Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH MIKROBIOLOGI TERAPAN

METABOLISME MIKROBA

KELOMPOK 1

AULIA VICTORINA (17177005)

NANA SUTRISNA (17177048)

DOSEN PENGAMPU:

Dr. LINDA ADVINDA, M. Kes.

Dr. DWI HILDA PUTRI, M. Biomed.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat


dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Mikrobiologi
Terapan dengan pembahasan Metabolisme Mikroba. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi Terapan yang dibimbing oleh ibu Dr.
Linda Advinda, M. Kes. dan Ibu Dr. Dwi Hilda Putri, M. Biomed.
Penulisan makalah ini mengambil dari beberapa sumber baik dari buku
maupun dari internet dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada
tersebut. Penulis berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian makalah ini, sehingga makalah ini selesai.
Penulis juga menyadari bahwa makalah yang ditulis ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk
menyampaikan saran atau kritik yang membangun untuk perbaikan makalah ini,

Padang, September 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mahluk hidup memerlukan energi yang diperoleh dari proses metabolisme.
Untuk dapat bertahan hidup, tumbuh, dan bereproduksi, sel harus mampu
melaksanakan kegiatan selular yang menyangkut banyak reaksi kimia dan
perubahan energi. Keseluruhan transformasi ini disebut metabolisme. Sel tersebut
mungkin harus merubah nutrien di dalam lingkungannya sebelum nutrien itu
dapat diserap. Ia harus dapat mengadakan perubahan-perubahan tambahan
terhadap nutrien ini segera setelah nutrien ada di dalam sel. Sebagian dari bahan
atau nutrien diasimilalsi digabungkan ke dalam senyawa-senyawa yang
membentuk sebagian struktur sel. Bahan-bahan lain dirombak untuk menyediakan
energi bagi banyak fungsi selular.
Sel-sel bakteri umumnya melakukan aktivitas kehidupan. Untuk
kelangsungan hidupnya semua sel membutuhkan suatu sumber energi. Walaupun
sangat beraneka ragam jenis substansi yang berperan sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme, namun terdapat pola dasar metabolisme yang sangat sederhana
yaitu terjadi perubahan dari satu bentuk energi yang kompleks menjadi bentuk
energi yang lebih sederhana, sehingga dapat masuk ke dalam rangkaian
metabolik. Sistem ini secara mendasar mirip dengan yang terdapat pada sel-sel
mamalia dan tumbuhan, akan tetapi pengutamaan pada mekanisme-mekanisme
dasar merupakan contoh diferensiasi yang unik pada dunia bakteri. Pada makalah
ini akan dibahas tentang metabolisme mikroba yang mencakup proses katabolisme
mikroba, proses anabolisme mikroba, dan pertumbuhan mikroba.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana proses katabolisme pada mikroba?
2. Bagaimana proses anabolisme pada mikroba?
3. Bagaimana pertumbuhan mikroba?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebgai berikut.
1. Untuk mengetahui proses akabolisme pada mikroba.
2. Untuk mengetahui proses anabolisme pada mikoba.
3. Untuk mengetahui pertumbuhan mikroba
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metabolisme Mikroba
Metabolisme merupakan suatu reaksi yang terarah dan terjadi di dalam sel
dan reaksi-reaksi ini selalu melibatkan enzim. Metabolisme dibagi menjadi dua
proses yaitu proses disimilasi (katabolisme) dan proses asimilasi
(biosintesa/anabolisme) sehingga reaksi metabolisme merupakan suatu reaksi
anabolisme dan katabolisme yag selalu berdampingan, jadi sulit dipisahkan antara
keduanya. Reaksi katabolisme menghasilkan energi yang nantinya akan
digunakan untuk reaksi bioseintesa (anabolisme). Secara ringkas, proses
metabolisme dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Metabolisme


Dalam jalur metabolik akan dihasilkan prekursor (building block) sebagai
bahan untuk sintesis penyusun sel. Disamping itu, juga dihasilkan tenaga,
sehingga kalau kita ikuti metabolisme itu ada 3 fase, yaitu:

Mikroorganisme membentuk senyawa-senyawa makromolekul atau senyawa-


senyawa polimer seperti protein, asam nukleat, dan bahan-bahan cadangansel bisa
berbentuk lipid, polisakarida, selulosa.
Produk metabolisme dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Metabolit primer, dibentuk selama fase eksponensial/logaritmik, yaitu berupa
senyawa-senyawa yang selalu dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhan
dan aktivitas fisiologis untuk melalukan reaksi enzimatis.
2. Metabolit sekunder, metabolit yang dihasilkan setelah fase stasioner, kadang-
kadang disebut idiofase. Yang termasuk metabolit sekunder: toksin, alfatoksin,
antibiotik.
Kegiatan kimiawi yang dilakukan oleh sel amatlah rumit. Hal ini mudah
dimengerti bila mengingat demikian beragamnya bahan yang digunakan sebagai
nutrien oleh sel di satu pihak dan berbagai ragam substansi yang disintesis
menjadi komponen-komponen sel di pihak lain. Bagaimanakah cara sel
melakukan ini? Jawabnya terletak pada kerja enzim. Substansi yang ada di dalam
sel dalam jumlah amat kecil dan mampu menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan yang berkaitan dengan proses-proses selular (dan kehidupan). Tak
mungkin ada kehidupan tanpa enzim.
Di dalam sebuah sel rata-rat terdapat ribuan jenis enzim yang berbeda-beda.
Di dalam sel hidup, kesemua enzim ini beserta kegiatannya harus terkoordinasi
sedemikian rupa sehingga produk-produk yang sesuai dapat terbentuk dan tersedia
pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan penggunaan energi
yang seminimum mungkin. Koordinasi ini dimungkinkan oleh adanya
pengendalian enzim.
Adapun sifat-sifat umum dari biokatalisator atau enzim atau fermen atau
katalis hayati sebagai berikut:
1. Enzim menggiatkan atau kadang-kadang memulai suatu proses
2. Enzim bekerja secara khusus. Untuk pengubahan suatu zat tertentu
diperlukan enzim yang tertentu pula.
3. Enzim merupakan suatu protein, dan dalam bentuk koloid
4. Enzim tidak tahan terhadap temperatur tinggi.
5. Enzim dipengaruhi oleh pH, konsentrasi, suhu, substrat.
6. Banyak enzim memrlukan pembantu yang disebut koenzim. Koenzim
ini biasanya suatu zat anorganik seperti K, Mg, Fe.
Tipe reaksi kimiawi yang dikatalisis enzim merupakan dasar bagi klasifikasi
dan penamaan enzim. Sifat khusus ini lah yang membedakan satu enzim dengan
enzim lainnya. Bagi setiap enzim dianjurkan ada dua nama, yakni nama biasa
(nama kerja) dan nama sistematik. Nama biasa lebih pendek dan lebih mudah
digunakan. Nama resmi atau nama sistemik dibentuk menurut aturan-aturan yang
pasti, memberikan petunjuk tentang apa substratnya dan macam reaksi yang
dikatalisisnya. Misalnya enzim heksosinase adalah nama biasa dari heksose
fosfotransferase, yakni enzim yang menambahkan sebuah gugusan fosfat pada
glukosa. Berikut ini kelas-kelas umum enzim:

No Kelas Reaksi Katalitik


1 Oksidoreduktase Reaksi transfer elektron (pemindahan
elektron atau atom hidrogen)
2 Transferase Transfer gugusan fungsional (mencakup
fosfat, asam amino, metil, dsb)
3 Hidrolase Reaksii hidrolisis (penambahan molekul air
untuk memecahkan ikatan kimiawi)
4 Liase Penambahan ikatan ganda pada molekul
dan juga pengusiran nonhidrolitik gugusan-
gugusan kimiawi
5 Isomerase Reaksi isomerisasi (pengubahan suatu
senyawa menjadi isomer, misalnya suatu
senyawa yang memiliki atom-atom yang
sama tetapi berbeda struktur molekulnya)
6 Ligase Pembentukan ikatan disertai pemecahan
atau penambahan ATP (adenosin trifosfat)

Kebanyakan reaksi kerja enzim dan substra dapat digambarkan sebagai


berikut.

Gambar 2. Kerja Enzim dan Substrat


B. Proses Katabolisme/Disimilasi Mikroba
Katabolisme adalah reaksi pemecahan/pembongkaran senyawa kompleks
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan menghasilkan energi
yang dapat digunakan organisme untuk melakukan aktivitasnya. Fungsi reaksi
katabolisme adalah untuk menyediakan energi dan komponen yang dibutuhkan
oleh reaksi anabolisme.
Sel memperoleh energi dari nutrien melalui serangkaian reaksi kimiawi,
beberapa diantaranya adalah oksidasi. Melalui oksidasi, energi dilepaskan dan
dapat terbentuk ikatan-ikatan kimiawi kaya energi seperti yang terdapat pada ATP
untuk menyimpan energi yang dilepaskan itu. Oksidasi yaitu hilangnya elektron
dari suatu molekul, selalu disertai dengan reduksi, yaitu diperolehnya elektron
oleh molekul yang lain. Bila membicarakan oksidasi, maka yang dimaksud ialah
pemindahan elektron dari satu molekul ke molekul lainnya, jadi bila ada satu
molekul dioksidasi, maka ada molekul lain yang direduksi.
Pada umumnya, produksi energi oleh mikroorganisme, terutama bakteri
dibagi ke dalam tiga kategori: produksi energi secara anaerobik, produksi secara
aerobik, dan produksi secara fotosintetik.
1. Produksi Energi Secara Anaerobik
a. Glikolisis
Bakteri heterotropik dapat menggunakan berbagai senyawa organik sebagai
sumber energi. Senyawa-senyawa ini mencakup karbohidrat, asam organik, dan
asam lemak, serta asam-asam amino. Bagi banyak mikroorganisme, senyawa yang
lebih disukai adalah karbohidrat, terutama glukosa yaitu gula berkarbon enam.
Perombakan glukosa dapat terjadi melalui glikolisis. Glikolisis adalah salah satu
lintasan paling penting yang digunakan oleh sel untuk menghasilkan energi.
Glikolisis tidak mensyaratkan adanya oksigen dan bisa terdapat pada sel-sel baik
yang aerobik maupun anaerobik.
Glikolisis, seperti tampak pada Gambar 3. fruktosa 1,6 difosfat yang
terbentuk dari glukosa terpecah menjadi dua unit berkarbon tiga (dihidroksiaseton
fosfat dan gliseraldehide 3 fosfat), keduanya kemudian dioksidasi menjadi asam
piruvat. Pada langkah dioksidasinya gliseraldehid 3 fosfat, terusir sepasang
elektron (dua atom hidrogen). Bila tidak ada oksigen, pasangan elektron ini dapat
digunakan untuk mereduksi asam piruvat menjadi asam laktat atau etanol. Bila
ada oksigem, pasangan elektron ini dapat memasuki rantai angkutan elektron.

Gambar 3. Glikolisis, lintasan Bagi Perombakan Glukosa Menjadi Asam Piruvat


Untuk setiap molekul glukosa yang mengalami metabolisme, dua molekul
ATP dikonsumsi dan empat molekul ATP dibentuk. Karena itu, untuk setiap
molekulglukosa yang diuraikan melalui glikolisis, diperoleh hasil bersih dua
molekul ATP. Reaksi keseluruhan glikolisis dapat diringkas sebagi berikut:
C6H12O6 + 2NAD + 2ADP + 2Pa  2CH3 COCOOH + 2NADH2 + 2ATP
Glukosa fosfat Asam piruvat
anorganik
b. Lintasan Pentosa Fosfat
Lintasan untuk penguraian karbohidrat ini meyangkut pembentukan gula
fosfat berkarbon enam (heksosa monofosfat) dan gula fosfat berkarbon lima
(pentosa fosfat). Karena menyangkut beberapa reaksi lintasan glikolitik, maka
reaksi ini dipandang sebagai glikolisis yang “langsir” (a shunt of glycolysis) .
glukosa dapat dioksidasi melalui lintasan pentosa fosfat disertai dengan
pembebasan pasangan-pasangan elektron, yang dapat memasuki rantai angkutan
elektron. Tetapi siklus ini pada umumnya tidak dianggap sebagai lintasan utama
penghasil energi pada kebanyakan mikroorganisme. Lintasan pentosa fosfat
digunakan terutama untuk biosintesis karena menyediakan pentosa fosfat untuk
digunakan dalm sintesis nukleotida. Sekalipun lintasan ini dapat menyediakan
energi bagi sel sebagai lintasan pilihan untuk oksidasi glukosa, lintasan ini adalah
juga mekanisme untuk memperoleh energi dari senyawa-senyawa gula berkarbon
lima. Seperti halnya lintasan glikolitik, lintasan pentosa fosfat terjadi baik pada
prokariota maupun eukariota.
c. Fermentasi
Organisme anaeorobik juga menghasilkan energi melalui reaksi-reaksi yang
disebut fermentasi yang menggunakan bahan organik sebagai donor dan akseptor
elektron. Bakteri anaerobik fakultatif dan bakteri anaerobik obligat menggunakan
berbagai macam fermentasi untuk menghasilkan energi. Salah satu contohnya
yang khas ialah fermentasi laktat. Streptococcus lactis, bakteri yang menyebabkan
masamnya susu, menguraikan glukosa menjadi asam laktat, yang berakumulasi di
dalam medium sebagai produk ferrnentasi satu-satunya.
Pada tipe-tipe fermentasi karbohidrat lainnya, tahap-tahap awal disimilasi
glukosa seringkali, tetatpi tidak selalu, mengikuti glikolisis. Perbedaan pada tipe-
tipe fermentasi biasa terletak pada penggunaan asam piruvat yang terbentuk. Jadi,
asam piruvat adalah “pusat” fermentasi karbohidrat. Gambar 4. menggambarkan
berbagai ragam produk yang dihasilkandari metabolisme asam piruvat.
Gambar 4. Beragam Produk yang Dihasilkan Dari Metabolisme As. Piruvat
Kebanyakan bakteri heterotrofik menghasilkan beberapa produk akhir dari
asimilasi glukosa, yang tipe-tipenya diperlihatkan pada Gambar 14.3, tetapi
kesemua produk ini tidak dihasilkan oleh hanya satu spesies. Melainkan tipe-tipe
yang terdaftai itu merupakan suatu rangkuman dari apa yang dapat diharapkan
apabila seseorang mengiventarisasikan produk-produk akhir disimilasi glukosa
yang dapat dihasilkan oleh semua heterotrof. Sesungguhnya, mikroorganisme
dapat dikelompokkan berdasarkan produk-produk fermentasinya (kelompok
bakteri asam laktat atau kelompok bakteri asam propionat). Nama-nama bakteri
tersebut diberikan berdasarkan produk akhir utama fermentasi karbohidrat. Dari
sinilah diketahui bahwa tidak semua mikroorganisme memetabolisme substrat
yang sama dengan cara yang tepat sama. Misalnya streptococcus lactis dan
Escherichia coli keduanya memfermentasikan glukosa, tetapi melalui lintasan-
lintasan ayang amat berbeda seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Glukosa Difermentasi Oleh Berbagai Macam Bakteri Melalui
Baerbagai Cara

2. Produksi Energi Melalui Proses Aerobik


a. Rantai Angkutan Elektron
Rantai angkutan elektron juga dikenal sebagai sistem sitokrom atau rantai
respirasi daalah srangkaian reaksi oksidasi reduksi untuk pembentukan ATP.
fungsi rangkaian reaksi ini adalah untuk menerima elektron dari senyawa-senyawa
tereduksi dan memindahkannya pada oksigen dengan akibat terbentuknya air.
Pada beberapa langkah pada rantai tersebut, dibebaskan energi yang cukup besar
untuk pembentukan ATP dari ADP dan fosfat anaorganik. Sintesis ATP ini disebut
fosforilasi oksidatif karena terbentuk ikatan-ikatan fosfat berenergi tinggi. Rantai
angkutan elektron diperlihatkan pada Gambar 6. seperti dapat dilihat dari gambar
tersebut, atom-atom hidrogen (elekton beserta proton) yang dibuang dari substansi
organik melalui oksidasi, dipindahkan oleh dehidrogenase yang mengandung
NAD (Nikotinamid Adenin Dinukleotida) atau NADP (Nikotinamid Adenin
Dinukleotida Fosfat), flavoprotein yang mengandung FAD (Flavin Adenin
Dinukleotida) atau FMN (Flavin Mononukleotida), dan sitokrom-sitokkrom yang
mengandung besi, pada oksigen molekular dengan akibat terbentuknya air.
Gambar 6. Rantai Angkutan Elektron

b. Siklus Asam Trikarboksilat


Siklus asam trikarboksilat (Tricarboxylic Acid atau TCA) adalah
serangkaian reaksi yang membangkitkan energi dalam bentuk ATP dan molekul-
molekul koenzim tereduksi (NADH2 dan FADH2). Siklus ini juga melakukan
fungsi-fungsi lain. Banyak intermediet dalam siklus ini merupakan prekursor
dalam biosintesis asam amino, purin, pirimidin, dan sebgainya. Jadi, siklus TCA
adalah siklus yang amfibolik, artinya berfungsi tidak hanya dalam reaksi katabolik
(penguraian) tetatpi juga dalam reaksi anabolik (sintesis). Reaksi ini dapat dilihat
pada Gambar 7.

Gambar 7. Siklus Asam Trikarboksilat


Reaksi keseluruhan siklus TCA dapat diringkas sebagai berikut:
Asetil KoA + 3H2O + 3NAD + FAD + ADP + Pa  KoA + 3NADH2 + FADH2 + ATP
Karena perombakan glukosa melalui glikolisis menghasilkan dua molekul
asetil KoA yang dapat memasuki siklus ini, persamaan keseluruhan untuk siklus
ini, permolekul glukosa ialah dua kali diatas.
c. Hasil Energi Reaksi Aerobik
Sekarang dapat kita tinjau besarnya energi yang dihasilkan dari perombakan
areobik atau satu molekul glukosa bila elektron yang tersimpan di dalam molekul-
molekul koenzim tereduksi disalurkan ke dalam rantai angkutan elektron.
Elektron-elektron tersebut dipindahkan secara bertahap dari pembawa-pembawa
koenzim ke oksigen molekular, dan pemindahan ini digandengkan dengan
pembentukan ATP melalui fosforilasi oksidatif.
Bagi setiap molekul glukosa yang diuraikan, ada 12 koenzim tereduksi yang
dioksidasi: 2 FADH2 (1 dari setiap putaran siklus TCA) dan 10 NADH 2 (dari
glikolisis; 2 dari langkah ointu gerbang antara glikolisis dan siklus TCA, misalnya
asam piruvat ke asetil KoA; 6 dari dua putaran siklus TCA). Karena ada 3 ATP
dihasilkan dari setiap NADH2 dan 2 ATP dari setiap FADH 2, maka keseluruhnya
ada 34 ATP dihasilkan dari koenzim tereduksi via fosforilasi oksidatif melalui
rantai respirasi. Tetapi hasil total ATP dari respirasi aerobik 1 molekul glukosa
ialah 38 : 34 dari oksidasi koenzim-koenzim tereduksi, 2 dari glikolisis dan dua
dari reaksi samping siklus TCA, yaitu dari 2 GTP. Hasil ATP total permolekul
glukosa dari respirasi aerobik diringkas dalam Gambar 8.
Gambar 8. Hasil ATP Per Molekul Glukosa yang Diiuraikan dalam Respirasi
Aerobik

Oksidasi lengkap glukosa via glikolisis, siklus TCA, dan rantai respirasi
dapat diringkas dalam reaksi keseluruhan berikut:
C6H12O6 + 6O2  6CO2 + 6H2O
d. Katabolisme Lipid
Glukosa adalah sumber energi tunggal yang terpenting bagi kebanyakan sel.
Tetapi banyak mikroorganisme, zat-zat lain seperti lemak dan protein dapat
dugunakan sebagai sumber energi pilihan. Ada peraturan umum yang mengatur
penggunaannya: zat-zat tersebut diubah secepat dan seefisien mungkin menjadi
intermediet lintasn-lintasan glikolitik dan TCA sehingga untuk terlaksananya
penguraian secara lengkap hanya dibutuhkan sejumlah enzim tambahan. Peraturan
ini menyoroti kenyataatn bahwa lintasan glikolitik dan siklus TCA berlaku
sebagai suatu pusat umum dan lintasan-lintasan katabolik lainnya dibangun di
sekelilingnya.
Perombakan lipid atau lemak diawali dengan pecahnya trigliserida oleh
penambahan air sehingga terbentuk gliserol dan asam lemak dengan bantuan
enzim-enzim lipase. Gliserol sebagai komponen lemak dapat diubah menjadi
intermediet lintasan glikolitik (dehidroksiaseton fosfat) melalui reaksi-reaksi
berikut:

Asam-asam lemak dioksidasi melalui pengusiran berturut-turut fragmen


berkarbon dua dalam bentuk aseti KoA. Asetil KoA yang terbentuk kemudian
dapat memasuki siklus TCA, sedangkan atom-atom hidrogen beserta elektron-
elektronnya memasuki rantai angkutan elektron menuju rantai angkutan elektron
menuju fosforilasi oksidatif.
Ada lebih banyak hasil energi per gram lemak daripada per garam
karbohidrat. Namun relatif hanya beberapa spesies mikroba yang efektif dalam
merombak lipid, baik tipe sederhana maupun yang rumit, antara lain karena
terbatasnya daya larut lipid.
e. Katabolisme Protein
Banyak bakteri heterotrof dapat menghancurkan protein di luar tubuhnya
dan menggunakan produk-produk hasil proses tersebut sebagai sumber tenaga
karbon dan nitrogen. Karena molekul protein terlampau besar untuk dapat
melewati membran, bakteri mengekskresikan eksoenzim yang disebut protease
yang menghidrolisis protein menjadi peptida-peptida.
Bakteri menghasilkan peptidase yang menguraikan peptida menjadi asam-
asam amino yang kemudian dikatabolisme melalui cara yang bergantung pada tipe
asam aminonya dan spesies atau galur bakteri yang menguraikannya. Proses ini
adalah sebgaai berikut:

Bilamana asam amino diuraikan, kerangka karbon asam-asam amino tersebut


mengalami penguraian oksidatif menjadi senyawa-senyawa yang dapat memasuki
siklus TCA untuk dioksidasi lebih lanjut. Masuknya kedalam siklus TCA dapat
melalui asetil KoA, asam α ketoglutarat, asam suksinat, asam fumarat, atau asam
oksaloasetat.
Gambaran keseluruhan disimilasi karbohidrat, lipid, dan protein diperlihatkan
pada Gambar 9.

Gambar 9. Metabolisme Karbohidrat, Lipid, dan Asam Amino

f. Respirasi Anaerobik pada Beberapa Bakteri


Sebagian bakteri yang biasanya aerobik dapat tumbuh secara anaerobik bila
ada nitrat. Misalnya Spirillum itersonii, sejenis bakteri akuatik, bergantung pada
oksigen kecuali bila kalium nitrat ditambahkan ke dalam medium. Dalam kasus
semacam itu, pada hakikatnya nitrat menggantikan oksigen sebagai penerima
terakhir elektron dalam rantai respirasi. Proses ini disebut respirasi anaerobik.
Lintasan-lintasan yang dipergunakan untuk disimilasi sumber-sumber karbon dan
energi adalah sama dengan yang dipergunakan dalam respirasi aerobik dan
angkutan elektron berlangsung melalui rantai respirasi, serupa pada sel-sel
aerobik. Oksigen digantikan oleh nitrat sebagai penerima elektron. Namun pada
beberapa anaerobik tulen, senyawa-senyawa anorganik lainnya, seperti karbon
diokesida, atau ion-ion seperti ion-ion sulfat dapat berlaku sebagai penerima
terakhir elektron.
g. Produksi Energi Melalui Fotosintesis
Tumbuhan, alga, dan sianobakteri adalah fotoautotrof. Mereka
menggunakan cahaya sebagai sumber enrginya dan karbon dioksida sebagai
sumber karbon satu-satunya. Supaya CO2 dapat berguna bagi metabolisme, maka
perta-tama harus direduksi menjadi karbohidrat. Proses ini yang menggunakan
cahaya untuk mengubah CO2 menjadi karbohidrat; disebut fotosintesis. Reaksi
keseluruhnya dapat ditulis sebagai:
2H2O + CO2  (CH2O)x + O2 +H2O
Dengan adanya Karbohidrat
cahaya dan klorofil
Disini (CH2O)x adalah rumus karbohidrat mana saja. Proses ini mempunyai dua
persayaratan penting: (1) sejumlah energid alam bentuk ATP dan (2) sejumlah
besar reduktan kimiawi, dalam hal ini air.
Beberapa kelompok bakteri yaitu bakteri fotoautotrof hijau dan ungu juga
dicirikan menurut kesanggupannya untuk melakukan fotosintesis. Tetapi lain
halnya dengan tumbuhan, algae dan sianobakteri, bakteri-bakteri-bakteri ini tidak
menggunakan air sebagai reduktan kimiawinya dan juga tidak juga menghasilkan
oksigen sebagai salah satu produk akhirnya. Persamaan umum bagi fotosintesis
bakteri adalah:
2H2A + CO2  (CO2O)x + 2A + H2O
Dengan adanya Karbohidrat
cahaya dan pigmen
bakterioklorofil
disini H2 menyatakan reduktan kimiawi, seperti senyawa anorganik H2, H2S,
atau H2S2O3, atau senyawa organik laktat atau suksinat. Bila H 2A dalam
persamaan ini adalah H2S maka, A adalah S.
Kedua persamaan tersebut di atas menyatakan hasil keseluruhan
fotosintesis. Banyak telah dipelajari mengenai reaksi-reaksi kimiawi yang terlibat
di dalam fotosintesis bakteri dan tumbuhan. Berikut adalah tinjauan mengenai
proses-proses penghasil energi yang bergantung pada cahaya yang menyangkut
bakterioklorofil pada bakteri, dan klorofil pada tumbuhan, algae, dan sianobakteri.
Yang dikemukan disini sejalan dengan hasil-hail mutakhir dari banyak peneliti
namun mungkin saja perlu dimodifikasi bila diperoleh bukti-bukti lebih lanjut.
a. Fotofosforilasi siklik dan nonsiklik
Bakteri fotosintetik mempunyai klorofil, disebut bakterioklorofil, yang
berbeda dengan klorofil pada tumbuhan dan hal struktur dan sifat-sifat penyerapan
cahayanya. Bakterioklorofil menyerap cahaya pada daerah dekat inframerah (680-
870 nm). Tidak dikandung di dalam kloroplas tetatpi ditemukan pada sistem-
sistem membran yang ekstensif di seluruh sel bakteri.
Bila sebuah molekul bakterioklorofil menyerap suatu kuantum cahaya,
energi dari cahaya tersebut mengangkat molekul tersebut pada keadaan eksitasi
(Excited state). Pada keadaan eksitasi ini sebuah elektron terusir dari
bakterioklorofil. Bakterioklofil itu sendiri menjadi bermuatan positif, kemudian
berfungsi sebagai penangkap elektron atau bahan pengoksidasi yang kuat.
Elektron tersebut yang membawa sebagian energi yang diserap dari cahaya,
dipindahkan pada suatu protein “heme” yang mengandung besi yang dikenal
sbagai feredoksin. Dari sini kemudian berturut-turut dilakukan pada ubikuinon,
sitokrom b, dan sitokrom f, dan akhirnya kembali pada bakterioklorofil yang
bermuatan positif. Pada hakikatnya, elektron tersebut telah bergerak mengelilingi
suatu lingkaran, diawali dengan bakterioklorofil dan kembali kesitu pula. Jadi,
seluruh proses ini disebut fosforilasi siklik. Proses yang ralatif sederhana ini
digambarkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Fosforilasi Siklik


Energi yang dilepaskan pada langkah sitokrom b dan sitokrom f digunakan
untuk fosforilasi, pembentukan ATP dari ADP dan fosfat anorganik. Perhatikan
bahawa NADP tidak tereduksi pada reaksi-reaksi ini. Reduksi NADP + pada
bakteri fotosintetik dicapai tidak melalui fotosintesis tetapi melalui penggunaan
tenaga pereduksi dan unsur-unsur lingkungan seperti H2S dan senyawa-senyawa
anorganik lainnya dan organik. Senyawa-senyawa tereduksi semacam itu biasanya
dijumpai berlimpah-limpah dalam lingkungan anaerobik bakteri fotosintetik.
Dapat ditambahkan bahwa cahaya yang berenergi lebih tinggi daripada yang
diserap oleh bakterioklorofil dapat turut menyumbang pada fotosintesis bakteri
karena dalam sel-sel bakteri ada karatenoid dan pigmen-pigmen pelengkap
lainnya yang menyerap cahaya pada gelombang yang lebi rendah dan
memindahkan energinya pada bakterioklorofil.
Pada fotosintesis tumbuhan, algae, dan sianobakteri, terjadi fotofosforilasi
nonsiklik. Dalam proses ini ketika sebuah molekul dalam pigmen sistem II (salah
satu dari dua sistem reaksi cahaya) menyerap cahaya, energi-energi ini
mengangkat molekul tersebut ke keadaan eksitasi dan molekul itu melepaskan
sebuah elektron. Elektron ini dipindahkan ke plastokuinon, ke sitokrom b, ke
sitokrom f, dan akhirnya ke pigmen fotosistem I. Fotofosforilasi terjadi disertai
pembentukan ATP dari ADP dan fosfat anorganik pada langkah anatara sitokrom b
dan sitokrom f. Bila menyerap cahaya, pigmen sistem I melepaskan sebuah
elektron. Elektron ini dipindahkandari feredoksin ke flavoprotein, ke NADP+ pada
langkah antara lepasnya elektron dari pigmen sistem I ke feredoksin, terjadi lagi
fotofosforilasi. Perhatikan pula bahwa pada sebagian dari proses ini terjadi
reduksi NADP+ (lihat Gambar 11). Proses ini berbeda dengan fotofosforilasi siklik
karena elektron yang dilepaskan oleh pigmen sistem II tidak diedarkan kembali
kepadanya. Melainkan pada pigmen sistem II elektron digantikan oleh
perombakan air yang dibangkitkan oleh cahaya yang disebut fotolisis.
Gambar 11. Fosforilasi Nonsiklik

C. Proses Anabolisme/Asimilasi Mikroba


ATP yang terbentuk melalui reaksi-reaksi disimilasi pada sel-sel bakteri
dipergunakan melalui berbagai macam cara. Sejumlah besar energi tersebut
digunakan dalam biosintesis struktur sel seperti dinding sel, membran sel, dan
granula-granula penyimpan energi. ATP juga dibutuhkan untuk sintesis enzim dan
substansi kimiawi-kimiawi lainnya, serta pemeliharaan integritas fisika dan
kimiawi sel, termasuk reparasi kerusakan sel. Proses-prose lain yang
menggunakan ATP meliputi pergerakan, produksi panas, pengangkutan solut
melintasi membran, dan bioluminesens. Sebagian besar dari energi yang diperoleh
dari reaksi-reaksi disimilasi dipergunakan untuk proses metabolik yang tidak
berkaitan dengan biosintesis bahan sel.
1. Sintesis Makromolekul
Taraf lain biosintesi ialah penggabungan molekul-molekul yang lebih kecil
untuk membantuk molekul yang lebih besar yaitu sisntesis makromolekul. Proses
ini dapat digambarkan dengan mengambil contoh biosintesis peptidoglikan
dinding sel bakteri.
a. Struktur peptidoglikan
Bagian yang kaku pada dinding sel bakteri terbuat dari suatu polimer yang
dikenal sebagai murein, peptidoglikan, atau mukopeptida. Dinding bakteri gram
positif mengandung peptidoglikan dalam proporsi yang besar, pada dinding
bakteri gram negatif proporsi peptidoglikannya jauh lebih kecil. Peptidoglikan
bervariasi dalam komposisi kimiawi dan strukturnya dari spesies ke spesies, tetapi
mempunyai persamaan-persamaan dasar. Peptidoglikan adalah polimer yang amat
besar, terdiri dari tiga jenis bahan pembangun: (1) asetilglukosamin (AGA), (2)
asam asetilmuramat (AAM), dan (3) suatu peptida yang terdiri dari empat atau
lima asam amino yang macamnya terbatas. Beberapa dari asam amino tersebut
ada di dalam konfigursi isomer D, suatu kondigurasi yang tidak umum dijumpai
pada tempat lain di alam ini. Cara terbaik untuk menggambarkan peptidoglikan
adalah sebagai rantai tulang pungguung polisakarida yang terdiri dari AGA dan
AAM yang berselang-seling, dengan rantai-rantai peptida pendek yang menonjol
dari unit-unit AAM.
b. Aktivasi prekursor peptidoglikan
Escherichia coli dapat mensintesis peptidoglikan dinding sel bila
ditumbuhkan dalam medium sederhana yang terdiri dari glukosa, amonium sulfat
dan garam-garam mineral. Salah satu dari langkah sintesis ini adalah
pembentukan suatu derivat teraktivasi asam asetil muramat. Proses ini
membutuhkan energi pada beberapa titik seperti diperlihatkan pada Gambar 12.
Aktivasi molekul-molekul gula seperti asetilglukosamin melalui pengikatan suatu
gugusan uridin difofat (UDP) untuk membentuk prekursor gula UDP tidak hanya
khusus bagi asam asetilmuramat tetapi merupakan suatu metode umum yang
digunakan dalam biosintesis banyak macam polisakarida.
Gambar 12. Biosintesis Asam Asetil Muramat-UDP
c. Sintesis peptidoglikan
Setelah pembentukan AAM teraktivasi sintesis peptidoglikan berlangsung
sebagai berikut:
1) Asam-asam amino terikat pada bagian AAM prekursor teraktivasi
sehingga membentuk suatu rantai peptida pendek. Ribosom tidak terlibat,
tetapi setiap penambahan asam amino membutuhkan energi dari
perombakan ATP dan adanya Mg2+ atau Mn2+ serta suatu enzim yang
spesifik.
2) Prekursor AAM-UDP tergandeng pada fosfolipid membran yang disebut
baktoprenol.
3) AGA tergandeng pada AAM dari prekursor AAM-UDP. Reaksi ini
membutuhkan bentuk teraktivasi AGA, yaitu derivat AGA-UDP. Pada
sementara organisme, penambahan peptida-peptida yang “menjebatani”
terjadi pada langkah ini.
4) Prekursor tersebut masih dalam keadaan terikat pada baktoprenol, dibawa
keluar dari sel melalui membran sel dan dihubungkan pada rantai
peptidoglikan yang sedang tumbuh pada dinding sel. Ikatan-ikatan peptida
kemudian dapat terbentuk dan penggabungan prekursor tersbeut ke dalam
peptidoglikan yang sedang tumbuh itu kemudian selesai. Gambar 13
menggambarkan langkah-langkah dalam biosintesis peptidoglikan yang
khas.

Gambar 13. Biosintesis Peptidoglikan pada Staphylococcus aureus


2. Sintesis organik pada bakteri kemoautotrofik
Bakteri kemoautotrof tidak membutuhkan nutrien organik dan
menggunakan karbon dioksida sebagai sumber karbon satu-satunya. Bakteri ini
mengoksidasi nutrien anorganik sperti hidrogen, amonia, nitrit, dan tiosulfat untuk
menghasilkan energi metabolik dalam bentuk ATP dan dalam beberapa hal tenaga
pereduksi dalam bentuk NADPH2. Dibandingkan dengan bakteri-bakteri lainnya,
seperti heterotrof, keadaan bakteri kemoautotrof tidak begitu menguntungkan dari
segi energetika. Elektron-elektron yang berasal dari oksidasi nutrien anorganik
oleh bakteri kemoautotrof biasanya memasuki rantai angkutan elektron pada titik
yang lebih tinggi (kecuali bakteri Hydrogenomonas dan bakteri sulfur
nonfotosintetik). Ambillah contoh Nitrobacter, organisme-organisme
kemoautotrofik ini menggunakan suatu proses yang arus elektron terbalik atau
pembentukan NADPH2 yang bergabung pada ATP. Dalam proses ini, energi yang
dilepaskan pada perombakan ATP digunakan untuk mendorong elektron-elektron
dari oksidasi sumber energi anorganik menuju suatu nilai energetika yang mampu
mereduksi NAD+ atau NADP+.
Metode utama penambatan CO2 pada bakteri autotrofik ialah silus Calvin,
yang digambarkan pada Gambar 14. Pada lintasan ini, CO 2 ditambat dalam suatu
reaksi yang menggunakan ribulosa difosfat sebagai molekul akseptor (penerima).
Produk utama penambatam CO2 ialah asam 3-fosfogliserat; dari senyawa inilah
semua molekul organik lainnya pada sel disintesis. Tetapi penambatan CO 2
bergantung oada suplai molekul akseptor tadi, yaitu ribulosa difosfat, dan dengan
demikian sebagian besar dari asam 3-fosfogliserat yang dihasilkan harus
digunakan untuk pembentukan kembali ribulosa difosfat. Jadi, proses penambatan
CO2 bersifat siklik. Pada setiap putaran siklus tersebut ditambat satu molekul CO 2.
Berbagai intermediet siklus tersebut ditarik keluar dan memasuki berbagai
lintasan biosintetik yang berbeda-beda.
Siklus penambatan CO2 ini rumit. Beberapa dari reaksi-reaksinya sama
seperti pada lintasan glikolitik dan pentosa fosfat. Dua reaksi yang spesifik bagi
siklus ini adalah: reaksi penambatan CO2 dan reaksi pembentukan kembali
ribulosa difosfat sebagai akseptor CO2.
Reaksi keseluruhan bagi siklus Calvin ialah:
6CO2 + 12NADPH +12H+ + 18ATP + 12H2O  C6H12O6 +12NADP+ 18ADP + 18Pa
Perhatikan digunakannya tenaga pereduksi dan energi dalam jumlah besar dalam
siklus ini.
Gambar 14. Siklus Calvin untuk Penambatan Karbon Dioksida pada Organisme
Autotrofik

D. Pertumbuhan Mikroba
1. Pengertian Pertumbuhan

Menurut Theresia Tri Suharmi, dkk. 2008: 89 bahwa Pertumbuhan adalah


penambahan teratur semua komponen sel suatu mikroba. Pada jasad bersel satu,
pertumbuhan dapat dilihat dengan bertambahnya ukuran sel, dan setelah mencapai
ukuran tertentu biasanya diikuti proses pembelahan. Misalnya pembelahan sel
pada bakteri akan menghasilkan pertambahan jumlah sel bakteri itu sendiri. Pada
jasad bersel banyak (multiseluler), pembelahan sel tidak menghasilkan
pertambahan jumlah individunya, tetapi hanya merupakan pembentukan jaringan
atau bertambah besar jasadnya. Dalam membahas pertumbuhan mikrobia harus
dibedakan antara pertumbuhan masing-masing individu sel dan pertumbuhan
kelompok sel atau pertumbuhan populasi. Oleh karena itu pertumbuhan dapat
didefinisikan pula merupakan pertambahan jumlah individu.
2. Fase Pertumbuhan
Pertumbuhan mikroorganisme dimulai dari awal pertumbuhan sampai
dengan berakhirnya aktivitas merupakan proses bertahap yang dapat digambarkan
sebagai kurve pertumbuhan. Kurve pertumbuhan umumnya terdiri atas 7 fase
pertumbuhan, tetapi yang utama hanya 4 fase yaitu : lag, eksponensial, stasioner,
dan kematian. Kurve pertumbuhan yang lengkap merupakan gambaran
pertumbuhan secara bertahap (fase) sejak awal pertumbuhan sampai dengan
terhenti mengadakan kegiatan. Kurve pertumbuhan biasanya terbagi dalam 5 fase
pertumbuhan, tetapi lebih terinci dalam 7 fase yakni sebagai berikut :
a. Fase lag disebut juga fase persiapan, fase permulaan, fase adaptasi atau
fase penyesuaian yang merupakan fase pengaturan suatu aktivitas dalam
lingkungan baru. Oleh karena itu selama fase ini pertambahan massa atau
pertambahan jumlah sel belum begitu terjadi, sehingga kurve fase ini
umumnya mendatar. Selang waktu fase lag tergantung kepada kesesuaian
pengaturan aktivitas dan lingkungannya. Semakin sesuai maka selang
waktu yang dibutuhkan semakin cepat.
b. Fase akselerasi merupakan fase setelah adaptasi, sehingga sudah mulai
aktivitas perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah dengan
kecepatan yang masih rendah.
c. Fase eksponensial atau logaritmik merupakan fase peningkatan aktivitas
perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah mencapai kecepatan
maksimum sehingga kurvenya dalam bentuk eksponensial. Peningkatan
aktivitas ini harus diimbangi oleh banyak faktor, antara lain : faktor
biologis, misalnya : bentuk dan sifat mikroorganisme terhadap lingkungan
yang ada, asosiasi kehidupan diantara organisme yang bersangkutan dan
faktor non-biologis, misalnya : kandungan hara di dalam medium kultur,
suhu, kadar oksigen, cahaya, bahan kimia dan lain-lain. Jika faktor-faktor
di atas optimal, maka peningkatan kurve akan tampak tajam atau semakin
membentuk sudut tumpul terhadap garis horizontal (waktu).
d. Fase retardasi atau pengurangan merupakan fase dimana penambahan
aktivitas sudah mulai berkurang atau menurun yang diakibatkan karena
beberapa faktor, misalnya : berkurangnya sumber hara, terbentuknya
senyawa penghambat, dan lain sebagainya.
e. Fase stasioner merupakan fase terjadinya keseimbangan penambahan
aktivitas dan penurunan aktivitas atau dalam pertumbuhan koloni terjadi
keseimbangan antara yang mati dengan penambahan individu. Oleh karena
itu fase ini membentuk kurve datar. Fase ini juga diakibatkan karena
sumber hara yang semakin berkurang, terbentuknya senyawa penghambat,
dan faktor lingkungan yang mulai tidak menguntungkan.
f. Fase kematian merupakan fase mulai terhentinya aktivitas atau dalam
pertumbuhan koloni terjadi kematian yang mulai melebihi bertambahnya
individu.
g. Fase kematian logaritmik merupakan fase peningkatan kematian yang
semakin meningkat sehingga kurve menunjukan garis menurun

Gambar 15. Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme


3. Pengukuran Pertumbuhan

Perhitungan sel bakteri terdiri atas 2 (dua) cara, yaitu perhitungan langsung
dan tidak langsung.

a. Perhitungan Langsung
1) Menghitung sel langsung
Cara ini menggunakan bilik hitung (hemositometer). Yang
menghasilkan hitungan total, karena semua sel terhitung, baik sel yang
hidup maupun sel yang mati. Karena bakteri itu sangat kecil, maka
perhitungan yang dilakukan secara statistic dapat diterima, namun harus
dibuat suspense sekurang-kurangnya 107 per ml.
a) Menghitung dari preparat pengecatan
Sama halnya dengan menghitung sel langsung, cara ini menghasilkan
hitungan total. Perhitungan dilakukan dengan cara mengoleskan
sejumlah volum pada luas kaca objek yang telah diukur, dicat dengan
metilenbiru atau cat lain yang sesuai, kemudian dihitung jumlah
organisme pada bagian-bagian tertentu yang telah diketahui luasnya.
Dengan mengetahui diameter bidang penglihatan dengan pengukuran
sebelumnya (memakai stage micrometer), maka jumlah
mikroorganisme per ml dapat dihitung.
b) Menghitung dengan Filter Membran
Contoh cairan yang telah ditakar dan disaring dengan filter steril yang
terbuat dari membran berpori. Bakteri yang bertahan oleh filter itu,
kemudian dihitung langsung. Dalam hal ini jumlah bakteri dalam cairan
tersebut tidak boleh terlalu banyak dan tersebar rata. Sebelum dihitung
bakteri pada membrane itu dicat. Untuk menghitung membrane dibuat
transparan dengan menyerapkan minyak imersi ke dalam membrane.
Cara ini adalah cara penghitungan total.
c) Menghitung dengan Alat Penghitung Elektronik
Dengan alat ini dapat dihitung beribu-ribu bakteri dalam beberapa detik.
Penggunaan kebanyakan alat ini didasarkan atas kerja dengan lobang
pengintai elektronik (dapat disamakan dengan “mata elektronik”).
b. Perhitungan Tidak Langsung
1) Penentuan Volum Total
Cara ini adalah semacam modifikasi penentuan hematokrit pada
pengukuran volum total butir-butir darah. Misalnya, 10 ml biakan
dimasukkan kedalam tabung reaksi khusus (tabung HOPKINS) yang
bagian bawahnya berupa silinder dan bergaris ukuran. Organisme
dipadatkan dengan sentrifus pada kecepatan baku dan waktu yang tepat
menurut ukurannya kemudian volum totalnya dapat dibaca pada skala
silinder itu. Dengan mengetahui volum rata-rata masing-masing sel secara
perkiraan dapat ditentukan jumlah sel.
2) Metode Turbidimetri
Teknik ini sudah dipakai sebagai cara mengukur kekeruhan suspense atas
dasar penyerapan dan pemencaran cahaya yang dilintaskan, sehingga yang
mengandung lebih dari 107-108 sel per mililiter tampak keruh oleh mata
telanjang. Suatu volum biakan yang telah ditakar ditempatkan dalam
tabung khusus yang jernih dengan diameter tertentu. Tabung ini diletakkan
antara suatu satuan sumber cahaya dan satuan fotoelektrik yang disambung
dengan galvanometer. Harus diperhatikan bahwa data kekeruhan bukanlah
perhitungan jumlah bakteri dan tidak dapat secara tepat digunakan seperti
pada kalkulasi yang didasarkan pada pernyataan eksponen jumlah sel.
Kekeruhan dapat dibakukan dalam sebutan jumlah sel dengan perhitungan
dalam hemasitometer dibandingkan dengan jumlah suspense bakteri baku.
3) Perhitungan Bakteri Hidup
Perhitungan bakteri hidup dilakukan dengan cara seri pengenceran. Cara
ini secara luas digunakan untuk menghitung bakteri hidup dalam berbagai
cairan seperti air, susu, biakan cair dan sebagainya. Serentetan
pengenceran dibuat untuk kemudian ditanam dalam medium pembiakan
bulyon agar dan setelah inkubasi jumlah koloni dihitung. Setelah
dikonversi sesuai dengan pengencerannya, akan diketahui jumlah bakteri
per mililiter. Karena pengenceran dikerjakan secara lipat ganda atau secara
desimal, maka angka yang diperoleh hanya angka perkiraan yang biasanya
disebut Most Probable Number (MPN).
4. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba
a. Faktor Abiotik
1) Temperatur
Faktor temperature merupakan factor lingkungan terpenting yang
mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan mikroba karena enzim yang
menjalankan metabolisme sangat peka terhadap temperature.
Berdasarkan temperature minimum, optimum dan maksimum yang
dimiliki mikroba digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu mikrobia
psikrofil (tumbuh pada temperature minimum 0°C, optimum 15°C,
maksimum 30°C), mikrobia mesofil (tumbuh pada temperature
minimum 40°C, optimum 25-37°C dan maksimum 55°C), mikrobia
termofil (tumbuh pada temperature minimum 40°C, optimum 55-60°C
dan maksimum 75°C).
2) Konsentrasi ion hidrogen (pH)
Enzim, sistem transport electron dan sistem transport nutrient pada
membrane sel bakteri sangat peka terhadap konsentrasi ion hidrogen
(pH). Selama pertumbuhan, mikrobia dapat menyebabkan perubahan pH
medium sehingga tidak sesuai lagi untuk pertumbuhan. Oleh karena itu
perlu diberi buffer di dalam medium untuk mencegah perubahan pH.
Berdasarkan pH minimum, optimum dan maksimum untuk
pertumbuhan, mikrobia digolongkan ke dalam mikrobia asidofilik,
neotrofilik dan mikrobia alkalinofilik. Tiap mikrobia mempunyai kisaran
pH tertentu untuk pertumbuhannya. Biasanya pH untuk bakteri 6,5-7,5,
khamir 4,0-4,5, jamur benang dan aktinomisetes pada pH yang lebih
luas 2,0-8,0.
3) Kebutuhan air
Air sangat vital artinya bagi kehidupan karena semua aktivitas
metabolisme terjadi di dalam substrat yang mengandung air bebas.
Ketersediaan air yang dapat digunakan oleh mikrobia sering dinyatakan
dengan aktifitas air (aw). Aktifitas air suatu bahan dapat dihitung dengan
menentukan nilai kelembaban relatifnya, aw= RH/100. Aktifitas air dari
bakteri 0,90-0,99, khamir 0,88-0,94, jamur benang 0,70-0,93 dan bakteri
halofil 0,75.
4) Tekanan osmosis
Tekanan osmosis ialah besarnya tekanan minimum yang diperlukan
untuk mencegahaliran air menyebrangi membrane di dalam larutan.
Konsentrasi zat terlarut akan menentukan tekanan osmosis suatu larutan.
Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin tinggi pula tekanan
osmosis larutan tersebut, demikian pula sebaliknya. Tekanan osmosis
akan mempengaruhi sel mikrobia karena hal ini berkaitan dengan
ketersediaan air bagi sel. Berdasarkan tekanan osmosisnya maka larutan
tempat pertumbuhan mikrobia dapat digolongkan menjadi larutan
hipotonis, isotonis, dan larutan hipertonis. Mikrobia yang osmofil dapat
tumbuh pada kadar gula yang tinggi, mikrobia yang halofil dapat
tumbuh pada kadar garam yang tinggi. Mikrobia biasanya hidup di
lingkungan yang bersifat agak hipotonis sehingga air akan mengalir dari
lingkungan ke dalam sel sehingga sel menjadi mengembang dan kaku.
5) Oksigen molekuler
Adanya oksigen diperlukan untuk hidup dimana mikrobia berbeda
dalam kebutuhan ataupun toleransi terhadap oksigen. Dibedakan
mikrobia yang bersifat aerob (membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya), mikroaerofil (membutuhkan oksigen dalam jumlah
sedikit), fakultatif anaerob (tidak membutuhkan oksigen, tetapi tumbuh
baik dalam adanya oksigen) dan anaerob obligat (adanya oksigen dapat
membahayakan bahkan mematikan).

b. Faktor Biotik
Faktor biotik yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan mikrobia
dibedakan menjadi:
1) Hewan Aksenik
Hewan aksenik adalah hewan percobaan yang sejak lahir, bebas dari
kehidupan mikrobia atau disebut mengalami kehidupan aksenik.
2) Kehidupan Bersama (asosiasi)
Di alam jarang sekali ditemukan mikrobia yang hidup sebagai biakan
murni, tetapi selalu berada dalam asosiasi dengan mikrobia lain. Ada
bermacam-macam asosiasi mikrobia di alam dari bentuk asosiasi yang
sangat erat diantara mikrobia sampai bentuk asosiasi yang sangat
renggang. Dibedakan dua macam bentuk asosiasi yaitu: simbiome dan
antibiose. Simbiome dipakai untuk menyatakan asosiasi antara dua atau
lebih organisme dimana sedikitnya satu jenis (spesies) diantaranya
mendapatkan keuntungan dari asosiasi tersebut. Simbiose dibedakan
dalam tiga golongan, yaitu komensalisme, mutualisme dan parasitisme.
Antibiosis disebut juga antagonis atau amensalisme merupakan cara suatu
mikrobia untuk melindungi diri di alam karena terbentuknya hasil
metabolisme berupa zat racun seperti toksin dan antibiotik.
3) Sinergisme
Sinergisme adalah kehidupan bersama yang menyebabkan terjadinya suatu
kemampuan untuk melakukan perubahan kimia tertentu dalam substrat
atau medium.
4) Netralisme
Hubungan Netralisme merupakan hubungan antar spesies yang saling
tidak mengganggu. Misalnya saja, microbe yang ada di dalam tanah atau
di dalam kotoran hewan banyak spesies yang dapat hidup bersama dengan
tidak saling merugikan, tetapi juga tidak saling menguntungkan.
5) Kompetisi
Kebutuhan akan zat makanan yang sama dapat menyebabkan terjadinya
persaingan antar spesies. Spesies yang dapat menyesuaikan diri paling
baik, itulah spesies yang akan mengalami pertumbuhan subur. Misalnya,
bila persediaan oksigen dalam suatu medium berkurang, maka bakteri
aerob akan dikalahkan oleh bakteri anaerob fakultatif.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Metabolisme merupakan suatu reaksi yang terarah dan terjadi di dalam sel
dan reaksi-reaksi ini selalu melibatkan enzim. Metabolisme dibagi menjadi dua
proses yaitu proses disimilasi (katabolisme) dan proses asimilasi
(biosintesa/anabolisme) sehingga reaksi metabolisme merupakan suatu reaksi
anabolisme dan katabolisme yag selalu berdampingan, jadi sulit dipisahkan antara
keduanya. Reaksi katabolisme menghasilkan energi yang nantinya akan
digunakan untuk reaksi bioseintesa (anabolisme).
Pertumbuhan mikroorganisme dimulai dari awal pertumbuhan sampai
dengan berakhirnya aktivitas merupakan proses bertahap yang dapat digambarkan
sebagai kurve pertumbuhan. Kurve pertumbuhan umumnya terdiri atas 7 fase
pertumbuhan, tetapi yang utama hanya 4 fase yaitu : lag, eksponensial, stasioner,
dan kematian. Kurve pertumbuhan yang lengkap merupakan gambaran
pertumbuhan secara bertahap (fase) sejak awal pertumbuhan sampai dengan
terhenti mengadakan kegiatan. Kurve pertumbuhan biasanya terbagi dalam 5 fase
pertumbuhan, tetapi lebih terinci dalam 7 fase yakni fase lag, ekselerasi,
eksponensial, retardasi, stasioner, kematian, dan kematian logaritmik.
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh faktor abiotik dan faktor biotik.
Faktor abiotik mencakup temperatur, pH, kebutuhan air, tekanan osmosis, dan
oksigen molekular. Sedangkan faktor biotik mencakup hewan aksenik, kehidupan
bersama, sinergisme, dan kompetisi.
B. Saran
Makalah ini menyajikan materi tentang metabolisme mikroba. Diharapkan
dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah
wawasan tentang metabolisme mikroba. Kemudian, penyajian makalah ini masih
banyak kekurangan, sehingga diharapkan kepada pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi. Bandung: Margahayu Permai

Pelczar, Michael dan Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press

Purwoko, Tjahjadi. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara.

Suharni, Theresia Sri dan Nastiti, Sri Juni. 2008. Mikrobiologi Umum.
Yogyakarta: UAJY Press.
Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai