Anda di halaman 1dari 8

Tugas

PENGERTIAN ETOLOGI DAN


PENDEKATAN PENGKAJIANNYA SERTA
MENJELASKAN METODOLOGI KEILMUAN ETOLOGI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

MOH. DUHRI SURYA WIRAWAN A 221 17 042


CHRISTINA ELISABETH ANTOU A 221 17 031
ALMIRA RAYYAH SHADRIAH FAHRU A 221 17 016
ANNISA JUNIASIH PUTRI A 221 17 030
IRA FIRANDA GUMITA A 221 17 029
UTARI THIONO A 221 17 008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2019
PEMBAHASAN
PENGERTIAN ETOLOGI DAN PENDEKATAN PENGKAJIANNYA
SERTA MENJELASKAN METODOLOGI KEILMUAN ETOLOGI

1.1 Pengertian Etologi


Istilah “etologi” diturunkan dari bahasa Yunani “ethos”, yang berarti
kebiasaan. Kebiasaan dalam arti jamak sudah dapat dipastikan merujuk pada
perilaku. Secara sederhana, perilaku binatang adalah gerak-gerik binatang. Gerak-
gerik ini tidak hanya berlari, berenang, melata merangkak, atau tipe lokomosi
lainnya. Hal ini juga meliputi gerakan yang dibuat binatang pada waktu makan,
bersanggama, dan bahkan pada waktu bernafas. Itu juga belum semuanya, tak
terkecuali gerakan kecil bagian-bagian tubuh, seperti misalnya memasang telinga,
mengeluarkan suatu bunyi, berubah warna, dan bahkan diam sekalipun asal
mempunyai tujuan, memperhatikan mangsa misalnya (Tinbergen, 1982).
Hal-hal yang bersifat fisik juga merupakan komponen perilaku yang tidak
bisa dipisahkan. Sebuah sarang burung unik yang tergantung di ujung dahan, akan
dikenali sebagai hasil perilaku burung manyar. Sarang berbentuk sisiran yang
terbentuk dari rangkaian heksagonal, akan dikenali sebagai hasil perilaku lebah
madu. Penjelasan ini telah memberi spirit yang mendalam, bahwa etologi
mencakup hal yang sangat kompleks, tidak saja behaviour yang merupakan unsur
utama berupa tindakan, akan tetapi juga cara dan peralatan hidup yang merupakan
komponen penunjang perilaku tersebut. Perilaku dan komponen penunjang (yang
sering merupakan hasil perilaku itu sendiri) saling mempengaruhi. Kondisi saling
mempengaruhi tersebut sangat jelas terjadi pada perkembangan etologi manusia
karena didukung oleh kemampuan intelektualnya (Suardiana, 2013).
Perilaku juga merupakan tindakan adaptif makhluk hidup terhadap
lingkungannya agar mampu mempertahankan hidup. Tindakan-tindakan untuk
mempertahankan eksistensi hidup ini merupakan cara adaptasi di alam dan
merupakan dasar-dasar survival value. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
seleksi alam menyokong individu-individu yang dapat beradaptasi paling baik.
Individu yang paling baik beradaptasi akan mampu memanfaatkan lingkungan
dengan baik dan akan dapat menjaga kelangsungan hidupnya dari generasi ke
generasi. Sebaliknya, individu yang tidak dapat beradaptasi dengan baik berarti
punah.
Adaptasi terhadap lingkungan tempat hidupnya dapat dicontohkan pada kasus
kupu-kupu. Sebagai upaya kamuflase terhadap predator, akan tampak pada kupu-
kupu bentuk tubuh/sayapnya (adaptasi morfologis/structural), warna sayap
(adaptasi biokimiawi/fisiologis), perilaku diam dan gerak (adaptasi
perilaku/behaviour). Ketiga mekanisme tersebut satu sama lain saling
berhubungan.
Menurut Dethir & Stlellar (2006) terdapat berbagai pola adaptasi perilaku
hewan terhadap lingkungannya mulai dari perilaku taksis pada protozoa, instingtif
pada insekta dan pola learning dan reasoning pada Primata. Pola perilaku tersebut
selanjutnya dikategorisasikan sebagai perilaku bawaan (Innate Behavior) dan
perilaku belajar (Learning Behavior).
Ekpresi perilaku yang bersifat bawaan ditandai dengan adanya pola yang ajek
dan spesifik untuk spesies. Pola ini sangat komplek karena melibatkan stimulus
yang spesifik dan menghasilkan respon yang spesifik pula. Pola innate
sepenuhnya diatur oleh gen dan diturunkan secara herediter. Hewan dengan pola
perilaku belajar mempunyai unggun gen yang potensial untuk belajar. Perilaku ini
sangat adaptif dan diperoleh melalui pengalaman dan latihan.

1.2 Pendekatan Pengkajian Etologi


Etologi merupakan cabang biologi yang mengkaji perilaku hewan kaitannya
dengan interaksi hewan-hewan tersebut pada lingkungan alaminya Pengkajian
fenomena perilaku hewan ini menurut Tinbergen (1970) dilakukan baik secara
proksimat maupun secara ultimat. Pengkajian proksimat dimaksudkan untuk
menafsirkan fenomena perilaku hewan yang bersifat mekanistik, fisiologis dan
ontogenetis. Sedangkan pengkajian ultimat menafsirkan fenomena perilaku dalam
sekala waktu evolusi.
Perilaku pada hakekatnya adalah total range of activities dan melibatkan
aktivitas yang dapat dideteksi (observable) dan yang sukar dideteksi (non-
observable), dalam pengkajian perilaku baik yang bersifat herediter maupun
didapatkan dari lingkungan merupakan titik tolak untuk memaknakannya.
Fenomena perilaku hewan merupakan ekpresi respon hewan terhadap lingkungan
yang bersifat komplek dan menakjubkan. Perilaku yang diekpresikan hewan
sebagai suatu upaya bagi kelangsungan hidup hewan tersebut (Barnard, 2004).

1.3 Metodologi Keilmuwan Etologi


Metode keilmuan melalui pengamatan satwa liar sangat penting digunakan
untuk konservasi satwa tersebut, namun akan menjadi sangat efektif bilamana
digunakan untuk ekowisata, sehingga nilai satwa akan menjadi tinggi bagi
kehidupan manusia dan pada akhirnya akan menjaga satwa dari kepunahan.
Kegiatan konservasi satwa diantaranya adalah usaha perlindungan satwa dari
perburuan, penyakit serta kecelakaan baik secara in situ (di alamnya) maupun
eksitu (di luar alamnya). Selanjutnya konservasi satwa juga suatu upaya dalam
rangka mengawetkan keberlangsungan hidup dan keanekaragaman satwa tersebut
serta menjaga kemurnian genetik di alamnya.
Konservasi dilakukan dalam rangka memanfaatkan berbagai satwa liar secara
lestari untuk kehidupan manusia. Pada umumnya pemanfaatan satwa liar
dilakukan untuk konsumsi manusia baik secara langsung atau pun tidak langsung.
Pemanfaatan secara langsung biasanya dengan cara membunuhnya sehingga
berpotensi mengancam kelestarian satwa (misalnya gajah dibunuh diambil
gadingnya, harimau diambil kulitnya, monyet diambil otaknya, trenggiling
diambil semua bagian tubuhnya, babi diburu sekedar hobi). Semua satwa yang
laku di pasaran diburu untuk dijual ataupun untuk hobi dan pada akhirnya satwa
tersebut dapat menjadi punah. Pemanfaatan secara tidak langsung dilakukan
dengan cara melihat langsung atau pun mengambil foto mereka di alamnya dan
memahami karekteristik serta perilakunya melalui kegiatan ekowisata. Untuk
memahami perilaku satwa liar dibutuhkan metode tersendiri agar dapat
diterapkan. Kondisi ini mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya kondisi
lingkungan dan sifat satwa itu. Satwa liar di hutan sangat sulit diamati karena
terhalang oleh besarnya pepohonan dan lebatnya dedaunan. Selanjutnya satwa liar
sangat sensitif terhadap kehadiran manusia, sehingga mereka akan bersembunyi
jika mengetahui kehadiran manusia. Kondisi inilah yang perlu dipahami oleh
peneliti sebelum terjun ke lapangan untuk mengambil data satwa. Metode
pengamatan satwa liar dapat menduga kondisi populasi dan memahami
perilakunya. Pada tulisan ini yang akan dibahas adalah metode yang berkaitan
dengan perilaku satwa liar dan dihubungkan dengan aktivitas ekowisata.
Metode pengamatan perilaku satwa liar menurut Altman (1973) terdiri dari 8
macam, yaitu ad libitum, sociometric matric completion, focal animal, All
occurrences of some behaviors, sequence, One zero, instantaneous and scan. Pada
setiap metode dibutuhkan pernyataan variabel umum terlebih dahulu apa yang
hendak di ukur. Ada dua pernyataan variabel umum tersebut yaitu state dan event.
State yaitu aktivitas umum dan event yaitu peristiwa tertentu. State biasanya
keadaan umum yang sedang dilakukan oleh satwa seperti berjalan, makan,
istirahat. State ini sangat mempertimbangakan waktu sebagai variabelnya untuk
mengetahui budget time (alokasi waktu aktivitas). Event biasanya terjadi dan
dalam waktu yang relatif singkat atau pendek seperti kawin, melahirkan,
berkelahi, atraksi, bernyanyi, bersaut-sautan, ungkapan sosial, bercanda dan
bermain. Jika tujuan penelitian untuk mengetahui frekuensi dan kualitas hubungan
sosial maka digunakan event. Misalnya untuk menjawab berapa kali monyet
melakukan kawin dalam sehari maka digunakan event. Pada monyet ekor panjang
event kawin sangat singkat rata-rata hanya dalam 7 detik sekali kawin. Namun
dalam satu hari dapat lebih dari 15 kali menaiki betinanya yang berbeda-beda atau
betina yang sama. Event ini tentu hanya dapat dipantau jika menggunakan metode
yang sesuai. Pada gajah afrika perkelahian antar jantan dewasa dapat berlangsung
7 jam atau lebih, namun jarang terjadi.
1. Ad libitum sampling Mencatat sebanyak mungkin yang dapat dicatat,
tetapi tidak sistematis dan tidak lengkap mencatat semua yang sedang
terjadi, sehingga hasilnya kesimpulan juga sering bias. Kegunaanya untuk
perencanaan dalam penelitian sebagai informasi umum.
2. Sociometric matrix completion Metode ini untuk mengetahui hubungan
aktivitas sosial antar individu satu dengan lainnya. Peneliti mencatat
aktivitas apa yang dilakukan dan berepa frekuensinya. Berdasarkan data
ini dapat diketahui kualitas hubungan suatu individu dengan individu
lainnya. Pencatatan dalam bentuk tabel matrik yang menghubungkan
pasangan individu dan aksinya.
3. Focal animal sampling Semua kejadian yang telah dispesifikasi dicatat
terhadap satu individu selama waktu yang disepakati misalnya rentang 1
jam. Kemungkinan dua individu juga dapat dilakukan sepert induk dan
bayinya. Namun jika tidak dapat dipantau dua individu maka sebaiknya
hanya satu saja. Peneliti mencatat lama kejadian yang terlihat dan jumlah
kejadian yang terlihat dalam rentang waktu 1 jam tersebut.
4. All occurrences of some behaviors Peneliti fokus terhadap perilaku
tertentu dari pada individu tertentu. Contoh menghitung jumlah saut-
sautan dalam kelompok siamang. Metode ini mendukung untuk
mengetahui banyaknya saut-satuan atau perilaku satwa per satuan unit
waktu atau untuk mempelajari sinkroni perilaku di dalam kelompok.
Teknik ini mendukung untuk mengetahui sinkroni perilaku jika observasi
dan kondisi pencatatan terhadap perilaku pada kejadian yang simultan.
5. Sequence Fokus obeservasinya adalah pada interaksi sekuen dimana
sebuah sampel periode dimulai dari awal interaksi hingga berakhir dalam
suatu set rangkaian kejadian. Sampel berikutnya dimulai dengan interaski
pada sekuen lainnya. Sekuensial bergantung pada interaksi komunikatif.
Selama pengambilan sampel, semua perilaku dicatat dalam suatu kejadian.
6. One-zero One zero bukanlah frekuensi perilaku tetapi frekuensi interval
yang didalamnya terdapat beberapa rentang waktu (time spent) dari suatu
aktivitas. Metode ini digunakan untuk mencatat state. Skor ini dipakai
untuk mengetahui persentase waktu dalam sebuah perilaku. Setiap periode
sampel dicatat apakah terjadi atau tidak terjadi suatu perilaku dan bukan
frekuensinya. Periode sampel selalu pendek seperti 15 detik dalam 29
sampel periode dalam pergantiannya.
7. Instantaneous Sebuah teknik dimana peneliti mencatat aktivitas individu
yang sedang berlangsung pada yang momen yang telah ditentukan dalam
waktu misalnya setiap menit pada rentang waktu yang panjang. Aktivitas
yang dicatat berupa state dan bukan event. Metode ini dapat juga
digunakan untuk mencatat data dari kelompok yang berukuran besar. Jika
perilaku semua anggota kelompok dapat didata dalam sebuah periode
waktu yang sangat pendek dan pencatatan didekati dengan sampel yang
simultan atas semua individu maka ini digunakan metode scan.
8. Scan Sebuah kelompok satwa di scan pada interval waktu secara regular
dan setiap perilakunya dicatat. Aktivitas satwa di catat pada waktu yang
dipilih misalnya setiap 30 detik yang merupakan sample state bukan
sebagai event. Metode ini juga dapat mengetahui persen waktu dalam
aktivitas tertentu. Jika perilaku semua anggota dalam suatu kelompok
dapat disurvey dalam waktu yang pendek. Data ini mendukung distribusi
perilaku state dalam sebuah kelompok. Dalam scan sampling perlu
diketahui bahwa sensus sangat penting untuk mengetahui distribusi umur-
kelamin.
DAFTAR PUSTAKA

Altman. (1973). Observational Study of Behavior; Sampling Methods. Illinois:


Alle Laboratory of Animal Behavior University of Chicago.
Barnard. (2004). Animal Behaviour; Mechanism, Development, Function and
Evolution. London: Peardon Education Limited.
Dethir & Stlellar. (2006). Animal Behavior. New Jersey: Pritice-Hall.INC.
Hidayati, Surachman dan Kurniawati. (2015). Kejelasan Nilai-nilai (Value
Clarification) Melalui Pengamatan Fenomena Perilaku Hewan Pada
Perkuliahan Etologi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Suardiana. (2013). Representasi Intuitif Etologi Lebah Madu: Penciptaan Karya
Kriya Seni dengan Metode Multi-Kanal. Jurnal Seni Budaya. Vol 28 No. 2.
Tinbergen. (1970). Animal Behaviour. Nederland: Time Life International.
Tinbergen. (1982). Perilaku Binatang. Jakarta: Tira Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai