bernilai positif, artinya kenaikan
Kelembaban Tanah (X6) diikuti dengan kenaikan Jarak Edar Bekicot.
7) Koefisien regresi dengan variable independen Kecepatan Angin (X7)
adalah sebesar – 2,561. Koefisien bernilai negatif, artinya kenaikan
Kecepatan Angin (X7) diikuti dengan penurunan Jarak Edar Bekicot.
8) Koefisien regresi dengan variable independen Intensitas Cahaya (X8)
adalah sebesar – 0,12. Koefisien bernilai negatif, artinya kenaikan
Intensitas Cahaya (X8) diikuti dengan penurunan Jarak Edar Bekicot.

4.2 Pembahasan
Pembahasan Konsep Umum
Pada praktikum kali ini adalah dilakukan pengamatan terhadap pola
aktivitas dan jarak edar harian hewan yang menggunakan bekicot (Acatina fulica)
sebagai hewan uji cobanya. Kusumaningsih (2004) menjelaskan bahwa jarak edar
adalah sebuah gerakan periodik hewan dari tempat di mana ia telah tinggal ke
daerah yang baru dan kemudian melakukan perjalanan kembali ke habitat asli. Jarak
edar pergerakan binatang dipengaruhi oleh distribusi dan sumber daya seperti
makanan atau habitat pemeliharaan keturunannya, dan dengan struktur fisik
bentang lahan. Dengan demikian, ketika suatu hewan akan optimum menyesuaikan
diri pada lahan yang lembab, maka hewaan tersebut akan bergerak mencari tempat
yang lembab. Konsekuensinya adalah lahan yang lembab akan menjadi suatu

18
teritori bagi hewan tersebut dan di tempat itu sebagian besar dari mereka akan
berkumpul sedangkan kalau di lahan yang kering, akan sepi dengan spesies hewan
tersebut. Hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada keseimbangan
ekosistem. Begitu juga dengan jarak edar pada bekicot (Achatina fulica). Bekicot
(Achatina fulica) dikenal sebagai hewan nocturnal, dengan demikian akan diketahui
bagaimana pola aktivitasnya di siang dan di malam hari. Tujuan penggunaan hewan
bekicot (Acatina fulica) untuk bisa mempermudah dalam mengontrol jarak edar
suatu hewan dalam interval waktu tertentu yang telah ditentukan. Bekicot (Acatina
fulica) merupakan salah satu hewan yang memiliki pola pergerakan yang sangat
lambat sehingga memungkinkan untuk peneliti mengamati seberapa jauh bekicot
(Acatina fulica) itu akan bergerak. Hal ini didukung oleh sebuah literatur menurut
Campbell, dkk. (2000) yang menyatakan bahwa bekicot menggunakan perutnya
untuk bergerak. Sebagian dari badannya digunakan sebagai alat gerak yang disebut
dengan kaki. Dengan pergerakan menggunakan perutnya itulah yang membuat
bekicot berjalan dengan lambat, pergerakan yang lambat itupun sudah dibantu
dengan menggunakan lendir. Pada bekicot sewaktu bergerak pada ujung depan kaki
terdapat suatu kelenjar yang mengeluarkan lendir untuk memudahkan
pergerakannya. Berbeda dengan menggunakan hewan yang memiliki daya gerak
yang relatif tinggi, misalnya kelinci yang mudah untuk berpindah tempat sehingga
peneliti tidak akan bisa mengontrol dalam interval waktu yang cukup lama (sekitar
2 jam). Selain untuk mengetahui jarak edarnya, praktikum ini juga bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pola aktifitas hariannya sehubungan dengan fluktuasi
kondisi faktor-faktor lingkungannya dan keperluan hidupnya. Oleh karena itu,
dalam praktikum ini dilakukan pengukuran baik faktor yang berasal dari dalam
tubuh bekicot itu sendiri atau faktor abiotik lain yang ada di lingkungan sehingga
dapat dibuat acuan faktor apa saja yang akan mempengaruhi jarak edar dari bekicot
(Acatina fulica) sebagai hewan nocturnal.

Pembahasan Langkah Kerja


Langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah dengan
menggunakan lahan kebun di sekitar FKIP-UNEJ gedung 3 yaitu di sekitar parkiran
dosen. Hal ini dikarenakan pada lingkungan itu merupakan lahan yang sangat luas

19
sehingga masih memungkinkan untuk bisa dijangkau oleh bekicot ketika bekicot
itu bergerak. Dalam artian lain, dengan lahan yang sangat luas maka bekicot hanya
memiliki kemungkinan yang sangat sedikit untu bergerak melebihi garis yang
membatasi lahan. Setelah dilakukan pemetaan lahan secara ke seluruhan dengan
ukuran 1x1 m. Tujuannya agar memudahkan peneliti untuk membuat skala pada
milimeter blok dan memudahkan peneliti untuk mengetahui ke arah mana bekicot
itu bergerak (bekicot itu bergerak melewati berapa petak lahan). Dimana dalam satu
petak satuan 1 cm milimeter block kita skalakan sebagai 1 m. Inilah tujuan kenapa
lahan yang luas tersebut dipetakkan dengan ukuran 1x1 m. Cara pemetakannya
adalah dengan menentukan 1 titik paling ujung sebagai acuan kemudian dari satu
titik ujung itu dilakukan pengukuran baik searah ke nanan atau ke kiri dengan
ukuran 1 m. Setelah itu menandaai dengan patok setiap 1 m sekali (dari semua sisi
mata angin yaitu dari sisi utara, selatan, timur dan barat). Tujuannya agar
didapatkan ukuran yang benar-benar valid yaitu 1x1 m. Jika tidak dilakukan
pemaatokan secara keseluran dari 4 arah, maka ditakutkan pada salah satu sisi tidak
memiliki panjang 1x1 m sehingga akan membuat kesulitan ketika dipetaakkan
dalam milimeter block. Setelah dilakukan pematokan dengan pasak, maka langkah
selanjutnya adalah memasang tali rafia. Pemasangan tali rafia harus diselang-seling
seperti anyaman. Tujuannya adalah agar tali rafia tidak mudah bergeser ketika
terkena angin atau terkena faktor lain yang memungkinkan tali rafia itu bergeser.
Disisi lain, anggota yang lain melakukan penimbangan berat badan bekicot dan
pengukuran panjang cangkang bekicot. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah berat badan bekicot itu memiliki kontribusi yang sangat tinggi atau tidak
terhadap jarak edarnya. Begitu juga dengan panjang cangkang bekicot apakah
panjang cangkang bekicot akan memiliki kontribusi yang cukup tinggi atau tidak
terhadap jarak edar bekicot. Selain itu juga digunakan sebagai pembanding dengan
berat badan bekicot ketika bekicot selesai melakukan aktivitas selama 24 jam.
Apakah bekicot itu akan bertambah berat setelah melakukan aktivitas atau tidak dan
apakah panjang cangkang akan bertambah setelah bekicot melakukan aktivitas
selama 24 jam. Untuk berat badan bekicot setelah aktivitas 24 jam, cenderung
mengalami peningkatan yang kemungkinan pada lahan yang lepas tersedia banyak
sumber makanan yang emmungkinkan bekicot itu terus makan dan bisa bertambah

20
berat badan. Selain itu, selama pergerakannya bekict akan mengeluarkan lendir
terus-menerus. Dimungkinkan lendir yang dikeluarkan itu akan menyelimuti
seluruh permukaan tubuhnya dan tubuhnya akan menjadi banyak air jika
dibandingkan ketika bekicot diam. Hal inilah yang mungkin juga mampu
menyebabkan berat badan bekicot bertambah setelah seharian beraktivitas.
Setelah bekicot itu ditimbang berat badan dan diukur panjang
cangkangnya maka setiap kelas harus memilih satu pohon besar yang digunakan
sebagai titik awal strart. Selain itu, juga untuk mengetahui ke arah mana bekicot itu
akan bergerk (ke arah vertikal atau ke arah orizontal). Perhitungan jarak edar hanya
lebih difokuskan pada jarak edar secara horizotal karena akan memudahkan
memetakan dalam milimeter block. Sedangkan untuk yang pergerakan secara
vertikal jika digambarkan pada milimeter block akan hanya terlihat titik 0 saja (tidak
bisa di gambar). Namun untuk seberapa jauh pergerakannya, maka tetap ditulis
sebagai keterangan. Setelah memilih pohon besar sebagai titik awal bekicoit
diletakkan maka dipasang juga bendera strart yang tujuangnya untuk bisa
mengetahui dimana persis bekicot tiap kelompok di letakkan. Peletakkan bekicot
pada satu pohon, tidak hanya satu kelompok saja namun semua kelompok dalam
satu kelas, bekicotnya juga diletakkan pada satu pohon ynag sama. jika tiap
kelompok tidak memasang bendera strat, maka tidak akan bisa dilakukan
pengukuran seberapa jauh jarak edar bekicot ke titik selanjutnya karena tidak ada
acuan disana. Pengukuran jarak edar dilakukan selama 2 jam (dengan interval yang
sama) sehingga dapat diketahui dalam interval waktu yang sama namun dengan
kondisi lingkungan yang berbeda akan memberikan efek yang sama atau berbeda
terhadap pola aktivitas dan jarak edar tiap bekicotnya. Setelah 2 jam sekali dilkukan
pengamatan terhadap jarak edar dengan acuan bendera awal hingga letak bekicot
selanjutanya. Langkah ini dilakukan ingga bekicot bergerak sampai 10 kali.
Pengukuran jarak edar yang sekarang diacukan pada bendera yang sebelumnya.
Setelah dilakukan pengukuran jarak edar bekicot, juga dilakukan pengamatan
terhadap aktivitas masing-masing bekicot. Apakah bekicot itu inaktif (tidur) atau
aktif (makan, ataupun reproduksi). Tujuannya adalah untuk mengetahui lebih aktif
mana bekicot pada malam hari atau pada siang hari. Hal ini dikaitkan dengan
karakter bekicot sebagai hewan nocturnal. Hewan nokturnal merupakan hewan

21
yang lebih aktif pada malanm hari jika dibandingkan dengan siang hari. Oleh karena
itu, dengan pengamatan pola aktivitas bekicot maka akan bisa dibuktikan apakah
bekicot adalah benar-benar hewan nokturnal atau hewan diurnal. Dan dari hasil
pengamatan, bekicot lebih aktif pada malam hari jika dibandingkan dengan siang
hari. Kebnyakan pada siang hari mereka inaktif sesangkan pada malam hari mereka
cenderung berjalan yang jauh. Hal ini kemungkinan dipengarui oleh faktor
lingkungan yang mana bekicot akan mampu bergerak dengan cepat ketika tubuhnya
mengeluarkan lendir dan salah satu adaptasinya dengan lingkungan adalah dia
selalu membasahi dirinya denagn lendir tersebut untuk mengurangi penguapan. Jika
bekicot aktif pada siang hari maka akan banyak sinar matahari yang terpancar ke
dalam tubuhnya. Ketika dia aktif pada siang hari maka tubuhnya akan sebagian
besar keluar dari cangkangnya dan ketika semakin banyak tubuhnya keluar dari
cangkangnya, maka akan semakin banyak pula cairan dalam tubuhnya mengalami
penguapan. Denagn demikian pada siang hari bekicot akan inaktif dan pada malam
hari saat tidak ada cahaya dia aktif yang tujuannya untuk mempertahankan kondisi
tubuhnya.
Selain pengukuran tersebut, juga dilakukan pula pengukuran faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi jarak edar bekicot. Misalnya suhu udara,
kecepatan angin, kelembaban udara, kelembaban tanah dan pH tanah.
Tujuan dari pengukuran faktor lingkungan ini adalah untuk mengetahui
apakah faktor-faktor itu mempengaruhi jarak edar bekicot. Selain itu juga untuk
mengetahui faktor mana yang paling berkontribusi secara langsung terhadap
tingginya jarak edar bekicot ketika dilakukan uji terhadap spss. Sehingga kita dapat
menyimpulkan faktor apa yang paling berpengaruh terhadap jarak edar bekict dan
apa alasannya yang mendasari sehingga faktor itu bisa berkontribusi secara langsug
pada jarak edar bekicot.

Pembahasan Hasil
Setelah hasil pengamatan dimasukkan ke dalam tabel hasil pengamatan,
maka langkah selanjutnya adalah dilakukan analisis data menggunakan spss dengan
menggunakan analisis data regresi linier (bila setiap tahapan kenaikan X diikuti
dengan kenaikan Y secara konsisten. Sehingga tujuan dari regresi adalah selain

22
untuk mengetahui keterkaitan antara X dan Y juga dgunakan untuk mengetahui
kemiringan dari alfa atau kemiringan dari garis linier yang terbentuk akibat korelasi
dari X dan Y. Keunggulan dari regresi juga terletak pada adanya uji anova.
Sehingga selain untuk mengetahui keterkaitan antara faktor pengaruh dan faktor
akibat, juga bisa digunakan untuk mengetahui suatu pengaruh dari faktor sebab
terhadap akibat. Keunggulan lain dari analisis data regresi adalah terletak pada
metode pencarian data yang hilang. Ketika ada suatu data yang ilang, maka dengan
menggunakan regresi data yang hilang itu bisa dicari meskipun hilang pada tengah-
tengah posisi.

Analisis Deskriptif
Dalam analisis regresi, terdapat kolom deskriptif, tabel korelasi dan tabel
koefisient. Tabel deskriptif adalah tabel yang didalamnya data-data tertentu untuk
mendeskripsikan data yang ada pada tabel misalnya rata-rata, simpangan baku
maupun jumlah tiap variabel. Pada tabel deskriptif ini, tidak terdapat kolom untuk
menganalisis data dan tidak ada besaran signifikansi. Karena pada tabel in anya
digunakan untuk memberikan informasi seputar data saja tidak untuk mengolah
data. Pada tabel ini terlihat jumlah yang sama antara semua variabel yaitu 130. 130
ini diperoleh dari jumlah siput, yaitu 10 siput dikalikan 13 kali waktu pengamatan.
Jadi untuk N diperoleh angka 130. Untuk kolom mean, digunakan untuk
menampilkan rata-rata tiap variabel. Dengan demikian, dapat diketahui rata-rata
berapa yang mungkin terjadi setelah dilakukan banyak kai pengamatan.Dari kolom
rata-rata yang dibanadingkan dengan tabel hasil pengamatan yang secara rinci maka
dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi satuan pengukuran maka semakin tinggi
pula rata-rata yang akan diperoleh pada tabel deskriptif. Misalnya perbandingan
pada jarak edar dan pH tanah. Jarak edar bekicot, pengukurannya denga
menggunakan satuan cm sedangkan perjalanan bekicot ada yang mencapai satuan
meter. Maka jika dikonversikan dari meter menjadi cm maka akan naik dalam
satuan yaitu dari 1 m menjadi 100 cm. sedangkan untuk pH hanya memiliki rentang
antara 1-14 saja. Dimana pH 1-6 bersifat asam, 7 netral dan selebihnya adalah basa.
Dengan demikian jika dibandingkan diantara keduanya maka unuk jarak, akan
memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan pH tanah. Dengan

23
demikian rata-rata yang emmiliki satuan kecil, tidak akan bisa melebihi rata-rata
dengan satuan yang besar. Semakin tinggi satuan hitung maka semakin tinggi pula
rata-rata yang akan diperoleh.
Pada hasil analisis data deskriptif, maka dapat dilakukan pendeskripsian
data sebagai berikut: untuk jarak edar bekicot, jarak edar dari 10 siput pada 13 kali
waktu pengamatan, memiliki rata-rata 137,62 cm dengan Simpangan baku yaitu
182,30. Sedangkan untuk berat awal siput memiliki rata-rata 28,54 gram dengan
simpangan baku yaitu 0,84. Panjang awal siput memiliki rata-rata 6,72 cm dengan
simpangan baku yaitu 0,24. Untuk pH tanah yang merupakan faktor lingkungan,
memiliki rata-rata 5,62 yang berarti memiliki rata-rata pH asam, dengan simpangan
baku yaitu 1,33. pH ini termasuk asam karena pada rentang 1-6 adalah asam, 7
netral dan selebihnya adalah basa. Maka semakin tinggi angka yang ditunjukkan
pada alat ukur pH maka ph tanah tersebut berarti basa begitu juga sebaliknya jika
semakin rendah angka ynag tertera pada alat ukur pH maka menandakan pH tanah
tersebut adalah asam. Sedangkan untuk kelembapan udara yang juga merupakan
faktor lingkungan, memiliki rata-rata 82,89% dengan simpangan baku yaitu 20,3.
Dari data ini maka dapat disimpulkan bahwa pada lahan tersebut memiliki
kelembaban yang tinggi namun karena analisis hanya menggunakan tabel deskriptif
maka kita tidak bisa mengetahui bagaimana peran kelembaban tanah terhadap jarak
edar bekicot. Apakah dengan kelembaban yang tinggi akan meningkatkan jarak
edar bekicot ataukah mungkin sebaliknya, kelembaban yang tinggi akan
menurunkan jarak edar bekicot. Karena sekali lagi tabel analisis deskriptif ini hanya
bisa digunakan untuk mendeskripsikan data saja tidak bisa untuk mengolah data
atau menganalisis data yang lebih. Selanjutnya adalah suhu yang merupakan faktor
lingkungan, memiliki rata-rata suhu yaitu 24,260C, dengan simpangan baku 13,99.
Selanjutnya adalah kelembapan tanah yang merupakan faktor luar, memiliki rata-
rata sebesar 2,72 m/hg, dengan simpangan baku 1,46. Jika dalam tabel krelasi
ataupun tabel koefisien maka akan diketahui korelasi antara faktor dan jarak edar.
Ketika semakin tinggi korelasi yang tertera maka akan seamkin tinggi pengaruh
yang ditimbulkan oleh faktor-faktr tertentu terhadap jarak edar bekicot. Selanjutnya
adalah kecepatan angin yang juga merupakan faktor luar, memiliki rata-rata
keceparan angin sebesar 9,19 m/s, dengan simpangan baku yaitu 15,07. Dan

24
intensitas cahaya yang merupakan faktor luar, memiliki rata-rata sebesar 574,68 cd,
dengan simpangan baku 680,54. Untuk kecepatan angin dan itensitas cahaya
biasanya memiliki korelasi yang negatif artinya semakin tinggi kecepatan angin dan
semakin tinggi intensitas cahaya, maka akan semakin rendah jarak edar bekicot
tersebut. Namun untuk hipotesis ini tidak bisa dibuktikan selama belum
menggunakan tabel korelasi, karena pada tabel ini hanya tabel deskripsi yang hanya
mendeskripsikan saja dari tiap data tanpa adanya angka signifikansi.
Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa analisis deskriptif
membatasi generalisasinya pada kelompok individu tertentu yang diobservasi dan
data deskriptif hanya menggambarkan suatu kelompok dan hanya untuk kelompok
itu sendiri, tidak untuk mengetahui hubungan atau pengaruh dari variabel satu
terhadap variabel yang lainnya.

Tabel Korelasi
Tabel selanjutnya adalah tabel korelasi, tabel ini menunjukkan adaanya
hubungan antar satu variabel dengan variabel yang lain. Korelasi ini akan
memberikan hubungan antara prediktor terhadap asil. Dimana prediktor yang ada
pada tabel korelasi ini adalah faktor-faktor baik faktor lingkungan maupun faktor
internal bekicot terhadap akibat atau hasil yaitu jarak edar dari bekicot tersebut.
Dalam tabel korelasi ini akan tampak koefisien korelasi yang positif dan negati.
Jika koefisien korelasi yang tampak adalah positif maka data tersebut menunjukkan
bahwa peningkatan faktor lingkungan atau faktor internal tubuh bekicot tertentu
diikuti dengan peningkatan daya edar dan jika koefisien korelasi itu menunjukkan
negatif maka data tersebut menunjukkan bahwa peningkatan faktor lingkungan atau
faktor internal tubuh bekicot diikuti dengan penurunan jarak edar bekicot. Jadi
untuk analisis korelasi ini hanya menunjukkan hubungan antara variabel X dan Y
saja dimana seri X memiliki hubungan atau tidak dengan seri Y. Pada analisis ini
tidak ada kontrol dan treathment karena yang dikorelasikan ya hanya dua variabel
itu saja yang merupakan data tunggal. Berbeda dengan anova yang menggunakan
treathment dan kontrol yang menjadikan data lebih dan mengetahui pengaruh dari

25
antara kontrol dan treathment terhadap hasil. Pada analisis korelasi ini banyaknya
X selalu diikuti dengan banyaknya Y.
Maka dalam data korelasi dapat dilakukan interpretasi bahwa besar
korelasi (pearson correlation) antara jarak edar bekicot (faktor dependent) terhadap
dirinya sendiri (jarak edar) adalah sebesar 1,000, karena diproyeksikan terhadap
dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan data yang sangat valid. Jika saja data ini tidak
sama dengan satu maka terdapat error dalam data yang dianalisis. Tidak mungkin
jika diri sendiri dikorelasikan dengan dirinya sendiri akan menghasilkan koefisien
korelasi kurang dari 1,00. Yang kedua adalah korelasi antara berat awal bekicot dan
jarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson correlation) antara berat awal bekicot
(faktor independent) terhadap jarak edar bekicot (faktor dependent) sebesar 0,277,
artinya berat awal bekicot berkorelasi sebesar 27% terhadap jarak edar bekicot. Dan
ini menandakan bahwa terjadi grafik naik (naiknya berat tubuh akan diikuti dengan
jarak edar bekicot). Korelasi yang ketiga adalah korelasi antara panjang cangkang
terhadap jarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson correlation) antara panjang
cangkang awal bekicot (faktor independent) terhadap jarak edar bekicot (faktor
dependent) sebesar 0,044, artinya panjang cangkang awal bekicot berkorelasi
sebesar 4,4% terhadap jarak edar bekicot. Hal ini menandakan bahwa terjadi grafik
naik (naiknya panjang cangkang akan diikuti dengan jarak edar bekicot), namun
koefisien korelasinya hanya sedikit yang hanya sekitar 4,4%. Besar korelasi
(pearson correlation) antara ph tanah (faktor independent) terhadap jarak edar
bekicot (faktor dependent) sebesar -0,083, artinya ph tanah berkorelasi sebesar
8,3% terhadap jarak edar bekicot. Namun tanda negatif menunjukkan bahwa
kenaikan variabel X yang sebagai prediktor yaitu ph tanah diikuti dengan
penurunan variabel Y sebagai hasil yaitu jarak edar. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi ph tanah maka kondisi tanah tersebut akan semakin basah.
Dan ketika semakin basah ph tanah maka analisis korelasi ini menunjukkan
semakin menurunnya jarak edar bekicot. Korelasi selanjutnya adalah antara
prediktor kelembaban udara terhadap jarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson
correlation) antara kelembaban udara (faktor independent) terhadap jarak edar
bekicot (faktor dependent) sebesar 0,061, artinya kelembaban udara berkorelasi
sebesar 6,1% terhadap jarak edar bekicot. Dengan koefisien tanda positif tersebut

26
berarti menunjukkan bahwa semakin tinggi kelembaban udara akan semakin tinggi
jarak edar bekicot karena tanda positif koefisien korelasi menunjukan bahwa
peningkatan variabel X yang sebagai prediktor yaitu kelembaban suhu diikuti
dengan peningkatan jarak edar bekicot. Korelasi yang selanjutnya adalah korelasi
antara suhu terhadap jarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson correlation) antara
suhu (faktor independent) terhadap jarak edar bekicot (faktor dependent) sebesar
0,041, artinya suhu berkorelasi sebesar 4,1% terhadap jarak edar bekicot. Suhu
sebenarnya jika dilakukan analisis, maka suhu yang tinggi akan menyebabkan jarak
edar bekicot semakin rendah. Hal ini terkait dengan tubuh bekicot yang cenderung
lunak dan berlendir, ketika suhu tingga maka bekicot cenderung untuk diam
tujuannya adalah untuk mengurangi penguapan. Misalkan saja bekicot aktif
bergerak pada suhu yang tinggi maka semakin banyak pula bagian tubuh yang
terkena cahaya matahari. Hal ini akan menyebabkan semakin banyak lendir tubuh
yang terkena cahaya dan terjadi penguapan. Oleh karena itu siput merupakan hewan
nokturnal yang lebih aktif pada malam hari yang tujuannya adalah untuk
mengurangi penguapan pada dalam dirinya. Dengan pernyataan yang seperti inilah
maka semakin tinggi suhu akan semakin rendah jarak edar. Dan dengan demikian
seharusnya koefisien korelasi akan menunjukkan angka yang negatif. Karena jika
semakin tinggi variabel X yang sebagai prediktor akan diikuti dengan penurunan
jarak edar bekicot. Korelasi yang selanjutnya adalah antara kelembaban tanah
terhadapjarak edar bekicot. Besar korelasi (pearson correlation) antara kelembaban
tanah (faktor independent) terhadap jarak edar bekicot (faktor dependent) sebesar -
0,186, artinya kelembaban tanah berkorelasi sebesar 18,6% terhadap jarak edar
bekicot. Untuk analisis korelasi antara kelembaban tanah terhadap jarak edar
bekicot ini sangat sulit untuk di percaya. Dalam kontribusi kelembaban tanah
terhadap jarak edar bekicot, maka kelembaban tanah ini dimungkinkan memiliki
kontribusi yang paling tinggi terhadap jarak edar bekicot. Jika dikaitkan dengan
analisis teori, maka bekicot akan mudah bergerak dalam tanah yang lembab.
Kelembaban tanah tersebut dengan bantuan lendir dari dalam tubuhnya, akan
memudahkan bekicot tersebut untuk mudah dalam bergerak. Bagian gasternya
bekicot, terjadi kontak langsng dengan dengan tanah sehingga akan memungkinkan
ketika semakin lembab tanah yang digunakan untuk bekicot bergerak maka akan

27
semakin mudah bekicot tersebut menyensor tanah tersebut sehingga semakin tinggi
kelembaban tanah maka akan semakin tinggi jarak edar bekicot. Keadaan yang
berbalik denagn teori ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kesalahan praktikan
saat melakukan pengukuran atau saat melakukan pemasukan data pada tabel
pengamtan. Selanjutnya adlah korelasi antara kecepatan angin terhadap jarak edar.
Besar korelasi (pearson correlation) antara kecepatan angin (faktor independent)
terhadap jarak edar bekicot (faktor dependent) sebesar -0,247, artinya kecepatan
angin berkorelasi sebesar 24,7% terhadap jarak edar bekicot. Dan korelasi yang
terakhir adalah antara intensitas cahaya terhadap jarak edar bekicot. Besar korelasi
(pearson correlation) antara intensitas cahaya (faktor independent) terhadap jarak
edar bekicot (faktor dependent) sebesar -0,316, artinya intensitas cahaya berkorelasi
sebesar 32,6% terhadap jarak edar bekicot. Dari keseluruhan data tersebut maka
tingkat koefisien korelasi antara prediktor terhadap hasil memiliki tingkat yang
berbeda-beda. Ada yang memiliki tingkat korelasi yag positif yang menandakan
bahwa peningkatan prediktor diikuti dengan peningkatan jarak edar bekicot.
Namun untuk tingkat korelasi yang negatif, maka menandakan bahwa peningkatan
presiktor diikuti denagn penurunan hasil (variabel Y).

Tabel Koefisien
Analisis tabel yang selanjutnya adalah tabel koefisien. Tabel koefisien ini
merupakan tabel yang menggambarkan regresi antara varibel yang satu dengan
variabel yang lainnya. Analisis regresi ini yang biasa dilakukan adalah tipe linier
yaitu bila tiap step-step penaikan X diikuti denngan penaikan Y, sehingga akan
terlihat garis lurus. Namun yang dijadikan acuan bukan seberapa besar nilai
penaikan tapi nilai penaikan akan menyesuaikan dengan garis linier tersebut
sehingga akan tampak garis yang lurus. Regresi ini sebenarmya sama dengan
korelasi namun regresi lebih kompleks karenakita juga bisa mengetahui besarnya
Y ketika koefisien dan intercept-nya telah diketahui.
Dalam hasil tabel kefisien ini didapatkan persamaan regresi sebagai
berikut: Y = a+bX. Dan hasil dari analisis koefisien tersebut didapatkan bahwa Y=
-2132,481 + 61,598 X1 + 50,108 X2 + 6,750 X3 + 0,698 X4 + 3,218 X5 + 34,753 X6
– 2,561 X7 – 0,12 X8. Nilai Y menunjukkan variabel yang terikat terhadap X. -

28
2132,481 merupakan suatu intercept, makna dari angka intercept atau konstanta
adalah besarnya adalah sama dengan intercept ketika besarnya nilai X adalah sama
dengan 0. Ketika angka intercept adalah -2132,481 maka nilai Y juga -2132,481.
Sedangkan b adalah koefisien regresi, yang mana koefisien regresi ini merupakan
kemiringan atau slope dari suatu hubungan variabel X terhadap Y. Besarnya
𝑦
kemiringan tersebut adalah α yang bisa dilihat dari perbandingan antara yang
𝑥

disebut dengan tangen α. Semakin besar nilai α maka semakin besar kemiringan X
terhadap Y.
Dengan melihat hasil interpretasi data tersbut maka yang memiliki
kntribusi paling tinggi adalah berat awal sebesar 61,598, kemudian disusul dengan
panjang awal sebesar 50,108, kemudian kelembaban tanah yaitu sebesar 34,753,
kemudian disusul oleh Ph sebesar 6,750, suhu sebesar 3,218, kelembaban udara
sebesar 0,698, intensitas cahaya sebesar -0,12 dan kecepatan angin sebesar -2,561.
Dengan demikian maka ada koefisien yang memiliki nilai positif dan ada koefisien
yang memiliki nilai negatif. Kebanyak faktor memiliki nilai koefisien yang positif
kecuali pada intensitas cahaya dan kecepatan angin.

Analisis Regresi Berdasarkan Faktor Prediksi


Jika dikaitkan dengan faktor kecepatan angin dan intensitas cahaya, maka
dapat dipercaya jika nilai koefisiennya adalah negatif. Hal ini dikaitkan dengan sifat
bekicot sebagai hewan nokturnal yaotu hewan yang aktif beraktivitas pada malam
hari. Sehingga pada siang hari maka hewan ini cenderung akan diam. Apalagi
dengan intensitas cahaya yang tinggi dan kecepatan angin yang tingi. Bekicot
cenderung selalu mensekresikan lendir untuk menjaga homeostasis dalam tubuhnya
karena aktivitas bekicot cenderung menjadikan tubuhnya keluar dari angkangnya,
maka semakin tinggi cahaya dan semakin tinggi kecepatan angin dn bekicot tetap
keluar dari cangkang, maka semakin cepat pula lendir yang dikeluarkan itu akan
mengalami penguapan. Dengan demikian untuk mengurangi penguapan tersebut,
bekicot akan cenderung diam pada siang hari. Apalagi semakin tinggi intensitas
cahaya dan kecepatan angin maka akan semakin tinggi suhu yang akan membuat
bekicot cenderung menyensor keadaan tersebut untuk tidak keluar dari cangkang.

29
Dengan melihat koefisien yang positif maka yang paling tinggi
kontribusinya adalah berat awal dan panjang sedangkan kelembaban tanah
menempati keddudukan ketiga. Kemungkinan berat yang tinggi dan panjang yang
lebih akan tersedia banyak visera dalam cangkang bekicot sehingga untuk mejaga
homeostasis bekicot tersebut maka semakin banyak lendir yang di sekresikan.
Kembali lagi dengan kaitannya fungsi lendir adalah sebagi pelicin tubuh bekicot
yang memudahkan dalam pergerakan. Maka dimungkinkan semakin besar berat
tubuh dan semakin panjang cangkang tubuh maka akan semakin banyak visera
tubuh dan menyebakan pula semakin banyak lendir yang disekresikan. Dengan
demikian akan mempermudah dalam pergerakan bekicot. Namun dalam suatu
literatur lain ada yang mengatakan bahwa kelembaban yang tinggi akan memiliki
kontribusi yang paling tinggi juga terhadap jarak edar bekicot. Hal ini disebabkan
bekict akan lebih mudah mensensor keadaan lingkungan saat keadaan tanah itu
dengan kelembaban yang tinggi. Dimana bagian perut bekicot yang digunakan
sebagai kaki untuk berjalan mengalai kontak langsung dengan tanah. Maka semakin
lembab kondisi tanah maka akan menyebabkan semakin jauh pula jarak edar
bekicot.
Ph terlihat lebih tinggi kontribusinya terhadap jarak edar bekicot jika
dibandingkan dengan suhu. Dan suhu lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kelembaban udara. Dimungkinkan bekicot suka dengan tanah yang memiliki
phyang tinggi maka semakin tinggi ph akan semakin tinggi pula jarak edar bekicot.
Untuk kaitannya dengan suhu maka suhu kontribusinya akan lebih rendah jika
dibandingkan denagn kelembaban tanah. Karena bekicot suka dengan kelembaban
yang tinggi dan suhu lingkungan yang rendah. Dengan demikian tubuh bekicot
khusunya bagian perutnya akan bersentuhan langsung dengan tanah sedangkan
untuk yang suhu lingkungan memang benar akan memberikan dampak pada jarak
edar bekicot namun untuk suhu lingkungan, tidak bisa terjadi kontak langsung
dengan tubuh bekicot karena sebagian besar suhu lingkungan berada pada udara
yang mana udara berada pada bagian atas tubuh bekicot. Sehingga suhu akan
terhalangi oleh cangkang bekicot. Namun dalam literatur lain dijelaskan bahwa
suhu memiliki hubungan yang negatif dengan jarak edar bekicot karena semakin
tinggi suhu maka akan membuat bekicot semakin diam. Sehingga memberikan

30
perbandingan yang terbalik. Untuk kelembaban udara juga memiliki kntribusi
langsung namun tidak sebesar kelembaban tanah. Karena kelembaban tanah akan
bersentuhan langsung dengan tubuh bekicot sedangkan kelembaban tanah sama
kasusnya dengan suhu yang mana akan terhalang oleh cangkang dari siput tersebut.
Namun bedanya kelembaban suhu akan memberikan angka yang positif karena
bekicot akan mudah bergerak dengan kondisi kelembaban udara yang tinggi.
Dengan demikian semakin tinggi kelembaban udara maka semakin tinggi pula jarak
edar bekicot meskipun kelembaban udara tersebut sedikit terhalangi oleh cangkang
tubuh yang menutupi tubuh bekicot tersebut.

Pembahasan Pola Aktivitas Bekicot


Bekicot merupakan hewan nokturnal yang cenderung melakukan aktivitas
pada malam hari berbeda dengan hewan diurnal yang cenderung melakukan
aktivitas pada siang hari ketika ada cahaya. Hal ini didukung oleh Campbell, dkk.
(2000) yang menyatakan bahwa bekicot (Achatina fulica) dikenal sebagai hewan
nocturnal, dengan demikian akan diketahui bagaimana pola aktivitasnya di siang
dan di malam hari. Oleh karena itu, dalam hasil pengamatan maka didapatkan
bahwa banyaknya aktivitas bekicot baik makan, ataupun bereproduksi, bekicot akan
cenderung terjadi pada malam hari sehingga pada saat malam hari pun, akan
ditemukan perpindahan bekicot yang cukup jauh. Hal ini ditunjukka denagn ukuran
jarak edar pada malam hari lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada siang hari.
Dijumpai juga pada malam hari, bekicot ada yang melakukan reproduksi denagn
lawan jenisnya.

31
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum Pola aktivitas dan jarak edar harian Achatina fulica yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa”
5.2 Rata-rata jarak yang ditempuh Achatina fulica dalam melakukan
aktivitas hidupnya dan pola aktivitas harian byaitu 137,62 cm untuk
jumlah 10 siput pada 13 kali pengamatan.
5.3 Jarak edar harian Achatina fulica berkorelasi dengan ukuran tubuh,
dimungkinkan semakin besar berat tubuh dan semakin panjang cangkang
tubuh maka akan semakin banyak visera tubuh dan menyebakan pula
semakin banyak lendir yang disekresikan. Dengan demikian akan
mempermudah dalam pergerakan bekicot.
5.4 Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi jarak edar dan pola
aktivitas harian Achatina fulica adalah suhu udara, kecepatan angin,
kelembaban udara, kelembaban tanah dan pH tanah.
5.5 Saran
Perlu dilakukan uji lanjutan terkait pola aktifitas dan jarak edar harian ini sebab
pada pelaksanaan praktikum sangat dimungkinkan terjadi kesalahan praktikan
baik dalam hal metode pengambilan sampel, perhitungan menggunakan alat,
atau yang lainnya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Aprianto. 2010. Pola Perpindahan Beruang Kutub. http://chusnan.web.ugm.


ac.id/index.php?subaction=showfull&id=1196835229&archive=&start_fro
m = & ucat =2&do=artikel. [Diakses, 19 Mei 2015]

Browidjojo, M. Dj. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga : Jakarta

Campbell, Neil. A. 2000. Biologi Jilid I. Erlangga : Jakarta

Herliani, Mica. 2008. Kompetisi Intraspesifik. http://Pengetahuan.com [Diakses,


19 Mei 2015]

Kusumaningsih, Triana. 2004. Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot


(Achatina fulica) . Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Vol.2(6).

Majidsyahreza. 2012. Kinerja Hewan Di Lingkungannya Dengan Menentukan Pola


Aktifitas Dan Jarak Edar Serta Luas Daerah Harian
Hewan. http://majidsyahreza89.wordpress.com [Diakses, 19 Mei 2015]

Pechenik, J. 2000. Biology of The Invertebrates. Four Edition : Mc Graw Hill.

Struthers, M. 2002. The physical and chemical microstructure of the Achatina


fulica epiphragm. Department of Chemistry and Department of Petroleum
EngineeringHeriot watt University Edinburgh EH144AS, UK. Vol.68 : 166

Sukarsono. 2009. Ekologi Hewan. UMM Press : Malang

Tjitrosoepomo, Gembong, dkk. 2004. Biologi II. Jakarta : Dedikbud

Tomiyama, Kiyonori. 1996. Mate-choice criteria in a protandrous simultaneously


hermaphrodit ic land snail Achatina Fulica (FERUSSAC)
(STYLOMMATOPHORA: ACHATINIDAE). Laboratory of Wildlife
Conservation, National Institute for Environmental Studies, Onogawa 16-2,
Tsukuba 305, Japan. Vol . 62 : 102.

Wirahadikusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta

33

Anda mungkin juga menyukai