Anda di halaman 1dari 27

PENGARUH OBAT

TERHADAP JANIN

dr. Ilmiawati, PhD


BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS S
2017
PEMBERIAN OBAT PADA KEHAMILAN
A. FARMAKOKINETIK
Sebagian besar obat dapat melewati plasenta dan memaparkan embrio
dan janin yang sedang berkembang terhadap efek farmakologis dan
teratogenik.
Faktor yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta dan efek obat
pada janin:

1.  Sifat fisika-kimia obat (kelarutan, berat molekul, pH)


2.  Kecepatan obat melintasi plasenta dan jumlah obat yang mencapai
janin (transporter plasenta, ikatan protein)
3.  Lama paparan terhadap obat

4.  Karakteristik distribusi pada berbagai jaringan janin


5.  Stadium perkembangan plasenta dan janin pada waktu paparan obat
6.  Efek obat-obat yang diberikan bersamaan
KELARUTAN DALAM LEMAK
(LIPID SOLUBILITY)
Kemampuan obat melewati plasenta tergantung pada kelarutan
obat dalam lemak dan derajat ionisasi obat. Obat yang bersifat
lipofilik lebih mudah berdifusi melewati plasenta dan memasuki
sirkulasi janin.

Contoh: Tiopental, obat yang umum digunakan pada seksio


sesarea, melewati plasenta dengan cepat dan dapat menimbulkan
sedasi atau apnea pada bayi baru lahir.

Obat dengan derajat ionisasi tinggi melewati plasenta secara


lambat dan mencapai konsentrasi yang rendah pada janin.

Salisilat hampir seluruhnya terionisasi pada pH fisiologisà


melewati plasenta dengan cepatàsejumlah kecil salisilat yang
tidak terionisasi bersifat sangat larut lemak.
BERAT MOLEKUL DAN pH
Berat molekul (BM) obat mempengaruhi kecepatan transfer dan
jumlah obat yang melewati plasenta. Obat dengan berat molekul
250-500 Da dapat dengan mudah melewati plasenta, tergantung
kelarutannya dalam lemak dan derajat ionisasinya. Obat dengan
BM 500-1000 Da lebih sulit melewati plasenta dan obat dengan
BM lebih dari 1000 Da sangat sulit melewati plasenta.

Aplikasi klinis yang penting dari BM ini adalah dalam pemilihan


heparin sebagai antikoagulan pada wanita hamil. Molekul heparin
sangat besar dan polar (hidrofilik) sehingga tdk dpt melintasi
plasenta sehingga aman diberikan pada wanita hamil yang perlu
antikoagulasi.

pH darah maternal 7.4 dan janin 7.3, sehingga obat yg bersifat


basa lemah mudah terionisasi pada darah janin kadarnya lebih
tinggi pada janin.
TRANSPORTER PLASENTA

Banyak transporter obat telah diidentifikasi pada plasenta dan


perannya dalam transfer obat ke janin.

Contoh: Transporter P-glycoprotein yang dikode oleh gen MDR1


memompa berbagai obat kembali ke sirkulasi maternal (obat
kanker, dll).

Obat inhibitor protease virus merupakan substrat P-glycoprotein,


akibatnya obat ini konsentrasinya rendah pada janinà risiko infeksi
HIV secara vertikal dari ibu ke janin meningkat.
IKATAN PROTEIN
Derajat ikatan obat dengan protein plasma (khususnya albumin)
dapat mempengaruhi kecepatan transfer dan jumlah obat yang
ditransfer.

Namun jika suatu senyawa sangat larut lemak, pengaruh ikatan


protein tidak besar.
Transfer obat yang larut lemak lebih tergantung pada aliran darah
plasenta. Obat yang sangat larut lemak berdifusi melewati
membran plasenta dengan sangat cepat.

Jika obat tidak larut lemak dan mengalami ionisasi, transfernya


berlangsung lambat dan akan dihambat oleh ikatannya terhadap
protein plasma.

Sebagian obat memiliki ikatan protein yang lebih besar terhadap


plasma maternal dibandingkan plasma janin (sulfonamid,
barbiturat, fenitoin, obat anestetik lokal, gliburid).
METABOLISME OBAT PADA
PLASENTA DAN JANIN
Dua mekanisme membantu melindungi janin dari obat dalam sirkulasi
maternal:

1.  Plasenta berperan sebagai sawar semipermeabel dan sebagai lokasi


metabolisme sejumlah obat yang melewatinya. Reaksi metabolisme
pada plasenta dapat menghasilkan metabolit toksik (etanol,
benzpiren).

2.  Obat yang telah melintasi plasenta memasuki sirkulasi janin melalui
vena umbilikalis. 40-60% aliran vena umbilikalis memasuki hepar janin;
sisanya memasuki sirkulasi umum. Obat yang mencapai hati
mengalami metabolisme parsial sebelum memasuki sirkulasi umum.
Sebagian besar obat yang terdapat pada arteri umbilikalis dapat
mengalami pintas melalui plasenta kembali ke vena umbilikalis dan ke
hati. Metabolit sebagian obat lebih aktif dari senyawa induknya dan
dapat berefek buruk pada janin.
FARMAKODINAMIK
A. KERJA OBAT TERAPETIK PADA JANIN
Bidang baru dalam farmakologi perinatalà pemberian obat pada
wanita hamil dengan janin sebagai target obat.

Kortikosteroid digunakan untuk stimulasi maturasi paru pada


kelahiran preterm.
Fenobarbital yang diberikan mendekati aterm dapat menginduksi
enzim hati janin yang berperan dalam glukuronidasi bilirubinà
insiden jaundice lebih rendah pada bayi baru lahir.

Obat antiaritmia dapat diberikan pada ibu untuk pengobatan


aritmia jantung pada janin.
Pemberian zidovudin pada ibu mengurangi 2/3 penularan HIV dari
ibu ke janin. Penggunaan tiga obat antiretrovirus secara kombinasi
mengeliminasi infeksi pada janin hampir sepenuhnya.
FARMAKODINAMIK
B. KERJA OBAT TOKSIK PADA JANIN YANG DAPAT DIPREDIKSI

Penggunaan opioid oleh ibu dapat menimbulkan ketergantungan


pada janin dan bayi baru lahir à sindroma putus obat neonatus.

Penggunaan ACE-inhibitor pada kehamilan à kerusakan ginjal


janin signifikan dan ireversibel à KONTRAINDIKASI.

Efek samping dapat tertunda, misalnya pada janin perempuan


yang terpapar dietilstilbestrol à risiko adenokarsinoma vagina
setelah pubertas.

Antiinflamasi non-steroid (indometasin, ibuprofen)àgastroskisis


dan kelainan lain pada trimester awal, gagal ginjal pada paparan
setelah usia kehamilan 32 minggu
FARMAKODINAMIK
C. KERJA OBAT TERATOGENIK

Paparan tunggal intrauterin terhadap suatu obat dapat


mempengaruhi struktur janin yang sedang mengalami
perkembangan cepat pada waktu paparan.

Talidomid adalah contoh obat yang berpengaruh besar terhadap


perkembangan alat gerak setelah paparan singkat.

Paparan ini harus terjadi pada masa kritis dalam pembentukan alat
gerak.

Risiko fokomelia akibat talidomid terjadi pada minggu gestasi


keempat hingga ketujuh.
DIAGRAM SKEMATIK PERIODE KRITIS
PERKEMBANGAN MANUSIA
DEFINISI TERATOGEN
TERATOGEN = agen yang bekerja secara ireversibel mengubah
pertumbuhan, struktur, atau fungsi embrio atau janin yang sedang
berkembang.

Teratogen dapat berupa:

1.  Virus (rubella, cytomegalovirus, congenital lymphocytic


choriomeningitis virus)

2.  Faktor lingkungan (hipertermia, iradiasi)

3.  Bahan kimia (merkuri, alkohol)

4.  Obat-obatan (ACE-inhbitor, talidomid, isotretinoin, warfarin,


asam valproat, karbamazepin)
MEKANISME TERATOGENIK
Belum diketahui dengan baik, multifaktorial.

Obat dapat berefek direk terhadap jaringan ibu dengan efek indirek/
sekunder terhadap jaringan janin.

Obat dapat mengganggu lewatnya oksigen atau nutrien melalui


plasenta sehingga berefek terhadap jaringan janin yang sedang
berkembang cepat.

Obat dapat bekerja direk terhadap proses diferensiasi pada jaringan


yang berkembang. Contohnya, vitamin A (retinol) memiliki kerja penting
dalam mengarahkan diferensiasi pada jaringan normal. Beberapa analog
vitamin A (isotretinoin, etretinat) merupakan teratogen kuat, yang
menunjukkan bahwa obat tersebut mengubah proses diferensiasi
normal.

Defisiensi zat penting tertentu berperam dalam beberapa jenis


abnormalitas. Contohnya, suplementasi asam folat selama kehamilan
dapat mengurangi insiden defek tabung saraf (spina bifida).
MEKANISME TERATOGENIK

Paparan berkelanjutan terhadap suatu teratogen dapat


menimbulkan efek kumulatif atau dapat mempengaruhi beberapa
organ yang dalam berbagai stadium perkembangan.

Konsumsi jangka lama dosis besar etanol dalam kehamilan,


khususnya pada trimester pertama dan kedua, dapat menimbulkan
sindroma alkohol janin (fetal alcohol syndrome)à sistem saraf
pusat, pertumbuhan, perkembangan wajah.
Wajah fetal alcohol syndrome
KRITERIA TERATOGEN
1.  Paparan terjadi pada masa kritis perkembangan manusia à
embriopati, fetopati

2.  Menimbulkan malformasi yang khas (karakteristik) yang menunjukkan


selektifitas terhadap organ target tertentu à studi epidemiologi

3.  Menimbulkan efek pada stadium tertentu perkembangan janin, misal


saat periode terbatas organogenesis organ target

4.  Menunjukkan insiden terkait dosis (dose-dependent)

5.  Teratogenisitas terbukti pada hewan secara eksperimental

Efek teratogenik tidak terbatas pada malformasi besar, tetapi juga


termasuk gangguan pertumbuhan intrauterin (efek merokok), keguguran
(alkohol), lahir mati (efek merokok), dan hambatan neurokognitif (alkohol).

Klasifikasi potensi teratogenik menurut Food and Drug Administration


(FDA) à tidak akurat, tidak praktis.
KATEGORI RISIKO TERATOGENIK FDA

KATEGORI DESKRIPSI
A Tidak ada risiko pada janin, kemungkinan bahaya pada janin
sangat kecil (penelitian pada wanita hamil)àAMAN

B Tidak ada risiko pada janin (penelitian hewan), tapi tidak ada
penelitian pada wanita hamil ATAU Terdapat risiko pada janin
(hewan) tapi tidak ditemukan pada wanita hamil

C Terdapat risiko pada janin (hewan) tapi tidak ada penelitian


pada wanita hamil ATAU Tidak ada penelitian pada hewan
maupun wanita hamil. Obat diberikan hanya bila MANFAAT >
RISIKO pada janin

D Terdapat bukti risiko pada janin manusia, tapi manfaat


penggunaan bagi wanita hamil dapat diterima (mengancam
nyawa ATAU penyakit berat dan obat lain tidak efektif)

X Penelitian ATAU pengalaman pada hewan dan manusia


menunjukkan abnormalitas janin DAN RISIKO > MANFAAT
pada wanita hamilàKONTRAINDIKASI
PANDUAN BARU FDA
Rangkuman pengetahuan berbasis bukti mengenai tiap obat dalam hal
risiko dan keamanannya pada janin.
KONSELING MENGENAI RISIKO
TERATOGENIK
Jumlah obat yang diidentifikasi teratogenik pada manusia <30 macam.

Obat yang aman bagi janin à ratusan.

Kekhawatiran + kehamilan yang tidak direncanakan à konseling


mengenai paparan janin terhadap obat, bahan kimia dan radiasi.

Kunci konseling: pengetahuan up-to-date dan berbasis bukti

Risiko abnormalitas neonatus tanpa adanya paparan teratogen yang


diketahui à 3%

Perlu diketahui risiko ibu dan janin bila obat dihindari pada kondisi
tertentu.

Penelitian menunjukkan morbiditas serius pada wanita yg menghentikan


terapi depresi pada kehamilan.
OBAT TERATOGENIK/BERBAHAYA
PADA JANIN
OBAT TRIMESTER EFEK
ACE-inhibitor Semua Malformasi ginjal dan jantung
Amfetamin Semua Gangguan perkembangan
Androgen 2, 3 Maskulinisasi janin perempuan
Antidepresan, 3 Gejala putus obat neonatus
trisiklik
Barbiturat Semua Ketergantungan neonatus pd penggunaan kronis
Karbamazepin 1 Defek tabung saraf
Diazepam Semua Ketergantungan neonatus pd penggunaan kronis
Dietilstilbestrol Semua Adenosis vagina, adenokarsinoma vagina
Etanol Semua Fetal alcohol syndrome, ggn neurodevelopment
Iodida Semua Goiter kongenital, hipotiroidisme
Isotretinoin Semua Malformasi SSP, wajah, telinga, dll
OBAT TERATOGENIK/BERBAHAYA
PADA JANIN
OBAT TRIMESTER EFEK
Metotreksat 1 Malformasi kongenital multipel
Pelarut organik 1 Malformasi multipel
Fenitoin Semua Fetal hydantoin syndrome
Propiltiourasil Semua Goiter kongenital
Rokok Semua IUGR; prematuritas; SIDS; komplikasi perinatal
tembakau
Tetrasiklin Semua Diskolorasi dan defek gigi; ggn pertumbuhan
tulang
Talidomid 1 Fokomelia dan malformasi internal multipel
Asam valproat Semua Defek tabung saraf, malformasi jantung & alat
gerak
Warfarin 1 Hypoplastic nasal bridge, kondrodisplasia
2 Malformasi SSP
3 Risiko perdarahan
EMBRIOPATI METOTREKSAT
EMBRIOPATI TALIDOMID & FENITOIN
Buhimschi & Weiner. Obstetrics and Gynecology, Vol. 113 No. 1, 2009.
REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai