Anda di halaman 1dari 25

Studi Perilaku Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

di Taman Wisata Goa Kreo Semarang

DISUSUN OLEH

“KELOMPOK 5”

1. ALIF PUSPITANINGRUM
2. SITI MUTMAINAH
3. DEVI ATIKA SORAYA
4. ADELIA
5. ALIF RAHMAWATI

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA, ILMU PENGETAHUAN ALAM, DAN
TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
TAHUN 2019

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Permasalahan :.................................................................................................................. 2
1.3 Tujuan : ............................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat : .......................................................................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka ........................................................................................................... 3
2.1 Goa Kreo .......................................................................................................................... 3
2.2 Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis ..................................................................... 3
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................................ 7
3.1 Tempat dan Waktu ........................................................................................................... 7
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................................ 7
3.3 Metode Kerja .................................................................................................................... 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 10
4.1 Hasil Penelitian .............................................................................................................. 10
4.2 Pembahasan .................................................................................................................... 10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 19
5.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 19
5.2 Saran ............................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 22

i
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Memiliki potensi alam,


keanekaragaman flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni
dan budaya yang semuanya itu merupakan sumber daya dan modal yang besar bagi
industri kepariwisataan. Dimana pariwisata mempunyai peranan penting dalam
membangun perekonomian Indonesia. Salah satu kontribusi penting yang diharapkan
dari pembangunan pariwisata adalah peningkatan devisa dan perluasan kesempatan kerja.
Kegiatan pariwisata merupakan sektor non-migas yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang besar terhadap perekonomian Negara (Yoeti dalam Priyanto: Tanpa
tahun).
Salah satu objek wisata di Jawa Tengah yaitu Objek Wisata Goa Kreo, yang
terletak di Dukuh Talun Kacang, Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati. Potensi
keindahan alam Goa Kreo tidak dapat diragukan lagi keberadaannya, Goa Kreo berada di
tengah waduk Jatibarang, sebuah bendungan yang membendung sungai kreo, yang selain
untuk mengatasi banjir juga menjadi destinasi wisata baru di area wisata Goa Kreo itu
sendiri bagian paling menarik dari objek wisata ini adalah paduan dari waduk dan kera-
kera ekor panjang (Macca fascicularis) yang menghuni pepohonan dan goa-goa kecil
dibukit sekitar perairan waduk. Sayangnya keindahan pemandangan yang alami saja
tidak cukup untuk menarik perhatian calon wisatawan.
Menurut data yang di peroleh dari data kunjungan wisatawan di sana, dari
triwulan I ke triwulan II mengalami kenaikan kunjungan wisata sebesar 276%.
Kemudian dalam triwulan ketiga walaupun mengalami kenaikan pengunjung, akan tetapi
secara persentasi mengalami penurunan sebesar 195%, menjadi 79% dari triwulan
sebelumnya. Terlebih dilihat pada triwulan ke empat, yaitu dipenghujung tahun 2014,
sangat turun drastis menjadi -60%. Dan naik kembali pada triwulan pertama di tahun
2015 menjadi 77%. Dapat disimpulkan bahwa kunjungan wisata di Goa Kreo mengalami
fluktuatif dari triwulan I 2014 sampai triwulan I 2015 (Priyanto dkk. :Tanpa tahun).
Selain dari segi produk wisata Goa Kreo, Destination dari Goa Kreo yang
dirasakan oleh beberapa pengunjung pun dirasa berbeda setelah berkunjung di Goa Kreo.
Hal ini dikarenakan tingkah laku kera (Macaca fascicularis) yang cenderung agresif
terhadap pengunjung disana. Menurut Wheatley dalam J. Kemp and John (2003) kera
ekor panjang (Macca fascicularis) merupakan salah satu spesies primata yang secara
geografis telah tersebar luas. Daerah asli M. fascicularis adalah di Asia Tenggara
(Myanmar bagian selatan, Thailand bagian selatan dan timur), Kamboja, Laos dan
Vietnam bagian selatan, Malaysia. Filipina, dan Indonesia bagian barat. Pulau Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Bali, kepualauan NTT merupakan daerah asli di Indonesia.
Van Schaik et al. (1996) dalam J. Kemp and John (2003) berpendapat bahwa, M.
fascicularis dapat bertahan hidup di berbagai jenis habitat tropis dan oleh karena itu
disebut sebagai “ecologically diverse”. Mereka dikenal menghuni hutan-hutan bakau dan
nipa, hutan pantai, hutan pinggiran sungai, baik di hutan primer maupun hutan sekunder.
Macaca fascicularis hidup di habitat-habitat hutan disepanjang sungai (dan menunjukan

1
suatu kecenderungan untuk tidur diatas pohon sepanjang sungai - suatu pola tingkahlaku
sebagai “berlindung dipinggir sungai” (riverine refuging), hutan sekunder, pinggir hutan,
kadang-kadang di perkotaan (J. Kemp and John, 2003).
Maka berdasarkan uraian diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk
mengetahui pola tingkah laku yang dilakukan oleh Macaca fascicularis selama
pengamatan di Wisata Goa Kreo Semarang.

1.2 Permasalahan :

Bagaimana pola tingkah laku yang dilakukan Macaca fascicularis selama pengamatan
yang telah diamati?

1.3 Tujuan :

Untuk mengetahui pola tingkah laku yang dilakukan oleh Macaca fascicularis selama
pengamatan.

1.4 Manfaat :

 Memberikan pengetahuan baru mengenai pola tingkah laku Macaca fascicularis


yang ada di Wisata Goa Kreo Semarang.
 Peneliti dapat mengetahui bagaimana pola tingkah laku yang dilakukan Macaca
fascicularis selama pengamatan.
 Peneliti memperoleh pengalaman yang menjadikan peneliti lebih siap dalam
melakukan pengamatan di lapangan.

2
BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Goa Kreo

Goa kreo dari legenda merupakan petilasan Sunan Kalijaga pada saat mencari
kayu jati yang akan di gunakan untuk membangun masjid Demak kala itu. Pada saat itu
menurut legenda Sunan Kalijaga bertemu dengan sekumpulan kerayang kemudian
diminta untuk menjaga kayu jati tersebut. Kata “kreo” tersebut berasal dari kata
“Mangreho” yang memilik arti periharalah atau jagalah. Dari kata tersebut yang
menjadikan goa ini disebut dengan Goa Kreo dan sejak saat itu kawasan tersebut dihuni
oleh sekumpulan kera yang dianggap sebagai penuggu (Nurmelani: 2008).

Pada kawasan Goa Kreo itu juga terdapat Waduk jatibarang. Waduk jati barang
merupakan sebuah waduk buatan yang sengaja di bangun untuk mengatasi terulangnnya
musibah banjir yang menimpa Kota Semarang pada tahun 1990. Pembangunan waduk
tersebut di selaraskan dengan normalisasi sungai Kaligarang dan pembangunan Banjir
Kanal Barat yang berada di kota semarang. Selain itu pembangunan waduk tersebut juga
bertujuan untuk pasokan air baku untuk irigasi dan air bersih pembangkit tenaga listrik
(PLTA) dan pengembangan potensi wisata (Oktafianan dkk, Tanpa tahun)

2.2 Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis

a. Persebaran Monyet Ekor panjang (Macaca fascicularis)


Berdasarkan kategori Red List yang dikeluarkan oleh IUCN (International Union
for the Conservation of Nature) monyet ekor panjang termasuk ke dalam kategori
risiko rendah (least concern). Kategori ini diberikan mengacu kepada informasi
distribusi yang luas, diperkirakan populasinya besar, toleran terhadap berbagai
habitat, dan terdapat di area yang dilindungi serta populasinya tidak menurun
sehingga termasuk ke dalam kategori terancam (threatened). Meskipun spesies ini
merupakan objek perburuan untuk dimanfaatkan dagingnya, hal tersebut bukan
menjadi ancaman utama untuk spesies ini (IUCN 2014).
Menurut Sajuthi (2016), habitat M. fascicularis yaitu daerah tropis di Asia
Tenggara. Distribusi geografik spesies ini dari bagian Utara Bangladesh dan Selatan
Burma ke arah Selatan Semenanjung Indocina, Kra isthmus, Semenanjung Malaysia,
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Kepulauan Sunda kecil sampai Timor, Kepulauan
Filipina, dan pulau kecil lain seperti Kepulauan Nikobar di India.
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mempunyai distribusi luas meliputi
daratan utama dan pulau-pulau di Asia Tenggara di posisi 210 lintang utara sampai
dengan 100 lintang selatan dan dari 920 sampai dengan 1260 bujur timur. Di dalam
bahasa Inggris nama lokal spesies ini yaitu crab-eating, cynomolgous, kra, dan
longtail macaque (Fooden 1995). Ditinjau dari zoogeografi maka distribusi monyet
ekor panjang dibagi menjadi tiga area yaitu:
1) Area utama yang meliputi Asia Tenggara, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
Pulau besar ini terhubung satu sama lain sekitar 18000 tahun yang lalu.

3
2) Pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh laut dengan kedalaman 120 m; terisolasi
dari area utama kurang dari 18000 tahun yang lalu.
3) Pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh laut dengan kedalaman lebih dari 120 m;
terisolasi dari area utama sejak awal interglasial sekitar 120000 tahun yang lalu
dan tidak pernah bersatu dengan area utama.
Di Indonesia, spesies ini tersebar dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali,
Nusa Tenggara Barat dan pulau-pulau kecil di sekitarnya (Suyanto et al. dalam
Gusnia: 2010). Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), penyebaran monyet ekor
panjang meliputi daratan Sumatera, Nias, Kep. Lingga, Kep. Riau, P. Simalur, Kep.
Natuna, Kep. Anabas, Kep. Tambelan, Bangka, Belitung, Kep. Karimata, daratan
Kalimantan dan pulau sekitarnya, Jawa, Matasari, Bawean, Bali, Lombok, P. Maratua,
Sumba, Sumbawa dan Flores.
Berikut merupakan peta persebaran Monyet Ekor panjang (Macaca fascicularis).

Gambar 1. Distribusi geografik monyet ekor panjang (Macaca fascicularis);


(sumber http://en.wikipedia.org/wiki/Crab-eating_macaque)

b. Taksonomi Monyet Ekor panjang (Macaca fascicularis).


Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan jenis primata yang
penyebarannya sangat luas sehingga menggambarkan tingkat adaptasi yang tinggi
pada berbagai habitat. Monyet ekor panjang ini termasuk jenis sosial karena dalam
kehidupannya tidak terlepas dari interaksi sosial.interaksis sosial itu menimbulkan
munculnya berbagai aktivitas yang berbeda antar individu dalam populasi. menurut
Lee dalam Ziyus (2018).

Taksonomi dari monyet ekor panjang menurut Niper dan Napir (1967) adalah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata

4
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Cercopithecidae
Genus : Macaca
Spesies : Macaca fascicularis
c. Morfologi dan Fisiologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Macaca fascicularis merupakan hewan yang memiliki panjang tubuh 40-50
memiliki berat 3-7 kg dan panjang ekor 1-1.5 kali panjang tubuh. Monyet memiliki
empat kaki (quadripedal) dan tubuhnya ditutupi oleh rambut-rambut. Umur monyet
ekor panjang juga mempengaruhi perbedaan warna rambut selain umur musim dan
lokasi tempat tinggalnya. Pada bagian kepala terdapat rambut berwarna wajah
terdapat rambut berwarna abu kecoklatan terkadang rambut-rambut tersebut
membentuk jambul. Monyet ini memiliki kantong pipi (cheek pouch) yang memiki
fungsi sebagai penyimpan makanan sementara. Terdapat rambut di pipinya biasanya
abu ke putih-putihan, pada bagian mata bawah biasanya tidak terdapat bulu hanya
terdapat kulit (Bunlungsup et al dalam Yanti dkk.: 2016).
Periode bayi berlangsung pada umur 6- 12 bulan untuk masa sapih dimulai dari
umur 12 bulan sampai dengan 24 bulan, untuk masa puber berlangsung pada umur 42-
54 bulan. Bagi monyet betina dewasa kelaminnya pada umur 51.6 bulan, sedangkan
pada mep jantan umur 50.4 bulan. Sedangkan panjang masa estrus 28 hari dengan
lama kebuntingan antara 160–170 hari. Jarak masa bunting kemasa bunting
berikutnya 112 sampai dengan 24 bulan. Rowel melalui sajuthi dkk., 2016. Tingkah
laku mep pada umumnya adalah aktivitas di siang hari (diurnal) dengan sebagian
besar aktivitasnya dilakukan di atas tanah (terrestrial) dan sebagian lagi pada pohon
(arboreal) (Sajuthi dkk., 2016).
Monyet merupakan hewan yang memiliki makanan utama berupa buah atau di
sebut dengan frugivor sampai dengan omnivor. Selain buah-buahan monyet tersebut
juga mengkonsusmi bij-bijan, serangga, akar,bunga rumput, jamur, kepiting, moluska,
telur. Ketersediaan pakan yang terdapat di alama umumnya terdiri atas bagian daun
sebesar 49.93%, buah-bahan 38.54% , bunga 6,60% dan lain-lain. (Sajuthi dkk.,
2016).
d. Prilaku Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Menurut Lee dalam Saputra dkk., (2015) terdapat beberapa aktifitas yang terjadi
pada monyet ekor panjang tersebut yaitu social affiiliation, social agonism dan non
social activetes. Contoh dari social affiliation adalah grooming dan bermain termasuk
bergerak, makan dan inaktif. Aktfitas-aktifitas yang terjadi dapat menunjukan
penggunaan habitat dan persebaran niche oleh masing-masing individu dalam
populasi. Menurut Karimah et al dalam Yanti dkk. (2016) groming terdiri dari
allogrooming yang di lakukan terhadap individu lain dengan tahap menyentuh,
memeriksa, dan membersihkan bagian tubuhnya berupa :
 Membersihkan rambut dari kotoran, kutu, atau parasit di tubuh individu lain.
 Memperkuat ikatan antara individu, khususnya pelaku grooming.
 Menurunkan ketegangan, kegelisahan dan stres.

5
 Berperan dalam rekonsiliasi setelah terjadinya perkelahian antar individu.

Perilaku bermain terjadi pada masa juvenil dan anak-anak namun Thor dan
Hallowe (1984) menyimpulkan bahwa, puncak bermain pada masa juvenil. Cara
bermain jantan juvenil cenderung lebih keras dibandingkan dengan betina juvenil.
Kadang terlihat sesekali melihat mnyet dewasa jantan bermain dengan anak-anak atau
juvenil itu dilakukan untuk proses pembelajaran bagi anak atau juvenil (Sajuthi dkk.,
2016).
Selain itu terdapat perilaku makan, Gusnia (2010), menyebutkan aktivitas makan
dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu mengambil makanan, memasukkan ke mulut
dan mengunyah. Disamping makan monyet juga membutuhkan minum seperti halnya
manusia dan hewan lainnya. Disaat monyet merasa terancam, mereka akan melakukan
aktivitas agonistik. Hadinoto (1993) memaparkan perilaku agonistik meliputi
perkelahian, pengejaran dan pertengkaran. Perilaku ini terjadi baik antara individu
jantan dengan betina, sesama jantan, sesama betina, individu jantan dengan kelompok
betina dan individu betina dengan kelompok betina.
Perilaku yang lain adalah berpindah, dan monyet merupakan hewan yang
cenderung bergerak sangat aktif. Aktifitasnya berupa perpindahan dari satu tempat ke
tempat lain dengan cara berjalan, berlari atau meloncat dengan menggunakan tangan
dan kakinya. Monyet jarang terlihat berpindah sambil berdiri dengan hanya
menggunakan dua kaki, karena susunan kaki belakangnya tidak mendukung untuk
dapat menopang tubuh dan berjalan atau bergerak (Hadinoto: 1993).
Perilaku selanjutnya adalah perilaku reproduksi antara monyet jantan dan betina
yang sudah dewasa. Aktivitas seksual lebih banyak dilakukan pada pagi hari. Individu
jantan dominan lebih aktif melakukan aktivitas seksual dibandingkan dengan individu
jantan peringkat di bawahnya. Individu jantan dominan lebih aktif mendekati individu
betina yang sedang birahi untuk dikawini dan sering juga terlihat individu betina yang
birahi mendekati individu- individu jantan. Individu jantan dominan sering terlihat
mengancam/menyerang individu jantan subordinat ketika mengawini individu betina
(Yansyah: 1993).

6
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

1. Tempat Penelitian

Penellitian dilaksanakan di Lokasi Goa Kreo tepatnya berada di Kecamatan


Gunungpati di Jl. Raya Goa Kreo, Kelurahan Kandri. Sedangkan dari pusat Kota
Semarang dengan jarak kurang lebih 13 km. Letak koordinat tempat ini adalah 7002’S
dan 110021’E. Peta Denah Lokasi Wisata Gua Kreo Semarang :

2. Waktu Penelitian

Dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2019 sekitar pukul 07.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan

Alat : Bahan :

 Aplikasi Accurate Altimeter  Buah pisang


 Lux Meter  Kelapa
 Higrometer  Jagung
 Anemometer  Ketela
 Kamera Hp  Air Mineral
 Alat tulis  Tebu
 Buah Rambutan

3.3 Metode Kerja

 Pengamatan Terstruktur (data primer)


1. Ingesti Behavior

7
Pengambilan data dengan mengamati tingkah laku pada monyet yang
sedang memakan kelapa, tebu, ketela, pisang, rambutan, jagung, minum air.
Pengamatannya berupa cara memakan, mengupas, dan membuka tutup botol
minuman.
2. Epimeletik dan Et- Epimeletik
Epimeletik yaitu pengambilan data dengan mengamati tingkah laku monyet
yang menggambarkan sikap perhatian monyet pada organisme lain seperti
menggendong anaknya, mencari kutu dengan temannya, melindungi anaknya dan
menyusui anaknya. Serta perilaku Et- Epimeletik yaitu pengambilan data dengan
mengamati sikap monyet dalam meminta perhatian organisme lain.
3. Playing (Aktivitas Bermain)
Pengambilan data dengan mengamati tingkah laku monyet yang sedang
melakukan aktivitas bemain seperti bergelantungan, lari-lari dan berkelahi sesama
anakan monyet.
4. Eliminatif (Mengeluarkan zat sisa)
Pengambilan data dengan mengamati tingkah laku monyet mengeluarkan
sisa dalam bentuk feses dan air kencing.
5. Agonistik (Perkelahian)
Pengambilan data dengan mengamati tingkah laku monyet yang
berhubungan dengan agresivitas, kepatuhan dan pertahanan.
6. Istirahat (Immobile)
Pengambilan data dengan mengamati tingkah laku monyet yang sedang
beraktivitas diam yaitu seperti duduk santai dan berdiri.
7. Perilaku Seksual
Pengambilan data perilaku kawin antara monyet jantan dan betina berupa
pendekatan, ejakulasi, sampai selesai.

 Pengambilan data sekunder


1. Intensitas cahaya menggunakan lux meter
2. Kecepatan Angin menggunkan anemometer
3. Temperatur menggunakan hygrometer
4. Kelembapan menggunakan hygrometer
5. Ketinggian menggunakan Aplikasi Accurate Altimeter.
6. Koordinat menggunakan Aplikasi Accurate Altimeter

8
 Tabulasi data
Tempat/ stasiun Intensitas Kecepata Suhu Kelemb Ketinggiaa Koordinat
cahaya n angin apan n
Parkiran atas 7800 Lux 0,76 m/ s 260 C 92 % 186 m dpl 7002’19”S
(makan dan dan
minum kelapa) 110021’03”E
Parkiran bawah 2670 Lux 260 C 92 % 170 mdpl 7002’19”s
(minum air) dan
110021’00”E
Parkiran bawah 4890 Lux 1,1 m/s 29 ⁰C 78 % 167 mdpl 7002’20”s
(makan tebu) dan
110021’00”E
Parkiran bawah 4890 1,1 29 ⁰C 78 % 167 mdpl 7002’20”s
(makan ketela) (Lux) m/detik dan
110021’00”E
Parkiran bawah 2820 Lux 2,54 29 ⁰C 77 % 166 mdpl 7002’19”s
(makan pisang) m/detik dan
110021’00”E
Parkiran bawah 2820 2,54 29 ⁰C 77 % 166 mdpl 7002’19”s
(makan rambutan) (Lux) m/detik dan
110021’00”E
Parkiran bawah 2220 1,73 29 ⁰C 82 % - -
(makan jagung) (Lux) m/detik

Makan nasi, ubi 4890 1,1 28 ⁰C 83 % 167 mdpl 7002’20”s


rebus, roti tawar, (Lux) m/detik dan
jambu, pisang 110021’00”E
(dari penjaga)
Aktivitas seks 577 Lux 29 ⁰C 80 % 164 mdpl 7002’19”s
dan
110020’59”E

9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

NO Jenis Perilaku Kegiatan Monyet


1. Ingesti Behaviour Memakan Buah Kelapa
Minum Air
Makan Tebu

Makan Ketela

Makan Pisang
Makan Rambutan
Makan Jagung
Makan nasi, ubi rebus, roti tawar, jambu, pisang
(dari penjaga)
2 Epimeletik (Perhatian pada Menggendong anaknya
organisme lain)
Mencari kutu dengan temannya
Melindungi anaknya.
Menyusui anaknya.
3 Et- epimeletik (meminta Meminta makan dengan cara mengiba
perhatian)
4 Playing Bergelantungan
Berlari-lari dan Berkelahi sesama anakan monyet.
5 Aktivitas Seks Proses kawin antara monyet jantan dan monyet
betina
6 Eliminatif (mengeluarkan zat Mengeluarkan feses (hanya ditemukan fesesnya)
sisa)
7 Agonistik (perkelahian) Perkelahian antar anakan monyet
8 Aktivitas santai dan Bersantai di bawah pohon
beristirahat
Bersantai di atas pagar dengan anaknya
Istirahat di atas pohon

4.2 Pembahasan

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), salah satu mamalian yang aktif pada
siang hari (diurnal), dan melakukan sebagian besar aktivitasnya di atas pohon (arboreal).
Bahkan hampir semua aktivitasnya dilakukan di atas pohon termasuk saat memperoleh
makanan. Hewan ini berbeda dengan manusia yang bisa menggunakan keempat anggota
geraknya (quadrupedal) untuk menunjang segala aktivitasnya, serta dibantu ekornya
yang panjang sebagai alat penyeimbang pada saat berpindah dari satu cabang ke cabang

10
pohon lain. Kemampuan bergerak secara bebas inilah sebagai bentuk adaptasi yang
penting terhadap lingkungannya yang terlihat melalui tingkah laku satwa pada saat
mencari makan, menghindari predator, menentukan pohon tidur, dan menemukan
pasangan (Iskandar dan Kyes: 2016).
Walters dan Seyfarth (1987), menyatakan bahwa golongan primata ini umumnya
hidup berkelompok. Dengan begitu maupun dengan satwa di luar kelompoknya. Hidup
berkelompok memberikan banyak manfaat bagi satwa, antara lain meningkatkan peluang
terhindar dari predator, bekerja sama dalam mempertahankan sumber pakan dan dalam
membesarkan anak-anaknya. Oleh karena itu di Goa Kreo dijumpai bahwa hidup monyet
ekor panjang ini secara berkelompok, bahkan disana dijumpai ada beberapa kelompok
berdasarkan wilayah tempat tinggalnya.
Dari hasil pengamatan perilaku monyet ekor panjang di Goa Kreo dtemukan
beberapa 8 perilaku secara umum yaitu aktivitas makan dan minum, epimeletik, et-
epimeletik, playing, aktivitas seks, eliminatif, agonistik, dan bersantai atau istirahat.
Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing aktivitas:
a. Ingesti behaviour (makan dan minum)
Dalam pengamatan aktivitas makan dan minum yang kami amati secara detail
terdapat 8 kegiatan yaitu makan dan minum buah kelapa, minum air, makan tebu,
makan pisang, makan rambutan, makan ketela, makan jagung, dan makanan-
makanan lain yang dibawa oleh penjaga. Ternyata pola perilaku makan dan minum
monyet pada setiap makanannya menunjukkan cara yang berbeda dan perilaku yang
berbeda pula antar monyetnya.
Aktivitas pertama yang dijumpai adalah kegiatan makan dan minum buah
kelapa. Terdapat satu monyet ekor panjang yang menghampiri kelompok dan
akhirnya diberikan buah kelapa. Hal ini terjadi pola tingkah laku monyet yang sudah
didomestikasi, setiap melihat orang membawa makanan monyet akan menghampiri
bahkan ada yang merebutnya. Setelah mendapatkan makanan monyet lalu membawa
kelapa pindah tempat untuk mencari tempat yang aman dengan kedua alat gerak
atasnya dengan alat gerak bawah juga. Pada aktivitas ini monyet melakukan
perpindahan selama 3 kali yaitu di atas pagar, di meja, dan di atap toko.
Buah kelapa memiliki tekstur kulit yang keras sehingga proses membuka
kelapa tersebut diindikasikan menggunakan gigi taring yang dibantu dengan
keempat alat geraknya namun alat gerak bawah (kaki) hanya difungsikan penyangga
saja. Aktivitas ini berlangsung kurang lebih 15 menitan mengingat tekstur kulit
kelapa yang keras. Serabut kelapa digigit dan ditarik menggunakan tangannya,
setelah buah kelapa terbuka monyet meminum air kelapa dan memakan daging buah
dengan cara mengambilnya dengan tangan. Beberapa waktu kemudian akhirnya
buah kelapa ditinggal di atas atap yang kemungkinan daging buahnya masih tersisa.
Pada stasiun yang berbeda terdapat sekumpulan monyet yang melakukan
berbagai aktivitas, lalu diberikanlah satu botol minum aqua yang segel botolnya
sudah terbuka. Ternyata monyet langsung bisa membukanya dengan tangan serta
kaki sebagai penyangganya, namun ada perlakuan lain dengan tutup botol yang
belum dibuka segelnya monyet membukanya dengan bantuan gigi. Monyet tersebut
awalnya berpindah tempat saat minum sebab ada monyet lain yang datang. Cara

11
minum monyet awalnya seperti manusia yaitu dengan cara meneguknya dari botol.
Akan tetapi setelah diminum air tersebut ditumpahkan ke lantai, kemungkinan
monyet tersebut ingin berbagi dengan temannya yang lain. Setelah itu botolnya
ditinggal pergi, dan beberapa detik kemudian menghampiri botol kembali. Saat
botolnya kosong botolnya ditinggal pergi dengan sendirinya.
Selain itu pada pengamatan ini mencoba untuk memberikan tebu pada monyet.
Perilaku makannya diawali dengan proses meminta terlebih dahulu, setelah
diberikan tebu monyet ini memakannya d atas pagar. Akan tetapi setelah ada monyet
yang datang tebu tersebut dimakan di atas pohon. Hal ini terjadi karena monyet
memiliki kecenderungan untuk melakukan berbagai aktifitasnya di atas pohon, serta
merasa aman dari gangguan monyet lain. Cara makannya adalah kulit tebu dikupas
terlebih dahulu menggunakan gigi bagian depan dipegang dengan kedua tangan dan
dibantu dengan kakinya. Monyet mencoba menjilat kulit bagian dalamnya akan
tetapi langsung dibuang, mungkin monyet tidak merasakan enak pada bagian itu.
Setelah kulit tebu dikupas bagian tebu yang manis dimakan menggunakan
tangannya.
Proses memakan tebu yang dilakukan secara pindah-pindah sebab terdapat
monyet lain menghampirinya. Setelah naik ke atas pohon tampak monyet lain
sedang memakan sisa yang telah dibuang di bawah pohon sebelum pada akhirnya
dikejar ke atas pohon. Di atas pohon tersebut terjadi proses kejar-kejaran akan tetapi
monyet tersebut tetap mempertahankan tebu tersebut hingga di bawa turun kembali.
Setelah turun monyet tersebut nampak berbagi pada monyet lain tetapi bukan yang
mengejarnya tadi. Kemungkinan monyet tersebut masih berkerabat sehingg Mu
berbagi. Beberapa saat kemudian monyet ke atas pohon lagi, namun belum bisa
teramati karena berada diatas yang pohonnya lebat.
Selain itu juga diamati aktivitas monyet dalam memakan pisang dan rambutan,
aktivitas ini diawali dengan monyet menghampiri untuk meminta makanan. Setelah
itu diberikan pisang, namun monyet tidak pergi dari tempat tersebut. Karena tekstur
kulit pisang yang lunak sehingga monyet mudah untuk mengupasnya. Kulit pisang
dikupas menggunakan gigi dengan bantuan tangan serta dalam waktu singkat.
Setelah terkupas monyet hanya memakan daging buahnya saja tanpa memakan
kulitnya. Begitu pula saat diberikan buah rambutan karena kulitnya tipis monyet
mengupas kulitnya menggunakan gigi seri dan memakan daging buahnya saja
sedangkan bijinya dibuang. Akan tetapi pada saat memakan rambutan ini monyet
sempet tersedak, mungkin terjadi karena memakannya terlalu cepat.
Pengamatan selanjutnya adalah aktivitas memakan umbi ketela yang diawali
dengan cara mengiba pada observer. Disana terdapat 2 monyet yang datang untuk
meminta makan, akan tetapi yang mendapatkan ketela hanya 1 monyet saja. Monyet
yang tidak mendapatkan tersebut memberikan reaksi seperti menangis. Monyet yang
mendapatkan ketela berpindah tempat dan memakan ketela tanpa mengupasnya.
Sebelum ketela habis ternyata ada penjaga yang membawa banyak makanan
sehingga monyet tersebut ikut makan akan tetapi ketela yang diberikan tadi tidak
ditinggal dan masih dibawa menggunakan kakinya. Hal itu menunjukkan sikap
serakah yang dimiliki oleh monyet.

12
Yang terakhir adalah aktivitas memakan jagung yang diawali dengan meminta
makan dari monyet tersebut. Jagung yang telah didapatkan dibawa pergi ke tempat
lain namun masih di bawah bukan naik ke atas pohon. Jagung yang didapatkan
dibuka kulitnya menggunakan gigi dengan bantuan ke-empat alat geraknya. Setelah
jagung terbuka jagung digigit dengan gigi serinya dengan disangga menggunakan
tangan. Akan tetapi disini terdapat suatu yang menarik dimana terdapat beberapa
ekor monyet yang sedang menunggu monyet tersebut memakan. Hal ini
kemungkinan terjadi karena monyet tersebut memiliki suatu hal sehingga ditakuti
oleh monyet lainnya yaitu tidak direbut makanannya.
Menurut Iskandar dan Kyes (2016), ini merupakan suatu dominansi yang
dimiliki monyet dalam kelompoknya. Ini merupakan salah satu konsekuensi hidup
berkelompok, dimana terdapat individu yang berkuasa dan ada yang kalah. Satu
individu bisa dikategorikan dominan jika individu tersebut bisa secara konsisten
menunjukkan sikap agresif kepada individu lain tanpa adanya perlawanan dari
individu yang diserangnya. Keuntungan menjadi jantan dominan dalam kelompok
adalah memiliki prioritas utama untuk mendapat makanan dan pasangan. Seperti
halnya pada kasus ini, terdapat satu ekor monyet yang makan akan tetapi banyak
dikelilingi monyet lain tapi hanya melihat saja. Baru setelah monyet tersebut
membuang bonggol jagungnya monyet lainnya ada monyet lainnya yang
mengambil. Hal ini nampak jelas pada pengamatan saat di Goa Kreo. Faktor-faktor
yang mempengaruhi posisi dominansinya tersebut mungkin terjadi karena jenis
kelamin; umur; interaksi di dalam kelompok (penyerangan, pengambilan/perebutan
makanan); lama di dalam kelompok; dan posisi sosial induk.
Berdasarkan pengamatan perilaku makan dan minum yang dilakukan monyet
bisa dilihat bahwa cara makan dan minum monyet berbeda-beda mulai dari cara
mendapatkan, cara memegang, cara mengupas/ membuka, cara makan dan minum,
pergerakan, bagian yang dimakan/ dibuang dan lain-lain. Tentunya hal itu
disesuaikan dengan keadaan yang dimakan/diminum serta keadaan lingkungannya.
Kebanyakan setelah monyet mendapatkan makanan mereka langsung mencari
tempat lain untuk makan. Ternyata perilaku ini merupakan kecenderungan yang
dilakukan oleh monyet. Seperti yang dijelaskan oleh Mukhtar dalam Rahmawati,
dkk. (2014), umumnya monyet ekor panjang menunjukkan perilaku tergesa-gesa
dalam mengonsumsi makanannya atau menunjukkan perilaku mengambil makanan
namun tidak mengonsumsi makanan tersebut langsung di tempat dimana monyet
tersebut mengambil makanan, namun akan mencari tempat yang benar-benar aman
kemudian mengonsumsi makanan tersebut.
Kebetulan pada pengamatan ini bisa teramati proses pemberian makan penjaga
kepada populasi monyet yang ada di Goa Kreo. Orang tersebut memberikan kode/
berkomunikasi dengan suara untuk memanggil monyet. Setelah itu monyet juga
saling bersuara untuk memanggil teman-teman lainnya. Dari kegiatan ini jumlah
populasi monyet yang ada sekitar 204 yang saling berebut makanan. Makanan yang
dibawa penjaga adalah nasi, roti, jambu, pisang, dan ketela. Akan tetapi ketelanya
yang dibawa sudah direbus terlebih dahulu.

13
Dari pengamatan tersebut bisa dilihat bahwa bangsa monyet pun memiliki cara
tersendiri untuk berkomunikasi yaitu memanfaatkan suaranya. Hal ini sesuai dengan
Artaria (2012), yang menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan menggunakan
teriakannya. Supriatna dan Wahyono (2000) juga menyatakan bahwa monyet ini
paling sering mengeluarkan suara yang keras dan melengking. Komunikasi tersebut
salah satu fungsinya adalah untuk memanggil teman-temannya untuk makan.
b. Epimeletik
Perilaku ini bisa diartikan sebagai perilaku memberikan perhatian pada
organisme lainnya, bisa jadi antar teman, induk dengan anaknya, dan lain-lain.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Goa Kreo terdapat beberapa aktivitas
yang mencerminkan tingkah laku ini, diantaranya adalah mengambil kutu pada
monyet lain. Aktivitas ini kami melihat di dua tempat yaitu di atas pohon dan di
dekat pagar. Bentuk aktivitas ini adalah memberikan perhatian pada monyet lain
agar badannya bersih dari kutu.
Menurut Iskandar dan Kyes (2016) perilaku ini merupakan perilaku memelisik
(grooming) dengan cara membersihkan debu, kotoran atau kulit kering yang
menempel pada rambut atau tubuh. Perilaku ini juga termasuk ke dalam perilaku
sosial yang dilakukan dalam kehidupan monyet. Tingkah laku menelisik umumnya
dilakukan oleh dua ekor satwa, tetapi kadang ditemui tingkah laku menelisik
melibatkan tiga ekor satwa atau hanya dilakukan sendiri. Perilaku ini memiliki
beberapa manfaat bagi monyet yaitu:
1) membersihkan rambut dari kotoran, kutu, atau parasit di tubuh individu yang
ditelisik,
2) memperkuat ikatan antara individu, khususnya pelaku grooming,
3) menurunkan ketegangan, kegelisahan dan stres,
4) berperan dalam rekonsiliasi setelah terjadinya perkelahian antara individu.
Aktfitas lainnya bisa dilihat antara induk dengan anakan monyet yaitu
menggendong, melindungi, dan menggendong anakanya. Perilaku-perilaku tersebut
merupakan contoh-contoh perilaku afiliatif yang terjadi antara induk dengan
anaknya berupa konyak, menyentuh, bahkan memeluk (Iskandar dan Kyes (2016).
Ini merupakan bentuk perhatian induk kepada anak-anaknya. Menurut Soeratmo
(1979) setelah anaknya dilahirkan induk akan menjaga anaknya dengan cara
membawanya berkeliling kemanapun. Anak yang masih kecil berpegangan erat pada
bulu induknya setelah besar baru dinaikkan dalam punggung induknya. Sebelum
dewasa dan membentuk kelompok induknya selalu merawat, memberi makan,
menyusui dan melindunginya serta memberikan berbagai pendidikan kepada anakan
monyet.
c. Et-epimeletik
Perilaku ini bisa diartikan sebagai perilaku mencari perhatian dari organisme
lain. Artinya monyet melakukan suatu hal yang fungsinya agar dia mendapatkan
perhatian dari teman sesamanya atau yang lainnya seperti manusia. Seperti yang kita
ketahui monyet yang berada di Goa Kreo sudah mengalami domestikasi sehingga
monyet bisa memakan atau meminum apapun termasuk makanan dan minuman
buatan pabrik seperti keripik, jus buah, dan lain-lain. Umumnya perilaku ini

14
dilakukan dengan cara mendatangi pengunjung di Goa Kreo untuk meminta makan.
Monyet akan menghampiri dan mengikuti orang membawa makanan, membuka tas
atau aktifitas yang menunjukkan membawa sesuatu bahkan terdapat monyet sampai
memegang celana pengunjung.
d. Playing
Menurut Saputra dkk. (2015), merupakan social affiliation yang dilakukan
oleh monyet ekor panjang untuk berinteraksi dengan individu lain dalam populasi
monyet. Hal ini didukung oleh pendapat Lee (2012), bahwa bermain termasuk dalam
bentuk interaksi Macaca fascicularis terhadap individu lain dalam populasi.
Umumnya perilaku ini dominan terjadi pada monyet yang masih muda. Aktifitas ini
berfungsi meningkatkan kondisi fisik, mengambangkan kemampuan dan ikatan
sosial, membantu hewan untuk belajar kemampuan spesifik.
Iskandar dan Kyes (2016) juga menyebutkan, tingkah laku bermain umumnya
dilakukan oleh satwa pada kelas umur juvenil dan anak. Fagen (1981)
mengidentifikasi tingkah laku bermain hanya terjadi pada juvenile, sedangkan Thor
dan Holloway (1984) menyimpulkan bahwa tingkah laku bermain akan mencapai
puncaknya pada saat satwa mencapai kelas umur juvenil. Jantan juvenil biasanya
bermain dengan sesama jantan juvenil, walaupun kadang kadang terlihat jantan dan
betina juvenil bermain bersama. Cara bermain jantan juvenil cenderung lebih keras
dan kasar dibandingkan dengan betina juvenil (rough and tumble). Pada monyet
ekor panjang dan kemungkinan pada Genus Macaca lain, jantan dewasa sesekali
bermain dengan anak atau juvenil. Hal ini dilakukan sebagai proses pembelajaran
bagi anak atau juvenile.
Pada pengamatan di Goa Kreo banyak aktivitas bermain yang dilakukan oleh
anakan muda. Seperti halnya monyet berlari-lari, anakan monyet seringkali berlari
kesana kemari tanpa tujuan yang jelas. Selain itu terdapat aktivitas meloncat dan
bergelantungan di pepohonan sambil berayun-ayun di dahan-dahan pepohonan.
Sering juga ditemukan beberapa anakan monyet yang saling berkelahi bahkan
sampai saling menggigit namun tujuannya untuk bermain-main. Perilaku ini bisa
disebut dengan Rough and tumble Iskandar dan Kyes (2016).

e. Aktivitas seks
Untuk mempertahankan keturunannya, monyet jantan dan betina yang sudah
dewasa melakukan aktivitas seks (kawin). Menurut Iskandar dan Kyes (2016),
Tingkah laku seksual pada umumnya merupakan tingkah laku afiliatif, tetapi
kadang-kadang terjadi tingkah laku seksual yang mengarah kepada tingkah laku
agonistik karena dalam prosesnya melibatkan pemaksaan jantan atas betina atau
perebutan betina antara dua jantan. Menurut Clutton-Brock dan Parker (1995),
pemaksaan ini tujuannya untuk meningkatkan peluang jantan mengawini betina dan
mengurangi kesempatan betina tersebut dikawini oleh jantan lain.
Berdasarkan yang kami amati aktivitas ini berlangsung hanya sekejap saja dan
monyet jantan cenderung agresif dalam mengejar monyet betina. Hal ini serupa
dengan pernyataan Yansyah dalam Gusnia (2010) bahwa, Individu jantan dominan
lebih aktif mendekati individu betina yang sedang birahi untuk dikawini dan sering

15
juga terlihat individu betina yang birahi mendekati individu-individu jantan.
Individu jantan dominan sering terlihat mengancam/menyerang individu jantan
subordinat ketika mengawini individu betina. Pernyataan tersebut serupa dengan
Iskandar dan Kyes (2016) bahwa, pada saat monyet ekor panjang melakukan
aktivitas seksual, jantan secara umum bertindak sebagai pengambil inisiatif. Bentuk-
bentuk inisiatif yang dilakukan monyet jantan dan betina sebagai berikut:
1) jantan melakukan pemeriksaan kelamin terlebih dahulu atau langsung melakukan
kopulasi jika mendekati betina;
2) betina, umumnya ditandai dengan memperlihatkan bagian belakang tubuhnya jika
memancing jantan untuk melakukan tingkah laku seksual.
Dalam pengamatan di Goa Kreo ini diawali dengan proses pendekatan dan
kejar-kejaran hingga pada akhirnya monyet jantan menaiki monyet betina untuk
melakukan proses perkawinan. Yang kami amati proses seksual yang dilakukan
terjadi sangat singkat kurang dari 1 menit. Tahapan tingkah laku seksual menurut
Wood-Gush (1983) adalah masa berdekatan (courtship) serta kopulasi dengan cara
menaiki betina, memasukkan alat kelamin (intromission), mendorong dan menarik
alat kelamin (thrusting), ejakulasi, serta turun.
f. Eliminatif
Aktivitas ini menunjukkan bahwa hewan juga melakukan proses ekskresi
untuk membuang zat sisa dari dalam tubuhnya seperti urine dan dan feses. Dalam
pengamatan ini sebenarnya terdapat aktivitas mengeluarkan urine dan feses akan
tetapi yang bisa diambil hanyalah bentuk akhirnya berupa feses dan urine saja. Hal
ini terjadi karena proses tersebut berlangsung cukup cepat. Bahkan monyet ekor
panjang saat mengeluarkan urine ada yang secara langsung di atas pohon hingga
terdapat pengunjung yang terkena urine dari atas. Bisa diartikan hewan ini
membuang hasil eksresinya secara sembarang bahkan juga ditemukan feses monyet
di berbagai tempat.
Sudirman (Tanpa tahun), menambahkan setelah monyet melakukan aktivitas
eliminatif ini melakukan allogrooming dengan cara meraba dan mengusap-usap
bagian anus dan alat kelaminnya ketika Primata selesai melakukan aktivitas urinasi
dan defekasi. Jadi setelah mereka mengeluarkan zat sisa monyet membersihkan
bagian anus/alat kelaminnya untuk membersihkan dari kotoran.
g. Agonistik
Menurut Iskandar dan Kyes (2016), tingkah laku ini berhubungan dengan
tingkah laku berkelahi/pertentangan dan upaya-upaya untuk mengatasi atau
meredakan ketegangan yang terjadi. Tingkah laku yang melibatkan sikap agresif,
seperti ancaman dan penyerangan, serta tingkah laku submisif seperti tingkah laku
menghindar dan berdamai termasuk dalam tingkah laku agonistik. Rangkaian
tingkah laku agonistik ditandai dengan ancaman mimik muka (threat), memburu,
baku hantam, dan diakhiri dengan kekalahan lawan. Perilaku ini bisa terjadi karena
beberapa faktor penyebab, di antaranya persaingan untuk memperebutkan sumber
pakan, pasangan, hirarki, maupun untuk mempertahankan daerah kekuasaan dari
gangguan kelompok lain.

16
Mendapatkan pasangan dan sumber pakan merupakan dua hal paling sering
terjadi di dalam kelompok primata (Iskandar dan Kyes (2016). Akan tetapi dalam
pengamatan ini tidak dijumpai tingkah laku agonistik dalam memperebutkan
pasangan. Selain itu, satwa primata yang memiliki daerah teritori, tingkah laku
agresif terjadi sebagai upaya mempertahankan wilayahnya, terutama daerah inti
(core area). Hal ini tampak setelah penjaga selesai memberi makan karena monyet
berasal dari beberapa daerah terdapat monyet yang menyerang monyet yang lainnya
yang kemungkinan adalah upaya untuk mengusirnya.
Tingkah laku agonistik yang ditemukan pada pengamatan di Goa Kreo yaitu
saat anakan monyet sedang terancam orang tuanya menunjukkan mimik muka yang
garang serta menyerang monyet lain yang mengganggu tersebut. Selain itu perilaku
ini banyak dijumpai saat penjaga sedang memberi makanan. Banyak terjadi serang
menyerang khususnya untuk mendapatkan makanannya. Biasanya monyet yang
sudah dewasa lebih mendominasi karena kekuasaannya. Tampak juga monyet-
monyet yang berkelahi dengan cara mencengkram, mencakar, dan menggigit lawan.
Umunya terjadi pada saat pemberian makan dan terjadi perebutan bagi monyet-
monyet yang sama kuatnya.
h. Aktivitas bersantai dan istirahat.
Aktivitas ini mencakup aktivitas bersantai sampai istirahat tidur yang
dilakukan oleh monyet ekor panjang atau bisa dikatakan inaktif. Sinaga (2010)
menyatakan bahwa aktifitas ini sering dilakukan di tajuk-tajuk pohon karena tajuk
pohon yang rindang merupakan tempat yang disukai monyet ekor panjang. Lee
dalam Saputra dkk. (2015), menyebutkan bahwa aktifitas ini bukan termasuk
aktifitas sosial dalam populasi berupa aktifi tas duduk, berdiri, berbaring, dan
menatap sekeliling. Supriatna dkk. 1986, mengelompokkan aktifitas istirahat ini ke
dalam 2 hal yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total berarti primate
melakukan posisi badan seperti duduk, diam tak bergerak dan tidur. Sedangkan
istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang
dilakukan diantara aktivitas hariannya, misalnya antara aktivitas lokomosi dan
grooming.
Pada pengamatan yang dilakukan di Goa Kreo kami mengamati beberapa
aktivitas yang termasuk ke dalam aktivitas inaktif ini. Aktifitas ini bisa dilihat saat
monyet berbaring di atas meja yang berada di bawah pohon. Monyet tersebut
nampaknya sedang bersantai sambil menggaruk-garuk rambutnya, akan tetapi tidak
sedang tidur yang dilakukan pada waktu menjelang siang setelah makan. Hal ini
sependapat dengan pernyataan Widarteti, dkk (2009) bahwa aktifitas istirahat
merupakan aktifitas yang penting dilakukan oleh individu setelah melakukan aktifi
tas makan.Selain terdapat seekor monyet betina sedang memeluk anaknya didekat
pagar, nampaknya kedua monyet tersebut jugaseang beristirahat. Ada juga beberapa
monyet yang teramati dengan berada di atas pohon kersen sedang bersantai dalam
kelompokya sambil melakukan aktifitas grooming. Maka aktifitas ini bisa disebut
dengan istirahat sementara karena monyet tersebut sambil melakukan aktifitas yang
ringan.

17
18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pengamatan aktivitas haria monyet ekor panjang telah ditemukan


beberapa aktivitas berupa makan, minum, sesksual, epimeletik, et- epimeletik,
agonistik, eliminatif, serta aktivitas beristirahat. Aktivitas makan dan minum yang
ditemukan berupa makan dan minum kelapa, minum ar, makan tebu, pisang,
rambutan, jagung, dan ketela. Aktivitas yang dilakukan berbeda-berbeda sesuai
dengan karakteristik makanan dan minumannya. Umumnya dilakukan dengan tahapan
meminta makanan, mengupas, dan memakannya.
Selain itu terdapat aktivitas epimeletik berupa menyusui, menggendong dan
memeluk anak, serta mencari kutu pada monyet lain. Sedangkan aktivitas et-
epimeletik didapatkan aktivitas berupa mengiba. Saat terancam monyet menunjukkan
perilaku agonistik yang dilihat pada raut muka, suara, dan perilakunya. Selain itu
dijumpai aktifitas istirahat monyet baik yang sementara maupun istirahat total. Yang
terakhir kami menjumpai zat sisa yang dikeluarkan oleh monyet ekor panjang.
Pada monyet dewasa ditemukan aktivitas seksual antara monyet betina dan
jantan yang umumnya dilakukan dulu pendekatan bahkan sampai pemaksaan. Setelah
itu terjadi proses ejakulasi dengan cara monyet jantan menaiki monyet betina dan
diakihiri dengan turun. Proses ini hanya berlangsung dalam sekejap saja kurang dari 2
menit.

5.2 Saran

Pengamatan ini akan lebih baik jika dilakukan selama seharian penuh, mulai
dari aktivitas bangun di pagi hari, aktivitas harian, dan aktivitas tidur di malam hari.
Sehingga data yang didapatkan berupa data perilaku monyet ekor panjang seharian
full bukan hanya beberapa waktu saja. Selain itu akan lebih menarik jika diberikan
beberapa perlakuan-perlakuan yang diberikan kepada monyet agar data lebih menarik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Artaria, M. D. 2012. Buku Ajar Primatologi untuk Antropologi. Surabaya.

Clutton-Brock TH, Parker GA. 1995.Sexual coercion in animal societies. Anim Behav. 49:
1345–1365.Fagen R. 1981. Animal Play Behavior. New York (US): Oxford
University Press.

Gusnia, Nur A. 2010. Perilaku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis
Raffles 1821) Di Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Iskandar, Entang dan Kyes. 2016. Hewan Model Satwa primata Macaca fascicularis
Kajian Populasi, Tingkah laku, Status Nutrien, dan Nutrisi untuk Model
Penyakit”. Bandung: PT Penerbit IPB Press.

Kemp, Neville J. and John Burke Burnett. 2003. Kera Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) di Pulau Nugini : Penilaian dan Penatalaksanaan Resiko terhadap
Keanekaragaman Hayati. IPCA.

Lee, G.H. 2012. “Comparing the Relative Benefits of Grooming contact and Fullcontact
Pairing for Laboratory housed Adult Female Macaca fascicularis”. Applied
Animal Behaviour Science. 137: 157-165.

Napier JR, Napier PH. 1967. The Natural History of the Primates. London (UK): British
(Natural history).

Nurmelani,Riska. 2008. “ Strategi perkmbangan wisata Goa Kreo sebagai Daerah tujun
Wisata di Kota Semarang”.Tugas Akhir D III Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Oktafiana, Falen dkk. Tanpa Tahun. “Analisis Pembentukan Citra Pariwisata Goa Kreo
Terhadap Usaha Mikro dan Kecil Mayarakat Kandri Semarang”

Priyanto, Rizky dkk. Tanpatahun. Pengaruh Produk Wisata, Destination Image, Dan
Word Of Mouth Terhadap Keputusan Berkunjung. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Rahmawati, Ismi dkk. 2014. “Potensi Gangguan Monyet Ekor Panjang(Macaca


fascicularis Raffles, 1821) Ditengah Upaya Pelestarian Satwa Pada Habitat Yang
Didominasi Manusia. Laporan Akhir PKM-P. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

20
Sajuthi dkk. 20016. “Hewan Model Satwa Primata Volume I Macaca fascicularis. Intitut
Pertnian Bogor perss.

Saputra, dkk. 2015. Studi Perilaku Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)
Di Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar. Jurnal
Bioeskperimen Volume 1 No. 1, (Maret 2015) ISSN 24601373.

Sudirman. Tanpa Tahun. Pengamatan Tingkah Laku Primata Presbytis rubicunda Di


Kawasan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Program Studi Manajemen
Lingkungan Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda Samarinda.

Supriatna, J dan Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Supriatna, dkk. 1986. Group Composition, Home Range, and Diet of the Maroon Leaf
Monkey (Presbytis rubicunda) at Tanjung Puting Reserve, Central Kalimantan,
Indonesia. Jurnal. Primata. 27(2)

Suratmo, F.G. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.

Thor DH, Holloway WRJr. 1984: Developmental analyses of social play behavior in
juvenilerats. Bull. Pyschon. Soc. 22, 587–590.

Walters JR dan Seyfarth RM. 1987. Conflict and Cooperation.In Smuts BB, Cheney DL,
Seyfarth RM, Wrangham R, Struhsaker TT (eds). Primate Societies. Chicago
(US): The University of Chicago Press.

Widarteti. 2009. Perilaku Harian Lutung (Trachypithecus cristatus) di Penangkaran Pusat


Penylamatan Satwa Gadog Ciawi-Bogor. Zoo Indonesia. 18(1): 33-40.

Wood-Gush DGM. 1983. Elements of Ethology. A Textbook for Agricultural and


Veterinary Students. New York US:Chapman and Hall.

Yanti, Eka dkk. 2016. Laporan Kuliah Lapangan Biologi Perilaku (BI-3201) Akitifitas
Harian Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di TWA/C Pangandaraan.
Institut Teknologi Bandung.

Ziyus,Nidya A. 2018. “ Struktur Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di


Taman Nasional Way Kambas”. Skripsi Universitas Lampung Bandar Lampung”.

21
LAMPIRAN

Gb 1. Makan kelapa Gb 2. Minum air Gb 3. Makan tebu

Gb 4. Makan ketela Gb 5. Makan pisang Gb 6. Makan Rambutan

Gb 7. Makan jagung Gb 8. Makan dari penjaga Gb 9. Menggendong anak

Gb 10. Grooming Gb 11. Melindungi anak Gb 12. Menyusui anak

22
Gb 13. Mengiba Gb 14. Bergelantungan Gb 15. Playing

Gb 16. Aktivitas seks Gb 17. Feses monyet Gb 18. Playing (berkelahi)

Gb 19. Istirahat Gb 20. Istirahat

23

Anda mungkin juga menyukai