PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, oleh karena
seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi yang
kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh.
Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara ekstrim, inipun akan menimbulkan pengaruh
buruk terhadap sistem biologik tubuh.
Efek obat yang tidak diinginkan menjadi suatu persoalan yang kompleks bagi petugas
kefarmasian untuk menangani masalah ini. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pemantauan
terhadap efek tersebut dalam hal ini dikenal dengan istilah MESO (Monitoring Efek Samping
Obat).
Masa kanak-kanak menggambarkan suatu periode pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat. Penggunaan obat untuk anak – anak merupakan hal khusus yang berkaitan
dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang
bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat. Sesuai dengan alasan tersebut
maka dosis obat, formulasi, hasil pengobatan dan efek samping obat yang timbul sangat
beragam sepanjang masa anak-anak. Terapi obat yang aman dan efektif untuk anak
membutuhkan pemahaman mengenai variasi yang luas dan perubahan konstan dalam hal
penanganan farmakokinetik dan respon farmakodinamik terhadap obat yang terjadi selama
waktu mulai lahir sampai dewasa. Walaupun diberikan pada dosis yang paling tepat,
pengobatan obat pada anak dapat menyebabkan perbedaan dalam hal keefektifan dan efek
samping obat dibandingkan penggunaannya pada pasien dewasa.
Pasien pediatrik dibagi menjadi 9 kelompok yaitu premature infants, full term infants,
neonatus, infants, children, adolescents. Neonatus didefinisikan sebagai bayi yang berusia
kurang dari 28 hari. Dibandingkan dengan pasien yang lebih tua, pasien neonatus mengalami
perbedaan dalam absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Hal tersebut dapat
memiliki efek yang menyeluruh terhadap hasil terapi. Dalam populasi neonatus, perbedaan
selanjutnya muncul antar kelompok, contohnya pasien yang lahir saat usia kandungan atau
berat badan tertentu. Berdasarkan pemikiran diatas dapat terlihat bahwa neonatus berada
dalam posisi yang rentan mengalami efek samping obat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan efek samping obat (ESO) dan monitoring efek samping
obat (MESO) ?
2. Apa yang menyebabkan Efek Samping Obat pada anak – anak?
1
1.3 Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan efek samping obat (ESO) dan monitoring efek
samping obat (MESO)
2. Mengetahui penyebab Efek Samping Obat pada anak – anak.
2
BAB II
ISI
2.1 Efek Samping Obat (ESO)
Pengertian Efek Samping Obat
Efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau
membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan. Efek samping tidak
mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal
mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui.
Beberapa contoh efek samping misalnya:
a. Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik),
b. Hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang berlebihan),
c. Osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek samping karena
penggunaan jangka lama),
d. Hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian obat -
withdrawal syndrome),
e. Fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa awal
kehamilan (efek teratogenik)
Masalah efek samping obat adalah hal yang sangat penting karena presentase efek
samping yang ditimbulkan obat terus meningkat dan menimbulkan masalah di bidang
kesehatan, ekonomi dan sosial. Hal ini disebabkan karena jumlah obat yang beredar
meningkat tanpa disertai dengan informasi yang proposional. Jumlah promosi mengenai obat-
obat baru juga terus meningkat sehingga penggunaan obat yang tidak rasionalpun meningkat.
Efek samping dari suatu obat tidak dapat diprediksi secara absolut atau pasti. Semua
obat memiliki manfaat tetapi di sisi lain juga memiliki potensi yang dapat membahayakan.
Efek samping yang merugikan atau membahayakan karena penggunaan suatu obat dapat
diminimalkan dengan memastikan bahwa obat yang digunakan memiliki kualitas yang baik
dan digunakan secara tepat.
Meskipun suatu obat sudah digunakan secara tepat, efek atau reaksi yang tidak
diharapkan sering muncul. Reaksi obat yang muncul biasanya berbeda pada setiap orang dan
tidak dapat diprediksi kapan dan pada siapa reaksi obat tersebut akan muncul. Oleh karena
itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk memonitoring reaksi obat yang muncul selama
terapi, tidak hanya untuk keselamatan dan kenyamanan pasien tetapi juga untuk
meminimalkan pengeluaran biaya dan mengatasi ADRs.
3
2.2 Pediatri
Pediatri berasal dari bahasa Yunani yaitu pedos yang berarti anak dan iatrica
yang berarti pengobatan anak. Beberapa penyakit memerlukan penanganan khusus untuk
pasien pediatrik. Anak adalah masa kanak -kanak menggambarkan suatu periode
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Penggunaan obat pada anak -anak tidaklah sama
dengan orang dewasa, sehingga hanya terdapat sejumlah kecil obat yang telah diberi ijin
untuk digunakan pada anak -anak, yang memiliki bentuk sediaan yang sesuai.
Masa bayi dan anak merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Penggunaan obat untuk anak merupakan hal khusus yang terkait dengan
perbedaan laju perkembangan organ, sistem enzim yang bertanggung jawab terhadap
metabolisme dan ekskresi obat.
Menurut The British Pediatric (BPA) penggolongan masa anak- anak adalah sebagai
berikut :
Neonatus : awal kelahiran sampai usia 1 bulan
Bayi :1 bulan sampai 2 tahun
Anak :2 tahun sampai 12 tahun
Remaja :12 tahun sampai 18 tahun
Perubahan biologis yang diwakili oleh tiap rentang waktu tersebut adalah :
Neonatus : terjadi perubahan klimakterik
Bayi : awal pertumbuhan yang pesat
Anak : masa pertumbuhan secara bertahap
Remaja : akhir perkembangan secara pesat hingga menjadi orang dewasa
Perkembangan penanganan klinik penyakit untuk pasien pediatri sangat berarti. Ada
banyak prinsip farmakoterapi yang harus dipertimbangan dalam penanganan pasien pediatri.
Beberapa definisi yang berhubungan dengan pediatri adalah :
* Pediatri : anak yang berusia lebih muda dari 18 tahun
* Prematur : bayi yang dilahirkan sebelum berusia 37 minggu
* Neonatus : usia 1 hari sampai 1 bulan
* Bayi : usia 1 bulan sampai 1 tahun
* Anak : usia 1 tahun sampai 11 tahun
* Remaja : usia 12 tahun sampai 18 tahun
Menurut The European Medicine Evaluation Agency :
• Bayi baru lahir : 0 -27 hari
• Bayi : 28 hari -23 bulan
• Anak : 2 -11 tahun
4
• Remaja : 12 – 16/18 tahun
5
Rendahnya metabolisme obat di hati pada neonatus disebabkan oleh
rendahnya aliran darah ke hati, asupan obat oleh sel hati, kapasitas enzim hati dan ekskresi
empedu. Sistem enzim di hati pada neonatus dan bayi belum sempurna, terutama pada
proses oksidasi dan glukoronidase, sebaliknya pada jalur konjugasi dengan asam sulfat
berlangsung sempurna. Meskipun metabolisme asetaminofen melalui jalur glukoronidase
pada anak masih belum sempurna dibandingkan pada orang dewasa, sebagian kecil dari
bagian ini dikompensasi melalui jalur konjugasi dengan asam sulfat. Jalur metabolisme ini
mungkin berhubungan langsung dengan usia dan mungkin memerlukan waktu selama
beberapa bulan sampai satu tahun agar berkembang sempurna. Hal ini terlihat dari
peningkatan klirens pada usia setelah satu tahun. Dosis beberapa jenis antiepilepsi dan
teofilin untuk bayi lebih besar daripada dosis dewasa agar tercapai konsentrasi plasma
terapeutik. Hal ini disebabkan bayi belum mampu melakukan metabolisme senyawa
tersebut menjadi bentuk metabolit aktifnya
d. Eliminasi Melalui Ginjal
Filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, reabsorbsi tubulus menurun dan
bersihan (clearance) obat tidak dapat di prediksi, tergantung cara eliminasi obat tersebut
di ginjal. Pada umumnya obat dan metabolitnya dieliminasi melalui ginjal. Kecepatan
filtrasi glomerulus pada neonatus adalah 0,6–0,8 mL/menit per 1,73 m2 dan pada bayi
adalah 2-4 mL/menit per 1,73 m2. Proses filtrasi glomerulus, sekresi tubuler dan
reabsorpsi tubuler akan menunjukkan efisiensi ekskresi ginjal. Proses perkembangan ini
akan berlangsung sekitar beberapa minggu sampai satu tahun setelah kelahiran
6
sempurna dan tingginya bioavailabilitas. Mirip dengan kloramfenikol, propilen glikol – yang
ditambahkan kepada beberapa sediaan injeksi seperti fenitoin, fenobarbital, digoksin,
diazepam, vitamin D dan hidralazin- dapat menyebabkan hiperosmolalitas pada bayi.
Beberapa obat berkurang toksisitasnya pada pasien pediatri dibanding pasien dewasa.
Aminoglikosida lebih rendah toksisitasnya pada bayi dibandingkan pada orang dewasa. Pada
pasien dewasa, toksisitas aminoglikosida berhubungan langsung dengan akumulasi pada
kompartemen perifer dan sensitifitas pasien yang bersifat permanen terhadap konsentrasi
aminoglikosida di jaringan. Meskipun jaringan kompartemen perifer neonatus untuk
gentamisin telah dilaporkan mempunyai ciri yang mendekati dengan kondisi pada pasien
dewasa dengan fungsi ginjal yang sama, gentamisin jarang bersifat nefrotoksik untuk bayi.
Perbedaan insiden nefrotoksik tersebut menunjukkan bahwa neonatus mempunyai
sensitifitas jaringan yang permanen dan lebih rendah terhadap toksisitas dibandingkan pada
pasien dewasa.
Perbedaan efikasi, toksisitas dan ikatan protein obat pada pasien pediatri dan pasien
dewasa menimbulkan pertanyaan penting tentang rentang terapeutik pada anak yang dapat
diterima.
Contoh yang lain terjadinya sindroma Reye, merupakan penyakit fatal yang
menyebabkan efek kerusakan pada banyak organ, khususnya otak dan hati. Hal ini dapat
terjadi berkaitan dengan penggunaan aspirin oleh pasien pediatri yang sedang menderita
penyakit karena virus misalnya cacar air. Penyakit ini dapat menyebabkan fatty liver dengan
inflamasi minimal, dan ensefalopati parah (dengan pembesaran otak). Hati sedikit
membengkak dan kencang, dan tampak perubahan pada ginjal. Biasanya tidak terjadi
jaundice. Diagnosis awal merupakan hal penting, karena jika tidak dapat terjadi kerusakan
otak atau kematian. Perhatian juga perlu pada penggunaan tetrasiklin dan fluorokinolon.
.
2.5 Faktor Pemicu Terjadinya Efek Samping Obat
Faktor-faktor pendorong terjadinya efek samping obat dapat berasal dari faktor pasien
dan dari faktor obatnya sendiri.
1. Faktor pasien.
Yaitu faktor intrinsik yang berasal dari pasien, seperti umur, faktor genetik, dan penyakit
yang diderita
Umur
Pada pasien anak-anak (khususnya bayi) sistem metabolismenya belum sempurna
sehingga kemungkinan terjadinya efek samping dapat lebih besar, begitu juga pada
pasien geriatrik (lansia) yang kondisi tubuhnya sudah menurun.
7
Genetik dan kecenderungan untuk alergi
Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat mungkin
dapat memberikan efek farmakologi yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan
timbulnya efek samping. Genetik ini juga berhubungan dengan kecenderungan
terjadinya alergi. Contohnya pada penisilin, sekitar 1-5% orang yang mengonsumsi
penisilin mungkin mengalami reaksi alergi.
Penyakit yang diderita
Untuk pasien yang mengidap suatu penyakit tertentu, hal ini memerlukan perhatian
khusus. Misalnya untuk pasien yang memiliki gangguan hati atau ginjal, beberapa
obat dapat menyebabkan efek samping serius, maka harus dikonsultasikan pada
dokter mengenai penggunaan obatnya.
2. Faktor intrinsik dari obat.
Yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping, seperti pemilihan obat, jangka
waktu penggunaan obat, dan adanya interaksi antar obat.
Pemilihan obat
Setiap obat tentu memiliki mekanisme kerja yang berbeda-beda, tempat kerja yang
berbeda, dan tentunya efek yang berbeda pula. Maka dari itu, harus diwaspadai juga
efek samping yang mungkin terjadi dari obat yang dikonsumsi
Jangka waktu penggunaan obat
Efek samping beberapa obat dapat timbul jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang
lama. Contohnya penggunaan parasetamol dosis tinggi pada waktu lama akan
menyebabkan hepatotoksik atau penggunaan kortikosteroid oral pada jangka waktu
lama juga dapat menimbulkan efek samping yang cukup serius seperti moonface,
hiperglikemia, hipertensi, dan lain-lain. Lain lagi dengan penggunaan AINS (anti
inflamasi non steroid) berkepanjangan, dapat muncul efek samping berupa iritasi dan
nyeri lambung.
Interaksi obat
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Ada beberapa obat
ketika dikonsumsi secara bersamaan, akan muncul efek yang tidak diinginkan.
Contohnya kombinasi antara obat hipertensi inhibitor ACE dengan diuretik potasium-
sparing (spironolakton) dapat menyebabkan hiperkalemia.
8
Mual
Sembelit
Diare
Drowiness
Nyeri dan Reaksi kulit
Efek samping serius
Kematian
Kelemahan fisik
Kondisi jantung
Stroke
Kanker
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Setiap obat mempunyai efek masing-masing. Efek obat sendiri dibagi menjadi 3 yairu
efek utama, tambahan, dan efek samping.Efek utama adalah tujuan dari pengobatan
tersebut.Efek tambahan adalah efek toksik yang dapat timbul jika melebihi dosis yang
ditentukan.Sedangkan efek samping adalah dampak negative yang timbul namun pada
dosis yang ditentukan.Jadi, tiap obat dapat menimbulkan efek positif dan efek
negative.
2. Reaksi-reaksi efek samping obat yang berat jarang ditemukan, meskipun efek-efek
toksik yang berbahaya sering terjadi pada penggunaan beberapa golongan obat.
Mekanisme reaksi obat dibagi dalam dua kategori utama. Termasuk gologan pertama
sering muncul sebagai manifestasi efek farmakologi yang berlebihan,karna itu dapat
diramalkan. Golongan kedua yang dapat merupakan reaksi imunologik atau
mekanisme yang belum diketahui,umumnya merupakan hal yang tidak dikehendaki
dan tidak dapat ditemukan sampai suatu obat dipasarkan untuk waktu lama.
3.2 Saran
Sebagai pengguna obat.kita sebaiknya memahami berbagai efek yang bisa
ditimbulkan oleh obat yang sedang kita gunakan. Baik efek terapi, efek toksik dan juga efek
sampingnya. Pemahaman ini sangat diperlukan agar kita bisa lebih waspada terhadap segala
kemungkinan yang bisa terjadi. Informasi ini bisa diperoleh dari dokter, apoteker atau
sumber-sumber lainnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
Aslam, M.; Tan, C.K.; & Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Elex Media
Komputindo; Jakarta, 10-12, 50-70
Depkes RI. 2009. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien Pediatri. Jakarta :
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Keady, S.; Costello, I.; & Tomlin, A, 2005, A career as specialist paediatric pharmacists.
Khoo, G.P.; & Bolton, O. 2003, Neonatal dan paediatric intensive care, Hospital Pharmacists
Vol.10: 1-4
Koda-Kimble, M.A, et al. 2005, Applied Therapeutics – The Clinical Use of Drugs, Eight
edition, Lippincott-Williams & Wilkins; London, 62-64
11