Anda di halaman 1dari 54

SISTEM OTOT DAN GERAK

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


FISIOLOGI HEWAN
Dosen Pengampu:
Haslinda Yasti Agustin, S.Si., M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 3 / Tadris Biologi 3-B
1. Muhammad Maliki Ibrahim (17208163053)
2. Laili Nursaidah (17208163084)
3. Kirana Atiqotul Maula An Nafis (17208163090)
4. Kiki Lia Maharani (17208163126)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

SEPTEMBER 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas


berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah berjudul Sistem Otot dan Gerak ini membahas mengenai mekanisme
gerak pada hewan, sistem otot dan gerak otot pada invertebrata dan vertebrata,
kontraksi otot, peranan ATP dan fosfagen pada kontraksi otot, serta mekanisme
hutang oksigen.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung yang memberikan fasilitas dalam penyusunan makalah ini.
2. Ibu Haslinda Yasti Agustin, S.Si., M.Pd. selaku dosen pengampu mata
kuliah Fisiologi Hewan yang membimbing dan mendampingi penulis
dalam penyusunan makalah ini.
3. Kedua orang tua penulis yang memberi dukungan moril dan materil.
4. Serta rekan-rekan Tadris Biologi 3-B tahun ajaran 2017/2018 yang
senantiasa sabar memberi semangat penulis.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Fisiologi Hewan. Penulis juga berharap semoga pembuatan
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan
pengetahuan.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan. Penulis pun sadar


bahwasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan
dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa menjadi koreksi bagi penulis
nanti dalam upaya evaluasi diri.

Tulungagung, September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................................. ii

Daftar Isi............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3

A. Mekanisme Dasar Gerak pada Hewan ....................................................................... 3


B. Sistem Otot dan Gerak Otot pada Invertebrata dan Vertebrata ................................. 10

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 49

A. Kesimpulan ................................................................................................................ 49
B. Saran .......................................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 51

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerak hewan seperti bergerak, makan, dan kopulasi, dihasilkan


oleh tiga mekanisme mendasar yang berbeda yaitu, gerakan amoeboid,
silia, dan flagela, dan kontraksi otot. Selain itu, produksi suara dan hampir
semua bentuk komunikasi lainnya yang tidak bergantung pada sinyal
kimia tertentu didasarkan pada kontraksi otot. Sebagian besar otot
berkontraksi saat neuron mengirimkan sinyal pada reseptor, memulai
serangkaian kejadian yang menyebabkannya otot untuk melakukan kerja
dan terjadi pemendekan. Kontraksi otot adalah kejadian makroskokpik
yang paling jelas dari tanda-tanda kehidupan hewan, yang telah
membangkitkan imajinasi dari banyak orang sejak jaman dahulu. Di abad
kedua A.D., Galen berhipotesis bahwa "roh binatang" mengalir dari saraf
ke otot, menggembungkan otot dan memperbesar diameternya pada
perpanjangnya, dan menyebabkan terjadinya pemendekan.

Bahkan baru-baru ini pada tahun 1950-an, ditemukan bahwa, otot


memendek karena molekul linier "protein kontraktil" di dalam otot
menyebabkan terjadinya pemendekan. Hipotesisnya menyatakan bahwa
molekul ini berbentuk heliks dan perubahan di dalam heliks dapat
membuat perubahan panjangnya. Hipotesis ini berumur pendek, namun
karena perkembangan teknik baru di tahun 1950-an menyebabkan
terjadinya kemajuan dalam pemahaman kita tentang fungsi otot. Melalui
bukti dari mikroskop elektron, biokimia, dan biofisika, kita telah belajar
bagaimana mekanisme kontraktil dari otot diatur dan bagaimana ia
menghasilkan gaya dan terjadi pemendekkan. Hal ini juga memperjelas
bagaimana proses kontraksi dimulai oleh aktivitas listrik di dalam
membran dari serat otot.

Otot diklasifikasikan, baik secara morfologi maupun fisiologi,


menjadi dua tipe utama, otot polos dan otot lurik. Satu jenis otot otot

1
lurik vertebrata (terutama katak dan otot rangka kelinci) adalah salah
satu contohnya. Penjelasan lebih detail terkait fungsinya, mekanisme-
mekanisme yang terjadi serta hal yang terkait dengan otot dan gerak
lainnya akan dijelaskan dalam makalah yang berjudul Sistem Otot dan
Gerak.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah yang berjudul Sistem Otot


dan Gerak adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana mekanisme dasar gerak pada hewan?


2. Bagaimana sistem otot dan gerak otot pada invertebrata dan vertebrata?
C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Sistem Otot


dan Gerak adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui mekanisme dasar gerak pada hewan.


2. Untuk menegetahui sistem otot dan gerak pada invertebrata dan
vertebrata.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Dasar Gerak pada Hewan

Gerakan merupakan ciri penting hewan. Gerakan hewan terjadi


dalam banyak bentuk pada jaringan hewan, mulai dari aliran sitoplasma
yang tidak terlihat sampai gerakan ekstensif otot rangka yang kuat. Sebagian
besar gerakan binatang tergantung pada mekanisme fundamental tunggal:
protein kontraktil, yang bisa mengubah bentuknya untuk memungkinkan
relaksasi dan kontraksi. Mesin kontraktil selalu tersusun dari pengaturan
ultrafine fibrils yang didukung oleh ATP. Sejauh ini sistem kontraktil
protein yang paling penting adalah actomyosin system, yang terdiri dari dua
protein, aktin dan miosin. Ini merupakan sebuah sistem biomekanik
universal yang hampir ditemukan pada protozoa sampai vertebrata.1

1. Gerak Ameboid

Pergerakan ameboid merupakan pergerakan khas, baik pada hewan


uniseluler (misalnya amoeba) maupun sel hewan multiselular. Pada
hewan multiseluler, gerak ameboid terjadi pada sel darah putih yang
meninggalkan aliran darah dan masuk ke dalam jaringan yang
mengalami radang. Gerak ameboid pada hewan bersel satu (amoeba)
terjadi dengan membentuk kaki (pseudopodium).2

Mekanisme pembentukan pseudopodia tidak diketahui secara jelas,


tetapi diduga berkaitan dengan adanya perubahan fase gel-sol pada
sitoplasmanya. Pada saat amoeba diam (tidak bergerak), bagian perifer
sitoplasma berada pada fase gel, disebut plasmagel. Sementara bagian
tengah berada pada fase sol, disebut plasmasol. Pada saat memperoleh
rangsang (misalnya makanan), plasmagel pada bagian tertentu di dekat

1
C. P., Hickman, L. S., Roberts, S. L., Keen, A., Larson, H., Anson, D. J., Eisenhour, Integrated
Principles of Zoology Fourteenth Edition, (New York: McGraw Hill Companies Inc., 2008),
654.
2
Ian Kay, Introduction to Animal Physiology, (Biddles, Guilford: BIOS Scientific Publishment
Limited, 1998), 46.

3
membran yang berdekatan dengan rangsang akan mengalami perubahan
ke fase sol. Sementara itu, pada bagian lain terjadi interaksi antara
filamen aktin dan miosin sehingga bagian tersebut mengerut, dan
menimbulkan tekanan positif. Adanya plasmagel yang berubah menjadi
plasmasol di satu sisi yang lain akan menyebabkan aliran plasmasol dari
daerah bertekanan positif ke daerah bertekanan negatif. Akhirnya,
terbentuk pseudopodium dan amoeba pun bergerak.3

Gambar 1 Gerak ameboid (I.Kay, 1998).

Pada amoeba yang sedang bergerak, plasmasol yang ada di tengah-


tengah sel mengalir ke arah gerakan, begitu plasmasol mencapai ujung
psedopodium, sebagian dari plasmasol berbelok ke sisi kanan dan kiri,
dan sebagian lagi ke arah depan. Pada titik ini aliran plasmasol nampak
seperti aliran air mancur. Plasmasol yang berbelok ke kanan dan kiri
kemudian berubah menjadi plasmagel, sehingga sebagian besar
plasmasl terus mengalir ke arah ujung psedopodium membentuk tudung
hialin. Aliran plasmasol ini akan terus berlangsung menjadi plasmasol
(bagian ini disebut zona pengumpulan). Pembentukan pseudopodium
akan berhenti apabila pada ujung depan pseudopodium terbentuk
plasmagel.

Mengenai bagaimana plasmasol bergerak ke depan, di sini


dikemukakan tiga teori. Pertama, teori yang dikemukakan oleh R.D.

3
Wiwi, Isnaeni, Fisiologi Hewan, (Yogyakarta: KANISIUS, 2006), 101.

4
Allen, mengatakan bahwa aliran plasmasol ke depan ditarik oleh
kontraksi plasmagel kulit di ujung anterior, terutama pada zona air
mancur. Di zona gunting, partikel bergerak dengan kecepatan tinggi.
Kedua, teori dikemukakan oleh R.J. Goldrace, bahwa kontraksi
plasmagel di daerah posterior (di zona pengumpulan) akan mendorong
endoplasma di tengah-tengah sel (endoplasma aksial) ke depan. Ketiga,
adalah model pergeseran molekul atau gunting endoplasma gel.
Jembatan-jembatan kimia pada sisi dalam dari endoplasma gel
menggeser molekul-molekul endoplasma individul ke depan. Aliran
molekul-molekul ini membawa endoplasma ke arah anterior.4

2. Gerak Silia dan Flagela

Silia merupakan organel seluler yang sering diklasifikasikan


menjadi dua tipe: 1) flagel, merupakan organel yang relatif panjang,
biasannya terdapat tunggal atau beberapa saja pada sel, dan 2) silia
sebenarnya, adalah organel yang relatif kecil, terdapat dalam jumlah
besar pada permukaan sel, misalnya Paramecium caudatum, memiliki
silia sekitar 2.500 pada permukaan selnya.5

Flagela dan silia merupakan penjuluran yang mengandung


mikrotubulus dari beberapa sel. Banyak eukariota uniseluler terdorong
melewati air oleh silia atau flagela yang bertindak sebagai embelan
lokomotor (penggerak), dan sperma hewan, alga, dan beberapa
tumbuhan memiliki flagela. Ketika silia atau flagela menjulur dari sel-
sel yang tetap di tempat sebagai bagian dari lapisan jaringan, penjuluran-
penjuluran tersebut dapat menggerakkan cairan melalui permukaan
jaringan. Misalnya, lapisan trakea (pipa udara) yang bersilia akan
menyapu mukus (lendir) paru-paru. Dalam saluran reproduksi wanita,

4
Soewolo, Pengantar Fisiologi Hewan, (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2000), 47.
5
Ibid., 48.

5
lapisan silia pada oviduk (saluran telur) membantu menggerakkan sel
sperma.6

Silia adalah khas pada siliata, namun dijumpai pula pada


permukaan tubuh Coelentrata, Turbelaria, dan Nematoda. Pada semua
filum hewan, kecuali Nematoda dan Arthropoda, silia biasanya dijumpai
pada tempat tertentu atau dalam tubuh hewan. Flagel adalah khas pada
Flagelata, namun flagel dijumpai pula pada sel-sel khoanosit bunga
karang (sponges), selenosit, dan sel nyala pada nefridia beberapa
invertebrata, gastrodermis Coelentrata, dan sel-sel sperma beberapa
kelompok hewan.

Aktivitas silia terbatas pada medium cair, jadi hanya terdapat pada
permukaan tubuh yang tenggelam atau dikelilingi oleh cairan. Gerak
silia menghasilkan salah satu atau kedua macam akibat, tergantung dari
inersia permukaan yang bersilia itu. Bila inersianya kecil, yang terjadi
adalah gerak permukaan yang bersilia itu dalam mediumnya (berpindah
tempat). Sebaliknya apabila inersianya besar, atau jika permukaan yang
bersilia itu tidak dapat bergerak bebas, maka medium cair eksternal yang
bergerak melewati permukaan bersilia tersebut. Karena itu permukaan
bersilia paling efektif untuk digunakan berpindah tempat dengan cepat
hanya pada hewan yang amat kecil seperti Protozoa, Rotifera dan larva
yang bersilia.

Diameter silia dan flagel biasanya 0,2 sampai 0,5 m. Panjang silia
umumnya 10-20 m, sedangkan flagel dari 20 m sampai beberapa mm.
Struktur silia dan flagel pada dasarnya sama. Masing-masing memiliki
inti yang terdiri dari mikrotubulus yang diselubungi pelebaran
membrane plasma. Sembilan doblet (kumpulan dua-dua) mikrotubulus,
yang masing-masing anggota pasangan ini saling menyambungkan
sebagian dindingnya, tersusun membentuk cincin. Pada pusat cincin
terdapat dua mikrotubulus tunggal. Susunan ini, yang disebut sebagai

6
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Biologi Edisi Kedepalan Jilid 1 Alih Bahasa, (Jakarta:
Erlangga, 2008), 123.

6
pola 9 + 2, ditemukan pada hampir semua flagela dan silia motil milik
eukariota. (Silia primer nonmotil memiliki pola 9 + 0, tanpa
mikrotubulus sentral [di pusat].) rakitan mikrotubulus pada silia atau
flagela ditambatkan sel oleh badan basal (basal body), yang secara
struktur amat mirip dengan sentriol. Faktanya, pada banyak hewan
(termasuk manusia), badan basal pada flagela sperma yang sedang
memfertilisasi memasuki sel telur dan menjadi sentriol.

Pada flagela dan silia motil, protein-protein peanut-silang yang


fleksibel dan berjarak teratur di sepanjang silia atau flagela,
menghubungkan doblet-doblet luar satu sama lain dan
menghubungkannya dengan kedua mikrotubulus sentral. Setiap doblet
luar juga memiliki pasangan-pasangan protein menonjol yang berjarak
teratur di sepanjang doblet dan menjulur ke doblet tetangga; protein
tersebut adalah protein motorik besar yang disebut dinein (dynein), yang
masing-masing terdiri atas beberapa polipeptida. Dinein bertanggung
jawab atas pergerakan melengkung organel tersebut. Molekul dinein
melakukan suatu siklus pergerakan kompleks yang disebabkna oleh
perubahan bentuk protein, dengan ATP menyediakan energi untuk
perubahan-perubahan ini.7

7
Ibid., 124.

7
Gambar 2 Ultrastruktur dari flagela atau silia motil sel eukariot
(Neil A. Campbell, dkk., 2008).

Pendapat baru sehubungan dengan gerak silia dan flagel adalah


hipotesis mikrotubul geser. Gerak ini memperoleh tenaga dari energi
ATP. Pada masing-masing pasang mikrotubul tepi pada aksonema
terdapat dua tangan kecil yang mengandung enzim ATP-ase untuk
memecah ATP dilepaskan, tangan-tangan itu berjalan-jalan ke
pasangan sebelahnya, sehingga mikrotubul relatif bergeser terhadap
filamen lain dalam pasangan itu. Karena adanya tahanan, mengakibatkan
aksonema melengkung jika filamen-filamen saling bergeser.8

Perbedaan utama antara silia dan flagel terletak pada pola


geraknya. Suatu flagel bergerak simetris dengan undulasi mirip dengan
gerakan ular, sehingga air didorong sejajar dengan sumbu memanjang
flagel. Sebaliknya, silia bergerak tidak simetris, gerak yang arah ke satu
berlangsung dengan silia dalam keadaan kaku disertai tenaga kuat dan
gerak cepat (kayuhan efektuf), ini diikuti oleh gerak balik yang lambat
dengan silia melengkung berawal dari pangkalnya (kayuhan balik),

8
Soewolo, Pengantar Fisiologi Hewan, (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2000), 50.

8
sehingga kembali pada posisi semula. Air didorong sejajar dengan
permukaan yang besilia itu.

Gambar 3 Perbandingan pola denyut flagela dan silia


(Neil A. Campbell, dkk., 2008).

Gerak dasar silia terdiri atas: 1) gerak pendulum, 2) gerak fleksural,


3) gerak undulasi, dan 4) gerak corong. Ada silia dan flagel yang
bergerak sesuai dengan salah satu gerak dasar tersebut, ada pula yang
gerakannya merupakan kombinasi dari dua atau lebih gerak dasar.

Gambar 4 Gerak dasar silia dan flagela. (Flagellum) gerak undulasi;


(Cillium) gerak fleksural: 1,2,3,4,5,6, adalah gerak efektif,
6,7,8,9,10,11,12, adalah gerak kayuhan balik. (C.P. Hickman,dkk.,
2008).

9
Gerak yang paling sederhana adalah gerak pendulum (Gambar 4,
bagian bawah), disini silia bergerak seperti bandul ke arah depan dan
belakang, yang dapat melengkung hanya bagian pangkalnya saja,
menghasilkan arah tegak lurus terhadap sumbu silia. Gerak pendulum
ini dapat dilihat misalnya gerak silia pada hulu kerongkongan (faring)
katak. Bentuk silia relatif tidak berbeda, baik ketika pada kayuhan
efektif maupun pada kayuhan balik, walaupun kayuhan efektif lebih
cepat dari pada kayuhan balik.

Pada gerak fleksural, silia mulai melengkung di ujungnya, yang


dilanjutkan atau dirambatkan ke arah bawah, ke bagian asalnya,
pelurusan kembali dimulai dari dasar ke arah ujung silia. Pelengkungan
seperti ini terlihat misalnya pada silia laterofrontal pada
Lamelibranchiata.

Gerak undulasi atau gerak bergelombang, secara khusus terdapat


pada flagel. Gelombang merambat dari dasar menuju ke ujung flagel,
meghasilkan arah yang sama dengan sumbu flagel, dan agaknya tidak
pernah terjadi sebaliknya.

Gerak silia yang merupakan gabungan antara gerak pendulum


dengan gerak fleksural tergolong lazim. Pada silia frontal insang
Mytillus (sebangsa kerang laut), kayuhan efektifnya merupakan gerak
pendulum yang cepat dan kaku dengan sedikit saja melengkung.
Kayuhan balik dimulai dengan pelengkungan didekat dasar silia, dan
dirambatkan kea rah ujungnya. Dengan demikian terlihat bahwa
kayuhan balik berkaitan dengan silia yang permulaannya agak lemas,
dan berangsur-angsur menjadi kaku dari dasar menuju ke ujung silia.

Gerak bentuk corong dapat dianggap sebagai perpaduan antara


gerak pendulum dengan gerak fleksural, gerak itu tidak berlangsung
hanya pada satu bidang datar tetapi pada banyak bidang datar.

B. Sistem Otot dan Gerak Otot pada Invertebrata dan Vertebrata

10
Jaringan otot adalah daging tubuh dan tersusun dari banyak
dinding organ berongga dan pembuluh-pembuluh tubuh. sel-sel jaringan
otot yang dinamakan serabut, sangat terspesialisasi untuk kontraktilitas.9

Karakteristik umum:

Sel-sel terelongasi (serabut) mengandung banyak miofibril yang


tersusun dari miofilamen-miofilamen kontraktil.
Nukleus sel-sel otot terbentuk dengan baik.
Sitoplasma disebut sarkoplasma, membran sel disebut sarkolema,
dan retikulum endoplasma halus disebut retikulum sarkoplasma.
Serabut otot dapat membesar; walapun demikian, kecuali untuk
kemampuan terbatas sel otot polos pada lokasi tertentu, sel ini tidak
membelah untuk berproliferasi setelah lahir.
1. Otot Invertebrata

Jaringan otot atau biasa disebut otot, telah dijumpai mulai dari
invertebrata sampai vertebrata. Invertebrata telah memiliki otot lurik
maupun otot polos dengan banyak variasi. Otot polos terdapat pada
organ dalam (misalnya usus) dan berfungsi untuk menyelenggarakan
kontraksi terus-menerus. Otot lurik diperlukan untuk melakukan gerakan
yang kuat, misalnya terbang dan berpindah tempat. Otot lurik telah
dijumpai pada Cnidaria primitif sampai Arthropoda. Disini diberikan
beberapa contoh otot penting pada invertebrata, misalnya otot bivalvia
dan otot terbang pada serangga.

Bivalvia atau kerang (tergolong Molusca) memiliki dua macam


tipe otot. Pertama otot lurik yang dapat berkontraksi dengan cepat, yang
memungkinkan kerang dapat mengatupkan cangkangnya dengan cepat
bila ada gangguan. Kedua adalah otot polos yang mampu melakukan
kontraksi dengan lambat dan berlangsung lama. Dengan memanfaatkan
otot ini kerang dapat menutup cangkangnya erat-erat sampai beberapa
jam, bahkan beberapa hari. Otot seperti ini jelas bukan merupakan otot

9
Ethel, Sloane, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula Alih Bahasa, (Jakarta: Buku Kedokteran
EGC, 2003), 79.

11
biasa. Kini diketahui bahwa otot retractor (otot penutup cangkang)
memanfaatkan hanya sedikit energi metabolik dan membutuhkan sedikit
impuls untuk melaksanakan aktivitasnya.10

Otot terbang pada serangga secara fungsional berlawanan dengan


otot pada bivalvia. Sayap pada beberapa jenis lalat kecil dapat bergerak
dengan frekuensi lebih dari 1000 kali tiap detik. Otot demikian disebut
sebagai otot fibrilar. Otot-otot untuk keperluan terbang itu (sering
disebut otot terbang tak langsung) tidak melekat langsung pada sayap,
melainkan pada dinding toraks. Serabut-serabut otot vertikal yang
berkontraksi menyebabkan otot toraks (tergum) turun, berkat adanya
titik tumpu (untuk pengungkit) yang dibentuk oleh dinding lateral
toraks, turunnya tergum menyebabkan sayap bergerak ke atas. Serabut-
serabut longitudinal ketika berkontraksi akan memeperpendek toraks
pada arah anteroposterior, ini akan meninggikan toraks dan menurunkan
sayap. Dua perangkat otot tersebut antagonistik satu dengan yang lain,
dan dengan elastisitas dinding toraks, kontraksi salah satu otot tersebut
akan menghasilkan tegangan yang menyebabkan terjadinya perubahan
tiba-tiba pada bentuk toraks, dan ini akan menegangkan perangkat otot
yang lain. Penegangan perangkat otot yang ini akan akan menginduksi
kontraksinya sendiri. Banyak aktivitas yang bersifat miogenik, yaitu
merupakan aktivitas yang merupakan sifat yang melekat dalam otot itu
sendiri. Impuls saraf memang diperlukan agar sayap tetap aktif, tetapi
mungkin untuk setiap 20 atau lebih gerakan sayap diperlukan hanya satu
impuls saraf.

10
Ibid., 52.

12
Gambar 5 Struktur otot terbang serangga (D. Randall, dkk., 1997).

2. Otot Vertebrata

Otot pada vertebrata dibedakan menjadi 3 jenis: otot rangka, otot


polos, dan otot jantung.

Gambar 6 Otot vertebrata. (A) Otot rangka; (B) Otot jantung; (C) Otot
polos (Anthony L. Mescher, 2011).

a) Otot Rangka

Otot rangka (skeletal muscle) yang disebut juga otot lurik atau
otot sadar, yang melekat ke tulang/rangka dan bertanggung jawab

13
terhadap pergerakannaya. Aktivitasnya akan menghasilkan gerakan
anggota tubuh, kepala, rahang, bola mata dan sebagainya.

Setiap sel otot rangka (biasa disebut serabut otot) berbentuk


silinder panjang, satu serabut panjangnya berkisar antara 10 mm
40 mm, berinti banyak, terletak di bawah sarkolema pada bagian tepi
sel. Bila dilihat di bawah mikroskop cahaya, akan nampak adanya
garis-garis melintang gelap dan terang berselang-seling sehingga
memberi gambaran lurik-lurik pada sel otot. Membran otot disebut
sarkolema yang dibungkus oleh endomesium yaitu jaringan ikat
yang banyak mengandung serabut kolagen, retikulum dan elastin.
Beberapa serabut tunggal akan bergabung menjadi satu berkas yang
disebut fasikulus, dan dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut
perimesium. Seluruh faskulus dibungkus bersama-sama oleh
epimesium menjadi sebuah berkas yang biasa kita sebut sebagai otot.
Endomesium, parimesium dan epimesium bergabung bersama
membentuk tendon atau urat untuk melekatkan otot pada tulang atau
jaringan yang lain. Otot rangka diinervasi oleh sisitem saraf somatik
(sistem saraf sadar).11

Sel-sel otot secara unik diadaptasikan untuk melakukan


kontraksi. Untuk memahami bagimana otot berkontraksi diperlukan
pengamatan yang lebih cermat pada sel otot. Bila kita memisahkan
satu sel otot dari fasikulusnya maka dapat diihat di dalam sel otot
tersebut terdapat berates-ratus serabut halus yang tersusun sejajar
dan homogen, yang dikenal dengan nama miofibril. Bila diamati
lebih lanjut akan nampak bahwa di dalam setiap miofibril terdapat
miofilamen tebal (aktin) dan miofilamen tipis (miosin) yang tersusun
sejajar namun tidak homogen, sehingga memeberikan gambaran pita
gelap terang pada miofibril.

11
Ibid., 54.

14
Gambar 7 Perkembangan otot rangka

Otot rangka mulai berdiferensiasi saat mensenkimal yang disebut


mioblas tersusun dan menyatu bersama membentuk saluran
multinuklear yang lebih panjang dan disebut miotuba. Miotuba
menyintesis protein untuk membentuk miofilamen dan secara
bertahap mulai memperlihatkan garis melintang dengan mikroskop
cahaya. Miotuba terus berdiferensiasi membentuk miofilamen
funsional dan ini terdorong dan menekan sarkolema. Bagian
populasi mioblas tidak menyati dan berdiferenisasi, tetapi tetap
sabagai kompleks sel mensenkimal yang disebut sel satelit otot yang
berada pada permukaan luar serabut otot di dalam lamina eksternal
yang sedang berkembang. Sel satelit berprofeliferasi dan
menghasilkan serabut otot baru setelah terjadinya cidera otot.
(Anthony L. Mescher, 2011).

15
Gambar 8 Struktur otot rangka. (Anthony L. Mescher, 2011).

Pita gelap disebut sebagai pita A (A=Anisetropik), merupakan


bagian yang ditempati filamen tebal dan tipis. Di tengah-tengah pita
A terdapat daerah yang agak terang, disebut sebagai zona H
(H=Heller, yang berarti cahaya). Pita H merupakan bagian dari
myofibril yang dibangun oleh miofilamen tebal. Pita yang terang
disebut pita I (I=Isotropik), yang di tengahnya terdapat garis tipis
berbentuk gambaran garis Z (Z=Zwischensheible, yang berarti
cakram antara). Pita I merupakan bagian pada miofibril yang
dibangun oleh miofilamen tipis saja. Bagian dari miofibril yang
dibatasi oleh 2 garis Z disebut sarkomer, yang panjangnya sekitar 2
m. Jadi setiap sarkomer terdiri atas pita A yang kedua ujungnya
diapit oleh pita I. dengan adanya pita A yang tersusun berselang-
seling ini maka otot rangka tampak (Gambar 9) bergaris-garis
melintang sehingga disebut sebagai otot lurik. Sarkomer disebut juga
sebagai unit fungsional atau unit kontraksi otot, sebab peristiwa
kontraksi otot terjadi pada setiap sarkomer.

16
Gambar 9 Pita gelap terang pada miofibril. (D. Randall, dkk.,
1997).

Gambar 10 Miofibril.

(A) Diagram dari tiga sarkomer yang menampilkan miofilamen


tebal dan tipis; (B) Diagram geometri antara miofilamen tebal dan
tipis; (C) Penampang melintang miofibril dari mikroskop elektron.
(D. Randall, dkk., 1997).

Untuk mengadakan suatu kontraksi yang seragam, otot rangka


memiliki suatu sistem tubulus transversal (tubulus T). sistem tubulus

17
T ini merupakan invaginasi sarkolema yang membentuk suatu
jaringan tubulus kompleks yang saling beranastomosis melingkari
batas antara pita H dan pita I dari setiap sarkomer miofibril.
Membran tubulus T ini berhubungan dengan sisterna terminal dari
retikulum sarkoplasma. Melalui membran tubulus T ini potensial
aksi dirambatkan untuk memicu pembebasan Ca++ dari dalam
retikulum sarkoplasma.

Struktur Filamen Tipis (Filamen Aktin)

Filamen tipis tersusun terutama atas aktin, tropomiosin,


dan troponin. Aktin berada pada suatu filamen panjang (disebut
aktin F), yang tersusun atas monomer aktin globular (disebut
aktin G). Setiap filamen tipis terdiri atas dua filamen aktin yang
saling terpilin dalam suatu bentukan spiral ganda. Suatu sifat
khusus dari semua molekul aktin G adalah struktur
asimetrisnya. Bila molekul aktin G berpolimerisasi membentuk
aktin F, maka mereka saling berkaitan belakang dengan depan,
sehingga menghasilkan suatu filamen dengan polaritas yang
berbeda. Di samping itu setiap aktin G mengandung suatu
tempat perlekatan dengan miosin (miosin binding site).

Gambar 11 Struktur filamen tips (filamen aktin).


(Anthony L. Mescher, 2011).

Tropomiosin pada suatu filamen tipis merupakan suatu


benang panjang (panjang 40 nm), tersusun atas 2 rantai

18
polipeptida yang membentuk suatu spiral. Rantai polipeptida ini
saling berpilin satu sama lain. Pada setiap filamen tipis terdapat
dua benang tropomiosin yang berjalan di atas sub unit aktin
sepanjang sisi luar antara dua benang aktin yang terpilin. Fungsi
troposin adalah menutup tempat perlekatan miosin pada molekul
aktin pada saat otot istirahat.

Troponin merupakan suatu kompleks 3 sub unit, yaitu


sub unit TnT (yang melekat erat pada tropomision), sub unit
TnC (yang berfungsi mengikat ion kalsium), dan sub unit TnI
(berfungsi menghambat interaksi antara aktin dan miosin).
Setiap molekul tropomision menutupi 7 molekul aktin G, akan
dibatasi oleh satu kompleks troponin.

Gambar 12 Struktur filamen aktin beserta troponinnya.


(D. Randall, dkk., 1997).

Struktur Filamen Tebal (Filamen Miosin)

Filamen tebal tersusun atas molekul-molekul miosin,


yang merupakan suatu molekul besar seperti batang tipis
(panjang kurang lebih 200 nm dan diameter 2-3 nm), yang
tersusun atas dua spiral peptida yang saling terpilin. Setiap
molekul miosin, pada salah satu ujungnya memiliki dua bulatan
(disebut bagian kepala) yang panjangnya 20 nm dan lebar 2

19
nm. Bagian ini disebut sebagai jembatan silang (cross bridge)
miosin yang menonjol keluar filamen tebal. Untuk
memudahkan, biasanya molekul miosin di gambarkan seperti
tongkat golf, dimana bagian yang melengkung adalah jembatan
silangnya, dan tangkainya adalah bagian leher dan ekornya.

Gambar 13 Struktur Filamen tebal (filamen miosin). (D. Randall, dkk.,


1997).

Bila molekul miosin diberi perlakuan dengan tripsin


(suatu enzim proteolotik), maka molekul miosin akan terpisah
menjadi dua bagian, yaitu meromiosin ringan (LMM) dan
meromiosin berat (HMM). Meromiosin ringan merupakan
bagian ekor, dan meromiosin berat membentuk bagian leher dan
kepala miosin. Pada bagian kepala ini terdapat bagian yang
mengandung enzim ATP-ase dan tempat pelekatan aktin. Pada
proses kontraksi otot (penggeseran filamen tipis), bagian kepala
ini memegang peranan yang paling dominan.

20
Bila jembatan silang miosin bersentuhan dengan molekul
aktin, akan nampak aktivitas ATP-ase mengkatalisis reaksi
berikut.

Mg-ATP + Aktomiosin aktomiosin-Mg++ + ATP

aktomiosin-Mg++ + ADP + Pi

Energi yang dibebaskan oleh ATP ini digunakan untuk


menggeser aktin ke tengah sarkomer dengan gerakan rotasi
kepala miosin. Pelepasan kepala miosin dari aktin juga
menggunakan energi ATP. Jadi kalau tidak ada ATP baru, maka
kepala miosin tidak dapat terlepas dari aktin.

Gambar 14 Perbandingan filamen aktin dan miosin (Anthony L.


Mescher, 2011).

b) Otot Polos

Sel otot polos bila dilihat di bawah mikroskop cahaya tidak


menunjukkan adanya garis-garis melintang atau tidak berlurik karena
filamen aktin dan miosin tidak tersusun teratur di sepanjang sel.
Sebagai gantinya, filamen tebal tersebar di seluruh sarkoplasma, dan
filamen tipis melekat ke struktur yang disebut badan padat, beberapa

21
diantaranya terikat ke sarkolema (membran plasma).12 Otot polos
vertebrata dijumpai pada dinding organ berongga, dinding organ-
organ dalam dan pembuluh darah: saluran pencernaan makanan,
uterus, kandung kemih, ureter, arteri, dan arteriole. Juga terdapat
pada iris mata dan otot penggerak rambut.

Sel otot polos berbentuk seperti gelendong dengan 1 inti di


tengah sel, penampangnya berukuran 2-10 m, sedangkan
panjangnya 50-200 m (penampang otot rangka dapat mencapai 20
kali otot polos dan panjangnya bisa ribuan kali otot polos), setiap sel
mengandung satu nukleus sentral, serabut otot disatukan dalam unit
atau lembar (lapisan) (Gambar 6). Sering sel-sel polos dihubungkan
secara kelistrikan dengan gap junction (persambungan renggang),
sehingga sel-sel pada suatu area dapat berkontraksi sebagai unit
fungsional tunggal. Retikulum sarkoplasma tidak berkembang
dengan baik, dan tubulus T tidak ada.

Struktur internal sel-sel otot polos nampak kurang


terorganisasi secara baik dibandingkan dengan otot rangka dan otot
jantung. Susunan filamen tebal dan filamen tipis dalam otot polos
nampak hampir acak, organisasi sarkomerik dan pita Znya tidak ada.
Proporsi dan organisasi filamen tebal dan filamen tipisnya berbeda,
tidak tersusun sejajar tapi saling menyilang membentuk kisi-kisi.
Rasio filamen tebal dan tipis pada otot polos sebesar 1.16 (pada otot
rangka 12). Filamen tebal mengandung miosin, sedangkan filamen
tipis hanya mengandung aktin dan tropomiosin tanpa troponin.
Serabut otot polos mengandung filamen antara (intermediate) yang
bersifat non-kontraktil, yang melekat pada dense bodies dan
sarkolema. Filamen intermediate ini diduga berfungsi sebagai suatu
rangka internal. Dense bodies juga sebagai tempat melekatnya
filamen tipis (sebagai pengganti garis Z).

12
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3 Alih Bahasa, (Jakarta:
Erlangga, 2008), 285.

22
Berdasarkan pada perbedaan dalam bagaimana serabut otot
menjadi aktif, otot polos dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
otot polos unit jamak (multi unit) dan otot polos unit tunggal (single
unit). Otot polos unit jamak menunjukkan sifat-sifat antara otot
rangka dan otot polos unit tunggal. Seperti nampak pada namanya
suatu otot polos unit jamak terdiri atas banyak unit-unit yang
fungsinya secara bebas terpisah satu dengan yang lain, yang
distimulus secara terpisah oleh saraf untuk berkontraksi (mirip
dengan unit-unit motor pada otot rangka). Jadi otot rangka dan otot
polos unit jamak keduanya neurogenik, yaitu kontraksinya
tergantung pada adanya impuls dari saraf. Namun berbeda dengan
otot rangka, depolarisasi yang terjadi pada otot polos dalam
merespon stimulasi saraf otonomik untuk menuju ke respon
kontraktil adalah potensial depolarisasi bertingkat (pada otot rangka
adalah potensial aksi). Kekuatan kontraktilnya tidak hanya
tergantung pada jumlah unit-unit yang distimulasi dan kecepatan
stimulasinya, tetapi juga pada pengaruh hormon-hormon dan obat-
obatan yang sedang bersirkulasi.

Otot polos unit jamak terdapat pada (1) dinding pembuluh


darah besar, (2) saluran udara besar ke paru-paru, (3) otot-otot
mata yang mengatur lensa untuk melihat dekat atau jauh, (4) otot
iris mata, dan (5) otot pada dasar folikel rambut.

Otot polos unit tunggal disebut juga otot polos viseral sebab
dijumpai pada dinding organ-organ berongga atau visera (misalnya
saluran pencernaan, alat reproduksi, saluran kencing, dan pembuluh
darah kecil). Istilah otot polos unit tungga diambil dari fakta bahwa
serabut-serabut otot polos yang menyusun otot ini menjadi aktif dan
berkontraksi seacara serempak sebagai suatu unit tunggal. Sel-sel
otot polos unit tungggal secara kelistrikan dihubungkan bersama
oleh persambungan renggang (gap junction). Bila suatu potensial
aksi terjadi pada suatu daerah pada pembungkus otot polos unit
tunggal, maka potensial aksi ini dengan cepat disebarkan melalui

23
titik-titik khusus pada kontak kelistrikan ini ke seluruh kelompok sel
yang bersambungan, yang kemudian berkontraksi sebagai suatu unit
yang terkoordinasi tunggal. Kelompok sel-sel otot yang saling
bersambungan seperti ini, yang fungsinya secara kelistrikan dan
mekanik sebagai suatu unit, dikenal sebagai suatu sinsitsium
fungsional.

Gambar 15 Kontraksi otot polos

Sebagian besar molekul yang memungkinkan kontraksi serupa pada


ketiga tipe otot, tetapi filamen otot polos tersusun agak berbeda dan
tampak kurang tersusun. Diagram ini memperlihatkan filamen tipis
yang melekat pada badan padat yang berada di membran sel dan
dalam sitoplasma. Badan padat mengandung aktinin- untuk
perlekatan filamen. Badan padat pada membran juga merupakan
tempat perlekatan untuk filamen intermedia dan untuk taut adhesif di
antara sel-sel. Susunan ini di sitoskeleton dan apparatus kontraktil
memungkinkan jaringan multiselular untuk berkontraksi sebagai
suatu unit, yang memberikan efisiensi dan kekuatan yang lebih
besar. Kontraksi mengurangi panjang sel, yang mengubah bentuk
inti dan meningkatkan kontraksi keseluruhan otot.

Untuk berkontraksi, otot polos unit tunggal dapat


mengaktifkan diri sendiri (self-exictable) tanpa memerlukan stimulus
melalui saraf. Ternyata dalam otot polos unit tunggal ini ada

24
kelompok-kelompok sel otot polos khusus yang mampu
menghasilkan potensial aksi tanpa stimulasi eksternal sama sekali.13

Berbeda dengan sel-sel otot polos unit jamak, sel otot polos
unit tunggal tidak menjaga potensial istirahat yang konstan, namun
potensial membrannya berfluktuasi terus tanpa pengaruh faktor
eksternal sama sekali. Ada dua macam depolarisasi spontan yang
ditunjukkan oleh sel-sel aktif yang secara spontan, yaitu aktivitas
pengatur irama (pacemaker) dan potensial gelombang lemah (slow-
wave potentials).

Pada aktivitas pengatur irama, membran potensial secara


bertingkat mendepolarisasi diri sendiri, sebab pergantian aliran ionik
pasif menyertai perubahan otomatis pada permeabilitas membran.
Bila membran telah didepolarisasi ke ambang, maka suatu potensial
aksi dimulai. Selesai repolarisasi, potensial membran segera
didepolarisasi kembali ke ambang, begiti seterusnya, sehingga
dengan siklus seperti ini pengatur irama dapat membangkitkan
sendiri potensial aksinya.

Pada potensial gelombang lemah, terjadi pergantian secara


bertingkat antara hiperpolarisasi dan depolarisasi. Di sini terjadi
ayunan potensial yang disebabkan oleh perubahan-perubahan
siklikal spontan pada kecepatan transpor Na+ secara aktif melalui
membran. Potensial digerakkan menjauhi potensial ambang selama
ayunan hiperpolarisasi dan mendekati potensial ambang selama
ayunan depolarisasi. Bila potensial ambang tercapai, maka suatu
ledakan potensial aksi terjadi pada puncak ayunan depolarisasi.
Potesial ambang tidak selamanya tercapai, namun osilasi (alunan)
potensial gelombang lemah dapat berlanjut tanpa pembangkitan
potensial aksi. Aapakah potensial ambang tercapai atau tidak sangat
tergantung pada titik permulaan dari potensial membran pada
permulaan ayunan depolarisasi.

13
Ibid., 60.

25
Tidak semua otot polos mengalami potensial membran. Namun
bagaimanapun juga, sekali potensial aksi dimulai oleh suatu sel otot
polos yang aktif sendiri, maka potensial aksi akan disebarkan ke sel-
sel tetangga dari sinsitsium fungsional melalui persambungan
renggang sehingga seluruh sel pada kelompok berkontraksi tanpa
input saraf sama sekali. Aktivitas kontraktil yang bebas dari
pengaruh saraf seperti ini dan berasal dari otot itu sendiri disebut
aktivitas miogenik.

c) Otot Jantung

Otot jantung menyusun dinding jantung, memliki sifat


antara otot rangka dan otot polos. Serabutnya mirip otot rangka
tetapi disarafi oleh sistem saraf otonom, dan dapat berkontraksi
tanpa stimulasi saraf sama sekali. Sel otot jantung sering bercabang-
cabang dan membentuk anyaman (anastomosis). Di bawah
mikroskop cahaya sel otot jantung tampak bergaris-garis melintang
seperti otot rangka, mempunyai inti terletak di tengah-tengah sel.
Antara sel satu dengan sel lain di sebelahnya membentuk sinsitsium
yang dihubungkan oleh cakram sisipan (intercalated disc) yang
merupakan persambungan listrik (electrical junction) yang dapat
menyenbarkan potensial aksi ke seluruh jantung seperti yang terjadi
pada otot polos unit tunggal.

Gambar 16 Struktur otot jantung. (Anthony L. Mescher, 2011).

26
Sel otot jantung mamalia memiliki retikulum sarkoplasma
yang berkembang baik dan sistem tubulus T yang pada umumnya
lebih luas daripada yang terdapat pada otot rangka. Otot jantung
Amfibia terorganisasi lebih sederhana daripada Vertebrata yang
lebih tinggi, sehingga sangat berguna untuk mempelajari bagaimana
kontraksi diatur oleh aktivitas listrik membran sel. Otot jantung
katak hanya memiliki suatu retikulum dan sistem tubular yang
rudimenter.

Ion Ca+ masuk ke sitosol dari retikulum sarkoplasma


maupun dari cairan ekstraseluler selama eksitasi jantung. Seperi otot
polos unit tunggal, jantung memperlihatkan aktivitas pengatur irama,
yaitu membangkitkan potensial aksinya sendiri tanpa pengaruh
eksternal sama sekali. Seperti pada otot polos, jantung disarafi oleh
sistem saraf otonom. Keunikan otot jantung yaitu potensial aksiya
memiliki durasi puncak potensial yang jauh lebih panjang sebelum
repolarisasi.

3. Fisiologi Aktivitas Otot

Jaringan otot seperti jaringan yang lain, memiliki sifat umum


yaitu sifat: (1) irritabilitas (peka terhadap rangsang), (2) konduktivitas
(mampu merambatkan impuls), dan (3) metabolisme. Sifat jaringan otot
yang khas adalah kontraktilitas (kemampuan untuk berkontraksi) yang
tinggi, ekstensibilitas, elastisitas.14

Sifat irritabilitas (disebut juga sifat eksitabilitas) merupakan


kemampuan otot untuk memberi tanggapan atau merespon stimulus
yang mengenainya baik langsung maupun melewati saraf. Sifat
irritabilitas ini dapat melemah, misalnya otot dalam keadaan lelah akibat
pemberian rangsang yang terus menerus, dan dapat meningkat apabila
otot dalam kondisi optimum, yaitu cukup energi dan oksigen.
Berdasarkan intensitasnya rangsang dapat dibedakan menjadi, (1)

14
Soewolo, Pengantar Fisiologi Hewan, (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2000), 62.

27
Rangsang bawah ambang (subminimal atau subliminal), adalah
rangsang yang tidak mampu menimbulkan respon, (2) Rangsang
ambang (minimal atau liminimal atau threshold), adalah rangsang
yang terkecil yang tepat dapat menimbulkan tanggapan, (3) Rangsang
submaksimal, adalah rangsang yang intensitasnya bervariasi dari
rangsang ambang sampai rangsang maksimal, (4) Rangsang maksimal,
adalah rangsang yang dapat menimbulkan tanggapan maksimal, (5)
Rangsang supramaksimal, adalah rangsang yang intensitasnya lebih
besar dari rangsang maksimal, tetapi tanggapan yang ditimbulkan juga
maksimal.

Sifat konduktivitas ditunjukkan sel otot dari kemampuannya


merambatkan potensial aksi dari sel ke sel melalui persambungan listrik
maupun sarkolemanya. Seperti sel-sel yang lain, sel otot juga melakukan
metabolisme yang mencakup proses anabolisme dan katabolisme.

Kontraktilitas atau kemampuan untuk berkontraksi (menegang)


pada sel otot disebabkan oleh sel otot memiliki protein kontraktil. Bila
otot mendapat rangsangan yang cukup kuat maka otot akan memendek.
Pemendekan ini mencapai 1/6 kali panjang semula, bahkan pada otot
rangka dapat memendek sampai 1/10 panjang semula.

Sifat ekstensibilitas adalah kemampuan otot untuk memanjang


apabila diberi beban atau diberi gaya. Misalnya, otot uterus pada ibu
hamil, otot-otot lambung yang berisi penuh makanan dan otot rangka
yang diberi beban akan mengalami perpanjangan.

Sehubungan dengan sifat ekstensibilitas dari otot, Hukum


Starling mengatakan bahwa, kuat kontraksi berbanding lurus dengan
panjang mula-mula otot tersebut. Bila otot sebelum kontraksi diberi
gaya, misalnya ditarik sehingga sedikit memanjang, maka bila otot
berkontraksi akan dihasilkan kerja yang lebih besar dibanding dengan
otot yang tidak diberi gaya.

28
Lawan dari sifat ekstensibilitas adalah sifat elastisitas otot, yaitu
kemampuan otot untuk kembali pada bentuk dan ukuran semula apabila
gaya atau beban yang diberikan kepada otot dihilangan. Sifat ini dapat
dilihat pada uterus yang kembali mengecil setelah kelahiran dan juga
lambung akan mengempis kembali apabila sudah kosong.

Di samping sifat-sifat diatas, otot juga mampu bertambah besar


bila dilatih (hipertopi) dan mengecil bila tidak dilatih (atropi). Bila otto
selalu dilatih secara teratur (misalnya dengan latihan beban), ukuran otot
akan membesar karena bertambanhnya diameter sel-sel otot akibat
meningkatnya sintesis aktin dan miosin. Sebaliknya bila otot tidak
pernah dilatihm maka otot dapat mengecil (mengalami atropi) akibat
dari berkurangnya aktin dan miosin. Keadaan ini disebut disuse
athropy. Atropi yang lain adalah deinervation athropy, karena tidak
adanya pengaruh saraf ke otot. Contohnya dapat dilihat pada anggota
tubuh yang mengalami kelumpuhan.

Hiperplasia adalah membesarnya otot oleh karena bertambahnya


jumlah sel-sel otot, sedangkan ukuran sel-sel ototnya tetap. Diduga
bertambahnya jumlah sel-sel otot bukan akibat pembelahan mitosis,
tetapi karena sel otot yang membesar akan membelah menurut panjang
sehingga mengakibatkan bertambahnya jumlah sel.

Sel otot berkontraksi menurut prinsip all or none (ya atau tidak
sama sekali), yang berari bahwa bila suatu sel otot dirangsang, maka ia
akan berkontraksi dengan kapsitas kontraksi penuh, tanpa tergantung
pada kekuatan stimulus, asal kekuatan stimulus lebih besar atau sama
dengan stimulus ambang. Stimulus bawah ambang (stimulus subliminal)
tidak akan direspon sama sekali, artinya otot tidak berkontraksi sama
sekali. Stimulus bawah ambang dapat menimbulkan kontraksi apabila
diberikan dengan cara sumasi (penjumlahan), yaitu dua atau lebih
stimulus bawah ambang dikenakan pada otot dengan cepat. Prinsip all
or none juga berlaku pada kontraksi otot jantung. Grafik kontraksi sel
otot yang diberi rangsangan disebut Grafik All or None Contraction

29
Gambar 17 All or none contraction. (D. Randall, dkk., 1997).

Berbeda dengan sel otot, maka kontraksi otot (jaringan otot,


termasuk otot rangka, polos dan jantung), tidak mengikuti prinsip all or
none, artinya otot akan berkontraksi lebih kuat apabila dikenai stimulus
yang lebih kuat. Keadaan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.

Gambar 18 Kinerja otot jantung. (D. Randall, dkk., 1997).

Setiap jaringan otot diinervasi oleh beberapa saraf motoris.


Setiap serabut saraf motoris tunggal akan bercabang-cabang menjadi
100 cabang kecil-kecil. Masing-masing cabang ini akan berakhir pada
satu sel otot. Jadi satu saraf motoris akan menginversi 100 sel otot.
Satu serabut saraf motoris tunggal bersama-sama dengan sel-sel otot

30
yang diinervasi disebut unit motorik, dan pada suatu jaringan otot akan
terdapat beberapa unit motorik.

Bila suatu saraf motorik diaktifkan, maka semua sel-sel otot


yang diinervasi akan berkontraksi secara stimulan. Makin banyak unit
motorik yang diaktifkan, maka makin banyak sel-sel otot yang
berkontraksi. Dengan kata lain, makin kuat stimulus, makin banyak unit
motorik yang diaktifkan, makin kuat otot berkontraksi sehingga akan
menghasilkan kontraksi yang semakin meningkat atau grading
contraction (Gambar 18).

4. Macam-macam Kontraksi Otot

Frekuensi pemberian stimulus dalam jangka waktu tertentu


kepada suatu serabut otot (sel otot) akan direspon oleh sel-sel otot
dengan wujud kontraksi yang berbeda-beda. Suatu stimulus tunggal
(yang menimbulkan potensial aksi) bila dikenakan pada suatu serabut sel
otot, akan menghasilkan suatu kontraksi tunggal (single contraction)
pada serabut otot tersebut (Gambar 19). Bila potensial aksi kedua
diberikan kepada serabut otot setelah otot mencapai relaksasi penuh,
maka akan terjadi kontraksi tunggal kedua dengan kekuatan sama
dengan kontraksi pertama. Namun apabila potensial aksi kedua
diberikan pada saat otot belum mencapai relaksasi penuh, maka akan
terjadi kontraksi tambahan pada puncak kontraksi pertama. Kontraksi
demikian disebut penjumlahan kontraksi (sumasi) (Gambar 19).15

15
Ibid., 67.

31
Gambar 19 Kontraksi tunggal (twitch contraction) dan penjumlahan
kontraksi (sumasi). (S.C. Rastogi, 2007).

Dua kontraksi yang dihasilkan akibat dua potensial aksi yang


diberikan sangat berdekatan, yaitu pada saat periode kontraksi (periode
refrakter), maka rangsang kedua tidak memberikan pengaruh apa-apa,
sehingga grafik yang timbul tampak seperti hasil kontraksi tunggal.
Peristiwa seperti itu dikenal sebagai penjumlahan rangsang. Suatu
penjumlahan kontraksi akan terjadi hanya apabila jarak antara dua
potensial aksi lebih pendek (hanya 1 sampai 3 mili detik) daripada jarak
pemberian potensial aksi yang menghasilkan kontraksi tunggal (100 mili
detik).

Bila suatu otot diberi stimulus dengan sangat cepat namun di


antara dua stimuli masih ada sedikit relaksasi, maka akan terjadi tetanus
tidak sempurna (Gambar 20). Bila tidak ada kesempatan otot untuk
relaksasi di antara dua stimuli, maka akan terjadi kontraksi dengan
kekuatan maksimum yang disebut tetanus sempurna (Gambar 20).

32
Gambar 20 Kontraksi tetanus tidak sempurna dan sempurna. (S.C.
Rastogi, 2007).

Bila suatu otot diberi stimuli dengan kecepatan satu atau dua kali
per detik dengan kekuatan stimuli yang konstan, maka otot akan
merespon dengan kontraksi yang makin meningkat. Kontraksi demikian
disebut trappe atau stair-case phenomenon. Fenomena ini menunjukkan
bahwa kerja otot dengan cara yang sama untuk mengerjakan pekerjaan
yang berturut-turut, akan menimbulkan kekuatan kontraksi yang makin
meningkat. Prinsip ini dipraktekkan oleh para olahragawan pada saat
warming up. Diperkirakan produksi panas kimiawi dan panas yang
dihasilkan selama warming up akan meningkatkan iritabilitas otot.
Treppe biasanya akan diakhiri dengan kontraktur, yaitu relaksasi yang
semakin lemah

33
Gambar 21 Muscle treppe. (S.C. Rastogi, 2007).

Kekuatan otot untuk bekerja juga terbatas. Kalau stimuli


diberikan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama, setelah otot
mengalami treppe namun masih terus diberi rangsang, maka otot akan
mengalami kelelahan (fatigue). Fatigue merupakan suatu keadaan
menurunnya iritabilitas otot yang ditandai oleh menurunnya kemampuan
otot berkontraksi. Hal ini disebabkan terjadinya penumpukan zat hasil
metabbolisme sepeti: asam laktat, asam piruvat, asam fosfat, dan gas
CO2. Kelelahan ini dapat dikurangi dengan penambahan larutan garam
fisiologis dan glukosa. Kelelahan juga dapat ditimbulkan oleh kerja
yang berlebihan, kurang gizi, gangguang pada sirkulasi darah, sistem
pernafasan, infeksi sistem endokrin, dan sebagainya.

Gambar 22 Sumasi sentakan

Grafik ini membandingkan tegangan yang terbangun dalam


serat otot sebagai respons terhadap potensial aksi tunggal
dalam neuron motorik, sepasang potensial aksi, dan
serangkaian potensial aksi. Garis putus-putus menunjukkan

34
tegangan yang terbangun hanya jika potensial aksi pertama
telah terjadi. (Neil A. Campbell, dkk., 2008).

Selain kontraksi otot yang telah dijelaskan di atas, ada beberapa


kontraksi otot yang lain yakni, kontraksi isotonik dan isomerik,
kontraksi otot rangka, serta kontraksi otot polos.

a. Kontraksi Isotonik dan Isomerik

Ditinjau dari besarnnya perubahan ketegangan dan


perubahan panjang otot pada saat otot berkontraksi, kontraksi otot
dapat dibedakan menjadi kontraksi isotonik dan kontraksi isometrik.
Pada suatu kontraksi isotonik (= tegangan konstan), tegangan otot
tetap konstan, tetapi otot mengalami perubahan panjang. Pada
kontraksi isometrik (panjang konstan) otot yang berkontraksi tidak
mengalami perubahan panjang, tetapi terejadi perubahan pada
tegangannya.

Untuk memahami kedua jenis kontraksi ini mari kita amati


biseps kita. Pada saat kita sedang mengangkat beban yang relatif
ringan (lengan bawah menekuk), maka nampak bahwa tegangan
pada biseps sebelum dan sesudah lengan ditekuk relatif konstan.
Dalam keadaan semacam ini biseps mengalami kontraksi isotonik.
Sedangkan bila kita mengangkat beban yang sangat berat sampai
beban tidak terangkat, maka tegangan otot biseps kita sangat
meningkat tetapi panjangnya konstan. Dalam keadaaan semacam ini
biseps mengalami kontraksi isometrik. Kontraksi isometrik penting
untuk memelihara postur tubuh dan menahan obyek pada suatu
posisi yang tetap. Kontraksi isotonik digunakan untuk gerakan
tubuh dan gerakan memindah benda.

Ada dua macam kontraksi isotonik yaitu konsentrik dan


esentrik. Otot pada kedua macam kontraksi ini mengalami
perubahan panjang dan tegangan yang konstan.16 Pada kontraksi
isotonik-konsentrik, otot memendek sedangkan pada kontraksi

16
Ibid., 69.

35
isotonik-esentrik otot memanjang atau merengang selama kontraksi,
contoh kontraksi isotonik-konsentrik nampak pada biseps kita yang
akan merengang bila kita menjinjing beban berat (lengan lurus).
Bila kita menyangga beban berat (lengan menekuk), maka biseps
akan mengalami kontraksi isotonik-esentrik.

Gambar 23 Kontraksi isomerik dan isotonik. (D. Randall, dkk., 1997).

Hubungan antara Kecepatan Memendek dengan Beban

Beban merupakan determinan penting pada kecepatan otot


memendek. Makin besar beban, makin lambat kecepatan
memendek. Kecepatan memendek akan maksimal bila tidak ada
beban eksternal, kecepatan memendek akan menurun bila beban
dinaikkan, dan kecepatan menjadi 0 (nol) bila beban sama dengan
atau melebihi tegangan maksimal (Gambar 24).

36
Gambar 24 Hubungan antara kecepatan memendek dengan beban
pada otot. (Soewolo, 2000).

b. Kontraksi Otot Rangka

Teori kontraksi otot yang banyak di terima pada saat ini adalah
teori pergeseran filamen (sliding filament theory). Teori ini bebeda
dengan teori sebelumnya yang mengatakan bahwa kontraksi
(memendeknya otot) disebabkan oleh pemendekan molekul protein
(pelipatan/perubahan diameter molekul protein).17 Teori pergeseran
filamen mengatakan bahwa kontraksi otot disebabkan oleh
pergeseran filamen tipis oleh aktivitas jembatan silang miosin. Jadi
di sini tidak ada pelipatan atau pemendekan filamen.

17
Ibid., 70.

37
Gambar 25 Pergeseran filamen dan pemendekan sarkomer pada
kontraksi. (Anthony L. Mescher, 2011).

Kontraksi otot melibatkan potensial aksi ujung akson saraf


motorik, ATP, dan ion kalsium yang tersimpan dalam retikulum
sarkoplasma. Proses kontraksi otot secara garis besar adalah sebagai
berikut: impuls saraf yang sampai pada ujung akson saraf motorik
akan meningkatkan permeabilitas membran prasinaps terhadap Ca2+
masuknya Ca2+ ke dalam neuron prasinaps (secara difusi), akan
memicu pembebasan neurotransmiter (dari dalam vesikel) secara
eksositosis ke celah sinaps. Neurotransmiter yang dibebaskan ke
celah sinaps akan berdifusi dan berinteraksi dengan protein reseptor
pada membran sel otot. Interaksi ini akan membangkitkan impuls
(potensial aksi) baru pada membran sel otot.

38
Potensial aksi akan merambat sepanjang sarkolema dan masuk
ke tubulus T. Depolarisasi membran tubulus T akan menyebabkan
dibebaskannya inositol -1,4,5- triphosphate (IP3) ke ujung sistem
dari retikulum sarkoplasma. Zat duta kimia tersebut memicu
pembebasan Ca2+ yang tersimpan di dalam retikulum sarkoplasma
ke dalam mioplasma. Dalam mioplasma, Ca2+ akan diikat oleh
troponin (subunit TnC), yang menyebabkan terjadinnya perubahan
posisi molekul tropomiosin, sehingga tempat perlekatan miosin
pada aktin terbuka.

Dengan bergesernya tropomiosi, jembatan silang miosin


melekat ke filamen aktin, dan dengan menggunakan energi ATP,
jembatan silang mengangguk menggeser filamen aktin ke arah
tengah sarkomer, sehingga sarkomer memendek.

Dalam keadaan istirahat, tempat lekat miosin pada aktin


tertutup oleh tropomiosin. Molekul tropomiosin diikat pada
tempatnya oleh tropomin. Kontraksi akan dimulai apabila
tropomiosin yang menutupi tempat lekat miosin pada aktin
dipindahkan, dan ini terjadi apabila troponin (subunit TnC)
mengikat ion Ca2+. Bila troponin menerima ion Ca2+ maka posisinya
akan berubah, dan perubahan ini akan diikuti oleh berubahnya
posisi tropomiosin sehingga tempat lekat miosin terbuka.18
Terbukannya tempat lekat miosin pada aktin diikuti oleh
menempelnya jembatan silang miosin pada aktin. Dengan bantuan
energi dari pemecahan ATP oleh ATP ase menjadi ADP + Pi, maka
jembatan silang akan mendayung filamen aktin ke tengah sarkomer.

Konsep utama teori pergeseran adalah bahwa jembatan silang


miosin akan mendayung sepanjang filamen aktin dan menariknya
ke arah tengah sarkomer. Dasar fisikal dan kekuatan pergeseran
adalah siklus pembentukan dan pembongkaran aktomiosin, yaitu
siklus perlekatan dan pelepasan jembatan silang miosin dengan

18
Ibid., 71.

39
monomer aktin. Suatu kepala miosin pertama-tama melekat pada
satu monomer aktin dan kemudian mengalami perubahan vektorial
dalam konfigurasi atau orientasi, sehingga filamen aktin digeser ke
arah tengah sarkomer. Peristiwa berikutnya adalah terlepasnya
perlekatan jembatan silang moiosin dari aktin kemudian kembali ke
posisi semula dan siap memulai siklus baru yang dimulai dengan
melekat pada monomer aktin berikutnya. Proses ini berlangsung
sangat cepat, sehingga selama satu kontraksi otot tunggal, jembatan
silang mengalami siklus gerakan (melekat, menggeser terlepas)
berkali-kali. Akhirnya, bila Ca2+ di tarik kembali secara aktif ke
dalam retikulum sarkoplasma, konsentrasinnya dalam mioplasma
turun, Ca2+ yang diikat troponin dilepas, tropomiosin bergeser untuk
menutup kembali tempat perlekatan miosin pada aktin, dan otot
relaksasi.

Setiap siklus jembatan silang akan menggeser filamen aktin


sejauh 10 nm dengan memerlukan 1 ATP. Satu hal yang penting
dari model ini adalah bahwa aktomiosin dibentuk secara tidak kekal,
dan ATP akan di pecah hanya apabila siklus jembatan silang selesai.

40
Gambar 26 Interaksi miosin-aktin yang mendasari kontraksi otot.
(Neil A. Campbell, dkk., 2008)

Gambar 27 Troponin dan tropomiosin pada sliding filament model

(A) Model tiga dimensi tropomiosin dan troponin kompleks yang


tersusun atas troponin-C, troponin-T, dan troponin-I pada
filamen aktin.
(B) Troponin kompleks berikatan dengan aktin dan tropomiosin,
mencegah jembatan-silang (cross-bridge) miosin untuk
mengikat aktin. Jika konsentrasi Ca2+ meningkat, troponin

41
mengikat Ca2+. Mengubah afinitas subunit dan menyebabkan
molekul tropomiosin bergerak menjauh dari situs pengikat
miosin pada aktin. Jembatan-silang kemudian bisa mengikat
siklisitas serta filamen tebal dan tipis dapat meluncur satu
sama lain sampai Ca2+ dikeluarkan dari troponin kompleks.
(D. Randall, dkk., 1997).

Gambar 28 Regulasi kontraksi otot rangka (Neil A. Campbell, dkk.,


2008).

42
Gambar 29 Depolarisasi pada cross-bridge

Depolarisasi membran tubulus-T menyebabkan saluran di retikulum


sarkoplasma terbuka. Ketika membrane tubulus-T istirahat (1), saluran
kalsium pada potensial membran SR dihalangi oleh kaki reseptor
ryanodine. Ketika membrane tubulus-T mendepolarisasi (2), tegangan-
sensitif reseptor dihydropyridine menyampaikan sinyal ke reseptor
ryanodine, dan plunger yang menghalangi saluran kalsium di
membrane SR diblokir, sehingga memungkinkan cairan mengalir keluar
dari SR ke mioplasma. Ca2+ bebas berikatan dengan troponin,
menunjukkan lokasi cross-bridge pada filamen aktin. Jika potensial
membran kembali istirahat (3), reseptor ryanodine kembali menghalangi
kalsium. Kalsium terpompa ke dalam retikulum sarkoplasma, sehingga
menggeser kesetimbangan ikatan Ca2+ pada troponin dan
menyembunyikan lokasi pengikatan cross-bridge. (D. Randall, dkk.,
1997).

c. Kontraksi Otot Polos

Meskipun organisasi internal otot polos kurang jelas, namun


terdapat bukti dari pengamatan dengan mikroskop elektron
adannya jembatan silang antara filamen tebal dan tipis, sehingga
mekanisme kontraksi otot polos mirip model pergeseran filamen
seperti pada kontraksi otot bergaris melintang.19

Kontraksi otot polos, seperti pada otot rangka dan otot


jantung, sangat tergantung pada konsentrasi Ca2+ intraseluler.
Perbedaanya terletak pada mekanisme pengaturan kontraksi oleh
Ca2+. Pada otot rangka aktin diatur oleh interaksi Ca2+ dengan

19
Ibid., 73.

43
troponin, sedangkan pada otot polos karena miofilamen tipis
hampir tidak mengandung troponin, maka sebagai penggantinnya
Ca2+ mengaktifkan otot polos dengan pengaturan rantai miosin
(myosin-linked regulation). Miosin otot polos dapat berinteraksi
dengan filamen aktin hanya jika miosin rantai ringan
difosforalisasi. Ion Ca2+ mengatur fosforilasi miosin rantai ringan
secara tidak langsung dengan jalan berkombinasi dengan protein
pengikat Ca2+ (kalmodulin). Kompleks Kalmodulin Ca2+
mengaktifkan ezim miosin rantai ringan-kinase yang
memfosforilasi miosin rantai ringan, memulai kontraksi dan
memelihara siklus jembatan silang berjalan terus selama Ca2+
masih tersedia. Kontraksi dengan pengaturan rantai miosin seperti
ini juga terjadi pada otot moluska dan beberapa kelompok
Intervertebrata yng lain, pada sistem kontraktil aktin-miosin non
otot.

Hubungan eksitasi-eksitasi pada otot polos juga agak berbeda


dari otot rangka. Sistem tubulus T yang terorganisasi pada otot
polos tidak ada dan retikulum sarkoplasma biasannya sangat
kurang luas. Ion Ca2+ yang mengaktifkan kontraksi sebagian besar
berasal dari cairan ekstraseluler, sedangkan yang dari retikulum
sarkoplasma hanya sedikit.

Depolarisasi pada sarkolema menyebabkan permeabilitasnya


terhadap Ca2+ meningkat, sehingga Ca2+ berdifusi masuk ke
sarkoplasma (mengikuti gradien konsentrasi) untuk memulai
kontraksi. Kontraksi berakhir bila Ca2+ dikeluarkan dari
sarkoplasma dengan memompa Ca2+ kembali ke luar sel. Ada
beberapa sel otot polos yang retikulum sarkoplasmannya
membentuk tautan dengan sarkolemannya.

Otot polos dapat diaktifkan secara spontan oleh saraf, hormon,


dan pada beberapa kasus oleh regangan otot. Semua sumber

44
eksitasi aktif umunya meningkatkan konsentrasi Ca2+
intraseluler.20

5. Peranan ATP dan Fosfagen pada Kontraksi Otot

Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa untuk berkontraksi,


otot memerlukan energi ATP dengan reaksi sebagai berikut:

ATPase
ATP ADP + H3PO4 energi untuk kontraksi (1)

Selain ATP di dalam otot tersimpan pada fosfagen yang dapat berupa
fosforilkreatin (atau fosfokreatin), fosforilarginin, fosforiltaurosiamin,
fosforilglikosianin, atau fosforilambrisin. Apabila karena satu dan lain
hal ATP menurun (misalnya olah raga berat dalam waktu yang lama),
maka keadaan dapat diatasi dengan jalan merombak fosfagen.
Fosfagen akan memberikan gugus fosfatnya kepada ADP untuk
resintasis ATP. Sebagai contoh fosfagen kita ambil fosfokreatin,
reaksinnya dapat digambarkan sebagai berikut:

keratin fosfokinase
Fosfokreatin + ADP kreatin + ATP (2)

Jika otot bekerja keras dan lama, maka mungkin pasok oksigen
ke otot menjadi kurang dan tidak mencukupi untuk mengoksidasi
glukosa secara sempurna. Apabila hal ini terjadi maka otot akan
mendapatkan energinnya sebagian besar dan glikolisis anaerob.
Selama glikolisis, glukosa didegradasi menjadi asam laktat dengan
mengeluarkan energi. Namun energi dari glikolisis ini tidak digunakan
oleh otot secara langsung untuk mensintesis kembali fosfokreatin.
Persamaan reaksinnya.

Glukosa asam laktat + energi untuk resintesis


fosfokreatin (anaerob) (3)

20
Ibid., 74.

45
Reaksi (2) dapat berlangsung bolak-balik, sehingga apabila ATP
berlebihan, maka banyak fosfokreatin dihasilkan dan disimpan dalam
otot. Jika otot berkontraksi dalam waktu yang lama, dapat terjadi
kelelahan. Ini berkaitan dengan menurunnya jumlah ATP, glikogen,
dan fosfokreatin, sedangkan ADP, AMP, dan asam laktat meningkat
kadarnya.21 Dalam keadaan semacam ini ATP dapat di peroleh dengan
mengubah. ADP menjadi ATP dengan bantuan miokinase dan Mg++.
miokinase
2 ADP ATP + AMP (4)
Mg++

Beberapa ATPase otot diaktifkan oleh Ca2+, beberapa yang lain


diaktifkan oleh Mg2+. ATPase pada miosin otot bergaris melintang
pada Vertebrata diaktifkan oleh Ca2+ dan dihambat oleh Mg2+ pada
pH optimum 7,0 ATPase lain dalam otot diaktifkan oleh Mg2+ dan
mempunyai pH optimum 7,0.
1/
Setelah otot berkontraksi maka 5 dari asam laktat yang
tertimbun akan dioksidasi menjadi H2O + CO2 dan energi yang dilepas
4/
digunakan mengubah 5 asam laktat menjadi glikogen yang
selanjutnya disimpan dalam otot. Reaksinnya:
1/
5 Asam laktat + O2 H2O + CO2 + energi

Asam laktat Glikogen (5)

21
Ibid., 75.

46
Gambar 30 Regenerasi ATP saat otot beraktivitas. (D. Randall, dkk., 1997).

6. Hutang Oksigen

Dari penjelasan di atas nampak bahwa otot mampu beraktivitas


dalam keadaan anaerob dengan menggunkan energi dari glikolisis.
Konsekuensi dalam aktivitas ini adalah meningkatnya asam laktat dalam
otot. Setelah selesai beraktivitas, asam laktat ini sebagian kecil (1/5)
dioksidasi dan sebagian besar (4/5) dikonversi kembali menjadi
karbohidrat (biasannya glikogen). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa dalam keadaan darurat (kurang oksigen) otot menghutang
oksigen, dan apabila keadaan darurat telah terlampui maka hutang itu
akan segera dibayar.22

22
Ibid., 76.

47
Gambar 31 Diagram hutang oksigen, (A) periode gerakan fisik,
(B) periode pemulihan, (C) hutamg oksigen, (D) hutang oksigen
dilunasi. (Soewolo, 2000).

48
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gerakan merupakan ciri penting hewan. Gerakan hewan terjadi


dalam banyak bentuk pada jaringan hewan, mulai dari aliran sitoplasma
yang tidak terlihat sampai gerakan ekstensif otot rangka yang kuat.
Sebagian besar gerakan binatang tergantung pada mekanisme fundamental
tunggal: protein kontraktil, yang bisa mengubah bentuknya untuk
memungkinkan relaksasi dan kontraksi.

Pergerakan ameboid merupakan pergerakan khas, baik pada hewan


uniseluler (misalnya amoeba) maupun sel hewan multiselular. Gerak
ameboid pada hewan bersel satu (amoeba) terjadi dengan membentuk kaki
(pseudopodium).

Silia merupakan organel seluler yang sering diklasifikasikan


menjadi dua tipe: 1) flagel, merupakan organel yang relatif panjang,
biasannya terdapat tunggal atau beberapa saja pada sel, dan 2) silia
sebenarnya, adalah organel yang relatif kecil, terdapat dalam jumlah besar
pada permukaan sel.

Sistem otot dan gerak pada hewan dibedakan menjadi invertebrata


dan vertebrata. Pada invertebrate dicontohkan pada bivalvia dan otot
terbang pada serangga. Sedangkan pada vertebrata terdapat otot rangka,
polos, dan jantung. Masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi yang
berbeda.

Pada otot terjadi berbagai macam kontraksi seperti, single


contraction, kontraksi tetanus, sumasi, kontraksi otot rangka, otok polos,
serta kontraksi isotonik dan isomerik. Pada saat melakukan kontraksi otot
mendapatkan energi dari ATP, fosfagen, dan oksigen.

49
B. Saran

Materi tentang sistem otot dan gerak merupakan salah satu materi
yang penting dalam mempelajari ilmu biologi. Sehingga, perlu untuk
menggali lebih dalam, serta memahami isinya. Terlebih bagi mahasiswa
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, terkhusus Jurusan Tadris Biologi,
yang nantinya akan menjadi seorang pendidik. Sangatlah penting untuk
memahami materi-materi yang ada dalam ilmu biologi. Shingga dapat
menunjang terlaksananya penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan
efisien.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak


kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini di masa akan datang.

50
DAFTAR PUSTAKA

Hickman, C. P., Roberts, L. S., Keen, S. L., Larson, A., Anson, H., Eisenhour,
D. J. 2008. Integrated Principles of Zoology Fourteenth Edition. New
York: McGraw Hill Companies Inc.
Kay Ian. 1998. Introduction to Animal Physiology. United Kingdom: BIOS
Scientific Publishers Ltd.
Randall, D., Burggren, W., dan French, K. 1997. Eckert Animal Physiology
Mechanisms and Adaptations Fourth Edition. New York: W. H.
Freeman and Company.
Rastogi, S. C. 2007. Essentials of Animal Physiology Fourth Edition. New
Delhi: New Age International (P) Limited, Publishers.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Campbell, Neil A., Reece, Jane B. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1 Alih
Bahasa. (Jakarta: Erlangga).
Campbell, Neil A., Reece, Jane B. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3 Alih
Bahasa. (Jakarta: Erlangga).
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: KANISIUS.
Mescher, Anthony L. 2009. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas, 12th Ed
Alih Bahasa. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula Alih Bahasa, Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

51

Anda mungkin juga menyukai