Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH FARMAKOTERAPI

” MAKALAH TENTANG TERAPI OBAT PADA IBU HAMIL”


Dosen : Refdanita, Dr.Dra.M.Si.

Disusun oleh:

Rahmadyaning Ari Agustini (15330037)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI JURUSAN FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami
membahas mengenai Penggunaan Obat pada Ibu Hamil.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis
INTERAKSI OBAT PADA IBU HAMIL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan merupakan proses fisiologi yang perlu dipersiapkan oleh wanita dari
pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu dan janin
adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting
untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut (DEPKES RI 2006).

Selama kehamilan, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan
kesehatan yang membutuhkan obat. Penggunaan obat pada ibu hamil dapat beresiko bagi
ibu hamil dan janin. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode
organesis sedang berlangsung sehingga resiko terjadi cacat janin lebih besar. Sedangkan
kebanyakan obat yang dipasarkan tidak ditail efek sampingnya kepada ibu hamil dan
janin. Beberapa obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita
hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi,
mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif
yang bersifat teratogenik (Hersunari Y, 2016).

Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa


teratogenik dapatmerusak janin dalam pertumbuhan.Jadi harus diingat bahwa obat yang
diberikan selama kehamilan harus untuk kepentingan ibu tanpa menghasilkan komplikasi
yang tidak diinginkan. Beberapa obat dapat memberi risiko bagikesehatan ibu, dan dapat
memberi efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat
lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selamatrimester
kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara
fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta. Obat cenderung dikelola sendiri atau
diresepkan oleh praktisi kesehatan selama kehamilan interaksi antara obat-obatan dan
kehamilan mengharuskan praktisi kesehatan memahami interaksi obat selama kehamilan
sehingga menghindari penggunaan sembarangan obat dengan konsekuensi teratogenik
seperti tregedi thalidomedi. Perubahan fisiologi selama kehamilan dapat berpengaruh
terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdamoak
terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang di minum (Hersunari Y, 2016).
Sebagai rujukan yang paling dipercaya kalangan medis untuk sesuatu obat aman atau
tidaknya untuk wanita hamil adalah yang di susun US FDA (BADAN POM Amerika
Serikat).
1.2 Rumusan masalah : 1. Apa pengertian obat?
2. Bagaimana perubahan farmakologi obat pada kehamilan?
3. Bagaimana pengklasifikasian obat pada kehamilan?

1.3 Tujuan :
1. Mengetahui pengertian obat
2. Mengetahui perubahan farmakologi obat pada kehamilan
3. Mengetahui pengklasifikasian obat pada kehamilan
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi obat

Obat adalah suatu zat yang di gunakan untuk diagnosa, pengobatan melunakan
penyembuhan penyakit pada manusia atau pada hewan meskipun obat dapat
menyembuhkan tetapi terdapat kejadian bahwa obat dapat bersifat sebagai racun . Obat
akan bersifat sebagai penyambuh jika tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit
dengan dosis dan waktu yang tepat. Apabila digunakan salah dalam pengobatan atau
overdosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya kecil tidak diperoleh
penyembuhan (Sulistyowati, 2010).
Penggunaan obat juga dapat mempengaruhi kepada siapa obat tersebut di berikan,
terutapa kepada ibu hamil. Wanita hamil sangat diperhatikan penggunaan dan penelitian
mengenai penggunaan obat karena berkaitan dengan perubahan fisiologis dan faktor
transplasenta selama kehamilan. Perubahan ini termasuk perubahan berat badan ibu,
volume organ individual dan aliran darah, laju filtrasi glomerulus, dan beberapa aktivitas
enzim metabolisme obat.
Penggunaan obat-obatan selama kehamilan mempengaruhi dua pasien, wanita dan
janinnya yang sedang berkembang. Penyedia layanan kesehatan dan ibu hamil sering
diminta untuk membuat keputusan perawatan klinis penting tanpa adanya informasi yang
memadai mengenai kemungkinan dampak obat pada kedua pasien tersebut.

2.2 Teratologi pada manusia

Aspek yang paling penting dalam masalah ini adalah pengaruh obat-obat pada saat
tertentu selama pembuahan sampai dengan kehamilan. Periode pertumbuhan hasil
konsepsi dibagi menjadi :
1. Periode ovum, yakni sejak saat fertilisasi sampai dengan implantasi.
2. Periode embrionik, yakni sejak minggu kedua sampai dengan minggu kedelapan
setelah fertilisasi.
3. Periode fetal (janin), yakni setelah 8 minggu sampai dengan aterm. Periode embrionik
adalah periode yang paling kritis oleh karena saat ini sedang dalam fase pembentukan
organ-organ (organogenesis). Pada periode fetal atau janin, terutama trimester III.

Pengaruh obat- obatan terhadap janin berkaitan dengan jumlah bahan didalam peredaran
darah (serum), absorbsi dalam usus, metabolisme, ikatan dengan protein (protein
binding), penyimpanan dalam sel, uuran molekul dan kelarutan bahan tersebut dalam
lemak yang merupakan faktor yang menentukan kemampuan obat untuk menembus barier
plasenta. Beberapa jenis obat memang telah diketahui memberikan efek teratogenik pada
dosis yang relatif rendah pada saat yang tepat misalnya alkohol, thalidomide, antagonis
asam folat dan lain-lainnya, akan tetapi yang penting diketahui adalah bahwa pemakaian
obat-obat tersebut meskipun mempunyai efek teratogenik bila diberikan setelah periode
yang kritis tersebut tidak lagi memberikan kelainan-kelainanyang bersifat struktural.
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebagai bahan teratogenik antara lain :
1 Telah terbukti bahwa kelainan yang terjadi pada janin berhubungan dengan pemberian
obat tertentu selama masa perkembangan perinatal.
2 Temuan-temuan yang konsisten oleh dua atau lebih penelitian epidemiologik yang
berbobot, kuat uji dan risiko relatif yang memadai (RR. 6 atau lebih ).
3 3 Batasan klinis untuk menentukan kelainan bawaan atau gejala-gejala yang spesifik. 4
Paparan yang jarang berhubungan dengan kejadian kecacatan yang jarang pula. 5
Hubungan tersebut harus dapat dijelaskan melalui patofisiologi yang benar.

2.3 Farmakokinetik obat-obatan pada kehamilan


Famakokinetik obat-obat saat hamil jelas tidak sama dengan tidak hamil, oleh karena adanya
perubahan fisiologik pada saat hamil. Perubahan-perubahan farmakokinetik saat hamil antara
lain :

1. Perubahan Farmakokinetika Obat Akibat Perubahan Maternal


a. Absorbsi saluran cerna
Pada wanita hamil terjadi penurunan sekresi asam lambung (40% dibandingkan wanita tidak
hamil), disertai peningkatan sekresi mukus, kombinasi kedua hal tersebut akan menyebabkan
peningkatan pH lambung dan kapasitas buffer. Secara klinik hal ini akan mempengaruhi
ionisasi asam-basa yang berakibat pada absorbsinya
b. Absorbsi paru
Pada kehamilan terjadi peningkatan curah jantung, tidal volume, ventilasi, dan aliran darah
paru. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan peningkatan absorbsi alveolar, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam pemberian obat inhalan.
c. Distribusi
Volume distribusi obat akan mengalami perubahan selama kehamilan akibat peningkatan
jumlah volume plasma hingga 50%. Peningkatan curah jantung akan berakibat peningkatan
aliran darah ginjal sampai 50% pada akhir trimester I, dan peningkatan aliran darah uterus
yang mencapai puncaknya pada aterm (36-42 L/jam); 80% akan menuju ke plasenta dan 20%
akan mendarahi myometrium. Akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi penurunan
kadar puncak obat (Cmax) dalam serum.
d. Pengikatan protein
Sesuai dengan perjalanan kehamilan, volume plasma akan bertambah, tetapi tidak diikuti
dengan peningkatan produksi albumin, sehingga menimbulkan hipoalbuminemia fisiologis
yang mengakibatkan kadar obat bebas akan meningkat. Obat-obat yang tidak terikat pada
protein pengikat secara farmakologis adalah obat yang aktif, maka pada wanita hamil
diperkirakan akan terjadi peningkatan efek obat.
e. Eliminasi oleh hati
Fungsi hati dalam kehamilan banyak dipengaruhi oleh kadar estrogen dan progesteron yang
tinggi. Pada beberapa obat tertentu seperti phenytoin, metabolisme hati meningkat mungkin
akibat rangsangan pada aktivitas enzim mikrosom hati yang disebabkan oleh hormon
progesteron; sedangkan pada obat-obatan seperti teofilin dan kafein, eliminasi hati berkurang
sebagai akibat sekunder inhibisi komfetitif dari enzim oksidase mikrosom oleh estrogen dan
progesterone.
f. Eliminasi ginjal
Pada kehamilan terjadi peningkatan aliran plasma renal 25-50%. Obat-obat yang dikeluarkan
dalam bentuk utuh dalam urin seperti penisilin, digoksin, dan lithium menunjukkan
peningkatan eliminasi dan konsentrasi serum steady state yang lebih rendah.

2. Efek kompartemen fetal-plasental


Jika pemberian obat menghasilkan satu kesatuan dosis maupun perbandingan antara
kadar obat janin: ibu maka dipakai model kompartemen tunggal. Tetapi jika obat lebih sukar
mencapai janin maka dipakai model dua kompartemen di mana rasio konsentrasi janin: ibu
akan menjadi lebih rendah pada waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi distribusi.
a. Efek protein pengikat
Protein plasma janin mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan protein plasma ibu
terhadap obat-obatan. Tetapi ada pula obat-obatan yang lebih banyak terikat pada protein
pengikat janin seperti salisilat. Obat-obat yang tidak terikat (bebas) adalah yang mampu
melewati sawar plasenta.
b. Keseimbangan asam-basa
Molekul yang larut dalam lemak dan tidak terionisasi menembus membran biologis lebih
cepat dibandingkan molekul yang kurang larut dalam lemak dan terionisasi selain itu PH
plasma janin sedikit lebih asam dibandingkan ibu. Dengan demikian basa lemah akan lebih
mudah melewati sawar plasenta. Tetapi setelah melewati plasenta dan mengadakan kontak
dengan darah janin yang relatif lebih asam, molekul-molekul akan lebih terionisasi. Hal ini
akan berakibat penurunan konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi.
Fenomena ini dikenal sebagai ion trapping.
c. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton
Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu memetabolisme obat. Semua
proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8
minggu pasca pembuahan tetapi proses tersebut belum matang, dan aktivitasnya sangat
rendah. Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat menimbulkan efek obat yang lebih
panjang dan lebih menyolok pada janin. Sebagian besar eliminasi obat pada janin dengan cara
difusi obat kembali ke kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar
dibandingkan dengan asal-usulnya sehingga kecil kemungkinan mereka akan melewati sawar
plasenta, dan berakibat penimbunan metabolit pada jaringan janin. Dengan pertambahan usia
kehamilan, makin banyak obat yang diekskresikan ke dalam cairan amnion, hal ini
menunjukkan maturasi ginjal janin.
d. Keseimbangan Obat Maternal-fetal
Jalur utama transfer obat melalui plasenta adalah dengan difusi sederhana. Obat yang bersifat
lipofilik dan tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih mudah berdifusi melalui plasenta.
Kecepatan tercapainya keseimbangan obat antara ibu dan janin mempunyai arti yang penting
pada keadaan konsentrasi obat pada janin harus dicapai secepat mungkin, seperti pada kasus-
kasus aritmia atau infeksi janin intrauterin, karena obat diberikan melalui ibunya.
2.4 Klasifkasi FDA
Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap janin. Pada tahun 1979, FDA
merekomendasikan 5 kategori obat yang memerlukan perhatian khusus terhadap
kemungkinan efek terhadap janin.
A. Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak ada risiko
terhadap janin dalam rahim. Obat golongan ini aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil
(vitamin)
B. Obat yang sudah diujikan pada binatang dan terbukti ada atau tidak ada efek terhadap
janin dalam rahim akan tetapi belum pernah terbukti pada manusia. Obat golongan ini bila
diperlukan dapat diberikan pada ibu hamil (Penicillin).
C. Obat yang pernah diujikan pada binatang atau manusia akan tetapi dengan hasil yang
kurang memadai. Meskipun sudah dujikan pada binatang terbukti ada efek terhadap janin
akan tetapi pada manusia belum ada bukti yang kuat. Obat golongan ini boleh diberikan pada
ibu hamil apabila keuntungannya lebih besar dibanding efeknya terhadap janin
(Kloramfenicol, Rifampisin, PAS, INH).
D. Obat yang sudah dibuktikan mempunyai risiko terhadap janin manusia. Obat golongan ini
tidak dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil. Terpaksa diberikan apabila dipertimbangkan
untuk menyelamatkan jiwa ibu (Streptomisin, Tetrasiklin, Kanamisin).
X. Obat yang sudah jelas terbukti ada risiko pada janin manusia dan kerugian dari obat ini
jauh lebih besar daripada manfaatnya bila diberikan pada ibu hamil, sehingga tidak
dibenarkan untuk diberikan pada ibu hamil atau yang tersangka hamil

2.4.1 Contoh pengklasifikasian Obat Ibu hamil


Rujukan yang paling dipercaya kalangan medis untuk sesuatu obat itu aman atau tidak
untuk wanita hamil adalah Pedoman yang disusun US FDA (Badan POM Amerika Serikat).
FDA membagi tingkat keaman obat tersebut kedalam 5 kategori:
1. Kategori A
Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko bagi
janin pada trimester pertama kehamilan. Dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester
ke dua dan ketiga. Kemungkinan adanya bahaya terhadap janin sangat rendah.
Contoh2 obat kategori A
- Ascorbic acid (vitamin C) *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*,
- Doxylamine, Ergocalciferol *masuk kategori D jika dosisnya melebihi US RDA*,
- Folic acid *masuk kategori C jika dosisnya melebihi 0,8 mg per hari*,
- Hydroxocobalamine *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*,
- Liothyronine, Nystatin vaginal sup *masuk kategori C jika digunakan per oral
dan topikal*,
- Pantothenic acid *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*,
- Potassium chloride, Potassium citrate, Potassium gluconate, Pyridoxine (vitamin B6),
Riboflavin *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*,
- Thiamine (vitamin B1) *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*,
- Thyroglobulin, Thyroid hormones, Vitamin D *masuk kategori D jika dosisnya melebihi
US RDA*,
- Vitamin E *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*.
2. Kategori B
Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko
terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol pada ibu hamil atau sistem reproduksi
binatang percobaan yang menunjukkan efek samping ( selain penurunan tingkat kesuburan),
yang juga tidak diperoleh pada studi terkontrol pada trimester 1 dan tidak terdapat bukti
adanya resiko pada trimester selanjutnya.
Contoh obat kategori B
- Acetylcysteine, Acyclovir, Amiloride *masuk kategori D jika digunakan untuk hipertensi
yang diinduksi oleh kehamilan*
- Ammonium chloride, Ammonium lactate *topical*,
- Amoxicillin, Amphotericin B, Ampicillin, Atazanavir, Azatadine, Azelaic acid,
Benzylpenicillin, Bisacodyl, Budesonide *inhalasi, nasal*,
- Buspiron, Caffeine, Carbenicillin, Camitine, Cefaclor, Cefadroxil, Cefalexin, Cefalotin,
Cefamandole, Cefapirin, Cefatrizine, Cefazolin, Cefdinir, Cefditoren, Cefepime, Cefixime,
Cefmetazole, Cefonicid, Cefoperazone, Ceforanide, Cefotaxime, Cefotetan disodium,
Cefoxitin, Cefpodoxime, Cefprozil, Cefradine, Ceftazidime, Ceftibuten, Ceftizoxime,
Ceftriaxone, Cefuroxime, Cetirizine, Chlorhexidine *mulut dan tenggorokan*,
- Chlorpenamine, Chlortalidone *masuk kategori D jika digunakan untuk hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan*,
- Ciclacillin, Ciclipirox, Cimetidine, Clemastine, Clindamycin, Clotrimazole, Cloxacillin,
Clozapine, Colestyramine, dan masih banyak lagi.

3. Kategori C
Studi pada binatang percobaan menunjukkan adanya efek samping pada janin
(teratogenik) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita. Atau studi pada wanita maupun
binatang percobaan tidak tersedia. Obat dalam kategori ini hanya boleh diberikan kepada ibu
hamil jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari resiko yang mungkin terjadi pada janin.
Contoh obat kategori C
• Acetazolamide, Acetylcholine chloride, Adenosine, Albendazole, Albumin, Alclometasone,
Allopurinol, Aluminium hydrochloride, Aminophylline, Amitriptyline, Amlodipine,
Antazoline, Astemizole, Atropin, Bacitracin, Beclometasone, Belladonna, Benzatropine
mesilate, Benzocaine, Buclizine, Butoconazole, Calcitonin, Calcium acetate, Calcium
ascorbate, Calcium carbonate, Calcium chloride, Calcium citrate, Calcium folinate, Calcium
glucoheptonade, Calcium gluconate, Calcium lactate, Calcium phosphate, Calcium
polystyrene sulfonate, Capreomycin, Captopril,
• Carbachol, Carbidopa, Carbinoxamine, Chloral hydrate, Chloramphenicol, Chloroquine,
Chlorothiazide, Chlorpromazine, Choline theophyllinate, Cidofovir, Cilastatin, Cinnarizine,
Cyprofloxacin, Cisapride, Clarithromycin, Clinidium bromide, Clonidine, Co-trimoxazole,
Codeine, Cyanocobalamin, Deserpidine, Desonide, Desoximetasone, Dexamethasone,
Dextromethorphan, Digitoxin, Digoxin, Diltiazem, Dopamine, Ephedrine, Epinephrine,
Fluconazole, Fluocinolone, Fosinopril, Furosemide, Gemfibrozil, Gentamicin,
Glibenclamide, Glimepiride, Glipizide, Griseofulvin, Hydralazine, Hydrocortisone,
Hyoscine, Hyoscyamine, Isoniazid, Isoprenaline, Isosorbid dinitrate, Ketoconazole, Ketotifen
fumarate, Magaldrate, Mefenamic acid, Methyl prednisolone, dan masih banyak lagi.
4. Kategori D
Terdapat bukti adanya resiko terhadap janin manusia. Obat ini hanya diberikan bila
manfaat pemberian jauh lebih besar dibandingkan resiko yang akan terjadi. (terjadi situasi
yang dapat mengancam jiwa ibu hamil, dalam hal mana obat lain tidak dapat digunakan/
tidak efektif).
Contoh obat kategori D
• Amikacin, Amobarbital, Atenolol, Carbamazepine, Carbimazole, Chlordizepoxide,
Cilazapril, Clonazepam, Diazepam, Doxycycline, Imipramine, Kanamycin, Lorazepam,
Lynestrenol, Meprobamate, Methimazole, Minocycline, Oxazepam, Oxytetracycline,
Tamoxifen, Tetracycline, Uracil, Voriconazole dan masih banyak lagi.

5. Kategori X
Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya kelainan
janin (abnormalitas) atau terbukti beresiko terhadap janin. Resiko penggunaan obat pada
wanita hamil jelas lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Obat kategori X merupakan
kontra indikasi bagi wanita hamil atau memiliki kemungkinan untuk hamil.
Contoh obat kategori
• Acitretin, Alprotadil *parenteral*, Atorvastatin, Bicalutamide, Bosentan, Cerivastatin
disodium, Cetrorelix, Chenodeoxycholic acid, Chlorotrianisene, Chorionic gonadotrophin,
Clomifen, Coumarin, Danazol, Desogestrel, Dienestrol, Diethylstilbestrol, Dihydro
ergotamin, Dutasteride, Ergometrin, Ergotamin, Estazolam, Etradiol, Estramustine, Estriol
succinate, Estrone, Estropipate, Ethinyl estradiol, Etretinate, Finasteride,
Fluorescein *parenteral*, Flurouracil.

2.4.1.1 Beberapa contoh bahaya pada beberapa golongan obat

Golongan obat Dampak


Golongan obat A dan B Golongan ini aman untuk digunakan
Golongan C Beberapa contoh antibiotika yang sudah
terbukti secara ilmiah menganggu tubuh
kembang misalnya kloramfenikol.
Pemberian kloramfenikol pada wanita
hamil, terutaa pada trimester II dan III,
dimana organ hatinya belum matang
terbentuk, dapat menyebabkan terjadinya
sindroma grey pada bayi ketika dilahirkan,
ditandai dengan kulit bayi keabu-abuan,
hipotermia, muntah, dan menunjukan reaksi
menolak susu,disamping pernafasan yang
cepat dan tidak teratur. Kloramfenikol
dimasukan dalam kategori C, yaitu obat
karena efek farmakologinya dapat
menyebabkan pengaruh buruk pada janin
tanpa disertai kecacatan anatomik.
Golongan D pjjPada ibu hamil diazepam sangat tidak
dianjurkan karena dapat sangat berpengaruh
pada janin. Kemampuan diazepam untuk
melalui plasenta tergantung pada derajat
relativitas dari ikatan protein pada ibu dan
janin. Hal ini juga berpengaruh pada tiap
tingkatan kehamilan dan konsentrasi asam
lemak bebas plasenta pada ibu dan janin.
Efek samping yang dapat timbul pada bayi
neonatus selama beberapa hari setelah
kelahiran disebabkan oleh enzim
metabolism obat yang belum lengakp.
Kompetisi antara diazepam dan bilirubin
pada sisi ikatan protein dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia pada bayi neonatus.

Golongan X obat golongan ini di larang keras untuk


digunakan pada ibu hamil. Contoh obat :
Ergotemine. Dapat menyebabkan kecacatan
permanen pada janin.

2.5 Prinsip penggunaan obat pada kehamilan

- Bila mungkin, penanganan tanpa obat harus dicoba dahulu


- Umumnya obat-obat lama yang sudah terbukti keamanannya lebih disukai daripada obat-
obat yang baru dipasarkan
- Preparat kombinasi sedapat mungkin harus dihindari dan sebaiknya dipilih preparat yang
mengandung sebuah unsur obat saja
- Hindari penggunaan obat bebas pada trimester pertama kecuali alasan yang mendesak
- Gunakan obat dengan takaran yang paling rendah untuk janhka waktu yang sesingkat
mungkin
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik pasien ibu hamil
departemen obstetri dan ginekologi Rumah Sakit “X” periode Januari – Desember 2014.
Buku standar yang dijadikan acuan adalah DIH (Drug Information Handbook) 2008,
IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia) 2008, dan BNF (British National
Formulary) 2014, Drug in Pregnancy & Lactation 2001
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dirancang secara deskriptif
dengan pengumpulan data bersifat retrospektif. Sebagai populasi target adalah seluruh
resep untuk pasien ibu hamil di Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit “X”
Jakarta.

3.3 Karakteristik Pasien


Profil pasien pada penelitian ini dibedakan berdasarkan usia dan fisiologi kehamilan
pasien.
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang menjalani pengobatan di
Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit “X” Jakarta Pusat berdasakan usia
kehamilan pasien ibu hamil yang terbanyak adalah pada trimester III (29 – 40 minggu)
dibandingkan trimester I dan II. Trimester kehamilan yang paling berisiko besar terhadap
janin yaitu pada trimester pertama (Prest dan Tan, 2003).

Tabel 1.
Distribusi Pasien Ibu Hamil Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit “X”
Berdasarkan Fisiologi Usia Kehamilan
No Usia Kehamilan Jumlah Persentase %
1 1. Trimester I 4 12,12%
(0-12minggu)
2 2. Trimester II 11 33,33%
(13-28minggu)
3 2. 3. Trimester III 18 54,55%
(29-40 minggu)
Total (n) 33 100,00

3.4 Ketepatan Indikasi pada Pengobatan Ibu Hamil


Berdasarkan hasil analisa data ketidaktepatan indikasi pada penggunaan Antiemetik
ondansetron sebanyak 1 pasien. Ondansetron adalah antagonis serotonin
5hidroksitriptamin (5HT3), yang berarti mnenghambat serotonin 5HT3 secara selektif di
saluran cerna dan pusat muntah chemoreceptor trigger zone (CTZ) di otak. Ondansetron
memang diindikasikan sebagai antiemetika, namun menurut IONI ondansetron
diindikasikan untuk mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi, pencegahan
mual dan muntah pasca operasi (BPOM 2013). Dan begitu pula berdasarkan literatur
yang digunakan ondansetron diindikasikan untuk mual yang disebabkan oleh kemoterapi
dan radioterapi (BPOM 2008).
3.5 Kesimpulan
Obat yang aman digunakan untuk ibu hamil dengan berkategori A B dan C serta obat yang
tidak baik dikonsumsi untuk ibu hamil dengan kategori D dan X.

3.6.Saran
Ibu hamil disarankan agar tidak terlalu bergantung pada obat ketika mengalami keluhan dan
lebih baik mengkonsumsi yang alami.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wilmana, P.F., dan Gan, S., 2007. AnalgesikAntipiretik Analgesik AntiInflamasi


Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan, S., Setiabudy, R., dan
Elysabeth, eds. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FK UI, Hlm.

2. Yuda.A. 2014. Identifikasi Drug Therapy Problems Pada Pelayanan Resep Untuk Ibu
Hamil. Universitas Airlangga, Surabaya

3. Hersunaryati. Y. Evaluation Of Drug Utilization In Pregnant Womant At Obstetric


And Gynrcology Department “X” Hospital. UHAMKA Jakarta

4. Abdullah. R. Drug Utilization Research Pada Wanita Hamil, Pediatri, dan Geriatri.
Universitas Padjajaran

5. Depkes RI. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai