MAKALAH
Disusun oleh:
Kelompok 3 / Tadris Biologi 3-B
1. Muhammad Maliki Ibrahim (17208163053)
2. Laili Nursaidah (17208163084)
3. Kirana Atiqotul Maula An Nafis (17208163090)
4. Kiki Lia Maharani (17208163126)
SEPTEMBER 2017
KATA PENGANTAR
1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung yang memberikan fasilitas dalam penyusunan makalah ini.
2. Ibu Haslinda Yasti Agustin, S.Si., M.Pd. selaku dosen pengampu mata
kuliah Fisiologi Hewan yang membimbing dan mendampingi penulis
dalam penyusunan makalah ini.
3. Kedua orang tua penulis yang memberi dukungan moril dan materil.
4. Serta rekan-rekan Tadris Biologi 3-B tahun ajaran 2017/2018 yang
senantiasa sabar memberi semangat penulis.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Fisiologi Hewan. Penulis juga berharap semoga pembuatan
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan
pengetahuan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................... i
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 49
B. Saran .......................................................................................................................... 50
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
lurik vertebrata (terutama katak dan otot rangka kelinci) adalah salah
satu contohnya. Penjelasan lebih detail terkait fungsinya, mekanisme-
mekanisme yang terjadi serta hal yang terkait dengan otot dan gerak
lainnya akan dijelaskan dalam makalah yang berjudul Sistem Otot dan
Gerak.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Gerak Ameboid
1
C. P., Hickman, L. S., Roberts, S. L., Keen, A., Larson, H., Anson, D. J., Eisenhour, Integrated
Principles of Zoology Fourteenth Edition, (New York: McGraw Hill Companies Inc., 2008),
654.
2
Ian Kay, Introduction to Animal Physiology, (Biddles, Guilford: BIOS Scientific Publishment
Limited, 1998), 46.
3
membran yang berdekatan dengan rangsang akan mengalami perubahan
ke fase sol. Sementara itu, pada bagian lain terjadi interaksi antara
filamen aktin dan miosin sehingga bagian tersebut mengerut, dan
menimbulkan tekanan positif. Adanya plasmagel yang berubah menjadi
plasmasol di satu sisi yang lain akan menyebabkan aliran plasmasol dari
daerah bertekanan positif ke daerah bertekanan negatif. Akhirnya,
terbentuk pseudopodium dan amoeba pun bergerak.3
3
Wiwi, Isnaeni, Fisiologi Hewan, (Yogyakarta: KANISIUS, 2006), 101.
4
Allen, mengatakan bahwa aliran plasmasol ke depan ditarik oleh
kontraksi plasmagel kulit di ujung anterior, terutama pada zona air
mancur. Di zona gunting, partikel bergerak dengan kecepatan tinggi.
Kedua, teori dikemukakan oleh R.J. Goldrace, bahwa kontraksi
plasmagel di daerah posterior (di zona pengumpulan) akan mendorong
endoplasma di tengah-tengah sel (endoplasma aksial) ke depan. Ketiga,
adalah model pergeseran molekul atau gunting endoplasma gel.
Jembatan-jembatan kimia pada sisi dalam dari endoplasma gel
menggeser molekul-molekul endoplasma individul ke depan. Aliran
molekul-molekul ini membawa endoplasma ke arah anterior.4
4
Soewolo, Pengantar Fisiologi Hewan, (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2000), 47.
5
Ibid., 48.
5
lapisan silia pada oviduk (saluran telur) membantu menggerakkan sel
sperma.6
Aktivitas silia terbatas pada medium cair, jadi hanya terdapat pada
permukaan tubuh yang tenggelam atau dikelilingi oleh cairan. Gerak
silia menghasilkan salah satu atau kedua macam akibat, tergantung dari
inersia permukaan yang bersilia itu. Bila inersianya kecil, yang terjadi
adalah gerak permukaan yang bersilia itu dalam mediumnya (berpindah
tempat). Sebaliknya apabila inersianya besar, atau jika permukaan yang
bersilia itu tidak dapat bergerak bebas, maka medium cair eksternal yang
bergerak melewati permukaan bersilia tersebut. Karena itu permukaan
bersilia paling efektif untuk digunakan berpindah tempat dengan cepat
hanya pada hewan yang amat kecil seperti Protozoa, Rotifera dan larva
yang bersilia.
Diameter silia dan flagel biasanya 0,2 sampai 0,5 m. Panjang silia
umumnya 10-20 m, sedangkan flagel dari 20 m sampai beberapa mm.
Struktur silia dan flagel pada dasarnya sama. Masing-masing memiliki
inti yang terdiri dari mikrotubulus yang diselubungi pelebaran
membrane plasma. Sembilan doblet (kumpulan dua-dua) mikrotubulus,
yang masing-masing anggota pasangan ini saling menyambungkan
sebagian dindingnya, tersusun membentuk cincin. Pada pusat cincin
terdapat dua mikrotubulus tunggal. Susunan ini, yang disebut sebagai
6
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Biologi Edisi Kedepalan Jilid 1 Alih Bahasa, (Jakarta:
Erlangga, 2008), 123.
6
pola 9 + 2, ditemukan pada hampir semua flagela dan silia motil milik
eukariota. (Silia primer nonmotil memiliki pola 9 + 0, tanpa
mikrotubulus sentral [di pusat].) rakitan mikrotubulus pada silia atau
flagela ditambatkan sel oleh badan basal (basal body), yang secara
struktur amat mirip dengan sentriol. Faktanya, pada banyak hewan
(termasuk manusia), badan basal pada flagela sperma yang sedang
memfertilisasi memasuki sel telur dan menjadi sentriol.
7
Ibid., 124.
7
Gambar 2 Ultrastruktur dari flagela atau silia motil sel eukariot
(Neil A. Campbell, dkk., 2008).
8
Soewolo, Pengantar Fisiologi Hewan, (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2000), 50.
8
sehingga kembali pada posisi semula. Air didorong sejajar dengan
permukaan yang besilia itu.
9
Gerak yang paling sederhana adalah gerak pendulum (Gambar 4,
bagian bawah), disini silia bergerak seperti bandul ke arah depan dan
belakang, yang dapat melengkung hanya bagian pangkalnya saja,
menghasilkan arah tegak lurus terhadap sumbu silia. Gerak pendulum
ini dapat dilihat misalnya gerak silia pada hulu kerongkongan (faring)
katak. Bentuk silia relatif tidak berbeda, baik ketika pada kayuhan
efektif maupun pada kayuhan balik, walaupun kayuhan efektif lebih
cepat dari pada kayuhan balik.
10
Jaringan otot adalah daging tubuh dan tersusun dari banyak
dinding organ berongga dan pembuluh-pembuluh tubuh. sel-sel jaringan
otot yang dinamakan serabut, sangat terspesialisasi untuk kontraktilitas.9
Karakteristik umum:
Jaringan otot atau biasa disebut otot, telah dijumpai mulai dari
invertebrata sampai vertebrata. Invertebrata telah memiliki otot lurik
maupun otot polos dengan banyak variasi. Otot polos terdapat pada
organ dalam (misalnya usus) dan berfungsi untuk menyelenggarakan
kontraksi terus-menerus. Otot lurik diperlukan untuk melakukan gerakan
yang kuat, misalnya terbang dan berpindah tempat. Otot lurik telah
dijumpai pada Cnidaria primitif sampai Arthropoda. Disini diberikan
beberapa contoh otot penting pada invertebrata, misalnya otot bivalvia
dan otot terbang pada serangga.
9
Ethel, Sloane, Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula Alih Bahasa, (Jakarta: Buku Kedokteran
EGC, 2003), 79.
11
biasa. Kini diketahui bahwa otot retractor (otot penutup cangkang)
memanfaatkan hanya sedikit energi metabolik dan membutuhkan sedikit
impuls untuk melaksanakan aktivitasnya.10
10
Ibid., 52.
12
Gambar 5 Struktur otot terbang serangga (D. Randall, dkk., 1997).
2. Otot Vertebrata
Gambar 6 Otot vertebrata. (A) Otot rangka; (B) Otot jantung; (C) Otot
polos (Anthony L. Mescher, 2011).
a) Otot Rangka
Otot rangka (skeletal muscle) yang disebut juga otot lurik atau
otot sadar, yang melekat ke tulang/rangka dan bertanggung jawab
13
terhadap pergerakannaya. Aktivitasnya akan menghasilkan gerakan
anggota tubuh, kepala, rahang, bola mata dan sebagainya.
11
Ibid., 54.
14
Gambar 7 Perkembangan otot rangka
15
Gambar 8 Struktur otot rangka. (Anthony L. Mescher, 2011).
16
Gambar 9 Pita gelap terang pada miofibril. (D. Randall, dkk.,
1997).
Gambar 10 Miofibril.
17
T ini merupakan invaginasi sarkolema yang membentuk suatu
jaringan tubulus kompleks yang saling beranastomosis melingkari
batas antara pita H dan pita I dari setiap sarkomer miofibril.
Membran tubulus T ini berhubungan dengan sisterna terminal dari
retikulum sarkoplasma. Melalui membran tubulus T ini potensial
aksi dirambatkan untuk memicu pembebasan Ca++ dari dalam
retikulum sarkoplasma.
18
polipeptida yang membentuk suatu spiral. Rantai polipeptida ini
saling berpilin satu sama lain. Pada setiap filamen tipis terdapat
dua benang tropomiosin yang berjalan di atas sub unit aktin
sepanjang sisi luar antara dua benang aktin yang terpilin. Fungsi
troposin adalah menutup tempat perlekatan miosin pada molekul
aktin pada saat otot istirahat.
19
nm. Bagian ini disebut sebagai jembatan silang (cross bridge)
miosin yang menonjol keluar filamen tebal. Untuk
memudahkan, biasanya molekul miosin di gambarkan seperti
tongkat golf, dimana bagian yang melengkung adalah jembatan
silangnya, dan tangkainya adalah bagian leher dan ekornya.
20
Bila jembatan silang miosin bersentuhan dengan molekul
aktin, akan nampak aktivitas ATP-ase mengkatalisis reaksi
berikut.
aktomiosin-Mg++ + ADP + Pi
b) Otot Polos
21
diantaranya terikat ke sarkolema (membran plasma).12 Otot polos
vertebrata dijumpai pada dinding organ berongga, dinding organ-
organ dalam dan pembuluh darah: saluran pencernaan makanan,
uterus, kandung kemih, ureter, arteri, dan arteriole. Juga terdapat
pada iris mata dan otot penggerak rambut.
12
Neil A. Campbell, Jane B. Reece, Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3 Alih Bahasa, (Jakarta:
Erlangga, 2008), 285.
22
Berdasarkan pada perbedaan dalam bagaimana serabut otot
menjadi aktif, otot polos dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
otot polos unit jamak (multi unit) dan otot polos unit tunggal (single
unit). Otot polos unit jamak menunjukkan sifat-sifat antara otot
rangka dan otot polos unit tunggal. Seperti nampak pada namanya
suatu otot polos unit jamak terdiri atas banyak unit-unit yang
fungsinya secara bebas terpisah satu dengan yang lain, yang
distimulus secara terpisah oleh saraf untuk berkontraksi (mirip
dengan unit-unit motor pada otot rangka). Jadi otot rangka dan otot
polos unit jamak keduanya neurogenik, yaitu kontraksinya
tergantung pada adanya impuls dari saraf. Namun berbeda dengan
otot rangka, depolarisasi yang terjadi pada otot polos dalam
merespon stimulasi saraf otonomik untuk menuju ke respon
kontraktil adalah potensial depolarisasi bertingkat (pada otot rangka
adalah potensial aksi). Kekuatan kontraktilnya tidak hanya
tergantung pada jumlah unit-unit yang distimulasi dan kecepatan
stimulasinya, tetapi juga pada pengaruh hormon-hormon dan obat-
obatan yang sedang bersirkulasi.
Otot polos unit tunggal disebut juga otot polos viseral sebab
dijumpai pada dinding organ-organ berongga atau visera (misalnya
saluran pencernaan, alat reproduksi, saluran kencing, dan pembuluh
darah kecil). Istilah otot polos unit tungga diambil dari fakta bahwa
serabut-serabut otot polos yang menyusun otot ini menjadi aktif dan
berkontraksi seacara serempak sebagai suatu unit tunggal. Sel-sel
otot polos unit tungggal secara kelistrikan dihubungkan bersama
oleh persambungan renggang (gap junction). Bila suatu potensial
aksi terjadi pada suatu daerah pada pembungkus otot polos unit
tunggal, maka potensial aksi ini dengan cepat disebarkan melalui
23
titik-titik khusus pada kontak kelistrikan ini ke seluruh kelompok sel
yang bersambungan, yang kemudian berkontraksi sebagai suatu unit
yang terkoordinasi tunggal. Kelompok sel-sel otot yang saling
bersambungan seperti ini, yang fungsinya secara kelistrikan dan
mekanik sebagai suatu unit, dikenal sebagai suatu sinsitsium
fungsional.
24
kelompok-kelompok sel otot polos khusus yang mampu
menghasilkan potensial aksi tanpa stimulasi eksternal sama sekali.13
Berbeda dengan sel-sel otot polos unit jamak, sel otot polos
unit tunggal tidak menjaga potensial istirahat yang konstan, namun
potensial membrannya berfluktuasi terus tanpa pengaruh faktor
eksternal sama sekali. Ada dua macam depolarisasi spontan yang
ditunjukkan oleh sel-sel aktif yang secara spontan, yaitu aktivitas
pengatur irama (pacemaker) dan potensial gelombang lemah (slow-
wave potentials).
13
Ibid., 60.
25
Tidak semua otot polos mengalami potensial membran. Namun
bagaimanapun juga, sekali potensial aksi dimulai oleh suatu sel otot
polos yang aktif sendiri, maka potensial aksi akan disebarkan ke sel-
sel tetangga dari sinsitsium fungsional melalui persambungan
renggang sehingga seluruh sel pada kelompok berkontraksi tanpa
input saraf sama sekali. Aktivitas kontraktil yang bebas dari
pengaruh saraf seperti ini dan berasal dari otot itu sendiri disebut
aktivitas miogenik.
c) Otot Jantung
26
Sel otot jantung mamalia memiliki retikulum sarkoplasma
yang berkembang baik dan sistem tubulus T yang pada umumnya
lebih luas daripada yang terdapat pada otot rangka. Otot jantung
Amfibia terorganisasi lebih sederhana daripada Vertebrata yang
lebih tinggi, sehingga sangat berguna untuk mempelajari bagaimana
kontraksi diatur oleh aktivitas listrik membran sel. Otot jantung
katak hanya memiliki suatu retikulum dan sistem tubular yang
rudimenter.
14
Soewolo, Pengantar Fisiologi Hewan, (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, 2000), 62.
27
Rangsang bawah ambang (subminimal atau subliminal), adalah
rangsang yang tidak mampu menimbulkan respon, (2) Rangsang
ambang (minimal atau liminimal atau threshold), adalah rangsang
yang terkecil yang tepat dapat menimbulkan tanggapan, (3) Rangsang
submaksimal, adalah rangsang yang intensitasnya bervariasi dari
rangsang ambang sampai rangsang maksimal, (4) Rangsang maksimal,
adalah rangsang yang dapat menimbulkan tanggapan maksimal, (5)
Rangsang supramaksimal, adalah rangsang yang intensitasnya lebih
besar dari rangsang maksimal, tetapi tanggapan yang ditimbulkan juga
maksimal.
28
Lawan dari sifat ekstensibilitas adalah sifat elastisitas otot, yaitu
kemampuan otot untuk kembali pada bentuk dan ukuran semula apabila
gaya atau beban yang diberikan kepada otot dihilangan. Sifat ini dapat
dilihat pada uterus yang kembali mengecil setelah kelahiran dan juga
lambung akan mengempis kembali apabila sudah kosong.
Sel otot berkontraksi menurut prinsip all or none (ya atau tidak
sama sekali), yang berari bahwa bila suatu sel otot dirangsang, maka ia
akan berkontraksi dengan kapsitas kontraksi penuh, tanpa tergantung
pada kekuatan stimulus, asal kekuatan stimulus lebih besar atau sama
dengan stimulus ambang. Stimulus bawah ambang (stimulus subliminal)
tidak akan direspon sama sekali, artinya otot tidak berkontraksi sama
sekali. Stimulus bawah ambang dapat menimbulkan kontraksi apabila
diberikan dengan cara sumasi (penjumlahan), yaitu dua atau lebih
stimulus bawah ambang dikenakan pada otot dengan cepat. Prinsip all
or none juga berlaku pada kontraksi otot jantung. Grafik kontraksi sel
otot yang diberi rangsangan disebut Grafik All or None Contraction
29
Gambar 17 All or none contraction. (D. Randall, dkk., 1997).
30
yang diinervasi disebut unit motorik, dan pada suatu jaringan otot akan
terdapat beberapa unit motorik.
15
Ibid., 67.
31
Gambar 19 Kontraksi tunggal (twitch contraction) dan penjumlahan
kontraksi (sumasi). (S.C. Rastogi, 2007).
32
Gambar 20 Kontraksi tetanus tidak sempurna dan sempurna. (S.C.
Rastogi, 2007).
Bila suatu otot diberi stimuli dengan kecepatan satu atau dua kali
per detik dengan kekuatan stimuli yang konstan, maka otot akan
merespon dengan kontraksi yang makin meningkat. Kontraksi demikian
disebut trappe atau stair-case phenomenon. Fenomena ini menunjukkan
bahwa kerja otot dengan cara yang sama untuk mengerjakan pekerjaan
yang berturut-turut, akan menimbulkan kekuatan kontraksi yang makin
meningkat. Prinsip ini dipraktekkan oleh para olahragawan pada saat
warming up. Diperkirakan produksi panas kimiawi dan panas yang
dihasilkan selama warming up akan meningkatkan iritabilitas otot.
Treppe biasanya akan diakhiri dengan kontraktur, yaitu relaksasi yang
semakin lemah
33
Gambar 21 Muscle treppe. (S.C. Rastogi, 2007).
34
tegangan yang terbangun hanya jika potensial aksi pertama
telah terjadi. (Neil A. Campbell, dkk., 2008).
16
Ibid., 69.
35
isotonik-esentrik otot memanjang atau merengang selama kontraksi,
contoh kontraksi isotonik-konsentrik nampak pada biseps kita yang
akan merengang bila kita menjinjing beban berat (lengan lurus).
Bila kita menyangga beban berat (lengan menekuk), maka biseps
akan mengalami kontraksi isotonik-esentrik.
36
Gambar 24 Hubungan antara kecepatan memendek dengan beban
pada otot. (Soewolo, 2000).
Teori kontraksi otot yang banyak di terima pada saat ini adalah
teori pergeseran filamen (sliding filament theory). Teori ini bebeda
dengan teori sebelumnya yang mengatakan bahwa kontraksi
(memendeknya otot) disebabkan oleh pemendekan molekul protein
(pelipatan/perubahan diameter molekul protein).17 Teori pergeseran
filamen mengatakan bahwa kontraksi otot disebabkan oleh
pergeseran filamen tipis oleh aktivitas jembatan silang miosin. Jadi
di sini tidak ada pelipatan atau pemendekan filamen.
17
Ibid., 70.
37
Gambar 25 Pergeseran filamen dan pemendekan sarkomer pada
kontraksi. (Anthony L. Mescher, 2011).
38
Potensial aksi akan merambat sepanjang sarkolema dan masuk
ke tubulus T. Depolarisasi membran tubulus T akan menyebabkan
dibebaskannya inositol -1,4,5- triphosphate (IP3) ke ujung sistem
dari retikulum sarkoplasma. Zat duta kimia tersebut memicu
pembebasan Ca2+ yang tersimpan di dalam retikulum sarkoplasma
ke dalam mioplasma. Dalam mioplasma, Ca2+ akan diikat oleh
troponin (subunit TnC), yang menyebabkan terjadinnya perubahan
posisi molekul tropomiosin, sehingga tempat perlekatan miosin
pada aktin terbuka.
18
Ibid., 71.
39
monomer aktin. Suatu kepala miosin pertama-tama melekat pada
satu monomer aktin dan kemudian mengalami perubahan vektorial
dalam konfigurasi atau orientasi, sehingga filamen aktin digeser ke
arah tengah sarkomer. Peristiwa berikutnya adalah terlepasnya
perlekatan jembatan silang moiosin dari aktin kemudian kembali ke
posisi semula dan siap memulai siklus baru yang dimulai dengan
melekat pada monomer aktin berikutnya. Proses ini berlangsung
sangat cepat, sehingga selama satu kontraksi otot tunggal, jembatan
silang mengalami siklus gerakan (melekat, menggeser terlepas)
berkali-kali. Akhirnya, bila Ca2+ di tarik kembali secara aktif ke
dalam retikulum sarkoplasma, konsentrasinnya dalam mioplasma
turun, Ca2+ yang diikat troponin dilepas, tropomiosin bergeser untuk
menutup kembali tempat perlekatan miosin pada aktin, dan otot
relaksasi.
40
Gambar 26 Interaksi miosin-aktin yang mendasari kontraksi otot.
(Neil A. Campbell, dkk., 2008)
41
mengikat Ca2+. Mengubah afinitas subunit dan menyebabkan
molekul tropomiosin bergerak menjauh dari situs pengikat
miosin pada aktin. Jembatan-silang kemudian bisa mengikat
siklisitas serta filamen tebal dan tipis dapat meluncur satu
sama lain sampai Ca2+ dikeluarkan dari troponin kompleks.
(D. Randall, dkk., 1997).
42
Gambar 29 Depolarisasi pada cross-bridge
19
Ibid., 73.
43
troponin, sedangkan pada otot polos karena miofilamen tipis
hampir tidak mengandung troponin, maka sebagai penggantinnya
Ca2+ mengaktifkan otot polos dengan pengaturan rantai miosin
(myosin-linked regulation). Miosin otot polos dapat berinteraksi
dengan filamen aktin hanya jika miosin rantai ringan
difosforalisasi. Ion Ca2+ mengatur fosforilasi miosin rantai ringan
secara tidak langsung dengan jalan berkombinasi dengan protein
pengikat Ca2+ (kalmodulin). Kompleks Kalmodulin Ca2+
mengaktifkan ezim miosin rantai ringan-kinase yang
memfosforilasi miosin rantai ringan, memulai kontraksi dan
memelihara siklus jembatan silang berjalan terus selama Ca2+
masih tersedia. Kontraksi dengan pengaturan rantai miosin seperti
ini juga terjadi pada otot moluska dan beberapa kelompok
Intervertebrata yng lain, pada sistem kontraktil aktin-miosin non
otot.
44
eksitasi aktif umunya meningkatkan konsentrasi Ca2+
intraseluler.20
ATPase
ATP ADP + H3PO4 energi untuk kontraksi (1)
Selain ATP di dalam otot tersimpan pada fosfagen yang dapat berupa
fosforilkreatin (atau fosfokreatin), fosforilarginin, fosforiltaurosiamin,
fosforilglikosianin, atau fosforilambrisin. Apabila karena satu dan lain
hal ATP menurun (misalnya olah raga berat dalam waktu yang lama),
maka keadaan dapat diatasi dengan jalan merombak fosfagen.
Fosfagen akan memberikan gugus fosfatnya kepada ADP untuk
resintasis ATP. Sebagai contoh fosfagen kita ambil fosfokreatin,
reaksinnya dapat digambarkan sebagai berikut:
keratin fosfokinase
Fosfokreatin + ADP kreatin + ATP (2)
Jika otot bekerja keras dan lama, maka mungkin pasok oksigen
ke otot menjadi kurang dan tidak mencukupi untuk mengoksidasi
glukosa secara sempurna. Apabila hal ini terjadi maka otot akan
mendapatkan energinnya sebagian besar dan glikolisis anaerob.
Selama glikolisis, glukosa didegradasi menjadi asam laktat dengan
mengeluarkan energi. Namun energi dari glikolisis ini tidak digunakan
oleh otot secara langsung untuk mensintesis kembali fosfokreatin.
Persamaan reaksinnya.
20
Ibid., 74.
45
Reaksi (2) dapat berlangsung bolak-balik, sehingga apabila ATP
berlebihan, maka banyak fosfokreatin dihasilkan dan disimpan dalam
otot. Jika otot berkontraksi dalam waktu yang lama, dapat terjadi
kelelahan. Ini berkaitan dengan menurunnya jumlah ATP, glikogen,
dan fosfokreatin, sedangkan ADP, AMP, dan asam laktat meningkat
kadarnya.21 Dalam keadaan semacam ini ATP dapat di peroleh dengan
mengubah. ADP menjadi ATP dengan bantuan miokinase dan Mg++.
miokinase
2 ADP ATP + AMP (4)
Mg++
21
Ibid., 75.
46
Gambar 30 Regenerasi ATP saat otot beraktivitas. (D. Randall, dkk., 1997).
6. Hutang Oksigen
22
Ibid., 76.
47
Gambar 31 Diagram hutang oksigen, (A) periode gerakan fisik,
(B) periode pemulihan, (C) hutamg oksigen, (D) hutang oksigen
dilunasi. (Soewolo, 2000).
48
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
49
B. Saran
Materi tentang sistem otot dan gerak merupakan salah satu materi
yang penting dalam mempelajari ilmu biologi. Sehingga, perlu untuk
menggali lebih dalam, serta memahami isinya. Terlebih bagi mahasiswa
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, terkhusus Jurusan Tadris Biologi,
yang nantinya akan menjadi seorang pendidik. Sangatlah penting untuk
memahami materi-materi yang ada dalam ilmu biologi. Shingga dapat
menunjang terlaksananya penyelenggaraan pendidikan yang efektif dan
efisien.
50
DAFTAR PUSTAKA
Hickman, C. P., Roberts, L. S., Keen, S. L., Larson, A., Anson, H., Eisenhour,
D. J. 2008. Integrated Principles of Zoology Fourteenth Edition. New
York: McGraw Hill Companies Inc.
Kay Ian. 1998. Introduction to Animal Physiology. United Kingdom: BIOS
Scientific Publishers Ltd.
Randall, D., Burggren, W., dan French, K. 1997. Eckert Animal Physiology
Mechanisms and Adaptations Fourth Edition. New York: W. H.
Freeman and Company.
Rastogi, S. C. 2007. Essentials of Animal Physiology Fourth Edition. New
Delhi: New Age International (P) Limited, Publishers.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Campbell, Neil A., Reece, Jane B. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1 Alih
Bahasa. (Jakarta: Erlangga).
Campbell, Neil A., Reece, Jane B. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3 Alih
Bahasa. (Jakarta: Erlangga).
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: KANISIUS.
Mescher, Anthony L. 2009. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas, 12th Ed
Alih Bahasa. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula Alih Bahasa, Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
51