Anda di halaman 1dari 25

Laporan Resmi Praktikum Teratologi

UJI EFEK TERATOLOGI JAMU KOMERSIL TERHADAP


FETUS MENCIT PUTIH (Mus musculus L.)

Disusun oleh :
Partner 6

Khalida Umairah
200805016

LABORATURIUM TERATOLOGI
PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
Lembar Pengesahan
UJI EFEK TERATOLOGI JAMU KOMERSIL TERHADAP
FETUS MENCIT PUTIH (Mus musculus L.)

Disusun oleh :
Partner 6

Khalida Umairah
200805016

Medan, Desember 2022


Asisten

( Shakyadini Arizka Zamara )


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uji teratogenisitas merupakan suatu pengujian untuk memperoleh informasi
adanya abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian sediaan uji selama masa
pembentukan organ fetus (masa organogenesis). Informasi tersebut meliputi
abnormalitas bagian luar fetus (morfologi), jaringan lunak serta kerangka fetus. Prinsip
uji teratogenisitas adalah pemberian sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis pada
beberapa kelompok hewan bunting. Yang dapat di amati selama paling sedikit masa
organogenesis dari kebuntingan, satu dosis per kelompok. Satu hari sebelum waktu
melahirkan induk dibedah, uterus diambil dan dilakukan evaluasi terhadap fetus.
Pengujian toksisitas biasanya mengacu pada The OECD (Organization for Economic
Co-operation and Developmen) Guidelines for the Testing of Chemicals yang
merupakan standar yang diterima secara internasional untuk menguji keamanan
produk, meliputi bahan kimiawi, pestisida, dan perawatan. (Mulyani et al., 2020).
Analisis statistic merupakan hasil yang sangat penting dalam uji toksisitas,
termasuk uji teratogenisitas dalam teratologi . Hal ini muncul dari fakta bahwa produk
yang diajukan untuk pengujian toksisitas menjadi dapat diterima ketika tidak adanya
efek yang terdeteksi. Ahli biologi dengan kecenderungan dalam matematika,
cenderung mengklaim bahwa efek penting yang jelas tanpa analisis statistik. Dan
merupakan pendekatan yang tidak cocok untuk uji toksisitas, dimana deteksi efek kecil
adalah penting dan kurangnya efek merupakan hasil yang diinginkan. Analisis statistik
uji teratogenisitas juga dapat mengalami kesulitan. Misalnya, dapat dianggap bahwa
semakin besar jumlah pengamatan yang dilakukan pada setiap hewan percobaan, maka
semakin dapat diandalkan dan jelas pula kesimpulan yang dapat diambil. Konsep
perkembangan saat ini terkait teratologi perkembangan embrio dapat diasukkan ke
dalam konteks yang tepat yaitu fenomena perkembangan individu saat ini (misalnya
migrasi sel) dan cara mereka diubah dalam perkembangan abnormal dengan beberapa
ciri . Ciri-ciri umum ini sekarang diterima dengan baik dan detail yang lebih besar
dapat ditemukan dalam standarisasi teratogenik (Vogel et al., 2001).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengaruh Jamu komersil terhadap perkembangan berat
badan mencit (Mus musculus L.)
b. Untuk mengetahui kelainan serta efek yang ditimbulkan masing masing dosis
perlakuan
c. Untuk mengetahui efektivitas dan gangguan yang ditimbulkan jamu komersil
terhadap fetus mencit (Mus musculus L.).

1.3 Manfaat Praktikum


Adapun Manfaat dari praktikum ini adalah :
a. Dapat mengetahui pengaruh jamu komersil terhadap perkembangan berat
badan mencit (Mus musculus L.)
b. Dapat mengetahui kelainan serta efek yang ditimbulkan masing masing dosis
perlakuan
c. Dapat mengetahui efektivitas dan gangguan yang ditimbulkan jamu komersil
terhadap fetus mencit (Mus musculus L.)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teratogenik
Teratogenik merupakan perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang
dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Teratogenik disebabkan oleh adanya
teratogen. Teratogen adalah zat atau apapun (obat, zat kimia, polutan, virus, fisik) yang
dalam kehamilan dapat menyebabkan perubahan bentuk atau fungsi organ dalam
perkembangan janin. Senyawa teratogen akan berefek teratogenik pada suatu
organisme, bila diberikan pada saat organogenesis. Faktor-faktor penyebab teratogen
diantaranya adalah Faktor genetis (mutasi dan aberasi) faktor lingkungan (Infeksi),
penggunaan obat-obatan, Radiasi, Defisiensi vitamin atau hormon. Terdapat sejumlah
bahan yang bersifat teratogenik pada kehidupan manusia dan hewan, antara lain,
Radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi), infeksi cytomegalovirus,
virus herpes, parvovirus B-19, virus rubella, syphilis, dan taksoplasmosis. Ketidak
seimbangan metabolism, misalnya karena konsumsi alcohol selama kehamilan,
kretinisme endemic, defisiensi asam folat. Selain itu juga Komponen kimia obat dan
lingkungan (Mulyani et al., 2020).
Teratogen didefinisikan sebagai berbagai material yang jika terkena pada janin
dapat menyebabkan gangguan permanen pada bentuk dan fungsi pada janin. Beberapa
contoh dari agen tertogenik adalah obat, radiasi terionisasi dan infeksi. Paparan agen
teratogenik pada janin dapat menyebabkan lubang kecil pada alveolus hingga aborsi
spontan yang efeknya bervariasi tergantung pada faktor genetik, fase perkembangan,
jalur dan jumlah paparan dari agen teratogenik. Waktu paparan agen teratogenik
terhadap fase perkembangan janin sangat berpengaruh. Setelah terjadi pembuahan dan
sebelum terjadi implantasi, ovum sangatlah rentan dan sangat menentukan apakah
akan bertumbuh atau mati. Organogenesis utama terjadi pada periode embrionik (2-8
minggu). Dalam fase ini embrio sangat rentan terhadap paparan agen teratogenik.
Gangguan pada fase ini dapat menyebabkan gangguan pembentukan kongenital seperti
anencephaly dan gangguan jantung serta anggota gerak. Berikutnya pade periode janin
(fetal period) yakni usia kehamilan 8 minggu hingga lahir (Wijaksana, 2019).
2.2 Jamu sebagai Obat herbal Tradisional
Pengobatan dengan menggunakan obat herbal telah lama digunakan oleh
masyarakat Indonesia yang secara empiris bermanfaat untuk membantu
menyembuhkan penyakit. Pengembangan penelitian mengenai obat herbal saat ini
semakin berkembang dan meningkat. Banyak penelitian yang dilakukan dalam upaya
mengembangkan atau memanfaatkan sumber daya alam Indonesia sebagai bahan baku
dalam pengembangan obat herbal. Penggunaan obat pada wanita hamil dapat
menimbulkan masalah tidak hanya pada ibu, namun juga pada janin. Sekitar 50% ibu
hamil dan menyusui menggunakan obat-obatan atau produk herbal yang sering
dikonsumsi pada trimester pertama kehamilan. Frekuensi pemakaian obat-obatan atau
produk herbal yang berulang dapat menyebabkan akumulasi pada janin, sementara
janin belum mempunyai sistem metabolisme yang berfungsi secara sempurna.
senyawa kimia atau zat aktif obat dapat masuk ke dalam peredaran darah janin dan
mempengaruhi proses pembentukan organ pada janin sehingga dapat berefek teratogen
Penggunaan obat herbal pada wanita hamil tidak menutup kemungkinan menyebabkan
teratogenik pada janin (Mulyani, 2020).
. Jamu adalah obat tradisional berbahan alami warisan budaya yang telah
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk kesehatan. Secara
turun-temurun jamu di konsumsi oleh masyarakat, ada pendapat bahwa khasiat jamu
tidak kalah penting dengan obat-obatan kimia. Di kalangan ibu hamil sering dijumpai
ibu yang mengkonsumsi jamu, dengan berbagai tujuan seperti untuk menghilangkan
mual muntah, menghilang lesu dan lemah, menguatkan janin dan menenangkan
pikiran. Padahal berdasarkan beberapa referensi banyak efek samping yang di
timbulkan bila mengkonsumsi jamu saat hamil, salah satunya adalah menyebabkan
keguguran, misalnya untuk jamu kunyir asam karena bersifat membersihkan Rahim.
Menurut WHO, sekitar 80 % dari penduduk dibeberapa negara Asia dan Afrika
menggunakan obat tradisional untuk mengatasi masalah kesehatannya. Di Indonesia
banyaknya wanita yang mengkonsumsi jamu 61,87% dan 33,3 % diantaranya adalah
ibu hamil. Sebuah penelitian mengatakan dari 416 ibu bersalin di Bekasi pada tahun
2008 didapatkan bahwa ibu yang selama hamil mengkonsumsi jamu mempunyai risiko
7 kali untuk melahirkan bayi asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengkonsumsi jamu selama hamilnya (Rhomadona, 2015).
2.3 Mencit (Mus musculus L.)
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang termasuk kedalam famili
Murideae. Mus musculus liar atau Mus musculus rumah merupakan hewan satu spesies
dengan Mus musculus yang ada di laboratorium. Semua galur Mus musculus
laboratorium sekarang ini merupakan keturunan dari Mus musculus liar sesudah
melalui peternakan selektif. Rambut Mus musculus liar berwarna keabu-abuan dan
warna perut sedikit lebih pucat. Mata berwarna hitam dan kulit berpigmen. Berat badan
bervariasi, tetapi umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai 18- 20
gram. Mus musculus liar dewasa dapat mencapai 30-40 gram pada umur enam bulan
atau lebih. Mus musculus liar makan segala macam makanan (omnivorus) dan mau
mencoba makan apapun makanan yang tersedia bahkan bahan yang tidak bisa
dimakan. Makanan yang diberikan untuk Mus musculus biasanya berbentuk pelet
secara tanpa batas (adlibitum). Air minum dapat diberikan dengan botol-botol gelas
atau plastik dan Mus musculus dapat minum air dari botol tersebut melalui pipa gelas.
Kandang Mus musculus berupa kotak sebesar kotak sepatu yang terbuat dari bahan
plastik (Muliani, 2011).
Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan model
laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%. Mencit banyak digunakan
sebagai hewan laboratorium, khususnya digunakan dalam penelitian biologi. Mencit
mempunyai banyak keunggulan sebagai hewan coba, di antaranya siklus hidup yang
relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, dan
mudah dalam penanganannya. Mencit merupakan omnivora alami, sehat, kuat, prolifik
(mampu beranak banyak), kecil, dan jinak. Selain itu, binatang ini mudah didapat
dengan harga relatif murah dengan biaya ransum yang rendah. Tubuh mencit terdiri
dari kepala, badan, leher, dan ekor. Rambutnya berwarna putih atau keabu-abuan
dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun,
dan dapat juga mencapai umur 3 tahun. Pada umur 8 minggu, tikus siap dikawinkan.
Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus. Siklus estrus
yaitu 4-5 hari, sedangkan lama bunting 19-21 hari. Berat badan mencit jantan dewasa
berkisar antara 20-40 gram, sedangkan mencit betina 25-40 gram Mm. musculus, dan
Mm. molossius beserta turunan dari masing-masing substrain tersebut. Mencit
mempunyai ukuran dan berat badan yang lebih kecil dari tikus (Rejeki et al.,2018).
2.4 Fetus Dalam Kandungan
Fetus dalam kandungan dilindungi oleh plasenta dan selaput ketuban, namun
tidak terlepas dari pengaruh buruk zat yang dikonsumsi oleh induk. Kecepatan zat
menembus barier plasenta tergantung besarnya molekul,kelarutan dalam lemak, dan
derajat ionisasinya. Efek teratogenik yang paling lazim ialah abortus spontan,
malformasi kongenital, perlambatan pertumbuhan janin dan perkembangan mental,
karsinogenesis dan mutagenesis. Malformasi kongenital atau cacat bawaan adalah
kelainan struktur atau anatomi yang terdapat pada saat lahir, kebanyakan disebabkan
oleh factor genetik dan lingkungan atau gabungan keduanya yang terjadi selama
perkembangan dalam rahim. Pemilihan bahan makanan atauobat untuk ibu hamil
hendaknya didasarkan atas keamanan bagi ibu dan janin yang dikandungnya,
meskipun efektivitasnya baik,namun jika keamanannya belum diketahui lebih baik
tidak diberikan. Kematian fetus tidak terjadi pada setiap induk karena kemampuan
yang berbeda dari masing-masing induk dalam memetabolisir . Diduga fetus yang mati
tersebut sejak dalam kandungan belum selesai mengalami perkembangan sehingga
memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan fetus yang lahir dalam keadaan hidup.
Resorbsi fetus merupakan salah satu indikasi agen yang bersifat teratogenic (Setyawati
dan Yulihastuti, 2011).
Pada saat fetus, sel-sel pada tubuh mampu membelah dengan cepat sehingga
sangat rentan terhadap senyawa yang bersifat toksik yang diberikan kepada induk
mencit saat kehamilan. Hal itu dapat terjadi karena adanya ekstrak yang diberikan
kepada induk mencit yang akan berpindah ke fetus melalui jalan plasenta, yaitu melalui
jalan yang sama yang dilalui oleh zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan dari fetus. Pertambahan panjang fetus dapat dipengaruhi oleh hormon
pertumbuhan yang akan mempengaruhi metabolisme protein, elektrolit, karbohidrat,
dan juga lemak. Sekresi dari hormone-hormon pertumbuhan yang akan dikontrol oleh
hipotalamus dengan cara mensekresi Growth Hormone-Releasing Hormone (GHRH)
dan Growth Hormone-Inhibiting Hormone (GHIH) ke dalam darah yang akan
mempengaruhi sel-sel tubuh dalam memproduksi hormon pertumbuhan. Pertambahan
panjang badan fetus yang diberi perlakuan tjuga dapat merangsang kerja hipotalamus
dalam mensekresi hormon-hormon pertumbuhan seperti GHRH dan GHIH yang dapat
terganggu (Julitasari et al., 2016).
2.5 Kelainan Kongenital (Malformasi)
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah
lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh
kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi
alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan
kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah
bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir
rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu
pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik
untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula
adanya diagnosis pre/antenatal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan
tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah
janin. Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja
atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai
kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum
ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa
waktu setelah kelahiran bayi (Yunani et al., 2015).
Kesenjangan dalam bidang kesehatan terutama dirasakan pada penderita
kelainan kongenital. Kelainan kongenital adalah suatu kondisi ketidak normalan
struktur atau fungsi tubuh yang muncul saat lahir. Kelainan kongenital dapat
menyebabkan abortus spontan atau lahir mati. Apabila bayi terlahir dengan baik maka
dapat menyebabkan disabilitas seumur hidup dan menyebabkan pengaruh negatif bagi
keluarga dan lingkungan. WHO memperkirakan 7% dari seluruh kematian neonates di
dunia adalah karena kelainan kongenital. Kelainan kongenital dapat timbul akibat
berbagai etiologi, misalnya karena mutasi genetik, virus, trauma, dll . Pangan yang
dikonsumsi seorang wanita saat belum hamil dan saat hamil sangat menentukan
tingkat kesehatan janin yang dikandungnya. Janin mendapat nutrisi penuh dari
plasenta yang menempel pada rahim sang wanita. Perkembangan otak pada masa awal
kehidupan anak yang akan berpengaruh sepanjang kehidupannya. Nutrisi yang baik
sangat penting dan dimulai sebelum kehamilan (Purwoko, 2019).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum teratologi “Uji Efek Teratogenik Jamu Komersil Terhadap Fetus
Mencil Putih (Mus musculus L.) dilaksanakan pada hari Selasa, 18 Oktober 2022
sampai dengan 28 November 2022 di Laboraturium Fisiologi Hewan, Departemen
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah box mencit, rang-rang,
dissecting set, gevage, spidol permanen, botol ekstrak, timbangan digital, kertas
milimeter (laminating), botol selai, kamera, bak bedah, gelas ukur, beaker glass, dan
batang pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
sarung tangan, tissue, jamu komersil, NaCl 0,9 %, alkohol 96%, aseton, KOH, pewarna
Alcian Blue, Alzarine Red S, gliserin, kapas, kloroform, label tempel, pakan mencit,
air minum mencit, dan mencit putih betina (Mus musculus L.) sebanyak 8/partner serta
mencit jantan 2/partner.

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Persiapan Kandang dan Hewan Uji
Kandang mencit (Mus musculus L.) disiapkan berukuran 50x30 cm dan kawat
yang berukuran 20x15 cm. Kandang mencit dibersihkan dan diberikan sekam kayu
didalamnya. Kemudian masukkan mencit jantan fertil 2 ekor dan mencit betina fertil
sebanyak 8 ekor kedalam box. Aklimatisasi mencit jantan dan betina selama 1 hari
dengan pemberian pakan berupa pellet dan air. Tujuan dari aklimatisasi adalah agar
mencit dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
3.3.2 Pengenceran Jamu
Dihitung dosis penggunaan jamu dengan menentukan dosis penggunaaan
terhadap manusia. Kemudian dikonversikan ke dosis mencit menggunakan tabel
konversi (Tabel Bacharhah). Setelah didapatkan dosis dinaikkan 2 sampai 3 kali.
Digenapkan dosis untuk memudahkan penghitungan. Setelah dilakukan penimbangan
serbuk jamu, dilarutkan menggunakan aquadest, diberikan pada mencit secara oral.

3.3.3 Proses Kopulasi Mencit


Mencit jantan dan betina yang fertile dikawinkan dengan cara digabungkan di
dalam satu box pada sore hari. Keesokan paginya dilakukan pengecekan sumbat
vagina (vagina plug), jika terdapat sumbat vagina dianggap sebagai hari ke-0
kebuntingan.

3.3.4 Pemeliharaan Hewan Uji dan Pemberian Perlakuan


Hewan uji (mencit) di pelihara di laboratorium di kampus Universitas
Sumatera Utara, Medan. Pakan berupa pelet dan air minum diberikan seacara ad
libitum. Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari, dimulai hari ke-0 hingga hari
ke 18 kebuntingan.

3.3.5 Pemberian Perlakuan


Mencit betina yang telah dinyatakan hamil, diberikan perlakuan dengan
mengunakan gavage kedalam mulut mencit. Perlakuan yang diberikan memiliki
konsentrasi dosis yang berbeda tergantung berat badan harian mencit. Jamu yang
diberikan pada mencit sesuai dengan volume lambung yaitu 0,25 ml. Permberian Jamu
diberikan pada hari ke 0 sampai hari ke 18 masa kehamilan mencit .

3.3.6 Pengurbanan (Animal Sacrifising)


Setelah hari ke-18 masa kebuntingan, dilakukan penimbangan berat badan
akhir sebelum mencit dikurbankan dengan teknik dislokasi pada leher. Mencit
dimasukkan kedalam botol berisi kapas yang sudah ditetesi dengan kloooroform
hingga mencit pingsan, kemudian dilakukan dislokasi leher mencit dalam kondisi
pingsan.
3.3.7 Penentuan Bobot Fetus
Induk mencit dibedah caesar, pangkal uterus dan janin digunting, uterus
dibuka, fetus dingkat dari rahim dan dibersihkan dari plasenta dan lendir.

3.3.8 Penentuan Status Implantasi


Status implantasi dipastikan:
a. Fetus hidup: fetus yang mengalami perkembangan secara utuh dan penuh dan
merespon adanya sentuhan.
b. Fetus mati: fetus yang berkembang secara utuh dan penuh,, tetapi tidak ada
tanda-tanda autolysis dan tidak merespon adanya sentuhan.
c. Fetus resorbsi tingkat lanjut (late resorption): implantasi yang menunjukan
adanya ciri ciri fetus tetapi mengalami autolisis.

3.3.9 Pengamatan Kelainan Fetus Mencit


Dilakukan pengamatan kelainan pada fetus mencit dilakukan dengan cara
mengamati adanya kelainan mulai dari kepala hingga ekor seperti cacat telinga, cacat
pada tungkai depan, cacat pada tungkai belakang, cacat mata, cacat ekor, dan cacat
lainnya. Hitung jumlah fetus yang hidup, yang mati dan jumlah embrio resorb
kemudian fetus dimasukkan kedalam alkohol 96%.

3.3.10 Pewarnaan Fetus


Setengah bagian dari jumlah fetus yang diperoleh difiksasi dengan alkohol 96
% selama 4 hari dan setelah itu dikuliti, dieviserasi, dan direndam dalam aseton
semalaman. Selanjutnya fetus direndam 2-3 hari dalam larutan pewarna (1 volume
0,3% Alcian blue dalam alkohol 70 % + 1 volume 0,1 % Alizarin red S dalam alkohol
95% + 1 volume asam asetat glasial + 17 volume alkohol 70 %). Fetus dicuci dengan
air lalu direndam dalam larutan 1% KOH akuosa selama 2 hari hingga transparan dan
selanjutnya direndam berturut-turut dalam larutan KOH-g1iserin bertingkat (80:20;
50:50; 20:80) masing-masing beberapa hari dan akhirnya disimpan dalam gliserin
murni.
Parameter :
• Bobot Induk awal
• Bobot induk sebelum pembedahan
• Jumlah fetus mati
• Jumlah fetus hidup
• Jumlah fetus resorb
• Jumlah total fetus

Malformasi :
• Cacat telinga
• Cacat tungkai depan
• Cacat tungkai belakang
• Cacat mata
• Cacat ekor
• Cacat lainnya meliputi ; hemoragi, kekerdilan dan pembengkokan ekor
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Berat Badan Saat Sebelum dan Saat Akan Dibedah


Berdasarkan hasil pengamatan berat badan mencit (Mus musculus L.) sebelum
dan saat akan dibedah di dapatkan hasil sebagai berikut:
No Betina mencit Berat induk mencit Berat induk mencit Beda/selisih
(Mus musculus (Mus musculus L.) saat (Mus musculus L.) (gr)
L.) awal pemeliharaan (gr) saat akan dibedah
(gr)
1. Betina 1 25 gr 60 gr 35 gr
2. Betina 2 18 gr 66 gr 48 gr
3. Betina 3 18 gr 58 gr 40 gr
4. Betina 4 20 gr 65 gr 45 gr
Rata-rata 20,25 gr 62,25 gr 42 gr
Tabel 4.1 Berat Badan Saat Sebelum dan Saat Akan Dibedah
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pada mencit betina ke-1
memiliki selisih berat badan 35 gr, pada mencit Betina ke- 2 selisih berat badan 48 gr,
pada mencit betina ke- 3 selisih berat badan sebesar 40 gr, dan pada mencit betina ke-
4 memiliki selisih berat badan sebesar 45 gr. Pada setiap mencit terus terjadi
penambahan berat badan. Untuk rata-rata berat badan mencit saat pemeliharaan awal
yaitu sebesar 20,25 gr dan rata-rata berat badan mencit saat akan dibedah sebesar 62,25
gr, sedangkan rata-rata dari selisih beratnya yaitu 42 gr. Hal ini berkemungkinan
terjadi akibat faktor lingkungan serta pakan yang diberikan dan efek stress yang
masing-masing berdampak pada nafsu makan mencit yang berbeda-beda.
Menurut Rejeki (2018), pakan mencit yang lembut bisa menyebabkan
maloklusi dan pakan yang terlalu keras membuat tikus tidak dapat mengunyahnya.
Pakan harus sesegar mungkin dan tidak lebih dari 6 bulan penyimpanan bahan. Pakan
lebih baik disimpan di tempat sejuk dan kering. Sama seperti tikus, mencit juga
memerlukan masa karantina, stabilisasi, dan aklimasi untuk memberikan hasil optimal
sebagai hewan percobaan. Kegagalan dalam perencanaan aklimasi dan stabilisasi pada
hewan percobaan memberikanhasil statistik yang berbeda secara signifikan pada hasil
penelitian dan menyebabkan data tidak akurat. Pemeliharaan mencit sama seperti
pemeliharaan tikus, yaitu dipengaruhi oleh faktor gedung/bangunan, kandang (cage),
kondisi lingkungan, makanan dan minuman, dan alas tidur (bedding). Mencit
membutuhkan lingkungan dengan suhu 64–79°F atau 17,78–26,11°C untuk
mempertahankan kondisi fisik yang sehat. Kecepatan ventilasi yang dianjurkan yaitu
10–15 pertukaran udara per jam. Udara pada lingkungan harus segar, disaring, dan
bebas dari kontaminan. Tingkat kebisingan lebih besar dapat berpotensi merusak
tingkat stres manusia dan hewan. Mencit yang dipapar kebisingan dapat menyebabkan
ketulian berat.
Menurut Mutiarahmi (2020), pakan merupakan salah satu aspek yang sangat
memengaruhi kesejahteraan hewan, memastikan pakan hewan tercukupi, kandungan
nutrisi yang terdapat didalamnya, dan akses hewan pada pakan. Pakan yang banyak
digunakan adalah jenis pakan berbentuk pelet dengan berbagai merek komersial.
Namun, 15 dari 21 peneliti tidakmengetahui merek dari pakan hewan cobanya. Peneliti
lainnya menggunakan pakan pelet AD II, pakan BRII, pelet CP 551, pelet BR+ dan
pakan Turbo 12. Pakan mencit diketahui memiliki kandungan protein 10%, lemak 3%,
serat 8% dan kadar air 12%. Pakan berbentuk pelet lebih sering digunakan daripada
tepung untuk mengurangi perubahankomposisi dandiperlukan untuk membuat aus gigi
pada hewan mencit. Pakan sebaiknya disimpan pada suhu 15-16∘ C dan dihabiskan
paling lama 4-6 minggu setelah kemasan dibuka. Pakan ideal mencit harus memenuhi
kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira
5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin,
pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan cholin. Kandungan kimiawi pada pakan
yang diberikan pada tikus harus mengandung asam amino esensial seperti arginin,
isoleusin, leusin, methionin, fenilalanin, treonin, tryptofan, dan valine dengan begitu
kebutuhan pakan tikus bisa terpenuhi. Jumlah pakan normal untuk hewan mencit
adalah 1/10 BB atau sekitar 3-4 g/hewan/hari, tingkat konsumsi pakan tersebut
dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat produksi, temperatur
lingkungan, kecepatan partumbuhan, keseimbangan zat-zat makanan dalam ransum
dan cekaman yang dialami ternak tersebut. Peneliti ada yang memberikan pakan
sebanyak 15-25 g/hari atau bahkan tak sedikit peneliti yang memberikan secara ad
libitum tanpa diperhitungkan jumlah pakan perhewan per harinya dan frekuensi
pemberian pakan dilakukan satu kali sehari. Selain pakan, air minum juga merupakan
aspek yang penting supaya hewan tidak dehidrasi dan mengalami stres. Hewan harus
memiliki akses ke air minum yang dapat diminum dan tidak tercemar oleh kotoran.
4.2 Berat Badan dan Jumlah Fetus Induk
Berdasarkan hasil pengamatan berat badan dan jumlah fetus dari hewan uji
coba yang digunakan di dapatkan hasil sebagai berikut:
Induk Jumlah Rata-rata Fetus Fetus mati Fetus Jumlah
kehamilan Fetus berat hidup reasorb
ke- Fetus
Induk ke- 1 10 0,44 10 - - 10
Induk ke- 2 3 0,35 3 - - 3
Induk ke- 3 4 0,34 4 - - 4
Induk ke- 4 5 0,31 5 - - 5
Rata-rata 0,36
Tabel 4.2 Berat Badan dan Jumlah Fetus Induk
Berdasarkan Tabel 4.2 diatas di dapatkan berat dan jumlah fetus yang
didapatkan pada masing-masing induk mencit putih (Mus musculus), dimana pada
induk kehamilan ke-1 didapatkan fetus sejumlah 10 dengan rata-rata berat 0,44
dengan 1 0 fetus hidup, untuk induk ke-2 didapatkan fetus sejumlah 3 dengan
berat rata-rata 0,35 dengan 3 fetus hidup, untuk induk kehamilan ke-3 didapatkan
fetus sejumlah 4 dengan rata-rata 0,34 dengan 4 fetus hidup, dan untuk induk
kehamilan ke-4 didapatkan 5 fetus dengan rata-rata berat 0,31 dengan 5 fetus hidup.
Dari data yang didpatkan dapat disimpulkan bahwa jumlah dan berat fetus yang
dihasilkan masing-masing induk dipengauhi oleh kopulasi dan lama nya masa
kebuntingan dan juga pola makan dan minum dari induk mencit (Mus musculus L.).
Menurut Dillasamola et al., (2018), kematian fetus saat lahir tidak terjadi pada
semua fetus dari induk mencit yang sama. Matinya fetus diduga disebabkan oleh
adanya faktor kerentanan genetik (kepekaan) dari fetus tersebut. Kelahiran fetus yang
tidak bernyawa dicirikan dengan tidak adanya pergerakan fetus saat dikeluarkan dari
uterus. Tapak resorpsi merupakan gumpalan merah yang tertanam pada uterus. Pada
masa ini tidak terdapat sifat totipotensi sehingga tidak terjadi perbaikan kerusakan
pada jaringan serta tidak terjadi perkembangan selanjutnya. Akibatnya fetus mati dan
terbentuk gumpalan merah. Kelahiran fetus yang tidak bernyawa dicirikan dengan
tidak adanya pergerakan fetus saat dikeluarkan dari uterus. Haemoragi spontan
disebabkan akibat disfungsi trombosit. Hal ini disebabkan oleh gangguan sirkulasi.
Menurut Julitasari et al., (2016) Berat badan merupakan parameter yang
paling penting untuk mengetahui efek teratogenik suatu senyawa terhadap fetus
hewan uji yang ditandai dengan penurunan berat badan fetus. Pada penelitian ini,
berat badan fetus yang tidak diberi perlakuan (kontrol) lebih rendah dibandingkan
fetus yang diberi perlakuan jamu. Penurunan berat badan fetus adalah efek dari
pemberian ekstrak rimpang teki pada fase organogenesis sehingga menyebabkan
kelainan berupa berat badan yang tidak normal. Berat badan yang tidak normal
tersebut terjadi karena senyawa teratogen pada jamu mempengaruhi proliferasi sel.
Sehingga dapat terjadi hambatan pada sintesis asam nukleat, protein, atau
polisakarida.

4.3 Pengamatan Kecacatan Fetus Mencit (Mus musculus L.)


Berdasarkan hasil pengamatan kecacatan fetus dari hewan uji coba yang
digunakan di dapatkan hasil pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.3.
Induk Jumlah Kecacatan
kehamilan
ke-
Jumlah Cacat Cacat tungkai Cacat Cacat Cacat
Fetus Telinga Belakang tungkai mata ekor
depan
Induk ke- 1 10 0 1 0 0 0
Induk ke- 2 8 0 2 0 0 0
Induk ke-3 6 0 2 0 0 0
Induk ke- 4 5 0 0 0 0 0

Tabel 4.3 Pengamatan Kecacatan Fetus Mencit (Mus musculus L.)

Gambar 4.Pengamatan Kecacatan Fetus Dari Hewan Uji


Berdasarkan Tabel 4.3 diatas didapatkan kecacatan fetus mencit yang terjadi
pada masing-masing induk mencit putih (Mus musculus L.), dimana pada induk ke-
1 ditemukan sebanyak 1 kecacatan pada tungkai belakang, kemudian pada induk ke-
2 didapatkan sebanyak 2 kecacatan tungkai belakang , dan pada induk- 3 didapatkan
sebanyak 2 kecacatan pada tungkai belakang. Hal ini dapat disebabkan oleh zat
teratogenik yang terdapat pada jamu yang diberikan pada induk mencit (Mus
musculus L.) serta konsentrasi dari tiap-tiap mencit yang berdasarkan berat badan
nya pada saat masa organgenogenesis atau pertumbuhan dari fetus, sehingga
menimbulkan malformasi atau kelainan kongenital pada fetus mencit yang lahir dari
tiap-tiap induk mencit tersebut.
Menurut Matthew et al., (2019) kelainan kongenital atau biasa disebut juga
kelainan bawaan didefinisikan sebagai anomali struktural atau fungsional yang
terjadi selama kehidupan intrauterin . Dan dapat diidentifikasi sebelum lahir, saat
lahir, atau terkadang hanya dapat dideteksi di kemudian hari. Kelainan bawaan dapat
memengaruhi bentuk organ, fungsi organ ataupun keduanya. Kemampuan bayi untuk
bertahan hidup bergantung pada bagian tubuh yang mengalami kelainan. Kelainan
kongenital merupakan masalah kesehatan yang penting karena merupakan salah satu
penyebab utama kematian bayi di dunia. Kelainan kongenital menjadi beban
kesehatan bagi negara dengan penghasilan rendah hingga menengah, bahkan
beberapa negara tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk menangani kejadian ini
sehingga dapat menimbulkan efek jangka panjang
Menurut Ellyati et al., (2019) Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati
atau kematian segera setelah lahir. Kejadian bayi baru lahir dengan kelainan
kongenital kurang lebih 15 per 1000 kelahiran. Kelainan kongenital pada bayi baru
lahir merupakan penyebab kematian nomor tiga dari kematian bayi dibawah umur
satu tahun. Kelainan bawaan merupakan penyebab kematian tersering ketiga setelah
prematuritas dan gizi buruk. Di negara maju, 30% dari seluruh penderita yang dirawat
di rumah sakit anak terdiri dari penderita kelainan kongenital seperti: hidrosefalus,
anencefalus, bibir/palatum sumbing, cacat tungkai, hipospadia, malformasi
anorektal, Hirsprung,fimosis,dan akibat yang ditimbulkannya.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :
a. Pengaruh pemberian jamu komersil terhadap perkembangan berat
badan mencit (Mus musculus L.) dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan,yaitu jamu komersil memiliki pengaruh yang besar
terhadap perkembangan berat badan mencit. Hal tersebut dapat
diketahui karena adanya peningkatan berat badan pada induk mencit
yang sedang mengalami kebuntingan.
b. Efek dari pemberian jamu komersil terhadap mencit (Mus musculus
L.) yang ditimbulkan yaitu kelainan pada tungkai belakang akibat dari
pemeberian dosis yang cukup tinggi untuk mencit serta juga
dikarenakan peningkatan berat badan dan dilakukan pula peningkatan
dosis yang di berikan sehingga terjadi ketidak normalan.
c. Efektivitas dan gangguan yang ditimbulkan jamu komersil terhadap
fetus mencit (Mus musculus L.) dari hasil praktikum adalah efektif
untuk menimbulkan gangguan terhadap organ fetus mencit yang
berdampak pada kelainan pada bagian tungkai belakang. Hal tersebut
dikarenakan dari dosis perlakuan yang diberikan.

5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah :
a. Sebaiknya praktikan selanjutnya tepat waktu dalam melakukan
pencekokan terhadap sampel.

b. Sebaiknya praktikan selanjutnya lebih aktif bertanya mengenai materi


yang di praktikumkan agar mengurangi kesalahan dalam praktikum.
c. Sebaiknya praktikan dapat lebih menmperhatikan prosedur kerja yang
sesuai dengan penuntun praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Dillasamola D, Almahdi A, Desri A, Diliarosta S. 2018. Uji Efek Teratogenik Dari


Yogurt Terhadap Fetus Mencit Putih (Mus musculus). Jurnal Sains Farmasi
dan Klinis 5(1) Hal: 28-32
Ellyati, S., Kusharisupeni, K., Sabri, L. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kelainan Kongenital Pada Anak di RSPAD Gatot Soebroto. Journal
Educational Of Nursing (JEN). 2(2) Hal: 37-45.
Matthew, F., Wilar, R., Umboh, A. (2021). Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Kelainan Bawaan Pada Neonatus. e-CliniC. 9(1) Hal: 192-197
Muliani H. 2011. Pertumbuhan Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Biji
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Semarang: Jurnal Buletin Anatomi dan
Fisiologi. 19 (1) Hal: 44-54
Mulyani T, Julanti CI, Sihombing R. 2020 Teknik Pengujian Toksisitas Teratogenik
Pada Obat Herbal. Jurnal Farmasi Udayana. 9(1) Hal: 31-36
Mutiarahmi CN, Hartady T, Lesmana R, 2021. Kajian Pustaka: Penggunaan Mencit
Sebagai Hewan Coba Di Laboratorium Yang Mengacu Pada Prinsip
Kesejahteraan Hewan. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 10(1) Hal: 134-
145.
Purwoko, M. (2019). Faktor Risiko Timbulnya Kelainan Kongenital. Magna Medika:
Berkala Ilmiah Kedokteran dan Kesehatan, 6(1) Hal: 51-56.
Rezeki PS, Putri EAC, Prasetya RE, 2018. Ovariektomi Pada Tikus Dan Mencit.
Surabaya: Airlangga University Press. Hal: 7-8.
Rhomadona S. W, 2015. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Efek
Samping Mengkonsumsi Jamu- jamuan Di BPS Istiqomah Surabaya. 4(1) Hal:
2-3
Setyawati, I., Yulihastuti, D. A, Hewan, L. F. (2011). Penampilan Reproduksi Dan
Perkembangan Skeleton Fetus Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas
Muda. Jurnal Veteriner. 12(3) Hal: 192-199.
Vogel R, Fanghanel, Koppe T.H. 2001. Aspects Of Teratologi Vol 2. Tectum Verlac
Page: 13
Wijaksana, I. K. E. (2019). Dental Treatment Consideration In Pregnant Women.
Jurnal Kesehatan Gigi. 6(2) Hal: 118-125.
Yunani, Y., Bustami, A.,dan Febrianti, C.A.(2016). Faktor Kelainan Kongenital Pada
Bayi Baru Lahir Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Abdul. Jurnal Dunia
Kesmas. 5(2). Hal: 74-75
LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto Alat

Gavage Beaker glass

Dissecting set Bak bedah

Timbangan digital Gelas ukur


Lampiran 2. Foto Bahan

Jamu komersial Mus musculus

Alcian blue Alzarin red

Label tempel Gliserin


Spatula Alkohol 96%

NaCl 0,9%
Lampiran 3 Foto Kerja

Pemeliharaan hewan uji Pengenceran jamu

Pencekokan jamu Menimbang bobot mencit

Membedah mencit Mengambil fetus mencit


Perendaman Fetus Pengamatan Kecacatan Fetus

Anda mungkin juga menyukai