PENGATUR FERTILITAS
Adnan
Jurusan Biologi FMIPA UNM, Makassar.
2002
ABSTRAK
Tumbuhan memiliki potensi yang besar untuk diman-faatkan sebagai
sumber bahan pengatur fertilitas. Berbagai senyawa bioaktif pada tumbuhan,
khususnya kelompok senyawa-se-nyawa steroid, alkaloid, isofla-fonoid,
triterpenoid dan xanthon memiliki khasiat sebagai bahan pengatur fertilitas.
Uji praklinis yang dilakukan oleh para peneliti didapatkan bahwa senya-wa-
senyawa bioaktif pada tumbuhan berpengaruh terhadap fertilitas hewan uji.
Pengaruh yang ditimbulkan antara lain mengganggu spermatogenesis, menu-
runkan daya konsepsi, meningkatkan persentase kehilangan gestasi, mencegah/
menghambat implantasi dan mereduksi jumlah anak sekelahiran. Bahan-
bahan dari tumbuhan memiliki aktifitas yang sifatnya dapat balik, dalam arti
bahwa bila pemakaiannya dihentikan, maka fertilitas kembali pulih.
A. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara tropis sangat kaya dengan flora. Lebih dari 940
jenis tumbuhan dari 7000 jenis yang sudah dibudidayakan digunakan sebagai obat
alam atau obat tradisional (Santoso dan Wibisono, 2000). Kurang lebih 225 jenis
tumbuhan dari 75 famili dapat digunakan sebagai bahan kontrasepsi. Aktivitas yang
ditimbulkannya dapat berupa antigonadothrophin, anti implantasi, mengganggu
siklus estrus, mencegah terjadinya ovulasi, mengganggu kehamilan dan mereduksi
jumlah anak sekelahiran (Farnsworth et al., 1975).
Pencarian dan pengembangan bahan kontrasepsi yang berasal dari tumbuhan
merupakan salah satu potensi alternatif yang dapat dilakukan, khususnya di
Indonesia. Agar pemanfaatan sumber daya alam dapat terlaksana dengan sebaik-
baiknya, maka terhadap bahan-bahan alam yang digunakan dalam pelayanan
kesehatan termasuk kesehatan reproduksi perlu dilakukan pengkajian yang lebih
mendalam untuk mengetahui keamanan dan kekhasiatannya Untuk itu dalam
pengkajian tersebut digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan fitoterapi dan
pendekatan kemoterapi. Pendekatan fitoterapi telah banyak diupayakan karena dapat
digunakan dalam waktu singkat., sedangkan aspek-aspek yang perlu mendapatkan
prioritas adalah efektifitas, toksisitas, farmakologi, fitokimia dan teknologi produksi.
Dari aspek efektivitas, berbagai jenis tumbuhan yang telah didaftar mengandung
bahan antifertilitas telah diuji secara ilmiah walaupun dalam batas uji praklinis.
Melalui pendekatan kemoterapi yang dilakukan oleh para peneliti, menunjukkan
bahwa berbagai jenis senyawa bioaktif yang terkandung pada tumbuhan, utamanya
senyawa-senyawa yang berasal dari golongan steroid, alkaloid, isoflavonoid,
triterpenoid dan xanthon memiliki aktivitas sebagai bahan anti fertilitas. (Farnsworth
et al., 1975; Ghosal et al., 1981; Chattopadhyay et al., 1983; dan Chattopadhyay et
al., 1984 Diosgenin (sapogenin steroid), tigogenin, gracilin sitosterol,
methyltriacontane, 8-hydroxyhentryacontan-one dan sebagainya merupakan bahan-
bahan aktif yang terdapat pada rimpang dan biji tumbuhan pacing. Bahan-bahan
tersebut merupakan bahan bakuuntuk pembuatan obat-obat kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan (Wijayakusuma, 1997). Momordikosida, suatu jenis glikosida
triterpen yang diisolasi dari buah pare (Momordica charanthia L) telah dibuktikan
dapat menghambat fungsi testis anjing dalam memproduksi spermatozoa,
menyebabkan oligozoospermia pada tikus dan dapat menghambat perkembangan sel-
sel spermatogenik mencit. Belum diketahui secara pasti mekanisme kerja
momordikosida dalam menghambat spermatogensis, tetapi apabila dilihat dari
struktur kimianya mirip dengan siproteron asetat yang telah diketahui bersifat anti
androgen. Diduga momordikosida ini memiliki sifat farmakokinetik yang sama
dengan testosteron, tetapi mungkin sifat farmakodinamiknya berbeda. Perbedaan ini
terletak pada gugus aktifnya. Disamping itu kesamaan sifat farmakologi antara
momordikosida dengan testosteron terletak pada gugus utama cincin steroid, dan
inilah yang diduga menyebabkan momordikosida bersifat anti androgen. (Sutyarso et
al., 1994).
Mangiferin, salah satu jenis xanthon yang diisolasi dari daun mangga
(Mangifer indica L) (Bennet et al., 1988) dapat mengganggu fungsi reproduksi tikus
betina (Chattopadhyay et al., 1984). Mangostin, salah satu jenis xanthon yang
diioslasi dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) terbukti dapat
mengganggu kehamilan mencit terutama bila diberikan pada periode pra-implantasi
dan pasca implantasi awal, mengganggu laktasi bila diberikan pada periode
menyusui, mengganggu siklus estrus, memperpanjang fase estrus, dan aktivitas yang
ditimbulkannya bersifat estrogenik (Adnan, 1992). Beberapa peneliti telah
melaporkan bahwa xanthon pada umumnya dan mangostin pada khususnya
merupakan inhibitor enzim monoamin oksidase (Beretz et al., 1979; Zuzuki et al,
1980; Zusuki et al; 1981 dalam Adnan, 1992). Inhibitor monoamin oksidase dapat
menginduksi terjadinya aborsi. Penghambatan enzim monoamin oksidase akan
menghasilkan seretonin yang tidak dapat dimetabolisme. Akumulasi seretonin di
dalam uterus akan merangsang konstraksi uterus dan pada akhirnya menyebabkan
terjadinya aborsi. Pada beberapa species, inhibitor monoamin oksidase dapat
mengganggu kehamilan (Farnsworth et al., 1975).
Ekstrak eter, etanol dan benzen bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa
sinensis) telah dibuktikan dapat menghambat implantasi, bersifat abortifacient dan
dapat mengganggu siklus estrus pada tikus. Sedangkan pada tikus jantan menyebab-
kan penurunan diameter tubulus seminiferus, dan kerusakan jaringan tertis, sel-sel
spermatogenik dan sel-sel leydig (Farnsworth et al., 1982., Sing et al., 1985),
menghambat spoermatogenesis, menurunkan motilitas sperma, menurunkan kadar
protein dan asam sialat di dalam testis (Gupta et al., 1985).
Gosipol, merupakan senyawa yang diisolasi dari biji kapok telah diteliti para
ahli. Satu diantara hasil penelitian mengungkapkan bahwa gosipol nyata menggang-
gu spermatogenesis, maturasi dan alat kelamin tetapi tidak nyata mengganggu
steroidogenesis. Gosipol dosis rendah mengganggu spermiogenesis akhir dan
motilitas sperma, persentase bentuk normal susut, fertilitas turun hingga 35,85% dan
toksisitasnya rendah. Perlakuan dengan dosis sedang menyebabkan gangguan
spermatogenesis pada stadium awal sejak miosis hingga spermiogenesis akhir dan
gangguan pada maturasi. Motilitas sperma menjadi nol, persentase bentuk sperma
normal menurun , fertilitas nyata turun dengan daya konsepsi 0,1939 dan infertilitas
mencapai 76,63% (Yatim, 1988)
Daun dan buah takokak (Solanum khasianum) mengandung solasodin,
utamanya pada buah yang masih mudah. Solasodin merupakan glukoalkaloid yang
aglikonnya mempunyai inti steroid (Ghufron dan Herwiyanti, 1994). Berbagai jenis
terong-terongan mengandung solasodin yang cukup tinggi, misalnya Solanum
leciniatum mengandung solasodin sekitar 1,5-3%, dan Solanum khasianum dapat
mencapat 5,5% dari biji dan lendir buahnya (Suhardiman, 1985). Pemberian
konsumsi terung tukak (Solanun torvum) menghambat spermatogenesis tikus putih,
bahan aktif yang dikandung terong ini adalah solasodin (Gufron dan Herwiyanti,
1994).
Pemberian ekstrak total akar bikat (Gnetum gnemonoides Brongn) pada
mencit jantan dapat menurunkan jumlah sel-sel spermatogonia A, sel-sel spermatosit
praleptoten, sel spermatosit packhiten, sel spermatid pada asosiasi seluler tubulus
seminiferus mencit Swiss Webster betina (Santoso dan Wibisono, 2000)
Dari uraian di atas memberikan gambaran yang cukup bagi kita bahwa
berbagai jenis tumbuhan yang tersebar di seluruh Nusantara memiliki potensi yang
sangat perpektif untuk dijadikan sebagai sumber bahan kontrasepsi.
Pengkajian bahan pengatur fertilitas merupakan suatu topik yang kini
semakin banyak diminati.. Berbagai hasil penelitian telah dilakukan, dan dari hasil
tersebut memberikan berbagai informasi yang dapat ditindak lanjuti dalam
penelitian-penelitian yang lebih spesifik. Berbagai jenis tumbuhan yang telah diuji
aktifitas antifertilitasnya ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Beberapa contoh tumbuhan yang telah diuji aktifitas antifertilitasnya
Dari hasil penelitian pada mencit betina strain ddY menunjukkan bahwa jamu
sari alam saginjal dapat mengganggu kehamilan pada mencit bila diberikan pada
periode praimplantasi. Gangguan kehamilan dapat berupa meningkatnya persentase
kehilangan gestasi dan aktivitas antiimplantasi serta menurunkan persentase
implantasi, fetus hidup dan fetus mati. Dosis yang efektif adalah 100 - 300 mg/kg
berat badan (Setyawati, 1996).
Ekstrak daun kaki kuda (Centella asiatica Urb) yang diberikan selama 20 hari
dengan dosis50 mg/kg berat badan menyebabkan penurunan berat testis, epididimis
dan vesikula seminalis; mengganggu spermatogenesis dan menyebabkan produksi
sperma menurun, dan meningkatkan jumlah sperma yang mengalami kelainan.
Pengamatan secara histologis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kaki
duda menyebabkan diameter tubulus seminiferus dan dinding tubulus seminiferus
menjadi mengecil (Zainal, 1997).
Ekstrak benzen daun kembang sepatu dan kedua fraksinya (fraksi larut eter
dan tidak larut eter) memiliki aktifitas antifertilitas denan meningkatkan persentase
aktivitas anti implantasi, telur praimplantasi yang hilang, jumlah embrio resorbsi dan
mereduksi jumlah anak sekelahiran. Ekstrak benzen daun kembang sepatu dan
kedua fraksinya bersifat embriotoksik dan anti esterogenik. Gangguan ekstrak
benzen daun kembang sepatu dan kedua fraksinya terhadap fertilitas mencit betina
bersifat reversibel (Adnan dkk, 1996).
Pemberian ekstrak daun kembang merak dengan dosis 75 mg/kg berat badan
berpengaruh terhadap berat testis, epididimis dan vesikula seminalis. Menurunkan
jumlah spermatozoa, meningkatkan jumlah sperma yang abnormal dan menurunkan
motilitas spermatozoa mencit ICR jantan (Jamaluddin, 2000)
Pemberian ekstrak daun nangka dengan dosis 50 dan 75 mg/kg berat badan
yang diberikan selama 18 hari tidak berpengaruh terhadan penurunan berat testis,
namun nyata menurunkan berat epididimis, meningkatkan berat vesikula seminalis,
menurunkan jumlah sperma dan meningkatkan jumlah sperma abnormal (Hakim,
2000)
Air perasan bunga tanaman pacing dapat menginduksi meningkatnya
persentase kehilangan gestasi dan menurunkan persentase implantasi dan fetus hidup,
bersifat embriotoksik. Dosis optimal dalam penelitian tersebut adalah 50 dan 75%
dengan potensi sebagaia bahan antiimplantasi berkisar 66,67%-100% (Martiningsih,
2000). Sedangkan ekstrak rimpang tumbuhan pacing yang diberikan pada mencit
jantan dengan dosis 75 mg/kg berat badan menyebabkan penurunan berat testis,
epididimis dan vesikula seminalis, produksi sperma sangat menurun dan efek yang
ditimbulkan adalah oligozoospermia hingga azoospermia. Bilamana pemberian
ekstrak dihentikan selama 18 hari, maka produksi sperma cenderung mengalami
pemulihan, namun masih menimbulkan kelainan sperma atau teratozoospermia.
Kelainan yang umum dijumpai adalah kelainan ekor dan masih terdapatnya sisa
badan residu pada leher sperma. Daya konsepsi mencit jantan menurun hingga 0%
dan efek antifertilitasnya mencapai 100% untuk dosis 25, 50 dan 75 mg/kg berat
badan (Adnan dan Halifah, 2000).
SARAN
Pengkajian potensi tumbuhan sebagai bahan pengatur fertilitas perlu lebih
ditingkatkan dengan melibatkan kerjasama antar institusi yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA