Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH EVOLUSI

“ MAKROEVOLUSI ”

Dosen Pengampu : Dr. Prima Wahyu Titisari, M.Si

Disusun Oleh :

DESI LESTARI ( 176511016 )

ELLYU CAHYANI ( 176510468 )

IFATRIZAH ( 176511065 )

ROZA AFRIANI ( 166511134 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU

iii
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah Evolusi ini dengan baik.

Penulisan makalah yang bersifat sederhana ini, dibuat berdasarkan tugas


kelompok yang di berikan oleh dosen pengampu yaitu ibu Dr. Prima Wahyu
Titisari, M.Si dalam materi yang berjudul " Makroevolusi ”
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyusun,
menyesuaikan, serta dapat menyelesaikan sebuah makalah ini. Di samping itu,
penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan pembuatan sebuah makalah ini, baik dalam
bentuk moril maupun dalam bentuk materi sehingga dapat terlaksana dengan baik.

Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memang masih


banyak kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, penulis
telah berusaha semaksimal mungkin dalam membuat sebuah makalah ini. Di
samping itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta sarannya dari semua teman-
teman demi tercapainya kesempurnaan yang di harapkan dimasa akan datang.

Pekanbaru,7 Mei 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................................2

Bab II PEMBAHASAN......................................................................................................3

2.1 Pengertian Makroevolusi..........................................................................................3

2.2 Prinsip Makroevolusi...............................................................................................5

2.2.1 Pola Makroevolusi.................................................................................................5

2.2.2 Sifat Makroevolusi...............................................................................................10

2.3 Bukti-Bukti Makroevolusi......................................................................................12

BAB III PENUTUP............................................................................................................15

3.1 Kesimpulan............................................................................................................15

3.2. Saran.....................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pengertian dari evolusi sendiri secara umum adalah serentetan perubahan
kecil secara pelan-pelan, kumulatif, terjadi dengan sendirinya, dan memerlukan
waktu lama (Stearns, 2003). Secara skala, evolusi itu sendiri dapat dibagi menjadi
bahasan mikroevolusi dan makroevolusi. Makroevolusi, didefinisikan secara luas
sebagai evolusi di atas tingkat spesies (Jablonski, 2017) atau populasi (Padian,
2010).
Makroevolusi adalah skala analisis evolusi yang dipisahkan dari gene pool
dan merupakan asal mula spesies baru dan kelompok taksonomik lain (Stearns,
2003). Kajian makroevolusi berfokus pada perubahan yang terjadi pada tingkatan
spesies atau populasi. Hal ini berbeda dengan mikroevolusi, yang merujuk pada
perubahan evolusi yang kecil (biasanya dideskripsikan sebagai perubahan pada
frekuensi gen atau kromosom) dalam suatu spesies ataupun populasi.
Makroevolusi ini menggunakan pendekatan sistematik dan paleontology
(Jablonski, 2017). Jika dalam mikroevolusi bisa membuktikan beberapa hipotesis
melalu percobaan tertentu, tetapi dalam makroevolusi hanya dapat merumuskan
modelnya, polanya dan kecenderungannya secara teoritis. Dengan berbagai data
dan fenomena di alam yang bisa dikumpulkan dan diamati prinsip kebolehjadian
dalam masalah evolusi dapat diterapkan (Stearns, 2003).
Topik mengenai evolusi baik itu mikroevolusi maupun makroevolusi
merupakan salah satu topik yang masih terus menjadi perdebatan di dunia
pendidikan biologi. Beberapa tokoh evolusionis berusaha untuk menjelaskan
tentang peristiwa evolusi, mereka dari berbagai sudut pandang yang masing-
masing, sehingga evolusi masih sulit untuk diterima oleh semua orang. Hal ini
terkendala oleh faktor X yang biasa dikenal dengan istilah “Missing Links”.
Hilangnya beberapa penghubung evolusi menjadikan kendala yang masih sulit,

iii
untuk menghubungkan mata rantai kejadian evolusi dapat dijelaskan secara terinci
(Campbell, 1999). Salah satu topik yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu
mengenai makroevolusi

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah prinsip-prinsip makroevolusi yang dapat digunakan sebagai
salah satu pendekatan untuk mempelajari evolusi?
2. Apa sajakah contoh-contoh atau bukti yang terkait dengan makroevolusi ?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan
dalam makalah ini adalah:
1. Mengetahui prinsip-prinsip makroevolusi sebagai salah satu pendekatan
untuk mempelajari evolusi.
2. Menganalisis contoh-contoh atau bukti yang terkait dengan makroevolusi.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Makroevolusi


Makroevolusi adalah evolusi dalam "skala besar" yang menghasilkan taksa
yang lebih tinggi. Di dalam teori evolusi ini, umumnya terkait dengan jalur
keluarga, modifikasi, spesiasi, hubungan gen dari semua silsilah pada makhluk
hidup, perubahan bentuk, perubahan jenis, dan perubahan populasi baik struktural
dan fungsional secara besar-besaran melalui waktu tertentu pada semua tingkatan
(Stearns, 2003).
Makroevolusi adalah asal mula spesies baru dan kelompok taksonomik lain.
Kemunculan struktur baru akibat evolusi yaitu adanya perubahan dinamika
perkembangan, baik temporal (heterokroni) maupun spasial (homeosis) yang
memainkan peranan penting dalam peristiwa makroevolusi. Suatu upaya
penelitian dapat memberikan banyak informasi mengenai keterkaitan dan
hubungan antara mutasi gen yang mengatur perkembangan dan sejarah evolusi.
Makroevolusi dapat terjadi ketika mikroevolusi terjadi berulang kali selama
jangka waktu yang panjang dan mengarah ke pembentukan spesies baru. Selain
itu mikroevolusi juga dapat terjadi akibat dari perubahan lingkungan utama,
seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, atau asteroid menghantam Bumi,
yang mengubah lingkungan sehingga seleksi alam menyebabkan perubahan besar
dalam ciri-ciri suatu spesies (Stearns, 2003).
Makroevolusi adalah skala analisis evolusi yang dipisahkan dari lungkang
gen (gen pool). Dalam genetika populasi, suatu lungkang gen (atau gene pool)
adalah populasi yang menampung berbagai alel yang mungkin tersedia dalam
suatu spesies. Populasi menjadi lungkang gen apabila di dalamnya terdapat
keunikan akibat proses saling kawin di dalamnya terjadi secara tertutup
(terisolasi), terpisah dari populasi lain. Kajian makroevolusi berfokus pada
perubahan yang terjadi pada tingkatan spesies atau populasi. Hal ini berbeda
dengan mikroevolusi, yang merujuk pada perubahan evolusi yang kecil (biasanya

iii
dideskripsikan sebagai perubahan pada frekuensi gen atau kromosom) dalam
suatu spesies ataupun populasi. Makroevolusi pertama-tama menyangkut suatu
penyimpangan adaptif/pergeseran adaptif suatu spesies karena suatu spesies
turunan tersebut masuk ke dalam lingkungan dengan keadaan ekologi yang tidak
identik dengan lingkungan spesies induk. Agar suatu populasi dapat menjadi
mantap di dalam suatu lingkungan baru, maka harus ada keadaan yang
menguntungkan terjadi bersamaan.
Pertama, tidak akan ada pergeseran jika individu yang masuk dalam
lingkungan baru dapat hidup. Ini berarti bahwa perbedaan ekologi antara
lingkungan leluhur dengan lingkungan baru itu tidak boleh besar atau jika
perbedaan itu besar seperti dalam transisi dari air ke darat, hewan baru tersebut
harus sudah mengembangkan ciri-ciri yang diperlukan dalam habitat baru, seperti
paru-paru pada vertebrata dalam transisi air-darat. Hewan yang baru masuk
tersebut memerlukan sedikit pre-adaptasi.
Kedua, pergeseran tidak akan berhasil, bahkan pada spesies yang sudah
preadaptif, jika habitat yang akan dihuni spesies baru tersebut tidak mempunyai
makanan atau sumber lain yang belum dimanfaatkan sepenuhnya dalam periode
ketika banyak spesies yang hidup dalam habitat tersebut menjadi penuh (Stearns,
2003).
Jika perbedaan lingkungan itu besar, maka populasi yang tergeser harus
mempunyai pre-adaptasi dan habitat yang akan dihuni spesies baru juga harus
mempunyai sumber-sumber yang belum dimanfaatkan sebelumnya.
Makroevolusi umumnya mengacu pada evolusi di atas tingkat spesies. Jadi
makroevolusi tidak terfokus pada individu spesies, makroevolusi mengharuskan
kita melihat lebih jauh ke pohon kehidupan, untuk memahami keragaman seluruh
kumbang dan posisinya di cladogram (lihat Gambar 2.1)

iii
Gambar 2.1. Makroevolusi menggambarkan kumpulan evolusi yang lebih luas dari satu
spesies (sumber: http://evolution. berkeley.edu/evolibrary/article/0_0_0/evo

2.2 Prinsip Makroevolusi

2.2.1 Pola Makroevolusi


Semua perubahan, diversifikasi, dan kepunahan yang terjadi selama sejarah
kehidupan adalah pola makroevolusi. Namun, di luar rincian peristiwa masa lalu
suatu individu, seperti munculnya kumbang pertama kali atau seperti apa
penampakan bunga pertamakali, ahli biologi tertarik pada pola umum yang
muncul kembali melalui pohon kehidupan :

a) Statis
Banyak garis keturunan pada pohon kehidupan menunjukkan pola yang
tetap, yang berarti bahwa mereka tidak banyak berubah dalam waktu yang lama,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Pola statis makroevolusi (Sumber:


http://evolution.berkeley.edu/evolibrary/article/0_0_0/evo_49)

Faktanya, beberapa garis keturunan berubah sangat sedikit dalam waktu


yang lama, sehingga spesies yang mengalami pola demikian sering disebut fosil
hidup. Ikan Coelacanth (Latimeria menadoensis) (lihat Gambar 2.3), yang di
Indonesia disebut ikan Raja, termasuk keturunan ikan yang bercabang dari pohon
di dekat pangkal cladogram vertebrata. Sampai tahun 1938, para ilmuwan berpikir
bahwa ikan Coelacanth punah pada 80 juta tahun yang lalu. Namun pada tahun
1938, para ilmuwan menemukan ikan Coelacanth hidup di Samudera Hindia yang

iii
tampak sangat mirip dengan fosil nenek moyangnya. Oleh karena itu, garis
keturunan ikan Coelacanth memperlihatkan perubahan yang stasis pada
morfologinya sekitar 80 juta tahun lamanya.

Gambar 2.3. Ikan coelacanth yang ditemukan di perairan Sulawesi (Sumber:


http://evolution.berkeley.edu/ evolibrary/article/0_0_0/evo_49)

b) Perubahan Karakteristik
Garis keturunan dapat berubah dengan cepat atau lambat. Perubahan
karakteristik dapat terjadi dalam satu arah, seperti adanya segmen tambahan, atau
bisa mengalami kemuduran melalui tambahan segmen baru atau kehilangan
segmen yang didapat sebelumnya. Perubahan dapat terjadi pada satu garis
keturunan atau pada beberapa garis keturunan. Gambar 2.4 menunjukkan
keturunan A berubah dengan cepat tetapi arahnya tidak beraturan. Garis
keturunan B menunjukkan perubahan arah yang lebih lambat.

Gambar 2.4. Pola perubahan karakteristik makroevolusi


(Sumber:http://evolution.berkeley.edu/evolibrary/article/0_0_0/evo_4)

iii
Trilobita, hewan yang terletak pada kladogram yang sama seperti serangga
dan udang modern, hidup lebih dari 300 juta tahun yang lalu. Seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.5, catatan fosil jelas menunjukkan bahwa beberapa garis
keturunan mengalami penambahan segmen selama jutaan tahun

Gambar 2.5. Perubahan jumlah segmen pada delapan garis keturunan Trilobita (Sumber:
http://evolution.berkeley.edu/evolibrary/ article/0_0_0/evo_49)

Contoh lain dari perubahan karakteristik akibat makroevolusi adalah


munculnya vertebrata pertama akibat adanya duplikasi gen Hox tunggal pada
invertebrata sekitar 520 juta tahun yang lalu. Vertebrata saat ini memiliki banyak
kluster gen Hox sedangkan pada sebagian besar invertebrata hanya memiliki satu
gen Hox. Gen Hox ini memiliki peranan untuk mengarahkan perkembangan
bagian – bagian tubuh utama. Pada perkembangan vertebrata awal, duplikasi gen
Hox pertama diyakini oleh peneliti sebagai langkah awal dalam pembentukan
tulang belakang (Gambar 2.6). Duplikasi gen Hox yang kedua kalinya, yang
menghasilkan empat kluster gen Hox yang ditemukan disebagian vertebrata saat
ini terjadi sekitar 425 juta tahun silam dan diperkirakan sebagai gen yang
mengarahkan pembentukan rahang pada vertebrata. Kompleks Hox pada
vertebrata mengandung banyak gen yang sama, yang terdapat hampir pada urutan
yang sama dalam kromosom, dan mereka mengarahkan perkembangan berurutan
pada daerah tubuh yang sama pada hewan seperti yang dilakukan kompleks gen
pada invertebrata, sehingga kompleks Hox vertebrata nampak homolog dengan
kumpulan gen tunggal yang ada pada invertebrata (Campbell, dkk. 2003)

iii
Gambar 2.6. Mutasi pada kompleks Hox invertebrata dan cikal
bakal berkembangnya vertebrata pertama (Campbell, dkk. 2003)

c) Terpisahnya Garis Keturunan (Spesiasi)


Pola Terpisahnya garis keturunan dapat diidentifikasi dengan membuat dan
memeriksa pohon filogeni. Pohon filogeni mungkin mengungkapkan garis
keturunan tertentu yang telah mengalami pemisahan, menghasilkan kumpulan
cabang yang lebat pada pohon filogeni (lihat Gambar 2.6, kladogram A). Hal
tersebut mungkin mengungkapkan bahwa garis keturunan memiliki tingkat laju
pemisahan garis keturunan yang tak biasa, dapat dilihat pada cabang panjang
dengan sedikit ranting (lihat Gambar 2.6, kladogram B). Atau mungkin
mengungkapkan bahwa beberapa garis keturunan mengalami ledakan pemisahan
keturunan pada waktu yang sama (lihat Gambar 2.6, kladogram C)

iii
Gambar 2.7. Pola terpisahnya garis keturunan (spesiasi) makroevolusi. (Sumber:
http://evolution.berkeley.edu/evolibrary/ article/0_0_0/evo_49).

Gambar 2.8. Hubungan filogenetik Cetacea berdasarkan bukti paleontologis dan molekuler
yang menunjukkan akuisisi berurutan dari spesialisasi air yang diturunkan di dalam
kelompok. (Sumber : McGowen et al., 2014)

iii
d) Kepunahan
Punahnya suatu spesies sangat penting dalam sejarah kehidupan. Peristiwa
ini bisa menjadi peristiwa yang jarang terjadi bahkan sering dalam garis
keturunan, atau dapat terjadi secara bersamaan di banyak garis keturunan
(kepunahan massal). Setiap garis keturunan memiliki beberapa kemungkinan
untuk punah, dan pada akhirnya, lebih dari 99% spesies yang pernah hidup di
bumi akan mengalami kepunahan. Gambar 2.7 menunjukkan kepunahan masal
secara singkat memperpendek waktu hidup banyak spesies, dan hanya tiga spesies
yang berhasil bertahan hidup.

Gambar 2.9. Pola kepunahan pada makroevolusi (Sumber:


http://evolution.berkeley.edu/evolibrary/article/0_0/evo_49)

Kepunahan masal telah terjadi 5 kali dalam 500 juta tahun terakhir. Dalam
setiap kepunahan masal tersebut, 50% dari spesies yang hidup punah. Kepunahan
masal era Permian yang terjadi sekitar 250 juta tahun yang lalu dan menjadi batas
era Paleozoik dan Mesozoik, sebanyak 96% spesies hewan laut punah dan
memusnahkan hampir seluruh kehidupan terastrial. Akhir zaman Cretaceous,
sekitar 65 juta tahun yang lalu, terjadi kepunahan masal kembali. Lebih dari 50%
hewan laut punah dan hilangnya garis keturunan hewan dan tumbuhan terastrial.
Sebelumnya, dinosaurus telah mendominasi daratan dan pterosaurus mendominasi
angkasa selama 150 juta tahun. Setelah kepunahan era Cretaceous, hampir semua
dinosaurus punah, hanya menyisakan satu keturunan, yaitu burung (Campbell,
dkk. 2012)

iii
2.2.2 Sifat Makroevolusi
Perubahan evolusi jangka panjang dapat berlangsung dengan berbagai cara.
Suatu spesies yang hidup dalam lingkungan yang sedang berubah dapat
mengalami seleksi yang secara perlahan-lahan menggeser nilai rata-rata dan
kisaran variasi spesies tersebut kearah gradien lingkungan. Hal ini disebut spesiasi
filetik. Populasi pada awal dan akhir urutan ini cukup berbeda sehingga ahli
biologi membenarkan mengangapnya sebagai spesies yang berlainan, meskipun
menarik garis pemisah antara spesies tersebut merupakan masalah, kerana
generasi tersebut tumpang tindih dalam morfologi dan mungkin juga dalam
reproduksi jadi spesies filetik tidak sama dengan spesies di atas, dimana
divergensi terjadi agak cepat pada populasi kecil yang semiterisolasi oleh
perkembangan isolasi reproduksi
Analisis dari kelompok yang tercatat dengan baik dalam laporan fosil
menggambarkan bahwa spesies baru timbul agak lebih cepat (secara geologi)
daripada jika dengan cara spesiasi normal. Sekali terbentuk spesies baru, maka
spesies tersebut tetap tidak berubah selama jutaan tahun dan kemudian seringkali
menjadi punah. Sebelum punah, spesies turunan bercabang-cabang ke arah yang
berbeda-beda. Pola spesies yang timbul dan tengggelam tiba-tiba ini disebut
ekuilibria yang tepat. Arah kemana percabangan ini diutamakan atau dimana
terjadi kepunahan ditentukan oleh keberhasilan adaptasi pada lingkungan atau
oleh faktor yang mempengaruhi laju spesiasi, yang tidak semunya adaptif; tekanan
mutasi; pola distribusi; cara reproduksi yang mempengaruhi mudahnya suatu
spesies terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil yang semiterisolasi dan
kesuburan (Panjaitan, 2008).

Gambar 3.0. Menunjukkan bahwa peristiwa evolusi tidak selalu berorientasi pada
hasil

iii
Makroevolusi proses yang terjadi selama beberapa ribu tahun dan
menjelaskan bagaimana manusia berevolusi dari primata dan reptil kemudian
berubah menjadi burung. Mikroevolusi menyebabkan perubahan kecil dalam
spesies yang sama sedangkan makroevolusi mengarah pada penciptaan spesies
baru dari spesies induk. Perubahan kutilang dipisahkan dari kutilang lain, diamati
oleh Darwin di Kepulauan Galapagos yang terkenal dengan benar sebagai
gambaran mikroevolusi oleh Darwin. Dia mengatakan bahwa burungburung telah
berevolusi dalam waktu tertentu, arti sempit istilah tersebut. Mempelajari urutan-
urutan fosil dalam strata dari berbagai lokasi dapat membawa kita melacak
makroevolusi, kejadian utama dalam sejarah evolusi kehidupan di bumi (Fried,
2006).
Bukti lain terjadinya makroevolusi adalah studi embriologi perbandingan,
morfologi divergensi, biokimia comparative, skema klasifikasi, identifikasi
spesies, rekontruksi sejarah evolusi, skema lima kingdom. Perubahan yang
menyebabkan perbedaan yang lebih besar dan nyata diantara golongan taksonomi
diatas spesies. Hal ini timbul dari serangkaian panjang kejadian spesies yang
masing-masing membawa spesies keturunan makin jauh dari bentuk leluhur asli.
Makroevolusi pertama-tama menyangkut :
1. Suatu penyimpangan adaptif/pergeseran adaptif suatu spesies karena suatu
spesies turunan tersebut masuk ke dalam lingkungan dengan keadaan ekologi
yang tidak identik dengan lingkungan spesies induk. Agar suatu populasi dapat
menjadi mantap di dalam suatu lingkungan baru, maka harus ada keadaan yang
menguntungkan terjadi bersamaan.
2. Jika perbedaan lingkungan itu besar, maka populasi yang tergeser harus
mempunyai peradaptasi dan habitat yang akan dihuni spesies baru juga harus
mempunyai sumbersumber yang belum dimanfaatkan sebelumnya

2.3. Bukti-Bukti Makroevolusi


Sebagian besar bukti perubahan evolusi berskala besar (disebut evolusi
makro) bersumber dari peninggalan berupa fosil. Hanya pada fosil kita dapat
mengamati evolusi untuk jangka waktu cukup lama agar bisa mengetahui pola
skala besar. Dengan fosil dapat menunjukkan jatuh bangunnya kelompok pada

iii
semua peringkat taksonomi, Species, Genus datang dan pergi, demikian pula
halnya Familia, Ordo dan Classis yang mengandung spesies itu. Semakin besar
kelompok semakin inklusif kelompok tersebut, tetapi pola bagi semua kelompok
sama saja. Kemudian ada kepunahan masal, dimana beberapa kelompok besar
punah pada waktu yang kurang lebih sama. Kita juga dapat melihat
kecenderungan evolusi, menurut garis silsilah, dimana anggota-anggota garis
silsilah tersebut berevolusi secara berkesinambungan pada arah yang sama,
melalui banyak spesies dan selama waktu yang panjang. Seperti itulah gejala
evolusi makro.
Paleontologi, biologi perkembangan evolusioner, genomika perbandingan,
dan filostratigrafi genomik berkontribusi terhadap kebanyakan bukti-bukti akan
pola-pola dan proses-proses alam yang dapat diklasifikasikan sebagai
makroevolusi. Sebagai contoh makroevolusi adalah kemunculan bulu selama
evolusi burung dari dinosaurus teropoda. Kehidupan di bumi berevolusi dengan
cara bereaksi terhadap perubahan kondisi geologis. Seperti yang dikatakan oleh
seorang ahli paleontologi terkenal, Alfred Roman, alam telah menghasilkan
sejumlah model eksperimental yang dapat menyesuaikan diri dengan bumi yang
selalu berubah. Pada kenyataannya ahli ilmu buni membagi waktu geologis
dengan jalan mengkhususkan interval waktu tertentu terhadap bentuk kehidupan
yang dominan.
Tidak seperti planet-planet lain pada sistem matahari, bumi terus aktif
secara geologis. Sesudah pengendapan dari pengumpulan debu kosmis 4,6 milyar
tahun yang lalu, bahan-bahan dari planet mulai mengatur dirinya menjadi unit-
unit yang terus berinteraksi satu sama lain secara dinamis. Pengumpulan partikel
tekanan menyebabkan bumi memanas sebagai akibat dari friksi (benturan) dan
aktivitas radioaktif. Perkiraan temperatur pada tahap permulaan bumi
menunjukkan sekitar 1.000oC. Panas dalam bumi tetap menjadi sumber energi
untuk proses diferensiasi proto bumi yang homogen, untuk dijadikan komponen
yang tetap. Tahap mula dari diferensial adalah mencairnya besi dan pengerasan
sesudahnya dari elemen ini menjadi core/inti yang berdiameter lebih dari 10.000
kilometer.

iii
Ketika pemanasan terus berlangsung, elemen yang lebih ringan naik dan
elemen yang lebih berat tenggelam ke inti bumi. Sementara itu yang mengelilingi
inti bumi, namun berada tepat di bawah lapisan terluar adalah “matel” (selimut).
Lapisan terluar di atas matel terdiri dari atmosfer, litosfer dan crust/debu-debu
halus. Karena perbedaan temperatur diantara lapisan-lapisan, termo “arus
convention” membentuk apa saja yang seperti yang dilakukan dalam atosfer.
Pergeseran dari arus-arus batu ini merupakan kunci untuk mengerti mengapa
lapisan terluar bumi selalu mengatur kembali dirinya melalui pergeseran benua,
vulkanisme dan daerah-daerah/zona-zona subduction. Fenomena ini merupakan
salah satu bagian dari plate tecnonics. Piringan tektonik merupakan hal penting
untuk mengetahui biostratigrafi bumi. Jika ingin menelusuri sejarah kehidupan
bumi, maka harus kerap kembali pada pembicaraan mengenai piringan tektonis
(Fried,2006) .

iii
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Makroevolusi merupakan serangkaian mikroevolusi yang terjadi secara
berulang – ulang dalam periode waktu yang panjang sehingga mengarah
kepada pembentukan spesies yang baru hingga membentuk suatu populasi.
Makroevolusi terjadi ketika suatu spesies beradaptasi terhadap lingkungan
yang tidak identik dengan lingkungan induknya. Makroevolusi tidak hanya
fokus pada satu spesies, melainkan terfokus pada kumpulan dari evolusi –
evolusi yang menyebabkan munculnya spesies tersebut. Perubahan –
perubahan yang menyebabkan terjadinya evolusi seperti kepunahan,
terpisahnya garis keturunan atau garis keturunan yang statis serta perubahan
karakteristik disebut pola makroevolusi. Bukti dari terjadinya makroevolusi
adalah fossil. Hanya dari fossil, peneliti dapat mengetahui arah
perkembangannya sehingga menghasilkan spesies yang dikenal sekarang.
2. Contoh makroevolusi adalah ditemukannya Coelacanth yang dianggap
punah 80 juta tahun yang lalu sebagai hasil dari evolusi yang statis. Fosil
dari nenek moyang Coelacanth sangat mirip dengan Coelacanth yang hidup
saat ini membuktikan bahwa telah terjadi evolusi yang statis. Contoh
lainnya adalah makroevolusi nenekmoyang burung yang berhasil bertahan
dari kepunahan masal dan beradaptasi terhadap lingkungan barunya dengan
tumbuhnya bulu. Contoh terakhir adalah ditemukannya banyak gen Hox
pada vertebrata pada lokasi kromosom yang hampir sama diseluruh
vertebrata. Hal tersebut memunculkan hipotesis dikalangan peneliti bahwa
makroevolusi invertebrata menghasilkan vertebrata pertama

3.2. Saran
Dalam mempelajari kebenaran evolusi, hendaknya sadar bahwa kajian
ilmiah adalah berdasarkan bukti empiris (misalnya fosil), bukan berdasarkan
dogma atau isu – isu lainnya tanpa bukti yang kuat. Sebagai peneliti muda,

iii
hendaknya menghindari sikap mempercayai sesuatu tanpa adanya bukti ataupun
teori – teori yang samasekali tidak mendukung.

iii
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., J. B. Reece & L.G. Mitchell. 1999. Biology, Fifth Edition. New
York: Addison Wesley Longman, Inc.
Campbell, N. A., Reece, J. B. & Mitchell, L. G. 2003. Biologi : Edisi Kelima Jilid
Dua. Erlangga : Jakarta.
Campbell, N. A., Reece, J. B., Taylor, M. R., & Dickey, J. L. 2012. Biology,
Concepts & Connections. Pearson : USA
https://id.scribd.com/search?content_type=documents&page=1&query=makalah
%20makroevolusi&language=84
https://www.academia.edu/9939795/makro_evolusi

iii

Anda mungkin juga menyukai