BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Pada dasarnya obat-obatan itu tidak berbahaya bagi kehamilan, apabila
dalam penggunaannya benar dan tepat. Dalam hal ini banyak wanita hamil yang
mengkonsumsi obat-obatan dan ramuan yang mereka percaya untuk meningkatkan
kesehatan janin. Namun masih ada yang kurang paham bagaimana cara
menggunakan dengan tepat dan benar.
WHO memperkirakan sebanyak lebih dari 90% wanita hamil yang
mengkonsumsi obat yang diresepkan maupun obat bebas, obat sosialisasi (misalnya
alkohol atau tembakau) atau obat terlarang. 2-3% dari seluruh cacat bawaan
disebabkan oleh obat-obatan. Obat berpindah dari ibu ke janin terutama melalui
plasenta (ari-ari), yaitu melalui jalan yang sama yang dilalui oleh zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Di dalam plasenta, obat
dan zat gizi di dalam darah ibu melewati selaput tipis yang memisahkan darah ibu
dengan darah janin.
1.2.RUMUSAN MASALAH
a) Banyaknya ibu hamil yang kurang mengerti cara memanfaatkan dan
menggunakan obat-obatan, dengan benar.
b) Adanya peredaran obat-obatan, yang membahayakan kehamilan.
1.3.TUJUAN
a) Meningkatkan mutu kesehatan kehamilan seorang ibu.
b) Meningkatkan pengetahuan seorang ibu bagaimana cara menggunakan
obat-obatan dengan tepat dan benar sehingga tidak membahayakan janin
yang ada dirahim ibu.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI (Obat-obatan)
Seorang wanita hamil apapun yang dimakan atau diminum dapat memberikan
pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin
tergantung dan bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi,
metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui
saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan
intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya
pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume
distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu
aktivitas enzim dalm hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi
oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui
plasenta (jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai
penyaring zat-zat berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah
melalui plasenta dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan berat
molekul besar lebih sulit melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada plasma
protein mempengaruhi jumlah obat yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan
genetik juga dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang
berbahaya untuk janin di satu spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya,
begitu juga sebaliknya (hewan ke manusia dan sebaliknya). Dosis yang dipakai juga
penting, dosis kecil mungkin tidak memiliki pengaruh apapun, dosis sedang
menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian. Waktu
pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ. Paparan obat teratogen
(menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah pembuahan tidak memiliki
efek atau menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang rentan dengan
gangguan pembentukan organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah pembuahan
atau 10 minggu dari periode menstruasi terakhir. Setelah periode ini, pertumbuhan
janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada minggu 10 – 12. Gangguan
pada periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan atau gangguan di
sistem saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu,
kecuali obat-obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin.
Transfer plasenta aktif harus dipertimbangkan.
BAB 3
ISI
2
3.1.RESIKO PENGGUNAAN OBAT PADA KEHAMILAN
Pada umumnya ibu hamil meminimalkan dalam penggunaan obat,
dikarenakan dapat beresiko pada janin.Hal ini karena beberapa bahan obat memiliki
sifat yang berbahaya pada kesehatan ibu dan janin.
Sifat yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janinnya adalah :
Teratogenesis : Teratos (monster) – Genesis (generation, birth)
Adalah bahan yang dapat menyebabkan atau berpengaruh terhadap malformasi
atau kelainan fisiologis janin.
3
Waktu pemaparan obat (1)
Pada 2 minggu pertama konsepsi: efek “semua atau sama sekali tidak”.
Pada trimester pertama (10 minggu pertama = organogenesis) : paling
berisiko besar terhadap perkembangan janin.
Pada trimester kedua dan ketiga: dapat mempengaruhi pertumbuhan serta
perkembanagn fungsional janin atau efek toksik pada jaringan janin.
d. Lebih mudah dilakukan oleh obat yang lipofil dan tidak terionisasi. Obat yang
bersifat basa cenderung terperangkap dalam sirkulasi darah janin. Hal ini
dimanfaatkan untuk pengobatan janin, contoh: flekainid.
Mekanisme transfer
a. Difusi sederhana (untuk sebagian besar obat)
b. Difusi yang difasilitasi (glukosa)
c. Transport aktif (beberapa vitamin, asam amino)
d. Pinositosis (antibodi sistem imun)
e. Perusakan antar sel (eritrosit)
Fetotoxin
Obat, yang digunakan oleh wanita hamil dan menyebabkan ‘fetal toxicity’.
4
Fetal toxicity : reaksi efek yang tidak diharapkan dari obat pada dosis terapi.
Salah satunya dapat menyebabkan kelainan malformasi kongenital.
Faktor Lain
a. Protozoa:
Toxoplasma gondii, toksisitas yg terjadi: hepatosplenomegali, ikterus,
maculopapular rash, hidrosefalus, mikrosefalus, korioretinitis, kalsifikasi
serebral.
b. Perubahan farmakokinetika selama kehamilan
Distribusi : terjadi peningkatan kadar air dan lemak total dalam tubuh,
sehingga volume distribusi untuk kebanyakan obat meningkat.
Metabolisme : progesteron endogen yang meningkat pada kehamilan
dapat menginduksi enzim sehingga metabolisme obat tertentu meningkat.
Ekskresi : laju filtrasi glomeruler meningkat sampai 50% pada saat
kehamilan sampai kelahiran. Sehingga klirens obat yang diekskresi
melalui ginjal dalam bentuk tak berubah akan meningkat.
5
3.3. JENIS OBAT-OBATAN YANG BERBAHAYA PADA KEHAMILAN
a. OBAT ANTI-KANKER
b. TALIDOMID
Obat ini sudah tidak diberikan lagi kepada wanita hamil karena bisa
menyebabkan cacat bawaan. Talidomid pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1956 di Eropa sebagai obat influenza dan obat penenang. Pada tahun
1962, talidomid yang diminum oleh wanita hamil pada saat organ tubuh
janinnya sedang terbentuk, ternyata menyebabkan cacat bawaan berupa
lengan dan tungkai yang terbentuk secara tidak sempurna, kelainan usus,
jantung,dan,pembuluhdarah.
c. PENGOBATAN KULIT
Isotretinoin yang digunakan untuk mengobati jerawat yang berat,
psoriasis dan kelainan kulit lainnya bisa menyebabkan cacat bawaan. Yang
paling sering terjadi adalah kelainan jantung, telinga yang kecil dan
hidrosefalus (kepala yang besar). Resiko terjadinya cacat bawaan adalah
sebesar 25%.
Etretinat juga bisa menyebabkan cacat bawaan. Obat ini disimpan di
dalam lemak dibawah kulit dan dilepaskan secara perlahan, sehingga efeknya
masih bertahan sampai 6 bulan atau lebih setelah pemakaian obat dihentikan.
Karena itu seorang wanita yang memakai obat ini dan merencanakan untuk
hamil, sebaiknya menunggu paling tidak selama 1 tahun setelah pemakaian
obat dihentikan.
d. HORMON SEKSUAL
Hormon androgenik yang digunakan untuk mengobati berbagai
kelainan darah dan progestin sintetis yang diminum pada 12 minggu pertama
6
setelah pembuahan, bisa menyebabkan terjadinya maskulinisasi pada
kelamin janin perempuan. Klitoris bisa membesar dan labia minora menutup.
Efek tersebut tidak ditemukan pada pemakaian pil KB karena kandungan
progestinnya hanya sedikit.
Dietilstilbestrol (DES,suatu estrogen sintetis) bisa menyebabkan
kanker pada anak perempuan yang ibunya memakai obat ini selama hamil.
Anak perempuan ini di kemudian hari akan:
- memiliki kelainan dalam rongga rahim
- mengalami gangguan menstruasi
- memiliki serviks (leher rahim) yang lemah sehingga bisa mengalami
keguguran
- memiliki resiko menderita kehamilan ektopik
- memiliki bayi yang meninggal sesaat sebelum atau sesaat sesudah
dilahirkan.
Jika ibu hamil yang memakai DES melahirkan anak laki-laki, maka kelak dia
aka memiliki kelainan pada penisnya.
e. MECLIZIN
Meclizin yang sering digunakan untuk mengatasi mabok perjalanan,
mual dan muntah, bisa menyebabkan cacat bawaan pada hewan
percobaan. Tetapi efek seperti ini belum ditemukan pada manusia.
f. OBAT ANTI-KEJANG
7
golongan sosial-ekonomi yang rendah (karena perawatan kesehatannya
tidak memadai).
g. VAKSIN
Vaksin yang terbuat dari virus yang hidup tidak diberikan kepada
wanita hamil, kecuali jika sangat mendesak. Vaksin rubella (suatu vaksin
dengan virus hidup) bisa menyebabkan infeksi pada plasenta dan janin.
Vaksin virus hidup (misalnya campak, gondongan, polio, cacar air dan
demam kuning) dan vaksin lainnya (misalnya kolera, hepatitis A dan B,
influensa, plag, rabies, tetanus, difteri dan tifoid) diberikan kepada wanita
hamil hanya jika dia memiliki resiko tinggi terinfeksi oleh salah satu mikro
organismenya.
h. OBAT TIROID
8
menyebabkan berkurangnya jumlah cairan ketuban.
Aspirin dosis tinggi bisa menyebabkan perdarahan pada ibu maupun
bayinya. Aspirin atau asam salisilat lainnya bisa menyebabkan peningkatan
kadar bilirubin dalam darah janin sehingga terjadi jaundice (sakit kuning) dan
kadang kerusakan otak.
l. ANTIBIOTIK
m. OBAT ANTIKOAGULAN
9
Beberapa wanita hamil memerlukan obat untuk penyakit jantung dan
pembuluh darah yang sifatnya menahun atau yang baru timbul selama
kehamilan (misalnya pre-eklamsi dan eklamsi). Obat untuk menurunkan
tekanan darah seringkali diberikan kepada wanita hamil yang menderita pre-
eklamsi atau eklamsi. Obat ini bisa mempengaruhi fungsi plasenta dan
digunakan secara sangat hati-hati untuk mencegah kelainan pada janin.
Biasanya, kelainan timbul karena penurunan tekanan darah ibu berlangsung
terlalu cepat dan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke plasenta.
ACE inhibitor dan thiazide biasanya tidak digunakan selama kehamilan
karena bisa menyebabkan masalah yang serius pada janin.
Digoxin (digunakan untuk mengatasi gagal jantung dan kelainan irama
jantung) bisa melewati plasenta tetapi efeknya terhadap bayi sebelum
maupun setelah lahir sangat kecil. Nitrofurantoin,vitamin K sulfonamide dan
Chloramphenicol bisa menyebabkan pemecahan sel darah merah pada
wanita hamil dan janin yang menderita kekurangan G6PD. Karena itu, obat-
obatan tersebut tidak diberikan kepada wanita yang menderita kekurangan
G6PD.
p. OBAT ANALGESIK
10
(plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World Health
Organization (WHO) memiliki perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada
wanita menyusui.
Indometasin dan ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan.
NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus
duktus fetalis (pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak
direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32.
Penggunaan obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan oligohidramnion
(cairan ketuban berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban)
yang berkaitan dengan gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan
selama menyusui.
Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat
melalui plasenta namun cenderung aman apabila digunakan pada dosis
biasa.
Asetaminofen dapat digunakan secara rutin pada semua triwulan untuk
meredakan nyeri, sakit kepala, dan demam. Dapat digunakan untuk wanita
menyusui.
11
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair),
bersin-bersin, hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan
lemah dan lesu adalah keluhan yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu
tersebut dapat disebabkan oleh rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan
banyak lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus tanpa infeksi
tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan antibiotik tidak
diperlukan. Obat-obatan yang paling sering digunakan untuk mengurangi
gejala yang terjadi diantaranya adalah Antihistamin.
Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan
selama kehamilan. Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah
klorfeniramin, klemastin, difenhidramin, dan doksilamin. Antihistamin
generasi II seperti loratadin, setirizin, astemizol, dan feksofenadin baru
memiliki sedikit data mengenai penggunannnya selama kehamilan
Pereda Batuk
Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum
digunakan. Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama menyusui.
Teofilin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama
menyusui
Sodium Kromolin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama
menyusui.
c. ANALGESIK
12
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan
selama kehamilan. Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak
berkaitan dengan kecacatan pada janin selama digunakan pada dosis biasa.
Apabila penggunaan obat ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat
menyebabkan depresi pernapasan pada janin. Narkotik yang umum
digunakan adalah kodein, meperidin, dan oksikodon,semua preparat ini dapat
digunakan ketika menyusui.
BAB 4
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
4.2. SARAN
Untuk para ibu hamil sebiknya dalam penggunaan obat-obatan baik itu
obat resep, obat bebas, maupun obat tradisional/ herbal sebaiknya
berkosultasi dahulu kepada dokter supaya tidak terjadi penyalahgunaan obat
yang dapat membahayakan janin. Serta untuk ibu hamil juga harus lebih
13
kooperatif dan memperhatikan akan kesehatan lingkungan sekitarnya karena
lingkungan juga dapat membahayakan kahamilan dan janin yang dikandung.
DAFTAR PUSTAKA
Tiran Denise. 2008. Mual dan Muntah Kehamilan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Curtis, Glade B. 2000. Tanya Jawab Seputar Kehamilan. Surya Satya Negara.
Jakarta.
E Heidi. Dkk. 1996. Kehamilan : Apa Yang Anda Hadapi Bulan Perbulan.
Surya Satya Negara. Jakarta .
Christine Handerson, Jones Kathleen. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
14
15