Anda di halaman 1dari 8

FARMAKOKINETIK DALAM KEHAMILAN DAN LAKTASI

PERUBAHAN FISIOLOGIS DALAM KEHAMILAN

ABSTRACT
Isu tentang pengobatan selama kehamilan mulai diperhatikan karena
fisiologis dari kehamilan mempengaruhi farmakokinetik dari pengobatan yang
digunakan dan beberapa pengobatan dapat mencapai fetus dan menyebabkan
gangguan ( kerusakan ). Mempelajari pengobatan yang aman dalam kehamilan
dan laktasi adalah suatu tantangan; jadi Food and Drug Administration (FDA)
Amerika membatasi kategori obat beresiko bagi kehamilan, terutama untuk ibu
dalam malaktasi. Pemahaman yang lebih baik pada peran perubahan fisiologis
selama kehamilan, fungsi plasenta, efek pengobatan pada fetus dan mekanisme
pengangkutan obat ke payudara ibu menyusui dapat membantu perawat
mengajarkan kepada klien mereka baik sebelum masa konsepsi; selama kehamilan
dan masa laktasi. Artikel ini memberikan tinjauan literatur baru sehingga perawat
dapat lebih memperhatikan prinsip dasar keterlibatan penggunaan obat untuk
kehamilan dan wanita menyusui.

TUJUAN
Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan tinjauan literatur baru dan
merangkum prinsip dasar keterlibatan penggunaan obat untuk kehamilan dan
wanita menyusui. Perawat dah mahasiswa keperawatan mencoba secara hati-hati
untuk memberikan informasi tentang pengobatan dalam kehamilan dan sering
berhadapan dengan peringatan nonspesifik yang menyatakan “penggunaan obat
selama kehamilan tidak dianjurkan kecuali obat itu mempunyai potensi
keuntungan yang jelas daripada potensi resiko terhadap fetus”. Pengetahuan
tentang karakteristik fisiologis yang unik pada kehamilan dan masa laktasi dalam
hubungan dengan cara pemberian obat dan pengetahuan dari ketersediaan sumber
untuk memberikan beberapa informasi diperlukan untuk membantu memberikan
perawatan terbaik.
Pemahaman tentang pengobatan yang digunakan selama kehamilan dan
masa laktasi dipengaruhi oleh peristiwa sejarah, termasuk krisis Thalidomide
tahun 1960-an dan efek teratogenik yang ditemukan yang dihubungkan dengan
pengguaan Diethystibesterol (DES tahun 1971 (melton,1999).
Wanita hamil ( atau wanita usia subur) mungkin menggunakan obat untuk
terapi (pengobatan) kondisi kronik seperti epilepsi, hipertensi atau gangguan
psikiatrik. Pengobatan mungkin diresepkan untuk mengobati untuk mengobati
kondisi selama sakit tetapi tidak berhubungan dengan kehamilan seperti; infeksi
saluran pernafasan atas / nyeri muskuloskeletal. Obat lain yang biasa digunakan
untuk pengobatan dengan gangguan yang dihubungkan dengan kehamilan seperti
kehamilan preterm, hipertensi yang dipacu oleh kehamilan, untuk meningkatkan
kematangan serviks / menginduksi kelahiran / untuk mendorong kematangan
( maturitas) paru-paru dari fetus yang dilahirkan preterm. Obat yang biasanya
dapat digunakan dalam studi Oklahoma (Splinter et al, 1997) adalah vitamin,
analgesik, sediaan kalsium dan zat besi serta antibiotik. Pada studi di Eropa
( Vigen et al, 1999) obat yang biasanya digunakan adalah intiinfeksi, antimual dan
terapi pengobatan aborsi.
TELAAH JURNAL
Langkah 1
A. Populasi
Wanita hamil dan wanita menyusui
B. Intervensi
Farmakokinetik dalam kehamilan dan laktasi perubahan fisiologis dalam
kehamilan
C. Comparation
Tidak ada jurnal pembanding
D. Outcome
Pengaruh Farmakokinetik dalam kehamilan dan laktasi perubahan
fisiologis dalam kehamilan
E. Time
15 Oktober 2019- 01 November 2019

HUBUNGAN DENGAN TEORI


Perubahan fisiologis yang unik dalam kehamilan berakibat pada
fakmakokinetik dari obat yang digunakan oleh wanita hamil. Selama kehamilan,
volume plasma wanita meningkat antara 30-50% dan cardiac output dan rata-rata
filtrasi glomelurus juga meningkat sesuai dengan proporsinya. Faktor ini mungkin
berkontribusi pada rendahnya konsentrasi beberapa obat saat bersirkulasi
( terutama yang di ekskresikan oleh ginjal) pada wanita hamil dan mungkin pada
tingkat subterapeutik obat. Peningkatan lemak tubuh selama kehamilan mungkin
meningkatkan volume dari distribusi obat yang larut dalam lemak. Penurunan
konsetrasi albumin plasma selama kehamilan meningkatkan volume distribusi dari
obat yang berikatan dengan protein tinggi seperti antikonvulsan dan selective
seretonin reuptake inhibitors (SSRI) (Yankowitz & Niebyl, 2001).
Loebstein, Lalkin an Koren (1997) menunjukkan bahwa obat-obat yang
tidak berikatan lebih rentan terhadap peningkatan clerance oleh ginjal dan hati,
yang menyeimbangkan efek dari peningkatan distribusi volume. Penurunan waktu
pengosongan gaster yang dihubungkan dengan efek progesteron yang
memungkinkan perubahan absorbsi dari obat, terutama pada trimester III,
perlambatan waktu efek; maka perlu mempersiapkan rute intravena yang tepat
untuk pengobatan ( Yankowitz & Niebyl, 2001). Mual dan muntah yang
dihubungkan dengan peningkatan pH gaster akan berefek pada absorbsi asam
lemah dan basa ( Loebstei et al. 1997). Bersamaan dengan hal itu biasanya
digunakan obat lain dalam kehamilan seperti antasida dan suplemen nutrisi seperti
vitamin, zat besi yang bisa mengikat dan mengionaktivasi beberapa obat
( Yankowitz & Niebyl, 2001). Abrosbsi obat IM secara umum lebih cepat
dihubungkan dengan peningkatan aliran darah , yang mempertinggi penyerapan
obat secara sistemik dan lamanya tingkat aksi obat. Tapi terdapat pengecualian
yaitu terjadi keterlambatan pada kehamilan ketika aliran darah ke ekstremitas
akan melambat, yang akan berpotensial untuk penurunan absorbsi obat pada area
esktremitas (Yakowitz & Niebyl, 2001). Akhirnya, estrogen dan progesteron
mengganggu aktivitas enzim hepar, yang dapat menambah akumulasi obat atau
mengurangi pengeluaran dari beberapa obat (Hansen & Yankowitz, 2002). Waktu
yang paling mudah terjadi gangguan pada fetus adalah setelah periode
embriogenesis, dimana pada akhir minggu ke-2 sampai minggu ke-8 setelah
konsepsi (35-37 hari setelah periode menstruasi terakhir). Paparan oleh tetarogen
(agen teratogenik) selama masa ini dapat menghasilkan malformasi mayor ( Mis:
abnormalitas anggota badan, palatoskisis, abnormalitas jantung).

TRANSFER OBAT PADA PLASENTA


Sebagian besar obat di pindahkan dari sirkulasi maternal kapada sirkulasi
fetal dengan difusi. Tingkat transfer tergantung pada konsentrasi kimia dari obat
seperti derajat ikatan kimia, disosiasi ion, daya larut lemak dan berat molekul
(Kraemer, 1997).
Protein fetal tampak kurang dalam mengikat obat yang ada daripada protein
maternal, dan plasma albumin fetal secara progresif meningkat. Hal ini
menghasilkan perbedaan konsentrasi yang tergantung pada usia kehamilan. Hanya
obat yang tidak berikatan yang mampu untuk melintasi plasenta, oleh karena itu
obat-obat yang berikatan (seperti digoxin dan ampivilin dapat mencapai
konsentrasi lebih tinggi fetus). (Loebstein et al,1997).
Karena pH fetus biasanya sedikit lebih asam darpada pH maternal, basa
lemah lebih mudah melewati plasenta. Meskipun, sekali melintasi plasenta dan
membuat kontak dengan kesamaan pada darah fetal, molekul ini lebih terion;
fenomena ini dikenal sebagai “ion yang terjebak” (Loebstein et al,1997). Obat
yang larut dalam lemak juga akan lebih dapat melewati membran sel dan
kemudian cepat dapat melewati plasenta, sebagai contoh antibiotik dan opiat
merupakan obat yang sangat larut dalam lemak dan cepat melewati plasenta
(kraemer,1997).
Berat molekul obat juga mempengaruhi kemampuan untuk melewati
plasenta. Seperti aturan umum, obat dengan besar molekul lebih besar juga
memiliki berat molekul yang lebih tinggi. Seperti obat dengan berat molekul
rendah ( <500 g/ mol) akan lebih mudah melewati plasenta, ketika dengan berat
molekul antara 600-1000 g/ mol akan melewati plasenta lebih lambat, beberapa
obat dengan berat molekul tinggi (>1000 g/ mol) seperti heparin dan insulin tidak
bisa melewati plasenta dengan nilai yang signifikan (Kraemer, 1997).
Transfer obat transplasenta meningkat pata trimester 3, ini dihubungkan
dengan peningkatan aliran darah maternal dan plasenta, penurunan ketebalan dan
peningkatan daerah permukaan plasenta. Ion yang terjebak mungkin
menghasilkan konsentrasi obat pafa fetus yang melebihi konsentrasi obat pada
ibu. Walaupun utnuk kebanyakan obat konsentrasi darah fetal dijaga antara 50-
100% dari konsentrasi darah maternal (Yonkowitz & Nebyl,2001).
EFEK OBAT YANG MERUGIKAN PADA FETUS
Efek merugikan pada fetus termasuk teraogenesis, perkembangan
abnormal / hasil dari defek pada fetus atau mutagenesis dimana dapat
menyebabkan perubahan permanen pada material genetik. Efek teratogenik
termasuk aborsi spontan, abnormalitas struktur atau hambatan pertumbuhan fetal
(larimore & Petrie,2000). Efek obat yang merugikan termasuk perubahan tingkah
laku karena gangguan neuron, dimana gejalanya tidak muncul segera (Yaffe,
2002). Efek dari obat tergantung pada dosis obat yang dapat mencapai fetus.
Dosis ini dipengaruhi oleh dosis maternal , distribusi dari obat pada aliran darah
ibu, fungsi plasenta, genetik fetal dan status fisiologis, demikian juga adanya
paparan dengan obat lain, kimiawi / lingkungan yang berbahaya (Yankowitz &
Niebyl,2001). Faktor lain yang signifikan adalah usia kehamilan pada waktu
terpapar. Selama 2 minggu pertama setelah konsepsi, paparan jadi dapat merusak
sebagian besar pada embrio ( menyebabkan aborsi spontan) atau hanya beberapa
sel ( memberi kesempatan pada embrio untuk pulih tanpa ada perkembangan
defeks) ( Lewis 2000). Waktu yang paling membahayakan untuk feses adalah saat
periode embriogenesis yaitu pada akhir miggu ke-2 sampai minggu ke-8 setelah
konsepsi (35-70 hari setelah periode menstruasi). Paparan dengan tetarogen pada
waktu ini dapat menghasilkan malformasi mayor seperti abnormalitas anggota
badan, palatoskisis atau abnormalitas jantung (melton, 1999). Setelah periode ini,
paparan dapat menyebabkan defisit fungsional atau gangguan pertumbuhan atau
lamanya kehamilan (yankowitz & niebyl, 2001). Efek pada neonatal lebih pada
fungsionalnya daripada struktural (misal: penutupan yang tidak sempurna dari
duktus arteriosus yang dihubungkan dengan paparan ibu profen pada akhir
kehamilan) (melton,1999). Beberapa obat merupakan kontradikasi untuk
digunakan disemua trimester (1-3) pada kehamilan. Misal ACE Inhibitor
( digunakan pada terapi hipertensi) telah dihubungkan dengan keterbatasan
pertumbuhan intrauterin, oligohidramion, gangguan ginjal fetal ( lamimore &
petrie, 2000).
Isotretinion ( acutane), obat yang biasa diresepkan untuk obat jerawat,
merupakan kontradikasi pada semua trimester saat hamil obat lain secara umum
dihindari pada masa kehamilan termasuk wafarin (sebagai koagulan). Sampai saat
ini, penggunaan hipoglikemikoral juga tidak didukung penggunaannya selama
kehamilan, tetapi beberapa peneliti baru-baru ini ( Langer, Conway, Berkus,
Xenakis & Gonzales,2000) telah mendemonstrasikan keamanan obat ini , dan obat
ini sangat berguna berguna untuk terapi diabetes.

TRANSFER OBAT KE ASI


Obat-obat dapat di ekresikan kedalam ASI, langkah pertama adalah
diabsorpsinya obat dalam sirkulasi maternal dan kemudian melewati sirkulasi
maternal ini masuk kedalam ASI. Konsentrasi obat pada sirkulasi maternal
tergantung dosis , biovailibilitas sistemik dan distribusi, serta tingkat clearance
obat ( Hale,2000). Sebagian besar faktor ini mempengaruhi pergerakan obat ke
dalam ASI. Obat yang mempunyai ikatan protein yang tinggi lebih sedikit yang
terlepas dari sirkulasi maternal dan yang ditransfer ke dalam ASI lebih rendah
konsentrasinya daripada didalam plasma, dan hanya obat yang tidak terikat
protein yang dapat meninggalkan sirkulasi maternal dan masuk ke dalam ASI
( hale,2000). Obat yang larut dalam lemak mudah masuk kedalam ASI daripada
obat yang larut dalam air (Loedstein et al, 1997). Karena secara signifikan ASI
mempunyai pH yang lebih rendah dari plasma maternal, asam lemah akan
terionisasi di plasma maternal dan menurunkan amam lemah ke dalam susu, dan
basa lemah tidak akan terionisasi dan kemudian akan mencapai tempat dimana
banyak asam susu dimana mereka terperangkap . obat dengan berat molekul besar
(mis;heparin, insulin) terlalu besar untuk melewati alveolar acini (jaringan gladula
tempat dimana susu disintesisi) (Hale,2000).
Apakah bayi terpengaruh efek obat dalam ASI tidak terlalu jelas. Obat yang
keluar melalui ASI kedalam bayi saat menyusu di metabolisme dengan cara yang
sama seperti minum obat oral. Obat harus melalui traktus gastrointestinal, dimana
lingkungan asam ( asam lambung) dapat menetralkan banyak obat.
Obat lain jarang diabsorbsi secara oral, oleh karena itu jarang pula
diabsorbsi kedalam pembuluh darah bayi. Sebagai tambahan banyak obat yang
mencapai hepar dan tak pernah mencapai kompartemen plasma; semua masalah
absorbsi ini akan memelihara bayi dalam mengurangi efek dari banyak obat
(Hale,2000). Oleh karena itu secara umum beberapa obat yang dapat diberikan
secara aman kepada neonatus mungkin aman pula diberikan selama masa
menyusui (Briggs, 2002). Adalah sesuatu yang tidak biasa apabila proses
menyusui dihentikan karena ibu sedang dalam terapi pengobatan. Namun
demikian, tingkat konsentrasi obat yang diserap bayi dapat diminimalkan dengan
menyusui bayi terlebih dahulu sebelum minum obat (Loebstein et al,1997). Ibu
yang sedang menyusui dapat memonitor masalah masalah pada bayi meningkat ,
ibu haru menghubungi pemberi pelayanan kesehatan; menghentikan pemberian
pengobatan dapat memulihkan masalah (Larimore & Patrie,2000). Pengobatan
saat menyusui dikontraindikasikan hanya pada situasi yang sangat jarang.
Beberapa obat seperti lithium secara mutlak di kontraindikasi saat menyusui, tapi
membutuhkan pertimbangan penggunaan obat lain yang mungkin lebih aman
(Hale,2000).

KESIMPULAN
Fisiologi kehamilan dan laktasi yang unik merupakan tantangan bagi
terapi famaseutik pada gangguan kronik dan akut, untuk manajemen gejala dari
banyaknya keluhan. Pada setiap kasus, resiko baik pada ibu dan fetus atau
neonatus harus dipertimbangkan.. data penelitian terbatas karena banyak kesulitan
dalam mempelajari efek merugikan dari obat selama kehamilan.
Sumber-sumber yang meberikan data penelitiaan tentang penggunaan obat
dalam kehamilan dan laktasi telah dituliskan dalam artikel ini dan telah
direkomendasikan kepada perawat klinik (yang praktik) dan mahasiswa
keperawatan. Perawat yang bekerja dibanyak tatanan akan menemukan informasi
yang berguna untuk konseling, penkes dan dukungan kepada anita hamil..

Anda mungkin juga menyukai