Volume cairan tubuh sangat menentukan distribusi obat, terutama cairan ekstraseluler. Cadangan cairan pada bayi normal
75%, dan bayi prematur 87%. Di samping cairan tubuh, cairan lemak bayi normal 15%, dan bayi prematur 1%. Hal ini
menyebabkan bayi prematur hanya dapat menyimpan obat yang mudah larut lemak dari pada bayi normal (genap bulan).
METABOLISME OBAT PADA BAYI
Metabolisme obat sebagian besar terjadi dalam hepar. Pada bayi fungsi metabolime ini masih rendah karena antifitas enzim
hepar juga masih rendah. Semakin tua usia bayi, maka makin matur fungsi hepar. Oleh karena itu, dosis obat yang diberikan
harus disesuaikan dengan kondisi ini.
EKSKRESI OBAT PADA BAYI
Filtrasi Glomerulus berperan dalam eksresi obat. Daya filtrasi pada bayi semakin meningkat pada usia 6-12 bulan mencapai
filtrasi orang dewasa. Pada anak yang sakit, fungsi filtrasi berkembang lebih lambat dari seharusnya hingga pengaturan
dosis dan jangka waktu pemberian obat akan menjadi lebih sulit.
PEMBERIAN OBAT DALAM MASA LAKTASI
Secara umum, sebagian besar obat dapat disekresikan melalui air susu ibu, tetapi dalam jumlah kecil hingga jumlah yang
diterima bayi dalam sehari umumnya masih lebih rendah dosis terapeutiknya. Walaupun demikian, obat yang diberikan
kepada ibu hendaknya dipilih yang relatif aman, serta diberikan paling lambat 30-60 menit setelah menyusui atau 3-4 jam
sebelum ibu menyusui yang berikutnya, agar diperoleh ekskresi dalam air susu yang terendah.
OBAT YANG TIDAK BERPENGARUH PADA BAYI / BOLEH DIGUNAKAN
Antikoagulan warfarin
Sulfonamide, kecuali pd bayi dg defisiensi G-6-PD.
Antimalaria ; pirimetamin, dapson, sulfadoksin.
Metronidazol
Antiinflamasi
Aspirin dosis rendah
Antikonvulsan ; natrium valproat, karbamazepin, etosuksimid.
Labelatol, verapamil, hidralazin.
Antibiotika.
OBAT YANG TIDAK BOLEH DIGUNAKAN
Antikoagulan ; fenindion & etilbiskumasetat, menyebabkan kekurangan protrombin pd bayi.
Tetrasiklin & aminoglikosida, menyebabkan pewarnaan gigi, gangguan pertumbuhan tulang, flora usus bayi.
Kloramfenikol, toksisitas pd bayi.
Penisilin, menyebabkan anafilaksis.
Ampisilin, menyebabkan diare & kandidiasis pd bayi.
Antituberkulosis ; INH, menyebabkan defisiensi piridoksin pd bayi.
Siklofosfamid, metotreksat, & obat antineoplastik/imunosupresif, kontraindikasi dlm masa menyusui.
Aspirin dosis tinggi, mempengaruhi trombosit bayi.
Barbiturat, diazepam, antihistaminika menimbulkan gejala depresi pd bayi.
Primidon, menimbulkan depresi susunan saraf pusat pd bayi.
Heroin dosis tinggi, menyebabkan koma pd bayi.
Petidin, mengganggu susunan saraf pusat.
Amitriptilin & nortriptilin, efek farmakologik pd bayi.
Klorpromazin, menyebabkan pusing & letargi pd bayi.
Alkohol, menyebabkan depresi susunan saraf pusat.
Teofilin, menyebabkan iritabilitas pd bayi.
Estrogen dosis tinggi, menyebabkan penurunan produksi air susu, poliferasi dan epitel vagina pd bayi perempuan &
ginekomastia pd bayi laki-laki.
Antiaritmia & amiodaron, menyebabkan brakardia pd bayi.
Alkaloid ergot, menimbulkan gejala intoksikasi ergot.
Derivat antrakinon & fenoltalein, menyebabkan diare pd bayi.
KESIMPULAN
Hanya obat yang sangat diperlukan saja yang boleh diberikan pada ibu menyusui. Bila usia bayi kurang dari 1 bulan, atau
bayi lahir prematur, pemberian obat pada ibu sedapat mungkin dihindari. Keputusan untuk memberikan atau tidak
memberikan obat sangat tergantung pada klinikus, dengan mempertimbangkan keuntungan pengobatan dan dampak
kerugian pada bayi.
- See more at: http://nutrisiuntukbangsa.org/pengaruh-penggunaan-obat-dalam-masa-menyusui/#sthash.UGHECWDe.dpuf
Kategori A : penelitian terkontrol menunjukkan tidak ada resiko . penelitian terkontrol dan memadai pada wanita
hamil tidak menunjukkan adanya resiko pada janin
Kategori B : tidak ada bukti resiko pada manusia. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya resiko tetapi
penelitian pada manusia belum memadai
Kategori C : resiko tidak dapat dikesampingkan . penelitian pada manusia tidak memadai, penelitian pada hewan
menunjukkan resiko atau tidak memadai
Kategori D : resiko pada janin terbukti positif, baik melalui penelitian atau post-merketing study
Kategori X : kontra indikasi pada kehamilan. Penelitian pada hewan atau manusia, atau data post marketing
studymenunjukkan adanya resiko pada janin yang secara jelas merugikan dibanfingkan manfaat
Obat
Efek tereatogenik
Metotreksat
Dietilstilbestrol
Kanker vagina
Fenitoin
Thalidomide
Phocomelia
Warfarin
Alkohol
Isotretidomide
Tetrasiklin
Tulang, gigi
Ace Inhibitor
Siklosfamid
Golongan antibiotika berdasarkan keamanan dan toksisitasnya pada ibu atau janin
Nama obat/golongan
Kategori
(FDA)
Toksisitas
Aminoglikosida :
Gentamisin
Ototoksik, nefrotoksik
Amikasin, Amikasin
Ototoksik, nefrotoksik
Netilmisin, Kanamisin
Ototoksik, nefrotoksik
Streptomisin
Aztreonam
Golongan Penicilin,
Safalosporin
Kloramphenicol
Klindamicyn
Fluorokuinolon
Makrolid :
Eritromisin Basa/Suksinat
Eritromisin Estolat
Azitromisin
Klaritromisin
Metronidazole
Nitrofurantoin
Sulfonamid
Tetrasiklin
Trimetropin
Vankomisin
Ototoksik, nefrotoksik
Golongan antihipertensi berdasarkan keamanan dan toksisitasnya pada ibu dan janin
Nama Obat Dan Golongan
Kategori (FDA)
toksisitas
Diuretik :
Furosemid
Golongan Thiazid
Metildopa
Golongan Beta-Bloker
Kecuali :
C - trismester I
Atenolol
D trismester II/III
C trismster I
D trismester II/III
C trismester I
Golongan Angiostensin-II
Receptor Antagonis (AIIRA)
D trismester II
dan III
a.
Sedapat mungkin hindari menggunakan obat terutama pada trsmester pertama kehamilan upayakan terapi non
farmakologi
b.
Obat hanya diberikan jika jelas diperlukan dengan mempertimbangkan manfaat dan resikonya
c.
d.
e.
Utamakan monoterapy
f.
Gunakan dengan dosis efektif yang terendah tetapi perlu juga diingat bahwa perubahan fisiologis ibu selama
kehamilan mengubah farmakokinetika obat sehingga pada beberapa obat mungkin perlu peningkatan dosis untuk
memeprtahankan kadar terapeutiknya
g.
h.
i.
Jika obat yang digunakan diduga kuat dapat menyebabkan kecacatan maka lakukan USG
Pemilihan obat
2.
Pertimbangkan apakah obat dapat diberikan secara langsung dengan aman pada bayi
Pilih obat yang sedikit melalui ASI dengan memprediksikan ratio-M/P paling rendah.
Hindari formulasi obat yang long action (misalnya sustained release)
Pertimbangkan rute pemberian obat yang dapat menurunkan ekskresi obat kedalam ASI
Jika memungkinkan hindari penggunaan jangka lama
Waktu menyusui
3.
Pertimbangan lain
Selalu mengamati bayi terhadap tanda-tanda yang tidak biasa atau gejala kliniknya (seperti : sedasi,
iritasi,rash, menurunkan nafsu makan, kesukaran menelan)
Tidak melanjutkan menyusui selama terapi obat jika resiko terhadap bayi lebih berat.
Berikan pengetahuan yang cukup kepada pasien untuk meningkatkan pemahaman terhadap factorfactor yang beresiko.
secepat mungkin hindari penggunaan obat terutama pada trimester pertama kehamilan.
upayakan terapi non farmakologik
obat hanya di berikan jika jelas di perlukan dengan mempertimbangkan manfaat dan
resikonya
gunakan dengan dosis efektif terendah, tetapi juga perlu diingat bahwa perubahan fisiologi
selama kehamilan akan mengubah farmakokinetika obat, sehingga pada beberpa obat
mungkin perlu peningkatan dosis untuk mempertahankan konsentrasi terapeutik
jika obat yang di gunakan di duga kuat dapat menyebabkan kecacatan, maka lakukan USG
Penggunaan obat herbal semakin meningkat, di banyak negara obat herbal peraturannya tidak
seketat obat, sehingga pemantauan efek sampingnya pun tidak dilakukan sebagaimana mestinya.
Tambahan pula tidak banyak laporan efek sampingnya yang dipublikasikan, akibatnya sulit untuk
mendapatkan informasi mengenai efek samping obat herbal khususnya penggunaan selama
kehamilan.
obat herbal dianggap sebagai produk alamiah sehingga bebas dari resiko efek samping, namun
kenyataannya penggunaan obat herbal pada masa kehamilan tidak sepenuhnya bebas dari resiko
baik terhadap ibu maupun janin. meskipun hubungan sebab akibat dari laporan kasus yang
dipublikasikan masih belum dipastikan, sebaiknya waspada dan menganggapbahwa penggunaan
obat herbal dikontraindikasikan selama kehamilan.
Obat hanya digunakan jika diperlukan dan pengobatan tidak dapat di tunda. Faktor yang harus
diperhatikan :
a. Pemilihan Obat :
pertimbangkan apakah obat dapat diberikan secara langsung dengan aman pada bayi
pilih obat yang sedikit melalui asi dengan mempertimbangkan radio manfaat
pertimbangkan rute pemberian obat yang dapat menurunkan eksresi obat ke dalam asi
b. waktu menyusui
c.pertimbangan lain
selalu mengamati bayi terhadap tanda-tanda yang tidak biasa atau gejala kliniknya
(seperti iritasi, sedasi, rash, menurunkan nafsu makan, kesukaran menelan)
tidak melanjutkan menyusui selama terapi obat jika resiko terhadap bayi lebih berat
myometrium. Akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi penurunan kadar puncak obat (Cmax)
dalam serum.
4. Pengikatan protein
Sesuai dengan perjalanan kehamilan, volume plasma akan bertambah, tetapi tidak diikuti dengan
peningkatan produksi albumin, sehingga menimbulkan hipoalbuminemia fisiologis yang
mengakibatkan kadar obat bebas akan meningkat. Obat-obat yang tidak terikat pada protein
pengikat secara farmakologis adalah obat yang aktif, maka pada wanita hamil diperkirakan akan
terjadi peningkatan efek obat.
5. Eliminasi oleh hati
Fungsi hati dalam kehamilan banyak dipengaruhi oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi.
Pada beberapa obat tertentu seperti phenytoin, metabolisme hati meningkat mungkin akibat
rangsangan pada aktivitas enzim mikrosom hati yang disebabkan oleh hormon progesteron;
sedangkan pada obat-obatan seperti teofilin dan kafein, eliminasi hati berkurang sebagai akibat
sekunder inhibisi komfetitif dari enzim oksidase mikrosom oleh estrogen dan progesterone.
6. Eliminasi ginjal
Pada kehamilan terjadi peningkatan aliran plasma renal 25-50%. Obat-obat yang dikeluarkan
dalam bentuk utuh dalam urin seperti penisilin, digoksin, dan lithium menunjukkan peningkatan
eliminasi dan konsentrasi serum steady state yang lebih rendah.
II. Efek kompartemen fetal-plasental
Jika pemberian obat menghasilkan satu kesatuan dosis maupun perbandingan antara kadar obat
janin: ibu maka dipakai model kompartemen tunggal. Tetapi jika obat lebih sukar mencapai janin
maka dipakai model dua kompartemen di mana rasio konsentrasi janin: ibu akan menjadi lebih
rendah pada waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi distribusi.
1. Efek protein pengikat
Protein plasma janin mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan protein plasma ibu
terhadap obat-obatan. Tetapi ada pula obat-obatan yang lebih banyak terikat pada protein
pengikat janin seperti salisilat. Obat-obat yang tidak terikat (bebas) adalah yang mampu melewati
sawar plasenta.
2. Keseimbangan asam-basa
Molekul yang larut dalam lemak dan tidak terionisasi menembus membran biologis lebih cepat
dibandingkan molekul yang kurang larut dalam lemak dan terionisasi selain itu PH plasma janin
sedikit lebih asam dibandingkan ibu. Dengan demikian basa lemah akan lebih mudah melewati
sawar plasenta. Tetapi setelah melewati plasenta dan mengadakan kontak dengan darah janin
yang relatif lebih asam, molekul-molekul akan lebih terionisasi. Hal ini akan berakibat penurunan
konsentrasi obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi. Fenomena ini dikenal sebagai
ion trapping.
3. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminaton
Terdapat bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu memetabolisme obat. Semua
proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8
minggu pasca pembuahan tetapi proses tersebut belum matang, dan aktivitasnya sangat rendah.
Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat menimbulkan efek obat yang lebih panjang dan lebih
menyolok pada janin. Sebagian besar eliminasi obat pada janin dengan cara difusi obat kembali ke
kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar dibandingkan dengan asal-usulnya
sehingga kecil kemungkinan mereka akan melewati sawar plasenta, dan berakibat penimbunan
metabolit pada jaringan janin. Dengan pertambahan usia kehamilan, makin banyak obat yang
diekskresikan ke dalam cairan amnion, hal ini menunjukkan maturasi ginjal janin.
4. Keseimbangan Obat Maternal-fetal
Jalur utama transfer obat melalui plasenta adalah dengan difusi sederhana. Obat yang bersifat
lipofilik dan tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih mudah berdifusi melalui plasenta.
Kecepatan tercapainya keseimbangan obat antara ibu dan janin mempunyai arti yang penting
pada keadaan konsentrasi obat pada janin harus dicapai secepat mungkin, seperti pada kasuskasus aritmia atau infeksi janin intrauterin, karena obat diberikan melalui ibunya.
III. Mekanisme Transfer Obat melalui Plasenta
Obat-obatan yang diberikan kepada ibu hamil dapat menembus sawar plasenta sebagaimana
halnya dengan nutrisiyang dibutuhkan janin, dengan demikian obat mempunyai potensi untuk
menimbulkan efek pada janin. Perbandingan konsentrasi obat dalam plasma ibu dan janin dapat
memberi gambaran pemaparan janin terhadap obat-obatan yang diberikan kepada ibunya.
Waddell dan Marlowe (1981) menetapkan bahwa terdapat 3 tipe transfer obat-obatan melalui
plasenta sebagai berikut:
Tipe I
Obat-obatan yang segera mencapai keseimbangan dalam kompartemen ibu dan janin, atau terjadi
transfer lengkap dari obat tersebut. Yang dimaksud dengan keseimbangan di sini adalah
tercapainya konsentrasi terapetik yang sama secara simultan pada kompartemen ibu dan janin.
Tipe II
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih tinggi daripada konsentrasi
dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang berlebihan. Hal ini mungkin terjadi karena transfer
pengeluaran obat dari janin berlangsung lebih lambat.
Tipe III
Obat-obatan yang mempunyai konsentrasi dalam plasma janin lebih rendah daripada konsentrasi
dalam plasma ibu atau terjadi transfer yang tidak lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi transfer obat melalui plasenta antara lain adalah:
- Berat molekul obat.
Pada obat dengan berat molekul lebih dari 500D akan terjadi transfer tak lengkap melewati
plasenta.
- PKa (pH saat 50% obat terionisasi).
- Ikatan antara obat dengan protein plasma.
Mekanisme transfer obat melalui plasenta dapat dengan cara difusi, baik aktif maupun pasif,
transport aktif, fagositosis, pinositosis, diskontinuitas membran dan gradien elektrokimiawi.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, SG., 1995, Farmakologi dan terapi, Edisi ke 4, 728-59, Farmakologi FKUI, Jakarta
Nindya, S., 2001, www.cerminduniakedokteran.com Perubahan Farmakokinetik Obat pada Wanita
Hamil dan Implikasinya secara Klinik, diakses tanggal 10 Maret 2009